Kategori: PARLEMEN

  • Syarief Hasan: BBM Naik, Daya Beli Rakyat Turun

    Syarief Hasan: BBM Naik, Daya Beli Rakyat Turun

    JATIM, BANPOS – Wakil Ketua MPR Prof. Dr. Syarief Hasan menegaskan, perlu ada evaluasi yang menyeluruh dan utuh tentang APBN terkait dengan rencana kenaikan harga BBM bersubsidi.

    “Kalau dinaikkan kelak akan melemahkan daya beli masyarakat. Rakyat akan semakin menderita apalagi sekarang inflasi sangat tinggi. Kalau harga BBM dinaikan pasti akan semakin memicu naiknya harga-harga kebutuhan masyarakat,” ungkap Syarief saat melakukan kunjungan kerja ke Pacitan dan Ponorogo, Jawa Timur, Senin (29/8).

    Kenaikan BBM jenis Pertalite dan Solar, menurut pria asal Sulawesi Selatan itu, akan membuat rakyat kecil sengsara. Dikatakan rakyat miskin akan bertambah miskin, yang hampir miskin jadi miskin.

    Pria yang meraih gelar guru besar dari Universitas Negeri Makassar itu menyebut banyak pos anggaran yang bisa dialokasikan untuk menutup defisit BBM. Banyak pos yang bisa ditunda.

    Menteri Koperasi dan UMKM di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu prihatin saat ini program yang berorientasi bantuan untuk rakyat kecil banyak dihilangkan.

    Dicontohkan, menyangkut tunjangan guru untuk membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat sudah mulai dihilangkan. “Jadi saya pikir perlu untuk dilakukan evaluasi menyeluruh,” tuturnya.

    Sebagai politisi dari Partai Demokrat, dirinya menyebut partainya dengan tegas menolak kenaikan BBM. Dirinya setuju bila subsidi yang ada harus tepat sasaran. Subsidi yang ada jangan sampai diterima oleh orang-orang yang tidak berhak.

    “Jangan sampai dinikmati oleh mereka yang memiliki mobil mewah. Untuk itu harus diatur dengan strategi agar konsumsi BBM bisa dibatasi. Bila tepat sasaran akan semakin memperkecil defisit,” tegasnya. (RMID)

  • Lestari Ingin Ulama Perempuan Sebarkan Nilai Kebangsaan

    Lestari Ingin Ulama Perempuan Sebarkan Nilai Kebangsaan

    JAKARTA, BANPOS – Jaringan lembaga yang tergabung dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) diharapkan mampu mengakomodasi beragam kalangan agar bisa ikut berperan aktif dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan kepada generasi penerus bangsa.

    “Bila dimungkinkan beragam kalangan bisa juga ikut berpartisipasi dalam sejumlah program yang digagas KUPI, sehingga upaya menanamkan nilai-nilai kebangsaan bisa lebih luas lagi,” kata Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat saat menerima panitia KUPI II di ruang kerjanya di Gedung DPR/MPR, Selasa (30/8).

    Menurut Lestari, KUPI yang diinisiasi lima organisasi seperti Alimat, Rahima, Fahmina, Gusdurian, dan Aman Indonesia berpotensi mengkaji banyak hal dengan beragam cara pandang yang mengandung nilai-nilai kebangsaan.

    Apalagi, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, sejumlah organisasi tersebut memiliki keanggotaan dengan beragam latar belakang seperti akademisi, pesantren dan aktivis.

    Rerie juga berharap keanggotaan KUPI juga mengakomodasi beragam latar belakang politik, sehingga mampu mendorong gerakan-gerakan kebangsaan lintas partai.

    Menurut Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, dengan keberagaman latar belakang dan pemikiran itu diharapkan KUPI mampu merealisasikan eksistensi ulama perempuan Indonesia.

    Penyelenggaraan Kongres Ulama Perempuan Indonesia II November 2022 mendatang dengan tema Meneguhkan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan, jelas Rerie, merupakan momentum untuk meneguhkan peran pemikir perempuan untuk aktif dalam proses pembangunan.

    Kehadiran gerakan yang diinisiasi KUPI itu, tegas Rerie, sangat diharapkan mampu mengakselerasi upaya menanamkan sejumlah nilai-nilai terkait isu kesetaraan gender dan kebangsaan yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi berbagai tantangan di masa datang. (RMID)

  • HNW Nilai Bansos Alih Subsidi BBM Tak Efektif Redam Inflasi

    HNW Nilai Bansos Alih Subsidi BBM Tak Efektif Redam Inflasi

    JAKARTA, BANPOS – Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menilai bantalan sosial sebesar Rp 24,17 triliun yang diluncurkan Pemerintah, Senin (29/8) tidak akan cukup untuk mewujudkan tujuan dikeluarkannya Bantuan Sosial (Bansos).

    Bansos sebesar Rp 24,17 triliunan itu juga tidak cukup memadai untuk menutupi kebutuhan rakyat sebagai dampak dari kenaikan harga-harga atau inflasi yang dialami oleh masyarakat. Baik inflasi sebelum kenaikan harga BBM, apalagi dengan dinaikkannya harga BBM oleh Pemerintah.

    Pasalnya, bansos hanya diberikan kepada sebagian kelompok masyarakat saja dengan jumlah dan jangka waktu terbatas. Sementara inflasi dan kenaikan harga berlangsung terus menerus dan dampak negatifnya dirasakan oleh masyarakat luas.

    Belum lagi masalah validitas data penerima manfaat yang selama ini belum diperbaiki oleh Kemensos dan disepakati dengan Komisi VIII DPR, dan karenanya terus jadi temuan di BPK.

    Kata Hidayat, peluncuran program bansos secara sepihak itu ibarat pelipur lara sesaat dari potensi melonjaknya inflasi akibat rencana kenaikan harga BBM, yang akan berlanjut terus dan tidak hanya berumur beberapa bulan saja.

    “Mirip seperti BLT minyak goreng yang kini durasinya sudah habis, padahal standar harga minyak goreng tetap lebih tinggi dari periode sebelumnya. Itulah realitas yang dihadapi masyarakat tanpa mendapatkan BLT lagi dari Pemerintah,” kata Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (30/8).

    Hidayat yang juga Anggota Komisi VIII DPR membidangi urusan sosial ini mengingatkan, penetapan bansos senilai Rp 24,17 triliun untuk 20,65 juta keluarga sangat terburu-buru. Apalagi jika benar pendistribusiannya langsung dilaksanakan oleh Kemensos mulai 1 September 2022 atau hanya 3 hari setelah pengumuman.

    Padahal, Kementerian Sosial masih punya utang penjelasan misalnya terkait temuan BPK soal penyimpangan 2,5 persen dana bansos dan invalidnya sejumlah data penerima bansos di DTKS.

    Harusnya, Pemerintah menyelenggarakan rapat terlebih dahulu dengan DPR untuk membahas soal kenaikan BBM, karena DPR juga belum memutuskan setuju bahkan beberapa fraksi menolak rencana kenaikan BBM.

    Baru setelah itu, Menteri Sosial dengan Komisi VIII DPR membahas validasi dan validitas data siapa saja penerima bansos alih-subsidi BBM ini. Serta kualitas data DTKS di Kemensos pasca temuan terakhir BPK.

    “Jangan sampai program baru, tiba-tiba diluncurkan tanpa dibahas oleh DPR, lalu belakangan ditemukan oleh BPK banyaknya penyimpangan data dan tidak efektifnya program,” sambungnya.

    HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid menjelaskan, inflasi IHK pada Juli 2022 telah mencapai 4,94 persen year on year (yoy) Dari jumlah tersebut komponen makanan mencatatkan inflasi yang sangat tinggi, mencapai 11,47 persen yoy. Hal ini tentu akan semakin parah jika nantinya terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak.

    Sementara dalih Pemerintah bahwa BBM hanya dikonsumsi oleh masyarakat mampu juga cenderung bias. Karena standar mampu yang ditetapkan dalam Garis Kemiskinan hanyalah berpendapatan Rp 505 ribu per orang per bulan. Garis tersebut juga seharusnya dikoreksi karena masih dibasiskan pada survei kebutuhan dasar (SPKKD) tahun 2004.

    Kebutuhan dasar hari ini dengan tahun 2004 tentu jauh berbeda, dan jika ditanyakan kepada masyarakat, pasti sangat kesulitan untuk bisa hidup dengan hanya Rp 500 ribuan per bulan.

    Oleh karena itu, Pemerintah seharusnya fokus dan serius menjaga kestabilan harga-harga agar masyarakat mampu bertahan hidup layak, bukan justru memberikan pelipur lara dengan bansos yang berdurasi hanya 4 bulan dan rawan tidak tepat sasaran.

    “Sementara tidak ada jaminan bahwa setelah 4 bulan bansos akan berlanjut, atau harga BBM kembali turun ke harga sebelum dinaikkan,” lanjutnya.

    HNW mempertanyakan kepada Kemensos dan Kemenkeu terkait kebutuhan tambahan anggaran perlindungan sosial tahun 2022 yang sudah dibahas bersama antara Komisi VIII DPR dengan Menteri Sosial (6/6).

    Adapun kebutuhannya sekitar Rp 7,8 triliun untuk membiayai kekurangan anggaran program PKH bagi Lansia, kekurangan anggaran bantuan penanganan korban bencana alam, bencana sosial, dan non alam, tambahan program atensi bagi 4 juta anak yatim/piatu, dan biaya penyaluran PT POS Indonesia.

    Dikatakan, ada bansos reguler dan keberpihiakan pada anak yatim/piatu senilai Rp 7,8 triliun yang hingga kini tidak jelas pengalokasian anggarannya, tapi dalam kondisi seperti ini Pemerintah tiba-tiba malah mampu menyiapkan bansos senilai Rp 24,17 triliun tanpa melalui pembahasan sama sekali.

    Praktik ini sangat mengecewakan para pihak yang berhak menerima manfaat, mengesampingkan peran DPR serta tidak memenuhi rasa keadilan.

    “Kalau Pemerintah belum bisa memenuhi semua kewajibannya terhadap Rakyat penerima manfaat, sebagai mestinya tidak menaikkan harga BBM. Meskipun dampaknya coba dialihkan dengan pemberian bansos, tentu akan menambah beban jangka panjang yang dipikulkan terhadap rakyat secara umum,” pungkasnya. (RMID)

  • Golkar MPR Ingin Adu Gagasan

    Golkar MPR Ingin Adu Gagasan

    JAKARTA, BANPOS – Ketua Fraksi Partai Golkar di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Idris Laena mendukung pernyataan Presiden Jokowi. Tingginya elektabilitas tidak menjadi jaminan seorang tokoh bisa maju calon presiden atau calon wakil presiden.

    Idris bilang, pendapat presiden merupakan pendapat normatif. Karena, Undang-Undang (UU) mengatur calon presiden dan calon wakil presiden harus diusung oleh partai politik (parpol) atau gabungan parpol.

    “Bagaimana mungkin seseorang bisa menjadi calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) jika tidak diusung papol. Itu aturan main di negara kita, tertulis jelas dalam konstitusi negara kita,” ujar Idris melalui keterangan tertulisnya, kemarin.

    Karenanya, menurut dia, parpol yang ingin mendorong kadernya pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 harus memenuhi syarat kontestasi dengan membentuk beberapa poros koalisi. Melalui koalisi tersebut, gabungan parpol dapat mengusung kader sendiri sebagai capres maupun cawapres.

    “Melihat situasi yang berkembang saat ini, peta bakal capres dan cawapres, berpotensi melahirkan tiga atau empat poros. Kondisi itu akan memberi ruang bagi kader-kader parpol untuk diusung sebagai capres atau cawapres di Pemilu 2024,” jelas dia.

    Idris mengajak seluruh elemen bangsa meninggalkan pola lama. Capres atau cawapres yang akan maju pada kontestasi mendatang, tidak boleh sekadar mengandalkan popularitas dan elektabilitas dalam pesta demokrasi.

    “Dengan demikian, capres dan cawapres merupakan kader parpol yang sangat memahami platform perjuangan partai, serta siap mengabdikan diri untuk bangsa dan negara,” tegas dia.

    Idris mengatakan, masuknya kader-kader terbaik parpol pada Pilpres mendatang akan menjadikan kontestasi tersebut sebagai ajang adu gagasan.

    Dengan begitu, kesinambungan pembangunan nasional akan terus berlanjut dan membawa manfaat besar bagi masyarakat, bangsa, dan negara.

    “Dengan adanya tiga atau empat pasangan capres-cawapres pada kontestasi mendatang, dengan sendirinya polarisasi dapat dihindari. Insya Allah Pilpres 2024 akan terhindar dari terbelahnya anak-anak bangsa, serta mengedepankan semangat persatuan nasional,” jelas Ketua Umum Satuan Karya (Satkar) Ulama Indonesia ini.

    Sebelumnya, Presiden Jokowi menilai, elektabilitas tidak menjadi faktor tunggal pengusungan pasangan capares dan cawapres oleh parpol. Pasalnya, konstitusi mengamanatkan calon presiden dan calon wakil presiden harus diusung partai atau gabungan partai.

    “Artinya apa? Belum tentu yang elektabilitasnya tinggi itu diajukan oleh partai atau gabungan partai. Kalau mereka nggak mau, gimana?” kata Jokowi dikutip dari akun resmi Twitter @jokowi, Minggu (28/8).

    Menurut dia, menentukan kandidat untuk diusung sebagai capres-cawapres tidak perlu dilakukan terburu-buru. “Dilihat dulu, baru nanti kita bicara dan menentukan sikap,” kata eks Wali Kota Solo itu.

    Saat ini, menurut Jokowi, hal yang paling penting diperlukan dalam kepemimpinan masa depan adalah kemampuan menghadapi permasalahan global.

    “Sebab, dunia dengan permasalahan yang semakin sulit, tidak mudah mengelola sebuah negara,” ujar Jokowi. (RMID)

  • Banteng Minta Presiden Tak Naikkan Harga BBM Bersubsidi

    Banteng Minta Presiden Tak Naikkan Harga BBM Bersubsidi

    JABAR, BANPOS – PDI Perjuangan Jawa Barat mendukung Presiden Jokowi untuk tidak menaikkan harga BBM Subsidi.

    Hal itu disampaikan sebagai rekomendasi Rapat Kerja Wilayah PDI Perjuangan Jawa Barat yang meliputi wilayah Kota Depok, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang dan Kabupaten Purwakarta.

    “Naiknya harga BBM akan sangat dikhawatirkan terjadinya inflasi yang tidak terkendali yang pada akhirnya juga membebani rakyat. Harga kebutuhan pokok melambung lantaran biaya produksi yang mengalami kenaikan,” kata Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat Ono Surono dalam keterangannya, Sabtu (27/8).

    Ono menyebut, dalam pidato di Sidang Tahunan MPR RI 16 Agustus 2022, Presiden Joko Widodo menyebut bahwa APBN 2022 Semester I masih surplus sehingga masih mampu memberikan subsidi energi hingga Rp 502 Triliun.

    Apalagi, kata Ono, harga minyak dunia yang sedang turun di bawah 100 dolar AS per barel, padahal asumsi ICP dalam APBN di angka 100 dolar AS per barel.

    Walau pun dikatakan bahwa anggaran subsidi membebani APBN dan penikmat BBM Subsidi masih banyak dirasakan oleh rakyat yang berkecukupan. Maka yang harus diperhatikan oleh pemerintah adalah memperketat penyaluran BBM subsidi kepada rakyat yang berhak dan memastikan penyaluran BBM subsidi untuk kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan produksi dan distribusi skala rakyat dan berkaitan dengan pangan dan bahan-bahan pokok lainnya, seperti kegiatan pada sektor pertanian, perikanan dan umkm.

    “Sehingga, subsidi sebesar Rp 502 triliun tepat sasaran,” kata anggota Komisi IV DPR RI ini.

    Ono memastikan rekomendasi ini juga akan disampaikan pada Rakerwil PDI Perjuangan di wilayah lainnya. Rakerwil PDI Perjuangan dilaksanakan di 5 Wilayah dengan tempat kegiatan di Kota Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bandung, Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Pangandaran.

    Rakerwil dilaksanakan sebagai tindaklanjut dari Rakernas, Rapat Koordinasi 3 Pilar Partai PDI Perjuangan Jawa Barat.

    Materi yang dibahas meliputi permasalah rakyat di Jawa Barat, program-program partai dan target perolehan suara dan kursi di Kabupaten/Kota serta Laporan Ekspedisi Trisakti dan Rencana Tindak Lanjut lalu Sosialisasi Media Pintar Perjuangan dan Pasar Gotong Royong yang merupakan Platform Digital/Aplikasi khusus Kader dan Anggota PDI Perjuangan. (RMID)

  • Rapimnas Alumni Menwa, Ketua MPR: Semua Warga Wajib Ikut Bela Negara

    Rapimnas Alumni Menwa, Ketua MPR: Semua Warga Wajib Ikut Bela Negara

    JAKARTA, BANPOS – Ketua MPR sekaligus Wakil Ketua Umum FKPPI Bambang Soesatyo mengungkapkan, jika dibandingkan negara lain, komponen cadangan Indonesia masih belum optimal. Sumber daya komponen cadangan yang dimiliki baru terdiri dari sekitar 3.100 orang matra darat, sekitar 500 orang matra laut, serta sekitar 500 orang matra udara.

    Sebagai perbandingan, komponen cadangan China sekitar 800.000 orang dan Amerika Serikat lebih dari 2,4 juta orang. Bahkan, Singapura dengan luas wilayah yang ‘hanya’ setara Jakarta, dan jumlah penduduk sekitar 6 juta jiwa, komponen cadangannya hampir setara dengan jumlah penduduknya.

    Karena itu, kata politisi yang akrab disapa Bamsoet ini, kehadiran sumber daya manusia terlatih seperti Resimen Mahasiswa (Menwa) menjadi penting. Tidak kalah pentingnya juga keberadaan Ikatan Alumni Resimen Mahasiswa Indonesia (IARMI) di bawah kepemimpinan Ketua Umum Zulkifli Hasan yang juga menjabat Menteri Perdagangan, serta Sekjen A Riza Patria yang juga menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta.

    “IARMI sebagai organisasi yang menaungi alumni Resimen Mahasiswa memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan semangat bela negara tetap terpelihara,” ujar Bamsoet, dalam Rapimnas IARMI Tahun 2022, di Jakarta, Sabtu (27/8).

    Ketua DPR ke-20 ini menjelaskan, UUD NRI Tahun 1945 Pasal 30 ayat 2 mengamanatkan, usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Polri sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.

    “Rumusan ayat tersebut mengisyaratkan adanya dua dimensi penting dalam sistem pertahanan keamanan negara yang kita bangun. Pertama, bahwa rakyat adalah bagian penting dari upaya bela negara. Kedua, bahwa upaya bela negara harus menjadi tanggung jawab dan kerja bersama dari seluruh komponen bangsa, dan bukan semata-mata menjadi tugas TNI dan Polri,” jelas Bamsoet.

    Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan, semakin membaiknya kondisi dan stabilitas politik nasional, tidak lantas mengaburkan makna penting konsepsi bela negara. Mengingat para pendiri bangsa telah merumuskan konsep bela negara pada posisi sentral. Sehingga, secara eksplisit diatur dalam Pasal 27 ayat 3 UUD NRI Tahun 1945, yang menegaskan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.

    “Sedemikian pentingnya bela negara, sehingga ia tidak saja menjadi hak, melainkan juga kewajiban bagi warga negara. Amanat ini dipertegas lagi pada pasal 30 ayat 1 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara,” pungkas Bamsoet. (RMID)

  • Gobel: Kaum Sarungan, Kekuatan Ekonomi Nasional

    Gobel: Kaum Sarungan, Kekuatan Ekonomi Nasional

    JAKARTA, BANPOS – Wakil Ketua DPR Bidang Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel menegaskan, santri atau kaum sarungan adalah salah satu pilar ekonomi nasional.

    “Sebagai subkultur, kaum sarungan atau santri adalah salah satu kekuatan ekonomi nasional. Perannya sangat strategis dalam memajukan bangsa dan negara,” kata Gobel, saat didaulat memberikan Pidato Kebudayaan pada hari jadi ke-3 Jejaring Dunia Santri, Sabtu (27/8).

    Acara yang berlangsung di Makara Art Center Universitas Indonesia itu juga menampilkan Monolog Negeri Sarung, oleh grup Ki Ageng Ganjur yang dipimpin Ngatawi Al-Zastrow.

    Monolog yang menampilkan Inayah Wahid sebagai bintang utama iini dihadiri Ny. Shinta Nuriyah Wahid, KH. Said Aqil Siroj, KH. Marsudi Syuhud, Gus Taj Yasin, dan Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UI Bondan Kanumoyoso.

    Usai acara, Gobel yang hadir mengenakan sarung, melepas sarungnya untuk diserahkan kepada panitia untuk dijadikan ornamen seni instalasi.

    Gobel mengatakan, sebagai subkultur, santri memiliki seperangkat nilai, pola perilaku, benda-benda fisik, kelembagaan, dan lain-lain.

    “Semuanya, jika dikapitalisasi, merupakan kekuatan ekonomi tersendiri. Karena jumlahnya besar, maka nilai ekonominya pun besar. Subkultur santri terbukti memiliki peran dan kedudukan strategis, dalam sejarah bangsa dan negara,” papar Gobel.

    Dia menyebut, Presiden Jokowi memiliki visi membangun Indonesia dari pinggiran. Bisa diartikan, membangun dari desa.

    “Santri sebagian besar ada di desa. Mari kita jadikan produk desa menjadi produk lokal, lalu nasional, dan akhirnya menjadi produk global. Apalagi, jika menggunakan perangkat digital. Melalui ekonomi, santri akan mengglobal,” ucap Gobel.

    Pada kesempatan itu Gobel menceritakan pengalamannya berkunjung ke Hokota, Jepang, awal Agustus lalu. 50 tahun lalu, Hokota hanyalah wilayah pertanian yang miskin.

    “Tapi, mereka memajukan pertaniannya. Mereka mengembangkan teknik sendiri, tanpa bantuan pakar dari universitas. Kini, Hokota menjadi kota yang makmur dan menjadi pemasok hasil pertanian untuk seluruh Jepang,” bebernya.

    Dia mengajak para santri untuk belajar ke petani Hokota, untuk kemudian diterapkan di Indonesia.

    Selain itu, Gobel juga mengajak para santri, untuk melihat industri elektronika miliknya. Ajakan itu disambut tepuk tangan para hadirin.

    Gobel pun menjelaskan perbedaan pabrik dan industri. Keduanya sama-sama memiliki mesin dan segala peralatannya. Ada lahan, karyawan, dan produk yang dihasilkan.

    Bedanya, kegiatan pabrik berhenti pada membuat barang. Sementara industri, tak berhenti di situ. Karena itu, dalam industri, harus ada ekosistem, tata nilai, harmoni sosial dan lingkungan hidup

    “Industri berarti membangun peradaban, membangun manusia dan lingkungannya. Jadi, harus berpikir tentang keberlanjutan. Jadi, ini soal pola pikir,” tutur Gobel.

    Dia mengaku, mewujudkan potensi kekuatan ekonomi kaum santri menjadi kekuatan ekonomi yang riil, bukanlah perkara mudah.

    “Butuh wawasan, skill, dana, pengalaman, dan terutama bersatu. Saya mengajak untuk membangun dan menguatkan koperasi. Ibarat lidi, jika sendiri mudah patah. Tapi jika bersatu, akan kuat,” jelas Gobel.

    Karena itu, lanjutnya, sarung dan kaum sarungan bukan sekadar simbol, identitas, atau corak budaya. Tetapi benar-benar menjadi kekuatan riil ekonomi nasional.

    “Mari kita bangkit, dengan bersatu memajukan Indonesia,” ajak Gobel. (RMID)

  • Kebaya Rawan Diklaim Tetangga

    Kebaya Rawan Diklaim Tetangga

    JAKARTA, BANPOS – Senayan mendukung kebaya menjadi warisan budaya tak benda di UNESCO. Pemerintah diminta segera menetapkan hari kebaya nasional.

    Anggota Komisi X DPR Rano Karno menuturkan, secara definisi kebaya merupakan pakaian khas asal Indonesia. “Dia bukan pakaian asli Indonesa tapi merupakan pakaian khas asal Indonesia yang secara tradisional dikenakan oleh kaum perempuan Indonesia,” kata Rano Karno.

    Rano menjelaskan secara terminologi kebaya terdiri dari dua kata. Pertama, dari kata ‘ke’ yang memiliki arti bergerak menuju satu tujuan. Berikutnya dari kata ‘baya’ yang memiliki makna teman atau sebaya atau teman sepengalaman.

    Dengan demikian, kebaya merefleksikan sebuah tujuan yang berangkat dari pengalaman dan perjalanan yang sama sebagai sebuah bangsa. “Kebaya secara filosofis mengandung pemahaman tentang cita-cita bersama sebagai sebuah bangsa,” jelasnya.

    Rano bilang, kebaya sejatinya sudah dipilih Presiden Soekarno sebagai busana atau pakaian nasional yang menggambarkan identitas perempuan nasional pada tahun 1940-an. Soekarno malah menjadikan kebaya sebagai alat diplomasi melalui penyelenggaraan Konfrensi Asia Afrika pada tahun 1955 di Bandung sebagai implementasi pentingnya berkepribadian dalam berkebudayaan.

    “Kebaya merefleksikan kesetaraan dan perjuangan emansipasi perempuan. Peringatan Hari Lahir Kartini pun identik pengenaan kebaya bagi perempuan Indonesia,” jelasnya.

    Atas dasar itu, Rano Karno berpendapat bahwa kebaya bukan sekadar pakaian. Namun lebih jauh, merupakan alat perjuangan dan ekspresi paling genuine tentang kebebasan dan budi pekerti.

    Sukses diplomasi kebudayaan yang dilakukan oleh Soekarno melalui Konfrensi Asia Afrika bahkan telah mendorong kebaya meluaskan pengaruhnya hingga Asia Tenggara. Walhasil, kebaya kini mudah dijumpai di sejumlah negara tetangga bahkan tak sedikit negara Eropa yang ikut mempopulerkan kebaya ini.

    Bung Karno sebenarnya telah memulai jauh lebih awal tapi sayang visi besar dalam melakukan ekspansi kebudayan tak dipahami banyak orang. “Sehingga diplomasi kebudayan yang digagas Bung Karno tidak berlanjut. Di lain pihak kebaya sebagai busana nasional yang pengaruhnya terlanjur meluas kini rentan diklaim oleh negara tetangga,” sambung dia.

    Untuk itu, Fraksi PDI Perjuangan mendukung upaya untuk menetapkan kebaya sebagai warisan budaya tak benda di tingkat dunia.

    “Mendorong pemerintah segera menetapkan dan merealisasikan hari kebaya nasional melalui riset dan kajian ilmiah yang kuat pasca penetapan kebaya sebagai kebudayaan tak benda oleh UNESCO,” katanya.

    Sementara itu, Ketua Umum Kebaya Foundation Tuti Roosdiono menuturkan, kebaya merupakan hasil olah rasa, olah kreasi para leluhur yang merupakan produk budaya nusantara, sebagai budaya dunia. Selain itu, berbagai model kebaya telah memberikan kekayaan budaya nusantara sehingga layaklah kebaya dianggap sebagai identitas busana nasional bangsa Indonesia.

    Tuti menjelaskan, sejatinya perempuan Indonesia telah mengenakan kebaya sejak Abad 15. Semua perempuan Indonesia telah mengenakan kebaya di mana pun berada dengan nyaman sesuai dengan kapasitas dan perkejaan mereka.

    “Bahkan perempuan marginal dengan kesehariannya mencari kayu bakar, berjualan di pasar, berjalan dari desa ke desa, mengenakan kebaya dengan nyaman,” jelasnya. (RMID)

  • HNW Harap Dana Abadi Pesantren Segera Terwujud

    HNW Harap Dana Abadi Pesantren Segera Terwujud

    YOGYAKARTA, BANPOS – Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid berharap pendidikan Islam seperti pondok pesantren mendapatkan hak yang adil dari negara. Pemerintah sudah membuat UU Pesantren dan Kementerian Pendidikan akan merevisi UU Sistem Pendidikan Nasional.

    Hidayat berharap regulasi itu bisa berujung pada kemaslahatan bagi bangsa dan negara termasuk pendidikan Islam, pesantren, dan lainnya.

    “Karenanya sangat penting pemerintah memberi perhatian serius dan membantu agar pendidikan keagamaan, seperti madrasah, pesantren, dan lainnya untuk berkembang. Sebagai contoh, untuk pesantren sudah ada UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren dan peraturan pelaksananya yang mengatur Dana Abadi Pesantren,” kata Hidayat Nur Wahid usai peresmian Gedung Asrama Putri Tareem dan Badan Wakaf PPM Baitussalam Prambanan, Yogyakarta, Sabtu (27/8).

    Peresmian Gedung Asrama Putri Tareem dan Badan Wakaf PPM Baitussalam ini dihadiri Pimpinan PM Baitussalam K.H. Abdul Hakim, Pimpinan PPM Gontor Drs. K.H. M. Akrim Mariyat, Bupati Sleman Dra. Hj. Kustini Sri Purnomo, Sekretaris Daerah DIY Drs. Raden Kadarmanta Baskara Aji, Kepala Dikpora DIY Didik Wardaya, Pimpinan Forum Pesantren Alumni Gontor KH Zulkifli Muhadli.

    Hidayat mengakui perhatian pemerintah terhadap pesantren secara normatif sangat baik karena sudah dibuatkan UU tentang Pesantren. Regulasi ini merupakan sebuah pengakuan luar biasa terhadap pesantren karena baru kali ini ada UU tentang Pesantren.

    Bahkan, Presiden Joko Widodo sudah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren (Dana Abadi). Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2021 merupakan aturan lanjutan dari UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.

    Pasal 23 ayat (2) UU Nomor 18 Tahun 2019 menyatakan, Dana Abadi Pesantren bertujuan untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan pesantren. Dengan keluarnya Perpres Dana Abadi Pesantren maka pemerintah sudah membuat peraturan turunan yang legal untuk melaksanakan UU Pesantren, antara lain untuk merealisasikan bantuan pendanaan pesantren yang bersifat abadi, hingga masa yang akan datang.

    “Itu sebuah Perpres yang sangat baik. Akan tetapi lebih baik lagi kalau Dana Abadi Pesantren itu bisa diwujudkan. Karena, kami di DPR melihat dan mengkritisi Dana Abadi Pesantren ini belum terwujud,” kata Hidayat yang juga anggota Komisi VIII DPR.

    Pintu besar yang sudah terbuka ini, lanjut Hidayat, agar diisi dengan benar. Dengan demikian pesantren dan madrasah mendapatkan bukti bahwa negara betul-betul berlaku adil, yaitu tidak saja mementingkan pendidikan umum, tetapi juga pendidikan pesantren.

    “Ini semua tentu untuk meningkatkan kualitas pesantren sebagai salah satu bentuk pendidikan keagamaan di Indonesia,” sambungnya.

    Hidayat berharap pesantren yang mendapat mendapat kepercayaan masyarakat bisa membuat pemerintah nyaman dan berpihak pada pesantren. Dari dulu pesantren sudah bermitra dengan bangsa Indonesia, memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, dan mengisi kemerdekaan Indonesia. Peran dan jasa pesantren untuk bangsa dan negara sudah terbukti bahkan sebelum Indonesia merdeka.

    “Maka, sudah selayaknya pesantren mendapat perhatian yang juga adil dan memberikan kebaikan bagi semuanya,” tuturnya.

    Hidayat menambahkan, keberadaan lembaga pendidikan pondok pesantren modern (PPM) Baitussalam telah berkembang baik sarana maupun prasarana dengan peresmian gedung asrama putri tareem. Dia pun bersyukur lembaga pendidikan ini diterima dengan baik oleh masyarakat termasuk di tingkat pejabat dan pemangku kepentingan di Yogyakarta.

    Kolaborasi pesantren dengan bupati, DPRD, TNI-Polri menunjukkan bahwa kita adalah akan bangsa yang bisa bersatu terutama untuk pendidikan dan kemajuan bangsa dan negara.

    “Ini menandakan bahwa antara pondok pesantren, kenegaraan, kebangsaan, lembaga pendidikan, dan cagar budaya candi, adalah satu perpaduan penting untuk kita rawat dan jaga,” ujarnya. (RMID)

  • Bamsoet Apresiasi Pelaksanaan Lomba Burung Berkicau Piala Ketua MPR

    Bamsoet Apresiasi Pelaksanaan Lomba Burung Berkicau Piala Ketua MPR

    JAKARTA, BANPOS – Ketua MPR Bambang Soesatyo bersama pecinta binatang Irfan Hakim mengapresiasi pelaksanaan lomba burung berkicau memperebutkan Piala Ketua MPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (28/8). Lomba burung berkicau yang digelar untuk kedua lainya di kompleks ini merupakan manifestasi nyata dari visi MPR sebagai rumah kebangsaan, rumah bagi segenap anak bangsa dan seluruh elemen masyarakat, termasuk komunitas pecinta burung.

    Bamsoet, sapaan akrab Bambang, menyatakan, di satu sisi, penyelenggaraan ajang kontes burung dapat menjadi wadah penyaluran hobi yang telah menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia sejak 1970-an. Di sisi lain, penyelenggaraan acara ini juga melibatkan peran serta banyak UMKM, sehingga berdampak nyata pada perekonomian rakyat.

    “Belum lagi dari aspek edukasi kepada masyarakat, untuk lebih mencintai satwa khususnya burung, hingga terlibat aktif dalam kegiatan penangkaran,” ujar Bamsoet.

    Ketua DPR ke-20 ini menjelaskan, kegiatan penangkaran burung penting. Sebab, meskipun Indonesia dikenal memiliki keanekaragaman hayati yang kaya dengan 1.812 spesies burung, namun juga menjadi negara dengan jumlah spesies burung terancam punah terbanyak di dunia, sekitar 177 spesies atau 12 persen dari keseluruhan burung terancam punah di dunia.

    “Kegiatan lomba burung berkicau kali ini terasa istimewa, setidaknya karena dua hal. Pertama, dari banyaknya peserta yang mengikuti lomba dengan total 1.600 burung dari komunitas pecinta burung berbagai wilayah, yaitu Sumatra, Jakarta, Jabar, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali. Kedua, karena lomba pada hari ini diselenggarakan sekaligus bersamaan dengan Sosialisasi Empat Pilar MPR,” kata Bamsoet.

    Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan, Empat Pilar MPR adalah nilai-nilai fundamental bangsa yang telah diwariskan para pendiri bangsa, yaitu Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Pancasila adalah representasi pola dasar ke-Indonesiaan yang membentuk karakter, dan mengontrol bagaimana anak bangsa mengalami dan menafsirkan dunia. Pola dasar itu tumbuh dari akar budaya dan kesejarahan dalam masa yang panjang yang menjadi titik temu dari beragam kemajemukan.

    “Agar terus relevan dalam segala situasi, Pancasila harus membumi, senantiasa hadir dalam ruang realita, dan bukan menjadi konsep di awang-awang. Pancasila tidak boleh diucapkan tanpa pemaknaan yang tulus, hanya agar ‘terlihat’ nasionalis, empatis, dan populis di hadapan publik. Nilai-nilai Pancasila tidak boleh hanya diekspresikan sebatas klaim kehebatan dalam ritual pernyataan dan pidato, atau diajarkan sebatas hafalan sejumlah butir moralitas semata,” urai Bamsoet.

    Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menambahkan, membumikan Pancasila harus dapat dimanifestasikan dan diimplementasikan melalui jalan keteladanan. Khususnya oleh para pemimpin bangsa, para pemangku dan penyelenggara pemerintahan. Hal tersebut penting karena satu tindakan nyata, jauh lebih bernilai dan bermakna daripada ribuan kata-kata.

    “Setiap anak bangsa harus memahami bahwa ketika membicarakan Pancasila dengan sesanti Bhinneka Tunggal Ika, maka yang akan segera terbayang adalah kebesaran, keluasan, dan kemajemukan bangsa Indonesia, dalam satu bingkai ke-Indonesiaan. Negara yang memiliki 17.504 pulau, dihuni oleh 1.340 suku bangsa, dengan 733 bahasa daerah yang berbeda, adat istiadat yang berbeda, serta dengan agama dan keyakinan yang berbeda-beda pula, adalah kekayaan yang menyatukan, bukan perbedaan yang memisahkan,” pungkas Bamsoet. (RMID)