JAKARTA, BANPOS-Presiden Jokowi mengaku sudah berkali-kali menyampaikan soal ketidakpastian ekonomi global.
Namun, dia tak akan berhenti memaparkan hal tersebut. Karena prosesnya belum selesai.
“Tidak semakin gampang. Tetapi semakin rumit,” kata Jokowi di tengah peringatan HUT ke-77 RI yang diselenggarakan KADIN Indonesia di Anjungan Riau, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Selasa (23/8).
Awalnya, lembaga-lembaga internasional hanya meramal 9 negara akan ambruk. Tetapi kemudian, jumlahnya bertambah menjadi 25 negara. Lalu, tambah lagi 42 negara. Terakhir, ekonomi 66 negara diperkirakan akan ambruk.
“Satu per satu sudah mulai. Inilah yang kita hadapi sekarang. Sebuah keadaaan dan situasi yang tidak mudah. Situasi yang sangat-sangat sulit. Bertubi-tubi. Mulai dari krisis kesehatan karena pandemi Covid, masuk ke krisis pangan. Masuk lagi ke krisis energi, keuangan. Ini tidak mudah. Untuk pangan saja, sangat mengerikan,” papar Jokowi.
Kepala Negara pun menjelaskan pengalamannya, saat menjalankan misi damai ke Ukraina dan Rusia. Dalam kesempatan tersebut, Jokowi bertemu Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Dia bicara 1,5 jam dengan Presiden Zelensky. Dengan Putin, lebih lama: 2,5 jam.
“Saya sebetulnya ingin, agar ada ruang dialog. Tapi, saya lihat di lapangan, sulit mempertemukan Presiden Putin dan Zelensky dalam sebuah ruang dialog. Sehingga, saya berbelok. Saat itu, saya belokkan ke urusan krisis pangan saja,” beber Jokowi.
Dalam pembicaraan dengan Jokowi, Zelensky mengungkap, Ukraina punya stok 22 juta ton gandum. Di luar itu, ada 55 juta ton hasil panen baru. Artinya, total 77 juta ton gandum ada di Ukraina.
Sementara di Rusia, ada 130 juta ton. Sehingga, total stok gandum di dua negara tersebut, berjumlah 207 juta ton.
“Kita ini makan beras hanya 31 juta ton per tahun. Tapi ini, 207 juta ton nggak bisa keluar. Bapak Ibu bisa bayangkan, negara-negara yang mengimpor dari sana, terutama Afrika. Saat ini, betul-betul berada pada kondisi yang sangat sulit,” tutur Jokowi.
Dia pun lantas menerangkan soal Indeks Harga Pangan (Food Price Index) saat krisis pangan tahun 2008. Saat itu, angkanya hanya 131,2.
Tahun 2012, juga ada krisis pangan. Angkanya geser sedikit ke 132,4.
“Tapi sekarang ini, indeksnya sudah 140,9. Mengerikan,” ucap Jokowi.
Di awal konflik Rusia-Ukraina, hanya ada 6 negara yang membatasi ekspor pangannya. Sekarang, jumlahnya bengkak menjadi 23 negara. Semuanya menyelamatkan negara masing-masing. Dan itu memang sudah seharusnya mereka lakukan.
Oleh sebab itu, Jokowi mengatakan, kita patut bersyukur. Karena 2 minggu yang lalu, kita menerima sertifikat International Rice Research Institute (IRRI), yang menyatakan ketahanan kita baik dan swasembada beras kita sudah dimulai sejak 2019.
“Sementara negara lain kekurangan pangan, kita justru dinyatakan sudah swasembada beras. Sistem ketahanan pangan kita baik,” ujar Jokowi.
Tak kalah penting, Jokowi meminta seluruh lapisan masyarakat, agar tidak memunculkan sikap pesimisme. Waspada, boleh. Hati-hati, iya. Tapi, harus tetap optimis.
“Kita jangan memunculkan sebuah pesimisme. Ini saya nggak mau. Kita harus tetap selalu optimis. Karena setiap kesulitan, pasti punya peluang. Itu pasti. Dan yang bisa menggunakan peluang itu adalah entrepreneur. Wirausahawan. Bapak Ibu sekalian. Nggak ada yang lain” tegasnya, disambut tepuk tangan meriah seluruh peserta acara Kadin.
Jokowi pun lantas menguraikan peluang-peluang tersebut. Jika saat ini ada krisis pangan, peluangnya tentu ada di sektor pangan. Saat ini, menurutnya, jualan pangan adalah yang paling cepat.
Kemarin misalnya, dari China minta 2,5 juta ton beras sebulan. Dari negara lain, Arab Saudi minta 100 ribu ton beras.
“Saat ini, kita belum berani. Kita stok dulu. Tapi, begitu produksinya melompat, karena Bapak Ibu terjun ke situ, bisa saja melimpah dan kita ekspor dengan harga yang sangat feasible. Harga yang sangat baik,” beber Jokowi.
Selain itu, Jokowi juga mengingatkan soal substitusi impor. Barang-barang yang kita impor, mau tak mau harus kita hentikan di tengah situasi ini. Supaya devisa dan dolar-dolar kita, tidak habis dipakai untuk membayar impor.
Yang masih impor saat ini, antara lain adalah gandum. Jumlahnya, ada 11 juta ton.
Karena di Indonesia nggak bisa menanam gandum, Jokowi menyarankan untuk mengusahakan produk pertanian yang bisa menjadi campuran gandum.
“Gandum bisa dicampur cassava, sorgum, sagu dan lain-lain. Artinya, saya mengajak Bapak Ibu sekalian, KADIN NTT misalnya, untuk menanam sorgum. NTT itu adalah tempatnya sorgum. Coba saja dulu. Nggak usah ribuan hektare, coba saja dulu 10 hektare. Benar nggak sih apa yang diomongkan Presiden? Hitung dan kalkulasi, kalau masuk, tanam sebanyak-banyaknya,” terang Jokowi.
“Saya lihat, di Waingapu NTT yang tanahnya marjinal dan kurang air, sorgum tumbuh sangat subur. Lahan pun, kalau mau cari sampai ratusan ribu hektar, banyak di NTT. Inilah yang saya tunggu dari KADIN,” sambungnya.
Jokowi juga mengungkap, permintaan terhadap komoditi lain semisal jagung – baik untuk kebutuhan pangan atau pakan ternak – tergolong tinggi. Baik dari dalam atau luar negeri.
Impor jagung kita saat ini masih 800 ribu ton. Sebelumnya, 7 tahun lalu, impor kita 3,5 juta ton. Jadi, ini adalah peluang. Jagung ditanam di mana pun, tumbuh.
“Kalau KADIN yang ngerjain, ya jangan tradisional caranya. Harus mekanisasi. Konsorsium bareng-bareng. Bikin 100 ribu hektare, dengan alat modern. Pemupukan pakai drone. Itu baru namanya KADIN,” pesan Jokowi.
“Jangan cuma nanam 10 hektare, mosok KADIN cuma segitu,” tandasnya. (RMID)