SERANG, BANPOS – Surat Perintah Tugas (SPT) Pelaksana tugas (Plt) Sekda Banten Muhtarom yang dikeluarkan oleh Gubernur Banten pada November 2021, dan telah berakhir pada 24 Februari 2022 lalu, diduga bodong atau kadaluarsa bakal dibawa ke ranah hukum.
Tak hanya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), namun juga kearah proses pidana, jika dalam pendapat resmi telah terjadi dugaan pemalsuan dokumen dan mengarah kepada kerugian negara.
Ketua Perkumpulan Maha Bidik Indonesia, Moch Ojat Sudrajat dalam pesan tertulisnya, Senin (28/2) mengungkapkan, pihaknya menemukan kejanggalan dalam SPT Plt Sekda Muhtarom yang ditandatangani oleh WH pada saat persidangan beberapa waktu lalu di PTUN Serang terkait dengan PPID Provinsi Banten.
“Yang pasti ada langkah hukum yang akan diambil. Apakah TUN (tata usaha negara) atau bahkan jika hasil legal opinion ternyata mengarah Pidana, tentunya akan juga ditempuh,” kata Ojat saat ditanya terkait apakah lembaga yang dipimpinnya akan melakukan gugatan hukum atas produk yang telah dibuat oleh WH dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD).
Ojat yang juga juru bicara Sekda Banten Al Muktabar ini menjelaskan, kesalahan dalam produk hukum WH diduga bukan hanya berupa SPT Plt Sekda Banten saja, akan tetapi pada sejumlah produk lainnya.
“Contoh kasus lainnya adalah Keputusan Gubernur (Kepgub) tentang PPID yang sudah direvisi setelah dilakukan gugatan. Dan informasi yang saya pernah diskusikan dengan pihak berkompeten di bidang hukum di Pemprov Banten, ada dua Pergub yang juga akan direvisi setelah kami diskusikan. Ketiganya karena menggunakan dasar hukum yang sudah dicabut,” ujarnya.
Adapun pihak-pihak lain yang harus mempertanggungjawabkan atas produk hukum dengan acuan aturan bodong tersebut adalah orang yang memberi keterangan dan pembuat.
“Tentunya diduga yang memberikan keterangan dan yang membuat. Kalau unsur pasal 263/264 Pidana. Dengan pemalsuan dokumen unsurnya yang membuat dan yang menggunakan,” ungkapnya.
Fakta adanya dugaan bodong dan kebohongan lainya, dalam produk hukum yang dibuat oleh pemprov berupa SPT Plt Sekda tersebut terungkap dalam proses persidangan di PTUN Serang. Dimana dalam keterangan resmi pemprov, terdapat dua dasar hukum.
“Diduga ada 2 versi SPT Plt Sekda Banten berdasarkan dokumen tertulis yang kami dapatkan,” ujarnya
Ia menyatakan, berdasarkan Surat Kepala BKD dengan nomor 800/444-BKD/2022 tanggal 3 Februari 2022. Pada poin 2 berbunyi ‘Pengangkatan Plt Sekretaris Daerah Provinsi Banten sudah berdasarkan ketentuan Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 1/SE/I/2021 tanggal 14 Januari 2021 Tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas Dalam Aspek Kepegawaian. Akan tetapi versi yang berbeda disampaikan oleh Kuasa Hukum PPID Provinsi Banten.
“Dimana dalam Persidangan dalam perkara 76/G/2021/PTUN. SRG, kuasa hukum menyampaikan Bukti dengan kode T-5 berupa Surat Perintah Nomor 800/1889-BKD/2021 ditetapkan tanggal 24 Agustus 2021, dan berdasarkan hasil pengecekan bersama dengan disaksikan Majelis Hakim,” jelasnya.
Oleh karena itu, pihaknya ingin meminta secara resmi dasar hukum yang disampaikan oleh pihak BKD dan Kuasa Hukum Pemprov Banten. Karena keterangan dalam surat nomor 800/444-BKD/2022 tanggal 3 Februari 2022 yang benar atau keterangan di persidangan (PTUN) yang salah atau sebaliknya?. Dua-dua-nya tentunya punya konsekuensi hukum yang jelas, dan akan ditempuh.
“Kami sangat ingat jika bukti surat berupa Surat Perintah tersebut menggunakan dasar hukum berupa Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Nasional nomor 2/SE/VII/2021 tanggal 20 Juli 2019.
Hal ini sangat menarik untuk dicermati, dengan adanya 2 SPT Sekda Banten yang berbeda maka patut diduga salah satunya telah memberikan keterangan yang tidak sebenarnya,” kata Ojat.
Ojat juga melihat adanya dugaan unsur kerugian negara yang terjadi dalam pemberian fasilitas Plt Sekda Banten, Muhtarom selama enam bulan, terhitung dari November 2021 sampai dengan akhir Februari 2022. Mulai dari tunjangan jabatan dan dugaan honor-honor lainya.
“Dalam SE BKN (Surat Edaran Badan Kepegawaian Negara) Nomor 1/SE/I/2021 di halaman 5 angka 9 dinyatakan Plt dan Plh (Pelaksana harian) tidak diberikan tunjangan jabatan sehingga dalam surat perintah tidak dicantumkan besaran tunjangan jabatan struktural. Dan menurut kami, jika tunjangan jabatan saja tidak diberikan, maka fasilitas lainnya apalagi, seperti rumah dinas, mobil dinas termasuk upah pungut,” jelasnya.
Ditambah lagi berdasarkan pasal 14 ayat 7 UU 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan bahwa Plt dan Plh tidak berwenang mengambil keputusan yang berdampak pada perubahan status HUKUM pada aspek organisasi kepegawaian dan alokasi anggaran.
Sebelumnya Plt Sekda Banten Muhtarom mengaku tidak mengetahui jika dasar hukum Plt menggunakan acuan yang telah dicabut arau tidak berlaku lagi. Menurutnya ia hanya menjalankan perintah dari atasan (Gubernur WH).
Diberitakan sebelumnya, Pengamat Hukum Tata Negara yang sekaligus Ketua Pusat Kajian Konstitusi Perundang-undangan dan Pemerintahan (PKK) Untirta Serang, Lia Riestadewi mengungkapkan, persoalan adanya tudingan bahwa WH menggunakan SE Kepala BKN untuk menunjuk Muhtarom sebagai Plt Sekda menunjukan bobroknya sistem administrasi pemprov. Lia juga menegaskan, produk hukum yang dibuat oleh kepala daerah bisa dilakukan gugatan oleh masyarakat atau kelompok masyarakat ke pengadilan.
(RUS/PBN)