Kategori: PEMERINTAHAN

  • Nasib Ribuan Honorer di Pandeglang Belum Jelas

    Nasib Ribuan Honorer di Pandeglang Belum Jelas

    PANDEGLANG, BANPOS – Salah satu pegawai honorer pada Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Setda Kabupaten Pandeglang, Toto Sudeni mengatakan, dirinya menjadi pegawai honorer selama 17 tahun.

    “Saya pertama menjadi honorer sejak tahun 2005, saat itu proses pengangkatannya tidak seperti sekarang,” kata Toto Sudeni atau yang biasa disapa Deni kepada BANPOS melalui pesan WhatsApp, Minggu (30/1).

    Menurutnya, pada setiap ada penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dirinya selalu mengikuti. Akan tetapi, pada setiap mengikuti tes CPNS tersebut belum pernah lulus.

    “Setiap ada seleksi tes CPNS yang diselenggarakan pemerintah, saya selalu mengikuti kalau tidak salah sudah empat kali. Akan tetapi hasilnya selalu tidak lolos, kalau mau dibilang ikut seleksi CPNS itu sudah bosan jadinya. Kalau bagi kita sih, mungkin sistem tes CAT tidak begitu menyulitkan. Akan tetapi bagi para honorer yang lain yang usianya sudah 35 tahun keatas terkendala dengan SDM, itu yang agak menyulitkan,” ujarnya.

    Terkait dengan adanya rencana penghapusan pegawai honorer oleh pemerintah, lanjut Deni, tentunya hal tersebut sangat memberatkan bagi para pegawai honorer.

    “Sangat memberatkan bagi kami para honorer, yang kami pertanyakan adalah bagaimana nasib kami jika memang benar adanya penghapusan honorer tersebut, sedangkan kita sudah puluhan tahun mengabdi untuk negara. Seharusnya pemerintah, sebelum mengeluarkan aturan dikaji dan dipertimbangkan dahulu dampaknya seperti apa, kalau memang honorer dihapus, tapi ada kebijakan yang lain misalnya diangkat jadi PPPK itu bukan soal dan memang harapan kami para honorer,” terangnya.

    Deni berharap, pemerintah pusat memberikan kebijakan dengan mengadakan tes jalur khusus bagi para tenaga honorer yang telah lama mengabdi sebagai bentuk penghargaan.

    “Harapan kami kedepan, jika memang ada tes seleksi CPNS maupun PPPK ada jalur khusus bagi honorer seperti pengangkatan secara otomatis, kalau tidak tesnya tertutup khusus para honorer. Jangan kita diadu dengan jalur umum, karena sangat menyulitkan,” ungkapnya.

    Kepala BKPSDM Pandeglang, Mohammad Amri mengatakan, terkait penghapusan pengangkatan dan penerimaan honorer di Kabupaten Pandeglang, pihaknya saat ini belum bisa memberikan pandangannya.

    “Terkait dengan adanya rencana penghapusan tenaga honorer, kami belum mendapatkan surat secara resminya. Jadi dalam hal ini, saya atas nama Kepala BKPSDM belum bisa berkomentar banyak tentang Langkah apa kedepan dan seperti apa. Kita juga belum bisa berandai-andai seperti apa, tapi yang pasti kebijakan pemerintah ini tidak akan membuat pemerintah daerah diam dan akan menindak lanjutinya,” katanya.

    Menurutnya, saat ini jumlah tenaga honorer yang ada di Kabupaten Pandeglang sekitar kurang lebih 7.204 orang. Sedangkan untuk PPPK dan CPNS ada sekitar kurang lebih 2.000 orang.

    “Alhamdulillah pada tahun 2019 sampai 2021, untuk PPPK dan CPNS kurang lebih sekitar 2.000 orang. Terkait dengan tenaga honorer yang berusia maksimal 46 tahun dan mempunyai masa kerja 20 tahun keatas itu saya kurang hafal, nanti saja datanya ada di kantor, saya takut salah,” ungkapnya.

    Terpisah, anggota DPRD Kabupaten Pandeglang, Habibi Arafat mengatakan, dengan adanya rencana penghapusan tenaga honorer, pihaknya berharap pemerintah pusat untuk mengkaji ulang rencana kebijakan tersebut.

    “Pada prinsipnya, kalau menurut saya sih tolong dikaji ulang kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintah pusat dan itu pun bukan keputusan yang sudah final. Mumpung masih ada waktu, dikaji ulang dengan mempersiapkan program lain sehingga mereka (honorer,red) akan terakomodir dan bisa mengabdi kepada masyarakat,” katanya.

    “Harapan saya mereka (honorer,red) terakomodir dengan nama program lain, karena mereka sudah berpengalaman di Lembaga pemerintah baik pusat, provinsi maupun di kabupaten/kota. Artinya mereka sudah punya jasa kepada pemerintah, kalau serta merta ini dihapus,nasib mereka harus dipikirkan,” ungkapnya.

    (DHE/PBN)

  • Puluhan Ribu Warga Masih Pelihara Tradisi Dolbon

    Puluhan Ribu Warga Masih Pelihara Tradisi Dolbon

    SERANG, BANPOS – Puluhan ribu warga Kota Serang hingga saat ini masih memilih melakukan buang air besar di kebun atau biasa dikenal dengan istilah modol di kebon (Dolbon). Istilah ini diberikan juga untuk warga yang masih buang air besar sembarangan (BABS). Kecamatan Kasemen menjadi daerah paling banyak BABS.

    Walikota Serang, Syafrudin, mengatakan bahwa pada tahun 2019, di Kota Serang masih ada 30 ribu warga yang belum memiliki jamban di rumah mereka.

    “Seluruhnya itu 30 ribu warga yang belum punya jamban (tahun 2019), kalau sekarang sisanya masih 20 ribu lagi,” ujarnya di Kecamatan Cipocok Jaya, Senin (31/1).

    Menurut Syafrudin, dari 20 ribu warga yang belum memiliki jamban tersebut, setengahnya merupakan warga yang tinggal di Kecamatan Kasemen.

    “Di Kasemen itu masih 10 ribu lebih, dan pemkot sudah banyak memberikan bantuan dari APBD, melalui Perkim setiap tahun, dan meminta bantuan ke pemerintah pusat, serta provinsi,” ucapnya.

    Sedangkan dari enam kecamatan yang ada di Kota Serang, Syafrudin mengklaim bahwa Kecamatan Cipocok Jaya menjadi kecamatan pertama yang berhasil bebas BABS. Sebab tahun 2022, 100 persen warga Cipocok Jaya telah memiliki jamban.

    “Jadi kecamatan Cipocok Jaya ini pemecah rekor, bebas dari dolbon (buang air besar sembarangan). Kalau yang lainnya itu belum. Maka diharapkan kecamatan Cipocok Jaya ini menjadi contoh kecamatan-kecamatan lain,” katanya.

    Oleh karena itu, Syafrudin meminta kepada lurah dan camat lainnya yang ada di Kota Serang, bisa mencontoh Kecamatan Cipocok Jaya untuk melakukan program Kota Serang bebas BABS.

    “Supaya kecamatan lain bisa mencontoh dan mengikutinya. Mudah-mudahan setelah kecamatan cipocok bisa menyusul kecamatan-kecamatan lainnya,” ungkapnya.

    Ketua Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Cipocok Jaya, Sri Widawati, mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan pendekatan untuk memicu masyarakat untuk meubah perilaku hidup, menjadi perilaku hidup sehat.

    “Pertama kami lakukan di Kelurahan Dalung, yang memang di kampung itu dan masih banyak (BABS),” tuturnya.

    Pihaknya pun melakukan pendekatan dan pelatihan kepada masyarakat. Namun, selama lima bulan hanya satu orang warga yang membuat jambannya sendiri.

    “Karena memang terbatas dengan kondisi ekonominya. Maka, saya minta warga untuk iuran, tapi memang mereka tidak mampu,” ucapnya.

    (DZH/AZM)

  • Penghapusan Honorer, Pemda Wait and See

    Penghapusan Honorer, Pemda Wait and See

    PEMERINTAH melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), telah resmi menyatakan penghapusan pegawai berstatus honorer mulai yahun 2023 mendatang. Namun, pemerintah daerah masih menunggu kelanjutan dari pemberlakuan aturan itu.

    Kepala BKPSDM Kota Serang, Ritadi, mengatakan bahwa pihaknya belum menerima secara resmi wacana penghapusan pegawai honorer. Menurutnya, hal itu baru merupakan wacana yang diucapkan oleh Menpan-RB, Tjahjo Kumolo.

    “Pada prinsipnya kota/kabupaten kan menunggu regulasi. Itu kan baru pernyataan dari Menteri Pan-RB saja kan, bahwa tahun 2023 itu harus dihapus,” ujarnya saat dikonfirmasi BANPOS melalui sambungan telepon, Jumat (28/1).

    Ia mengatakan, sampai saat ini belum ada ketentuan terkait dengan bagaimana tatacara penghapusan honorernya, dan lain sebagainya masih belum diketahui oleh pihaknya. “Apa yang disampaikan oleh pak menteri itu kan berdasarkan PP 48 tahun 2010 tentang tenaga honorer,” katanya.

    Sedangkan untuk persiapan Pemkot Serang menghadapi kebijakan penghapusan honorer tersebut, Ritadi mengaku belum ada. Sebab, pihaknya tetap harus menunggu regulasi dari pusat mengenai mekanisme kebijakan tersebut.

    “Ya itu kan persiapannya nunggu peraturan dulu, mekanismenya seperti apa. Kalau di PP 49 tahun 2016 tentang PPPK atau PP 48 tahun 2010 tentang honorer, itu kan sudah tidak ada lagi yang namanya pengangkatan honorer atau pembiayaan selain PNS dan PPPK, tidak diperkenankan,” jelasnya.

    Namun meski dilarang untuk menambah tenaga honorer, RItadi menuturkan bahwa di beberapa daerah, termasuk Kota Serang, penambahan tenaga honorer di lingkungan Pemkot Serang masih terjadi lantaran kebutuhan.

    “Memang kekurangan sekali, sehingga masih ada perekrutan tenaga honorer seperti di Satpol PP, di Dishub, di Dinas LH. Nah mereka (honorer) sudah eksis untuk membantu kami dalam menjalankan pemerintahan,” ungkapnya.

    Menurutnya, penghapusan tenaga honorer pada tahun 2023 mendatang merupakan hal yang cukup berat untuk dilakukan. Mengingat Pemkot Serang sudah sangat terbantu dengan keberadaan tenaga honorer, dan membutuhkan SDM dalam menjalankan roda pemerintahan.

    “Nah tentu ini menjadi PR yang berat bagi pemerintah kota, apabila tenaga honorer ini akan dihapus. Perlu solusi yang terbaik terkait dengan hal itu,” terangnya.

    Sementara terkait dengan jumlah tenaga honorer di lingkungan Pemkot Serang, Ritadi menuturkan bahwa pihaknya tidak mendata. Sebab, tupoksi dari BKPSDM hanya mengelola SDM Pemkot Serang yang berstatus ASN.

    “BKPSDM itu tidak membawahi itu. Yang dikelola oleh BKPSDM adalah ASN. Kalau untuk honorer itu ada di masing-masing OPD. Jadi semua tersebar, ada yang di Setda, ada yang di Dishub, ada yang di Satpol PP,” ucapnya.

    Begitu pula dengan jumlah tenaga honorer yang diterima menjadi PPPK. Menurutnya, sampai saat itu data tersebut masih berada di masing-masing OPD. “Itu belum, saat ini masih tahap pemberkasan. Tapi setahu saya ada staf di Bagian Hukum yang diterima, namun di Disnaker,” tandasnya.

    Terpisah, Kepala Bidang Administrasi Kepegawaian BKPSDM Kabupaten Serang, Hamimi, mengungkapkan bahwa jumlah tenaga honorer yang tersebar di pemerintah kabupaten Serang di luar guru honorer berjumlah sekitar 500 orang. Apabila digabungkan dengan guru honorer, maka jumlah tenaga honorer di Kabupaten Serang berjumlah lebih dari 1.000 orang.

    Jumlah tersebut dilihat dari pendaftar PPPK tahun lalu dengan formasi lebih dari 3.000. Meskipun demikian, ia mengaku tidak mendata secara detail untuk lama masa kerja dan usia dari tenaga honorer se-Kabupaten Serang.

    “Karena data yang ada di honorer yang K1, sisa K2, paling itu saja. Kalau data di kami (BKPSDM) tidak ada data rinci berapa tahun bekerja, karena kita data awal saja, itupun dari OPD-nya tidak ada laporan ke kami,” ungkapnya, Minggu (30/1).

    Ia menjelaskan, sebagian besar OPD di Kabupaten Serang tidak melaporkan berapa jumlah tenaga honorer yang bekerja. Sehingga pihaknya tidak mengetahui berapa saja jumlah tenaga honorer yang tersebar di OPD-OPD.

    Hamami mengaku, jauh di tahun sebelumnya yaitu tahun 2007 pernah ada pendataan honorer. Dimana honorer yang sebutannya TKK atau tenaga kerja kontrak, dimasukkan ke data dan ada juga TKS atau tenaga kerjas sukarela.

    “TKK dulu itu kan diangkat langsung dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010. Kami ada beberapa yang tidak masuk ke data itu, akhirnya masuk ke data TKS,” tuturnya.

    Sejumlah TKS yang merupakan sisa dari pengangkatan PNS tahun 2007 sampai tahun 2010, kemudian dilakukan pendataan kembali. Pada tahun 2014, dilakukan tes untuk pengangkutan CPNS.

    “Sekarang kita dapat data yang kisarannya belum diketahui kebenarannya, data honorer saat ini yang kami tahu ada sekitar 500 orang,” katanya.

    Menurutnya, data guru honorer dan data tenaga honorer Pemkab Serang pendataannya berbeda. Guru honorer secara otomatis terdata di dapodik yang induknya adalah Kementerian Pendidikan, sedangkan untuk tenaga honorer Pemkab, tidak ada pendataan dalam waktu dekat ini.

    Hamami menjelaskan, tahun 2021, jumlah tenaga honorer yang diterima menjadi PPPK adalah formasi guru, dan penyuluh pertanian saja. Sebab, dari formasi yang ditetapkan oleh pusat, hanya dua formasi saja.

    “Hanya di tahun 2020, kita perekrutan banyak tenaga honorer di bidang kesehatan. Tapi untuk PPPK, hanya ada guru dan penyuluh pertanian serta pamong,” ucapnya.

    Ketentuan penghapusan honorer yang tercantum dalam Pasal 96 PP Nomor 49/2018 tentang Manajemen PPPK ini, belum ada teknis yang disampaikan secara gamblang, dan membuat tenaga honorer bimbang. Menurutnya, keputusan pemerintah sudah benar, seperti halnya mengintruksikan pendataan tenaga honorer pada tahun 2005, yang mana akan dibiayai melalui APBD atau APBN.

    “Semuanya didata, dan ada pengangkatan semuanya. Ada beberapa yang tidak diangkat, karena faktor usia,” ucapnya.

    Meskipun demikian, ia menyebut tidak menutup kemungkinan kedepan pun sama. Saat ini sudah beda era, ketika dulu ada PNS dan honorer, di aturan baru disebutkan PNS dan PPPK.

    “ASN itu penyebutan untuk PNS dan PPPK di dalamnya, secara otomatis mungkin kedepan sebutan honorer itu tidak ada apakah nanti yang honor sekarang ini akan diangkat menjadi PPPK atau bagaimana, itu nanti petunjuk teknisnya kita menunggu, apakah ini akan tetap diberlakukan penghapusan, kami menunggu kajian dari pusat,” jelasnya.

    Hamami mengaku pihaknya belum mengetahui benar atau tidaknya akan dilakukan penghapusan honorer, sebab saat ini baru wacana dari pemerintah pusat. Saat ini, kata dia, pemerintah pusat terkena teguran dari Ombudsman terkait dengan tenaga honorer, yang bekerja di waktu yang sama dengan ASN namun digaji jauh dibawah standar atau dibawah UMR.

    “Gaji mereka (honorer) kecil, kerja sama saja dengan PNS, tapi gaji dibawah standar akhirnya Ombudsman mengajukan hal itu ke pusat dan merespon dengan penghapusannya,” katanya.

    Ia mengungkapkan sedikitnya cukup terbantu dengan adanya tenaga honorer. Namun untuk mengajukan formasi ASN, tidak mudah karena tergantung dari pemerintah pusat.

    “Kita usulkan reformasi sesuai kebutuhan yang ada di daerah, tapi pada kenyataannya, kita hanya dapat formasi sedikit. Karena mungkin kaitannya dengan pembagiannya,” terangnya.

    Ia menjelaskan, apabila pemerintah pusat dan pemerintah daerah berkolaborasi dalam mengangkat honorer menjadi PPPK, tinggal menambah sebagian gaji yang diperuntukkan bagi tenaga honorer tersebut. Sebab, saat ini pun sebagian tenaga honorer sudah digaji melalui APBD.

    “Misal yang tadinya gaji honorer, dialihkan saja dengan gaji PPPK. Kalaupun ada penambahan, menurut saya tidak terlalu besar,” ungkapnya.

    Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kota Cilegon Ahmad Jubaedi menegaskan, kendati sudah ada informasi soal kebijakan penghapusan namun, pihaknya masih menunggu arahan dari Kemenpan RB.

    “Belum ada Juknis Kemenpan. Kita tunggu saja dulu sampai clear payung hukumnya,” kata Jubaedi kepada BANPOS melalui pesan WhatsApp, kemarin.

    Sementara itu, terkait jumlah honorer yang ada di lingkungan Pemerintah Cilegon, Kepala Bidang (Kabid) Pengadaan Pemberhentian, Pembinaaan, Kesejahteraan, dan Administrasi Umum BKPP Cilegon Budhi Mustika mengatakan kurang lebih sekitar 4.600 non PNS.

    “Kalau untuk data yang diminta kami perlu mengecek kembali dahulu. Yang kami ketahui data non PNS Cilegon adalah lebih kurang 4.600 orang dan ini memang mayoritas honorer yang telah lama mengabdi di Pemkot Cilegon,” katanya.

    Budhi menyampaikan, jika diberlakukan maka ada kurang lebih 4.600 tenaga honorer yang akan dihapuskan. Namun, lagi-lagi hal tersebut masih menunggu arahan dari pemerintah pusat.

    “Sifatnya kami masih menunggu bagaimana arahan dari Pemerintah Pusat,” ujarnya.

    Adanya kabar tersebut, ujar Budhi, diharapkan tidak mengganggu kinerja para tenaga honorer dalam bertugas. Sebab, BKPP Kota Cilegon masih mencarikan solusi terbaik terhadap persoalan tersebut.

    “Kami minta para honorer untuk semangat bekerja, karena kami terus berupaya yang terbaik untuk memperjuangkan nasib para honorer Pemerintah Kota Cilegon. Sesuai dengan amanat Bapak Walikota Cilegon (Helldy Agustian) dan (Ketua) DPRD Kota Cilegon (Isra Miraj),” tandasnya.

    (LUK/MUF/DZH/PBN/ENK)

  • Honorer di Ujung Tanduk

    Honorer di Ujung Tanduk

    PEMERINTAH memutuskan untuk menghapus tenaga honorer di seluruh instansi pemerintah. Kebijakan yang mulai berlaku pada 2023 mendatang dinilai bisa menimbulkan gejolak di daerah, termasuk di Provinsi Banten. Lonjakan pengangguran pun dikhawatirakna bakal terjadi menyusul penerapan kebijakan ini.

    Pemerintah melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo memastikan tidak ada lagi tenaga honorer di instansi pemerintah. Kebijakan ini sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

    Dalam beleid itu, pegawai non-PNS di instansi pemerintah masih tetap melaksanakan tugas paling lama lima tahun saat peraturan tersebut berlaku atau 2023. Artinya, status pegawai pemerintah mulai 2023 nanti hanya ada dua jenis, yakni PPPK. Para eks tenaga honorer itu pun tetap diberi kesempatan masuk ke dalam pemerintahan, tapi harus mengikuti seleksi dalam bentuk PPPK maupun CPNS.

    Kebijakan itu pun menimbulkan keresahan di kalangan honorer di Provinsi Banten. Mereka berharap ada upaya dari pemerintah daerah untuk melindungi para honorer agar tidak terjerumus dalam jurang pengangguran ketika kebijakan itu resmi diberlakukan.

    Sementara itu, salah seorang pegawai honorer atau Non ASN Pemprov Banten yang juga Ketua Umum Persatuan Pengamanan Dalam Indonesia (PERADA) Regional Banten, Asep Bima kecewa dengan kebijakan pemerintah pusat yang akan mengahus tenaga honorer, terlebih terdapat ketentuan bahwa wacana penghapusan yang dibarengi dengan rekruitmen CPNS, didalamnya tidak termasuk petugas pengamanan dalam atau Pamdal.

    “Saya masuk sebagai pegawai Non ASN tahun 2015, dan bertugas sebagai Pamdal di Setwan Banten. Miris memang saat mendengar kabar seluruh honorer atau pegawai Non ASN akan diberhentikan. Terlebih lagi untuk profesi Pamdal tidak diberikan porsi untuk mengikuti seleksi CPNS. Dan yang lebih sadisnya lagi, untk profesi Pamdal akan di pihak ketigakan (outshorching),” kata Asep.

    Dengan adanya wacana-wacana saat ini yang disampaikan oleh pemerintah pusat, posisi Pamdal bemar-benar terjepit, seakan-akan terdiskrimibasi.

    “Lantas dimana sisi penghargaan pemerintah atas pengabdian rekan-rekan Pamdal yang sudah mengabdi cukup lama. Seharusnya ini jadi pertimbangan pula, bahwa honorer bukan hanya staf administrasi, guru, tenaga kesehatan atau Nakes,dan penyuluh pertanian saja, namun ada juga profesi Pamdal di dalamnya,” ujarnya.

    Seharusnya lanjut Asep, pemerintah pusat, jika membuat kebijakan disesuaikan dengan konstitusi negara, yakni Pancasila. Sila Ke-5, disebutkan, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. “Terkecuali jika memang profesi Pamdal tidak dalam bagian Itu,” imbuh Asep.

    Apalagi untuk menjadi Pamdal di pemerintahan, ia bersama rekan-rekannnya mengikuti rangkaian tes yang panjang dan melelahkan.

    “Untuk Pamdal sendiri ada tahapan-tahapan. Proses seleksi mulai dari psikotes, capacity building, wawasan kebangsaan, tes fisik, hingga wawancara. Dan
    saya mewakili seluruh Pamdal KP3B, menyatakan bahwa seluruh Pamdal yang saat ini statusnya sebagai pegawai Non ASN, memastikan sudah mengikuti seleksi. Dan terkait tingkat kesulitan pasti ada. Namun ini adalah hal yang wajar dalam setiap proses, apalagi dimaksudkan guna mencetak pegawai yang profesional dan ahli di bidangnya,” ujarnya.

    Selain kecewa akan wacana penghapusan honorer lantaran tidak ada kriteria Pamdal masuk dalam rekruitmen CPNS, Asep mengaku sistem managerial ASN di Pemprov Banten belum seragam atau sama.

    “Memang sebetulnya program ini bagus (peghapusan honorer). Tapi sekali lagi menurut saya kurang berkeadilan. Menurut saya, pusat ingin mereformasi birokrasi seluruh tatanan sistem, namun di daerah saya nilai belumlah siap untutk masuk kesana. Ini bisa dibuktikan dengan sistem managerial pegawai Non ASN yang belum termerger dan masih terkesan kurang rapi. Sistem pegawai yang dikatakan baik adalah sistem yang berbasis 1 pintu, dimana 1 OPD memanage dan mendistribusikan seluruh pegawai ke berbagai OPD, bukan seperti sekarang, beda OPD beda pula cara mainnya, sehingga sampai saat ini jumlah seluruh pegawai Non ASN Banten masih samar-samar,” terangnya.

    Meski demikian pihaknya berharap wacana penghapusan honorer pada praktiknya berpihak ataa nasib teman-teman yang belum diangkat menjadi PNS.

    “Kami berharap dengan adanya program ini seluruh honorer dapat diangkat menjadi ASN tanpa membeda-bedakan profesinya guna mencapai titik keadilan dalam berproses, dan semoga pemerintah Provinsi Banten dapat mengambil langkah tepat dan bijak,” harapnya.

    Keresahan juga dialami 4.600 honorer di Kota Cilegon yang terancam kehilangan pekerjaan ketika PP nomor 49 resmi diterapkan. Mereka masih terus mencari kejelasan soal penerapan aturan ini agar dapat memperjuangkan nasib mereka.

    Ketua Honorer Kategori 2 (K2) Kota Cilegon, Syamsudin menjelaskan, pihaknya sudah mencoba mencari kejelasan soal aturan tersebut. Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kota Cilegon, Bagian Hukum Kota Cilegon dia datangi untuk mencari tahu duduk persoalan dan solusi apa yang akan dilakukan pemerintah.

    Namun, hasil dari pencarian itu hanyalah permintaan untuk wait and see, karena Pemkot Cielgon pun masih akan menunggu arahan dari pusat.
    “Kami sudah berkeliling menanyakan itu ke BKPP Kota Cilegon dan Bagian Hukum. Kami ingin pastikan ada Peraturan Walikota (Perwal) untuk melindungi kami,” ujarnya.

    “Sebab, kami tanyakan juga hanya bagaimana aturan pusat,” sambungnya.

    Jika memang tenaga honorer dihapuskan, maka bukan hanya pegawai non ASN struktural saja. Namun, juga para guru honorer akan terdampak jika benar-benar diberlakukan. Total ada 4.600 lebih honorer bakal menganggur. Terlebih tahun ini tunjangan honorer tak naik untuk yang struktural.

    “Kalau melihat berita di TV, penjaga kantor dan cleaning service itu akan outsourcing. Namun, honorer seperti kami dan guru itu terdampak dengan penghapusan,” tuturnya.

    Terpisah, Hilman Faruk, warga Kampung Pasir Eurih, Desa Panancangan, Kecamatan Cibadak yang saat ini telah diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) mengatakan, sebelum diangkat menjadi PPPK, ia menjadi guru honor di sebuah pendidikan dasar (SD) mulai dari tahun 2004 hingga 2019.

    Selama kurang lebih 15 tahun ia mengabdi menjadi tenaga guru honor, pada tahun 2019 kata Hilman, ia mengikuti tes seleksi PPPK dan berhasil lulus seleksi dan diangkat. Banyak proses yang dialami selama menjadi guru honor. Melihat masih banyaknya tenaga honor yang belum beruntung baik menjadi PNS maupun PPPK, ia berharap pemerintah mengkaji ulang wacana tersebut.

    “Saya berharap tetap ada solusi dari pemerintah untuk mengakomodir tenaga honorer terutama bagi tenaga honorer yang jenjang kerjanya udah cukup lama. Kalau saya secara pribadi saya bersyukur telah menjadi guru PPPK,” katanya, Minggu (30/1) kepada BANPOS.

    Wakil Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Serang, Abdul Kholiq, mengungkapkan bahwa dirinya telah mengkonfirmasi ke BKPSDM terkait penghapusan honorer. Beberapa hari yang lalu pun, ia menerima berbagai keluh kesah dari honorer di berbagai OPD.

    “Beberapa hari yang lalu banyak dicurhatin teman-teman honorer dari dinas, terkait berita Serang Kabupaten dan Serang Kota tidak ada data honorer,” ungkapnya.

    Ia mengatakan, pihaknya sudah pernah meminta data honorer kepasa BKPSDM. Hanya saja, belum ada data yang dikirim ke Komisi I.

    “Awal tahun 2022 ini komisi I sudah berkoordinasi ke kantor BKPSDM terkait formasi P3K, Open Biding dan urusan-urusan kepegawaian lainnya,” tuturnya.

    Tentang penghapusan pengangkatan dan penerimaan honorer yang sedang ramai diperbincangkan, pihaknya juga belum menerima petunjuk pelaksanaan (Juklak) maupun Petunjuk Teknis (Juknis) yang bisa dipedomani.

    “Kami berharap, Pemkab Serang harus memikirkan para tenaga honorer yang sudah lama mengabdi untuk Kabupaten Serang, tentu disesuaikan dengan kemampuan anggaran,” tandasnya.

    Di bagian lain, Anggota DPRD Kota Cilegon Qoidatul Sitta mengatakan adanya peraturan terbaru dari pusat terkait tenaga honorer di 2023 akan dihapuskan. Menurutnya harus dikaji terlebih dahulu secara menyeluruh.

    “Saya melihatnya ini perlu dikaji dulu juklak-juknis nya seperti apa. Jangan sampai kita mendapatkan informasi itu setengah – setengah,” katanya.

    Ia menyarankan agar dinas terkait untuk mempelajari secara utuh adanya aturan tersebut bilamana diberlakukan.

    “BKPP sebagai leading sektor kepegawaian harus secara komprehensif untuk mendapatkan informasi secara utuh bagaimana, dan ini perlu dipelajari lagi bagaimana lebih lanjutnya pola teknisnya seperti apa, juklak juknisnya seperti apa, harus dilihat kembali, dipelajari kembali adanya informasi seperti itu. Apalagi itu di pusatnya juga baru dari Kemenpan-RB nya belum secara detail untuk turunan ke bawanya seperti apa, apakah nanti polanya dikembalikan kemampuannya kepada daerahnya masing-masing atau bagaimana, ini juga belum dijelaskan,” tandasnya.

    Sementara, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Serang, Aep Syaefullah, menyebut bahwa apabila melihat di lingkungan Pemkab Serang, ada beberapa OPD yang jumlah honorernya berlebih. Dia menilai, solusi bagi honorer untuk mengikuti tes PPPK merupakan altaernatif yang biosa diterima.

    “Bagus juga sih, artinya ada kepastian bagi teman-teman honorer kalau memang diberikan saluran untuk bisa diangkat menjadi PPPK dengan cara tes dan sesuai persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah,” katanya.

    Hanya saja, kata dia, dalam penyeleksian atau tes nanti, tentu tidak semua terakomodir. Sehingga masing-masing daerah diminta untuk memiliki inovasi lain.

    “Kalau memang apabila tenaga itu masih dibutuhkan di OPD, dicarikan solusi lain,” ujarnya.

    Apabila belum bisa terakomodir, ia mengkhawatirkan terjadi penambahan jumlah pengangguran di Kabupaten Serang. Oleh karena itu, ia berharap agar Pemerintah daerah bisa diberikan kewenangan untuk berinovasi.

    “Kalau misal itu sudah diwacanakan dan sudah diberlakukan nanti, harapannya semua tenaga baik PPPK atau ASN, bisa meningkatkan kualitas pelayanan publik. Jangan sampai banyak tenaga, justru pelayanan publik terbengkalai,” tuturnya.

    Di Kabupaten Lebak, Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya sudah melarang setiap OPD merekrut tenaga honorer. Bahkan Iti mengancam pejabat yang mengangkat honorer dengan pemeriksaan khusus dan memberikan sanksi tegas terhadap pejabat terkait.

    “Saya sudah sampaikan tidak ada lagi OPD yang boleh merekrut tenaga honorer atau supporting staff, kecuali sudah menganalisa kebutuhan personelnya yang nanti kita sampaikan ke Kementerian RB (Reformasi Birokrasi). Kalau ada yang merekrut saya riksus dan saya akan turunkan jabatannya,” kata Iti.

    (CR-01/RUS/LUK/MUF/PBN/ENK)

  • Honorer Kebanyakan, Dibuang Sayang

    Honorer Kebanyakan, Dibuang Sayang

    PARA tenaga honorer tengah harap-harap cemas. Hal ini menyusul rencana pemerintah untuk menghapuskan status tenaga honorer di 2023. Wacana penghapusan tenaga honorer ini disampaikan langsung Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang manajemen PPPK.

    Dengan demikian, pegawai pemerintah hanya akan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK).

    Nantinya, pegawai honorer yang ada saat ini dapat diangkat menjadi PNS dengan melalui proses seleksi CASN.

    Berdasarkan data dari BKD Banten, jumlah pegawai honorer di pemprov baik yang bekerja diorganisasi perangkat daerah (OPD) dan para guru terbilang cukup banyak yakni, 15 ribu. Bisa dikatakan over alias melebihi kapasitas.

    Dari jumlah 15 ribu honorer tersebut, 8.700 orang di antara berada di sekolah-sekolah SMA dan SMK negeri se-Provinsi Banten, dengan 6.000 lagi tersebar di OPD-OPD yang ada di lingkungan Pemprov Banten lainnya.

    Pemprov sendiri pada tahun 2021 lalu telah melakukan kebijakan dengan melakukan pengurangan tenaga honorer yang ada di OPD-OPD, sementara guru dengan status honorer masih tetap dipertahankan karena tenaganya masih dibutuhkan.

    Sementara uang yang dikeluarkan untuk membayar gaji kurang lebih 15.000 tenaga honorer tersebut setidaknya jika mereka menerima gaji Rp1,5 juta sampai Rp3 juta. Atau dirata-ratakan Rp2 juta per bulan per orang, maka uang yang dikeluarkan dari APBD Banten setiap tahunnya Rp360 miliar, atau, setiap bulan dibutuhkan anggaran Rp30 miliar untuk membayar honor.

    Sekwan Banten, Deden Apriandhi Hartawan dihubungi melalui telepon genggamnya, Minggu (30/1) membenarkan, keberadaan tenaga honorer sangat diperlukan untuk menunjang pekerjaan di OPD yang dipimpinnya. Akan tetapi diakuinya, jumlahnya saat ini bisa dikatakan lebih dari cukup atau over.

    “Awal Januari (2022) kemarin ada sekitar 12 honorer di Setwan (Sekretaris Dewan) Banten ini terpaksa kami keluarkan, tidak dilakukan perpanjangan kontrak, karena hasil evaluasi dari kami mereka ini dianggap tidak bisa menerapkan pekerjaanya dengan baik, sesuai dengan perjanjian yang dibuat sebelumnya,” katanya.

    Ke-12 tenaga honorer yang bekerja di Setwan ini lanjut Deden, tidak bekerja tiga hari berturut- turut atau mangkir dari pekerjaan empat hari selama sebulan. “Jadi kami menjalankan perjanjian yang sudah dibuat sebelumnya antara pegawai non PNS dengan pejabat di Sekwan yang dibuat pada awal Januari 2021 lalu,” kata Deden yang baru menjabat sebagai Sekwan Banten pada Agustus 2021 ini.

    Dengan adanya pengurangan 12 pegawai honorer di Setwan, jumlah pegawai yang tersisa diangka 500 orang tersebut lanjut Deden dirasa masih banyak. Rencananya pada September tahun 2022 ini akan dilakukan analisa jabatan khusus honorer dengan melibatkan BKD dan BKN.
    “Di Perubahan APBD 2022 nanti, kita akan melakukan analisa jabatan. Ini kami lakukan untuk mengetahui berapa banyak sebenarnya jumlah honorer yang dibutuhkan di Setwan. Yang jelas jumlahnya dibawah 500,” ujarnya.

    Analisa jabatan itu kata Deden, akan mempertimbangkan kriteria diantaranya, menghitung beban kerja, menghitung fungsi dab akomodasi, tempat, tenaga yang dibutuhkan harus sesuai antara tipoksi di Setwan dan kemampuan honorer, serta anggaran.

    “Kita juga kedepan akan melakukan evaluasi pegawai di Setwan. Tidak hanya non ASN atau honorernya tapi juga staf pelaksana ASN dan jajaran eselon dengan mengundang BKD dan BKN,” terangnya.

    Disinggung adanya pembeban anggaran untuk memberikan gaji kepada para honorer hal tersebut dianggapnya tidak masalah sepanjang kinerja honorer tersebut baik.

    “Keberadaan teman-teman honorer di OPD-OPD itu sangat membantu, kalau mereka benar- benar bekerja maksimal. Saya sebelum di Setwan, menjabat sebagai Kepala Dispora (Dinas Pemuda dan Olahraga), di Dispora ada sekitar 80 orang honorer, dan saya sangat terbantu dengan mereka. Tidak dibayangkan kalau tidak ada teman-teman honorer atau Non PNS/ASN, pekerjaan kita di Dispora tidak akan maksimal, karena di Dispora itu jumlah personel ASN tidak banyak, sedangkan semua cabang olahraga harus kita layani,” ujarnya.

    Wakil Ketua DPRD Banten, Budi Prajogo menyambut vaik wacana pemerintah pusat dengan menghapus honorer. “Kebijakan pemerintah patut diapresiasi,” katanya.

    Namun dikatakan Budi yang merupakan politis PKS ini, untik penempatan PPPK harus benar benar memperhatikan analisa kebutuhan pegawai di lingkungan provinsi. “Yang terpenting lagi adalah pada saat penerimaan personel PPPK harus benar-benar berkompeten dengan mempertimbangkan kebutuhan,” ujar Budi.

    Pemerintah juga harus mempertimbangkan atau memperhitungkan skema penghapusan honorer dengan penerimaan PPPK.

    “Kekosongan tenaga yang selama ini diisi honorer tanpa penggantian bisa berdampak pada penurunan kualitas layanan publik. Seperti honorer di sekolah negeri, rumah sakit dan puskesmas serta layanan perpajakan daerah,” katanya.

    (RUS/ENK)

  • Pemprov Masih Akui Al Muktabar Sebagai Sekda

    Pemprov Masih Akui Al Muktabar Sebagai Sekda

    KEPALA BKD Provinsi Banten, Komarudin, mengatakan bahwa ditunjuknya Muhtarom sebagai Plt. Sekda dan bukan Pj. Sekda lantaran sebenarnya Al Muktabar hanya berhalangan tugas sementara saja, tidak berhalangan tetap.

    “Plt atau Plh sesuai dengan Perka BKN itu ditunjuk ketika pejabat definitifnya berhalangan menjalankan tugas, artinya tidak menjalankan tugas. Tidak menjalankan tugas itu banyak macem, bisa karena tugas luar, sakit atau cuti dan lain sebagainya. Itu lah yang melatarbelakangi kenapa dipilih Plt,” ujarnya.

    Sedangkan untuk Pj, diangkat apabila Sekda definitifnya berhalangan tetap. Sebab, Al Muktabar hanya berhalangan tugas sementara waktu dan lebih dari beberapa hari sehingga ditunjuk Plt Sekda. “(Al Muktabar) berhalangan sementara,” terangnya.

    Ditanya terkait dengan Al Muktabar berhalangan sementara hingga berapa lama, Komarudin justru meminta BANPOS untuk menanyakan langsung kepada Al Muktabar, kapan dia akan mulai bekerja kembali sebagai Sekda Banten.

    “Ya tanya ke pak Al, saya tidak tahu. Tanya ke pak Al Muktabar sampai kapan tidak masuk kerjanya. Kan tidak menjalankan tugas dia,” ungkapnya.

    Menurutnya, pengangkatan Muhtarom sebagai Plt Sekda berdasarkan pada fakta bahwa Al Muktabar berhalangan sementara untuk menjalankan tugasnya. Sehingga, diambil langkah untuk menunjuk Plt Sekda.

    “Kan faktanya tidak ada, sedangkan fungsi pemerintahan harus berjalan. Aturannya memang bisa ditunjuk Plt dan Plh, masa harus dibiarkan,” katanya.

    Ia mengatakan, secara aturan Plt Sekda dapat menjabat hingga tiga bulan dan bisa diperpanjang. Apalagi secara fakta, Al Muktabar sebagai Sekda definitif tidak pernah melaksanakan tugasnya pasca mengambil cuti.

    “TIga bulan bisa diperpanjang. Tapi masalahnya ketika yang pejabat definitif enggak masuk kerja terus bagaimana. Kenapa yang ditanya tidak yang tidak pernah masuk kerja, kenapa Pemprov Banten terus yang ditanya,” ucapnya.

    Dari surat cuti yang diajukan oleh Al Muktabar, Komarudin menuturkan bahwa Al Muktabar hanya mengajukan cuti selama 24 hari. Namun setelahnya, Al Muktabar tidak kunjung kembali menjalankan tugas dia.

    “Awalnya begitu (jabatan Plt Sekda hanya 24 hari). Namun ya itu, karena tidak hadir maka diteruskan,” terangnya.

    Dikonfirmasi terkait beberapa pernyataan dari Pemprov Banten, termasuk Komarudin sendiri, yang menyatakan bahwa Al Muktabar sudah dipindahtugaskan menjadi staf biasa di BKD, ia membantahnya.

    Komarudin menegaskan bahwa Al Muktabar tidak dipindahtugaskan ke bagian manapun, lantaran kewenangan mengganti atau memindahtugaskan Sekda merupakan kewenangan dari Presiden, bukan Gubernur.

    “Enggak itu, enggak ada ditempatkan sebagai staf BKD. Yang mengangkat dan memberhentikan itu presiden, maka penempatannya ya presiden lagi,” katanya.

    Untuk diketahui, pada Oktober 2021 lalu, Komarudin sempat menyatakan kepada beberapa media bahwa Al Muktabar kini ditempatkan sebagai staf biasa di BKD, sembari menunggu kejelasan pemindahan tugas dirinya.

    Untuk diketahui, pada Oktober 2021 lalu, Komarudin sempat menyatakan kepada beberapa media bahwa Al Muktabar kini ditempatkan sebagai staf biasa di BKD, sembari menunggu kejelasan pemindahan tugas dirinya.

    Menurut Komarudin, pihaknya telah mencoba menghubungi Al Muktabar agar kembali bekerja sebagai Sekda. Akan tetapi beberapa kali coba dihubungi, Al Muktabar tidak kunjung merespon Komarudin.

    “Dihubungi enggak menjawab, gimana. Harusnya media tuh yang menanya,” ucapnya.

    Sementara terkait dengan kebenaran di balik isu pengunduran diri Al Muktabar sebagai Sekda Banten, Komarudin enggan membenarkan maupun menyalahkan. Sebab, hal itu merupakan hak pribadi Al Muktabar.

    “Kalau soal pengunduran diri atau hal yang lain, silahkan tanya ke pak Al ya. Karena kan itu hak pribadi beliau. Kalau surat-surat yang sifatnya pribadi itu sebenarnya saya tidak boleh buka, lebih tepatnya silahkan tanya ke sana, ke Al Muktabar,” ujarnya.

    Komarudin pun mengakui bahwa secara de jure, Al Muktabar merupakan Sekda definitif Provinsi Banten. Kendati demikian secara de facto, Al Muktabar tidak menjalankan tugas-tugasnya sebagai seorang Sekda.

    (DZH/PBN)

  • Bom Waktu Tafsir Sekda

    Bom Waktu Tafsir Sekda

    POLEMIK jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten kian hari kian meruncing. Bahkan perkara tersebut diprediksi dapat terseret ke ranah hukum, lantaran adanya kebijakan yang diduga telah menabrak aturan yang ada.

    Saat ini, permasalahan jabatan sekda tersebut tengah dipersidangkan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Serang, untuk mencari kebenaran terkait dengan polemik yang terjadi. Bahkan, saksi fakta yang digadang-gadang bakal membuka tabir permasalahan tersebut bakal dihadirkan dalam waktu dekat ini.

    Mengejutkannya lagi, Pemprov Banten melalui BKD mengakui bahwa sebenarnya Al Muktabar masih menjabat sebagai Sekda definitif. Akan tetapi, Al Muktabar diklaim ‘hilang’ dan tidak pernah ngantor semenjak mengambil cuti sebagai Sekda selama 24 hari.

    Ketua Perkumpulan Maha Bidik Indonesia, Moch Ojat Sudrajat S, mengatakan bahwa polemik jabatan Sekda diduga bermula atas salah tafsirnya Pemprov Banten, dalam hal ini Gubernur dan BKD Provinsi Banten, atas surat permohonan pindah tugas yang disampaikan oleh Al Muktabar sebagai pengunduran diri dari jabatan Sekda.

    “Kan kalau yang namanya pindah, maka seharusnya menurut saya mengacu pada Peraturan BKN nomor 5 tahun 2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Mutasi,” ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Minggu (30/1).

    Dalam peraturan tersebut, pada Pasal 1 angka 2 dijelaskan bahwa mutasi adalah perpindahan tugas dan/atau lokasi dalam 1 (satu) instansi pusat, antar-Instansi pusat, 1 (satu) Instansi Daerah, antar-Instansi Daerah, antar-Instansi Pusat dan Instansi Daerah, dan ke perwakilan Negara Indonesia di luar negeri serta atas permintaan sendiri.

    Menurut Ojat, dalam pelaksanaan mutasi ASN tersebut juga harus dilakukan oleh Pejabat yang Berwenang. Adapun untuk jabatan Sekda, berdasarkan PP Nomor 11 tahun 2017 jo PP Nomor 17 tahun 2020, merupakan kewenangan dari Presiden.

    “Pada pasal 3 ayat 2 memang Presiden dapat mendelegasikan kewenangan pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian PNS. Namun pada pada ayat 3 mengecualikan dari ayat 2, pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian bagi pejabat pimpinan tinggi utama, pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat fungsional keahlian utama. Sekda Provinsi Banten itu ada di mana sih? Ada di pejabat pimpinan tinggi madya. Artinya kewenangannya ada di Presiden, dan tidak bisa didelegasikan,” ungkapnya.

    Oleh karena itu, menurutnya sudah jelas bahwa jika memang surat permohonan yang diberikan oleh Al Muktabar adalah surat pindah, maka Gubernur tidak memiliki kewenangan untuk menerima atau menolak permohonan tersebut.

    “Artinya kalau menurut saya, seharusnya (Gubernur) meneruskan permohonan pindah tersebut kepada Kementerian Dalam Negeri. Kan harusnya seperti itu ya,” terangnya.

    Sehingga menurutnya, seharusnya dalam perkara jabatan Sekda Al Muktabar tersebut, tidak buru-buru mengajukan surat pemberhentian Sekda kepada Kemendagri. Sebab yang diajukan oleh Al Muktabar hanyalah surat pindah tugas dan cuti.

    Di sisi lain, penunjukkan Muhtarom sebagai Plt Sekda pun dianggap tidak tepat. Sebab berdasarkan aturan yang pihaknya dapat, Plt Sekda sudah tidak ada untuk kasus Sekda definitif yang berhalangan tetap serta meninggal dunia dan digantikan menjadi Penjabat Sekda.

    Ojat mengacu pada Permendagri Nomor 91 tahun 2019 tentang Penunjukkan Penjabat Sekretaris Daerah dan Perpres Nomor 3 tahun 2018 tentang Penjabat Sekretaris Daerah.

    Dalam Permendagri Nomor 91 tersebut, pada pasal 2 ayat 1, disebutkan bahwa Penunjukan penjabat sekretaris daerah dilakukan dalam hal: a. jangka waktu 3 (tiga) bulan terjadinya kekosongan sekretaris daerah terlampaui; dan b. sekretaris daerah definitif belum ditetapkan.

    Pada ayat 2, diterangkan bahwa penunjukan penjabat sekretaris daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara: a. Menteri menunjuk penjabat sekretaris daerah provinsi; dan b. Gubernur menunjuk penjabat sekretaris daerah kabupaten/kota.

    Sedangkan dalam Perpres Nomor 3 tahun 2018, pada Pasal 3, disebutkan bahwa kekosongan Sekretaris Daerah terjadi karena Sekretaris Daerah diberhentikan dari jabatannya, diberhentikan sementara sebagai pegawai negeri sipil, dinyatakan hilang, atau mengundurkan diri dari jabatan dan/atau sebagai pegawai negeri sipil.

    Pada pasal 7 ayat 1, disebutkan bahwa Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat mengusulkan secara tertulis 1 (satu) calon penjabat sekretaris daerah provinsi kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak sekretaris daerah provinsi tidak bisa melaksanakan tugas atau terjadinya kekosongan sekretaris daerah provinsi.

    “Saya melihatnya, itu yang menurut saya lebih sesuai dengan aturan perundang-undangannya,” kata Ojat.

    Terpisah, Akademisi Hukum Tata Negara Universitas Lampung (Unila), Yhannu Setiawan, mengkhawatirkan Plt Sekda Muhtarom tak sengaja bertindak ‘di luar batas’ sebagai seorang Plt. Sebab, terdapat beberapa kebijakan yang berpotensi tidak dapat dilakukan oleh seorang Plt Sekda, seperti mengangkat pegawai.

    Menurutnya, dalam proses administrasi kepegawaian harus mengacu pada aturan hukum yang berlaku. Sehingga, hasil dari kebijakan itu tetap memiliki legitimasi secara hukum.

    “Maka nanti akan muncul pertanyaan, seberapa legitimate suatu produk kebijakan yang dibuat oleh penyelenggara administrasi kepegawaian dan keuangan di pemerintahan,” ujarnya.

    Ia mengatakan, dalam sebuah proses rekrutmen jabatan, baik itu pratama, utama maupun yang lainnya, tetap harus berpegang teguh pada aturan perundang-undangan yang berlaku.

    “Legitimate kah proses yang dilakukan. Baru kemudian yang kedua, prosedur langkah proses yang dilakukan, yang ketiga apakah bisa efektif perbuatan dan tindakan administrasi kepegawaian dilakukan melalui proses rekrutmen itu,” ucapnya.

    Ia mengatakan, lantaran di setiap kebijakan harus berlandaskan hukum, maka Pemerintah Daerah, dalam hal ini Pemprov Banten, harus menjalankan aturan sesuai dengan aturan yang telah tertulis. Jangan sampai pemerintah menafsirkan sehingga terjadi bias aturan.

    “Tugasnya pemerintah itu mengeksekusi, melaksanakan perintah peraturan perundang-undangan. Tidak usah ditafsir, enggak usah dibelok-belokin, enggak usah dipergunakan argumen yang lain,” katanya.

    Menurut Yhannu, prinsip dari negara hukum adalah proses hukum dan akibat hukum. Maka dari itu, apabila terdapat kebijakan yang tidak sesuai dengan hukum, akan menimbulkan akibat hukum pula. Hal ini jelas akan menjadi bom waktu jika pelaksanaan administrasi tidak sesuai dengan peruntukannya.

    “Laksanakan saja, kalau enggak melaksanakan sesuai teksnya, ya nanti akan muncul akibat-akibatnya. Jadi jangan pernah berpikir bahwa suatu perbuatan yang tidak sesuai dengan teks itu tidak akan menimbulkan akibat. Pasti menimbulkan akibat,” ucapnya.

    (DZH/PBN)

  • Pemeriksaan Skandal BOP PAUD Disebut Sandiwara

    Pemeriksaan Skandal BOP PAUD Disebut Sandiwara

    PANDEGLANG, BANPOS – Terkait dengan kasus dugaan pemotongan Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) di 672 lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Kabupaten Pandeglang, yang saat ini sedang dilakukan Pemeriksaan Khusus (Riksus) oleh Inspektorat Kabupaten Pandeglang. Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) Kabupaten Pandeglang menilai pemeriksaannya lamban dan terkesan mengulur waktu.

    Ketua DPC GMNI Kabupaten Pandeglang, TB Affandi mengatakan, Riksus dugaan pemotongan BOP PAUD yang dilakukan oleh Inspektorat Pandeglang lambat dan tidak jelas progress pemeriksaannya.

    “Jangan-jangan Inspektorat bersandiwara dalam melakukan Riksus dugaan pemotongan BOP PAUD agar terlihat melakukan pemeriksaan saja di mata publik, karena hingga kini progress pemeriksaannya tidak jelas,” kata TB Affandi kepada BANPOS melalui pesan WhatsApp, Minggu (30/1).

    Selain itu, inspektorat juga dalam memeriksa pengelola PAUD hanya orang-orang yang telah dipilih oleh seseorang, sehingga informasi yang diterima dari pengelola PAUD satu suara.

    “Sudah menjadi rahasia umum bahwa hampir seluruh pengelola PAUD tidak berani dan takut untuk menyampaikan fakta sebenarnya, sehingga hasil pemeriksaannya sama. Ada pengelola PAUD yang berani menyampaikan adanya pembelian buku dan dalam pembeliannya dibawah tekanan, ini malah belum pernah dipanggil,” ujarnya.

    Menurutnya, jika Inspektorat hanya memanggil pengelola PAUD yang tidak berani menyampaikan fakta. Pihaknya menilai bahwa Inspektorat sedang memainkan peran dalam sebuah sinetron yang ujung ceritanya happy ending bagi seseorang yang diduga terlibat dalam dugaan pemotongan BOP PAUD.

    “Kalau Riksus nya seperti itu, saya kira Inspektorat sedang memainkan peran dalam sebuah kisah sinetron yang berujung happy ending bagi pemeran utamanya,” ucapnya.

    Oleh karena itu, untuk memastikan sejauh mana pemeriksaan yang sudah dilakukan oleh Inspektorat. Pihaknya akan melakukan aksi unjuk rasa.

    “Kita akan unjuk rasa untuk menanyakan progress pemeriksaannya,” tegasnya.

    (DHE/PBN)

  • Hingga Lengser WH-AA, Ratusan Aset Belum Bersertifikat

    Hingga Lengser WH-AA, Ratusan Aset Belum Bersertifikat

    SERANG, BANPOS – Nasib 403 bidang lahan aset negara milik Pemprov Banten yang belum bersertifikat diprediksi tidak akan selesai pada masa jabatan Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) dan Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy. Hal ini dikarenakan, secara rencana anggaran masih membutuhkan waktu dua tahun untuk menyelesaikannya, dengan adanya potensi penyerobotan atau klaim oleh pihak luar, seperti lahan di Kabupaten Lebak yang dipatok oleh pengembang perumahan.

    Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy (AA) saat mengikuti sosialisasi program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang digelar Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional secara virtual untuk seluruh kepala daerah di Indonesia, Kamis (27/1) mengungkapkan dari seribu lebih bidang lahan aset milik pemprov, sebagian besar sudah bersertifikat.

    “Masih ada sekitar 403 bidang lahan aset Pemprov Banten yang belum tersertifikasi. Sementara yang sudah disertifikasi mencapai 615 bidang lahan,” kata Andika.

    Dengan kata lain sudah sekitar 60,41 persen aset lahan Pemprov Banten yang sudah tersertifikasi.

    “Dengan 38,59 persen sisanya yang belum tersertifikasi itu,” jelasnya.

    Adapun, diperkirakan masa jabatan AA yang tinggal menghitung hari ini, atau tepatnya pada bulan Mei nanti, tidak akan cukup untuk menyelesaikan kekurangan sertifikat aset tersebut.

    “rencana anggaran kami ini dapat diselesaikan dalam dua tahun anggaran,” ungkapnya.

    Pada acara yang dipimpin oleh Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil tersebut terungkap pemprov menargetkan untuk menyelesaikan proses sertifikasi lahan aset yang belum ada, akan dilakukan dalam 2 tahun anggaran.

    “Tadi kami sampaikan ke Pak Kakanwil (Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN Banten Rudi Rubijaya) bahwa target kami menyelesaikan sertifikasi aset lahan Pemprov Banten dalam 2 tahun anggaran, tapi dijawab oleh Pak Kakanwil bahwa Kanwil BPN Banten siap membantu kami untuk menyelesaikannya dalam satu tahun,” kata Andika.

    Sementara itu, Menteri Sofyan Djalil mengharapkan dukungan pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten kota se-Indonesia dalam melaksanakan program PTSL. Disebutkan, PTSL adalah salah satu program pemerintah yang memudahkan masyarakat untuk mendapatkan sertifikat tanah secara gratis. Sertifikat cukup penting bagi para pemilik tanah. Tujuan PTSL itu sendiri adalah untuk menghindari sengketa serta perselisihan di kemudian hari.

    “Bantu kami untuk membantu rakyat yang ada di daerah-daerah, karena tanpa dukungan itu kami tidak bisa bekerja lebih cepat,” katanya.

    Menurut Sofyan, pemerintah daerah jika ingin tanah-tanah masyarakat bisa tersertifikasi, maka diharapkan bantuan untuk memfasilitasi pemasangan tanda batas bidang tanah termasuk sempadan. “Tolong difasilitasi melalui kepala desa untuk memberikan batas tanah termasuk sempadan seperti jalan maupun sungai, ini harus diberikan sempadan dan tolong diberi batas,” ujarnya.

    Sofyan menambahkan, pemda diminta menyiapkan data-data yang diperlukan untuk kelengkapan persyaratan pendaftaran tanah, melakukan pembebasan keringanan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Untuk kegiatan PTSL, menyiapkan anggaran pra PTSL serta membantu menyediakan sarana dan prasarana operasional kegiatan PTSL.

    “Besar harapan kami daerah bisa membantu program ini dan kami akan terus memperjuangkan di pemerintah pusat. Namun karena keterbatasan anggaran untuk itu perlu dukungannya supaya bisa berjalan dengan lancar,” harapnya.

    Diketahui, lahan milik Pemprov Banten seluas 6. 500 meter persegi di Kabupaten Lebak, pada November tahun 2020 diratakan dan dipatok oleh A Dimyati. Oleh Dimyati rencananya lahan itu akan dijadikan gerbang utama perumahan yang akan dibangunya, dengan dalih dirinya memiliki surat sah kepemilikan berupa sertifikat dari BPN. Permasalahan tersebut telah difasilitasi oleh Kejati Banten, namun hingga saat ini belum.ditemukan titik temunya. Keduanya saling mengklaim, dengan bukti kepemilikan yang sah.

    (RUS/PBN)

  • Camat Pegang Janji AA Soal Pembangunan Kecamatan Curug

    Camat Pegang Janji AA Soal Pembangunan Kecamatan Curug

    SERANG, BANPOS – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten diminta untuk dapat turun tangan membantu Kota Serang, khususnya Kecamatan Curug, dalam hal pembangunan. Sebab, KP3B yang merupakan Kantor Pemerintahan Banten, berada di Kecamatan Curug. Diketahui, berdasarkan data BPS, pada tahun 2019, daerah ini bahkan mencatat adanya 2 orang pengidap gizi buruk.

    Camat Curug, Ahmad Nuri mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan komunikasi personal dengan Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy, mengenai bantuan pembangunan untuk Kecamatan Curug.

    “Beliau (Wakil Gubernur, Andika Hazrumy) sudah sangat konsen, dan tinggal nanti eksekusinya saja,” ujarnya saat diwawancarai awak media usai menggelar Musrenbang Kecamatan di Kecamatan Curug, Kamis (27/1).

    Menurutnya Pemprov Banten seharusnya dapat turun untuk membantu pembangunan di Kecamatan Curug, lantaran KP3B berada di kecamatan tersebut. Nuri pun mengaku siap untuk membuat perjanjian bertemu dengan Gubernur Banten, untuk membicarakan hal itu.

    “Karena kan beliau (kantor KP3B) ada di wilayah Kecamatan Curug. Jangan berbicara mercusuar yang jauh, sementara di Curug masih ada rumah tak layak huni, dan kemiskinan,” tuturnya.

    Sementara dalam rencana pembangunan tahun depan, Nuri menuturkan bahwa pihaknya telah mencanangkan ruang terbuka hijau (RTH) sebagai program prioritas di Kecamatan Curug.

    “Karena selama ini Curug tidak punya pasar, alun-alun, dan RTH. Makanya nanti program prioritas di Kecamatan Curug itu membangun area publik,” terangnya.

    Selain itu, kantor Kecamatan Curug pun akan dipindahkan ke Bojong Salam. Kantor tersebut juga nantinya akan dijadikan pusat area publik, sehingga bisa digunakan oleh masyarakat Kecamatan Curug.

    “Kalau 2023, tinggal menyelesaikan persoalan sampah dan menjaga kebersihan, dengan membangun ruas jalan yang rapi, dan penyerapan tenaga kerja,” katanya.

    Wali Kota Serang, Syafrudin, mengatakan bahwa Kecamatan Curug menjadi sorotan publik lantaran berdekatan dengan KP3B. Sehingga, baik infrastruktur jalan maupun pelayanan, harus berjalan dengan baik. “Karena dekat dengan KP3B masyarakatnya harus cerdas dan pintar. SDM yang mumpuni,” katanya.

    (DZH/PBN)