SERANG, BANPOS – Berdasarkan laporan yang diterima DPRD Banten dari pemprov, ada sekitar 1,6 juta kendaraan roda dua dan empat yang menunggak pajak. Dan jika dikalkulasikan jumlahnya sebesar Rp1 triliun.
Aktivis KP3B yang juga Tokoh Masyarakat (Tomas) TB Muhammad Sjarkawie, Kamis (23/12) mempertanyakan peran pemprov dalam mengoptimalkan pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak kendaraan yang selama ini menjadi primadona pemasukan kas daerah (Kasda).
“Luar biasa tunggakan pajak kendaraan diangka Rp1 triliun. Kemana aja ini pemerintahnya. Bukannya ada banyak petugas yang tersebar di delapan kabupaten/kita. Bahkan kalau tidak salah ada 11 unit pelayanan teknis (UPT) Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) di delapan kabupaten/kota, dimana 11 UPT Samsat itu terdiri pejabat eselon III, eselon IV dan dibantu oleh ASN dan banyak Non ASN, tapi kenapa tunggakan kendaraan besar sekali,” ujarnya.
Dikatakan Sjarkawie, harusnya tunggakan pajak sebesar Rp1 triliun tidak terjadi di Provinsi Banten menginggat wilayah administrasi tidak seluas daerah Jawa Tengah, Jawa Timur atau provinsi di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi maupun Papua.
“Banten ini daerahya relatif mudah dijangkau, tidak seperti daerah di Pulau Sumatera, Kalimantan atau Sulawesi. Apalagi Provinsi Banten ini jangkauanya dekat dengan ibu kota (Jakarta). Jadi kalau ada masyarakat yang menunggak pajak bisa ditagih secara langsung, dengan akses yang mudah ditempuh,” katanya.
Sjarkawie mengaku pihaknya melihat ada ketidakberanian dari Pemprov Banten untuk menagih pajak kendaraan yang tertunggak. Selain masyarakat yang tak mampu untuk membayar pajak lantaran pandemi Covid-19, juga tak ada kebaranian menagih kepada orang kaya.
“Saya dengar diduga banyak orang kaya di Banten, menunggak pajak kendaraan mewah. Dan ini yang lucu, pemprov selalu berkoar bahwa masyarakat nggak mau bayar pajak. Tapi tidak berani dan menunjuk hidung kalau yang enggak mau bayar pajak itu adalah para orang kaya,” terangnya.
Anehnya lagi lanjut Sjarkawie, petugas diloket pembayaran pajak terkadang mempersulit masyarakat yang hendak membayat pajak, karena identintas yang tertera dalam STNK dengan pembayar berbeda.
“Kasus dipersulit dokumen KTP ini yang hampir setiap hari terdengar. Masyarakat ingin bayar pajak, tapi harus bawa KTP Asli sesuai dengan di STNK, tidak boleh foto kopi atau potret KTP. Jadi harus bawa fisik aslinya. Kan aneh, jauh-jauh ingin bayar pajak, tapi ditolak dengan alasan KTP harus asli dan dibawa fisiknya. Alasanya ada rasa kekhawatiran dari petugas pajak, kalau kendaraannya adalah hasil kriminiltas. Logikanya, kalau soal kriminalitas, biasanya jika ada kehilangan kendaraan, langsung diproses oleh pemiliknya ke samsat, agar kendaraan yajg hilang itu di blokir. Saya rasa ini harus dibenahi oleh Pemprov Banten. Tidak ada mempersulit masyarakat lagi kedepanya,” paparnya.
Sebelumnya, Ketua DPRD Banten, Andra Soni mengungkapkan pada saat mengadakan rapat terbatas (Ratas) diruang kerjanya pada Rabu (22/12) lalu, pihaknya mendapatkan informasi dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bahwa tunggakan pajak masih tinggi.
“Informasi yang disampaikan oleh Bapenda tadi, ada sekitar 1,6 juta kendaraan menunggak pajak. Kalau tidak salah angkanya Rp1 triliun,” kata Andra yang merupakan politisi Gerindra ini. (RUS/AZM)