Kategori: PEMERINTAHAN

  • Masalah Bangunan Sampai ke Tablet

    Masalah Bangunan Sampai ke Tablet

    DUGAAN bancakan dalam proyek yang diperuntukkan bagi sekolah, sudah lama jadi perhatian publik. Sebelumnya, sejumlah laporan terkait dugaan ‘perampokan’ uang rakyat di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Banten, sudah pernah dipaorkan klepada aparat penegak hokum dan masih terus didorong penyelesaiannya. Belum lagi proyek-proyek yang perjalanannya banyak menimbulkan keresahan.

    Seperti proyek pembangunan gedung SMKN 1 Wanasalam yang kini menuai kisruh. Mulai dari persoalan bahan material yang digunakan untuk bangunan, juga masalah pekerja bangunan yang mengaku merencanakan mogok kerja karena upahnya belum dibayar, Rabu (1/9).

    Sejumlah pihak menilai persoalan ini muncul akibat lemahnya pengawasan dari intansi terkait. Pantauan BANPOS di lapangan, Rabu (1/9), terpantau galian untuk ceker ayam (pasak bumi) itu kedalamannya hanya berkisar 50 centimeter, padahal situasi tanah di situ labil. Kemudian ditemukan juga material bahan bangunan batu berjaket bukan batu belah murni.

    Dalam keterangannya, pengawas proyek tersebut, Diki mengatakan, bahwa untuk pengerjaan konstruksi, dirinya menyarankan wartawan untuk konfirmasi kepada konsultan. Namun ketika ditanya soal penggunaan listrik, air dan lain-lain, pihaknya berdalih sudah berdasarkan surat perjanjian dengan pihak sekolah.

    “Ada pun untuk listrik kenapa mengunakan fasilitas sekolah, memang betul listrik itu tertuang dalam rancangan anggaran belanja (RAB) karena jaringan untuk penghubung gensetnya untuk menyalakan lampu tembak tidak memadai, maka kami menggunakan fasilitas di sekolah. Dan kita pun membuat kesepakatan suratan perjanjian dengan pihak sekolah untuk memakai listrik di sekolah. Tapi untuk pengeboran itu tidak ada kang, dalam RAB justru kami mengikuti instruksi dari dinas, untuk mengunaka air yang sudah ada saja di sekolah,” ujar Diki.

    Sementara di lain pihak, para pekerja mengeluh terkait pembayaran yang tidak komitmen, bahkan mereka mengancam akan melakukan mogok kerja bila upah mereka tidak segera dibayarkan.

    “Bila mana dalam tempo dua hari tidak dibayarkan sejak hari ini, kami pun akan mogok kerja dan demo,” ujar salah satu pekerja yang engan di sebutkan namanya.

    Terpisah, sorotan lain muncul dari Satgas Covid-19 Desa Parungsari. Mereka menyangkan kurangnya koordinasi pihak pelaksana proyek SMKN 1 Wanasalam, terutama terkait tenaga pekerjanya (Naker) yang tidak mempunyai sertifikat vaksin.

    Bahkan Tim Satgas Covid-19 desa setempat berniat akan menghentikan kegiatan pelaksaan, itu bilamana naker tidak mempunyai sertifikat vaksin.

    “Pekerjan proyek SMKN 1 Wanasalam sementara di berhenti kan dulu, agar para pekerjanyan divaksin dulu guna mengurangi penyebaran covid-19,” ujar Komarudin selaku Ketua Satgas Covid-19 Desa Parungsari kepada BANPOS.

    Diketahui bahwa kegiatan proyek tersebut merupakan bagian dari paket Belanja Modal Bangunan Gedung Tempat Pendidikan Pembangunan Prasarana SMKN Kabupaten Lebak (DAK) Tahun anggaran 2021, dengan anggaran sebesar Rp 3,5 Miliar lebih. Sementara untuk pelaksananya yakni dari CV Cahaya Ali Pratama.

    Sementara, kasus lain di Dindkbud Banten yang juga pernah mencuat pada tahun lalu adalah dugaan tindak pidana korupsi pengadaan handphone tablet di Dindikbud Provinsi Banten KCD Lebak dan Dindikbud Pandeglang. Dugaan itu dilaporkan Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP) kepada Kejati Banten.

    ALIPP menduga bahwa terjadi penggelembungan harga pada pengadaan tersebut. Diperkirakan kerugian yang diakibatkan dugaan tindak pidana korupsi tersebut sebesar Rp4.2 miliar dengan masing-masing kerugian Rp1 miliar pada KCD Lebak dan Rp3.2 miliar pada Dindikbud Kabupaten Pandeglang.

    Dalam pengadaan barang itu, diketahui bahwa standar untuk Handphone Tablet yang dibeli yakni dengan merek Samsung. Namun ternyata yang dibeli dimonopoli oleh merek Cina seperti Axio, Samyong dan Sambio. Adapun selisih harganya mencapai Rp400 ribu hingga Rp600 ribu per unit.

    Kasi penerangan hukum (Penkum) pada Kejati Banten, Ivan Siahaan, mengatakan bahwa pihaknya telah menindaklanjuti laporan ALIPP dan berkoordinasi dengan Kejari Lebak dan Pandeglang untuk proses lebih lanjut.

    Ketika itu, Kasi Penkum Kejati Banten, menjelaskan bahwa laporan ALIPP sudah diproses. Untuk kelancaran proses pemeriksaan ini dikoordinasikan dan dikerjasamakan dengan Kejari Lebak dan Pandeglang.

    Ia mengatakan, keputusan agar pemeriksaan dilakukan oleh masing-masing Kejari diambil agar adanya efisiensi waktu dan tenaga. Sebab apabila pemeriksaan tetap dilakukan di Kejati Banten, dinilai kurang efektif.

    “Karena kan kalau kesini tidak efektif. Apalagi ini menyangkut beberapa kepala sekolah. Kalau guru-guru disuruh kesini kan kasian, jadi lebih dekat mereka diperiksa oleh Kejari masing-masing daerah,” ucapnya, Kamis (22/10/2020).(RUS/DZH/ENK)

  • ‘Bancakan’ Cuan Sekolah

    ‘Bancakan’ Cuan Sekolah

    UNDANG-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 49 ayat 1 telah mengatur bahwa besaran anggaran pendidikan dari APBD dan APBN di luar gaji pendidikan dan biaya pendidikan kedinasan, minimal dialokasikan sebesar 20 persen.

    Besarnya anggaran untuk pendidikan hingga seperlima total anggaran APBD dan APBN diharapkan menjadi salah satu modal, dalam melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan dapat bersaing.

    Akan tetapi, beberapa peristiwa dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) serta karut-marut dalam pengelolaan anggaran, justru sering kalinya muncul dari dunia pendidikan di Provinsi Banten. Bahkan beberapa diantaranya tengah ‘digarap’ oleh Korps Adhyaksa hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Seperti kasus dugaan korupsi pada pengerjaan Feasibility Study (FS) untuk pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) pada Dindikbud Provinsi Banten. Proyek pembuatan FS tersebut diduga bodong alias fiktif, lantaran tidak ada pembangunan atau tindak lanjutnya.

    Kasi Penkum pada Kejati Banten, Ivan H. Siahaan, mengatakan bahwa kasus dugaan pengadaan FS fiktif pembangunan USB pada Dindikbud Provinsi Banten senilai Rp800 juta, saat ini masih dihitung kerugian negaranya oleh BPK.

    “Masih Perhitungan Kerugian Negara (PKN) di BPK. Ini kan kasus tunggakan, dari yang sebelum-sebelumnya,” ujar Ivan saat dihubungi BANPOS melalui sambungan telepon, Sabtu (11/9).

    Kasus pengadaan FS fiktif pembangunan USB tersebut mencuat setelah LSM Perkumpulan Maha Bidik Indonesia melaporkan dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) tersebut ke Kejati Banten pada 2019 yang lalu.

    Mereka menduga bahwa proyek pengerjaan FS senilai Rp800 juta pada tahun anggaran 2018 tersebut untuk pembangunan USB dan perluasan sekolah SMA dan SMK, telah dikorupsi. Beberapa pihak telah dipanggil untuk dimintai keterangan, mulai dari Kepala Sekolah, PPTK kegiatan hingga mantan sekretaris Dindikbud Provinsi Banten, Djoko Waluyo.

    Kepada BANPOS, Ketua Maha Bidik, Moch Ojat Sudrajat mengungkapkan, laporannya ke Kejati Banten berawal dari dibatalkannya sejumlah proyek pengadaan lahan sekolah di tahun 2018. Dalam angaran itu, juga tertera anggaran untuk Belanja Jasa Konsultasi Perencanaan untuk Belanja Modal Tanah – Pengadaan Tanah Untuk Bangunan Gedung sebesar Rp1,6 miliar.

    Untuk jasa konsultasi itu dibagi dua, yaitu belanja Jasa Konsultan FS sebesar Rp800 juta dan belanja Jasa Konsultan Appraiser sebesar Rp800 juta. Kedua jasa konsultasi itu seharusnya dikerjakan untuk 16 titik lokasi,” kata Ojat.

    Namun, meski dibatalkan, Ojat mengungkapkan, bahwa Dindikbud Banten telah dilakukan pembayaran jasa kepada pihak perusahaan penyedia jasa, pada tanggal 26 dan 27 Desember 2018. KArena itu, pihaknya melihat ada potensi kerugian keuangan daerah di Provinsi Banten atas pembayaran tersebut sebesar Rp782,539 juta.

    Ojat juga membeberkan, ada dua dua orang pejabat pengadaan lahan di Dindikbud Banten di tahun anggaran 2018 yang diduga seharusnya tidak berhak untuk mencairkan dana pembayaran FS kepada pihak ketiga. Dua pejabat itu termasuk seorang Pegawai Negeri Sipil dari Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi (BPKP) Banten yang dipekerjakan di Dindikbud Banten, berinisial DW.

    “Bapak DW dipekerjakan di Pemprov Banten dengan masa tugas selama tiga tahun berdasarkan surat dari BPKP dengan nomor : R-1168/SU/02/2014 tanggal 7 Juli 2014 dan ditempatkan serta dipekerjakan di Pemprov Banten dengan dasar Keputusan Gubernur Banten Nomor : 800/Kep.55-BKD/2015 tanggal 15 Januari 2015,” kata Ojat.

    Dengan begitu, kata Ojat, masa kerja DW di Dindikbud Banten seharusnya habis pada 3 Februari 2018. Namun, pada 5 April 2018 DW justru sebagai diangkat sebagai sekretaris di Dindikbud Banten berdasarkan Keputusan Gubernur Banten Nomor : 821.2/KEP.95-BKD/2018 tanggal 5 April 2018. Posisi ini juga sekaligus membuat DW secara otomatis menjadi kuasa pengguna anggaran (KPA) di Dindikbud Banten.

    “Sehingga dapat diduga pengangkatan Bapak DW sebagai sekretaris di Dindikbud Banten sudah berakhir. Sedangkan Pemprov Banten baru mengajukan Permohonan Perpanjangan Jangka waktu dipekerjakan PNS BPKP yang salah satunya adalah Bapak JOKO WALUYO dengan surat nomor : 800/3128-BKD/2018 tanggal 5 Oktober 2018,” ungkap Ojat.

    Selain itu, Ojat juga mengungkapkan dugaan peran seorang pejabat lain yang bertugas sebagai pejabat teknis pelaksanan kegiatan (PPTK) dalam kegiatan pengadaan lahan itu. PPTK dalam kegiatan itu diduga telah menandatangani dokumen-dokumen sebelum dirinya ditetapkan sebagai PPTK.

    “Diantaranya dokumen berupa Nota Pencairan Dana (NPD) Tanpa nomor tanggal 13 Desember 2018 yang ditandatangani oleh PPTK, sehingga diduga ada beberapa dokumen lainnya yang ditandatangani oleh pejabat yang menyatakan dirinya sebagai PPTK padahal saat ditandatanganinya dokumen tersebut belum ditetapkan sebagai PPTK,” kata Ojat.

    Kasi Penkum pada Kejati Banten, Ivan H. Siahaan, mengatakan bahwa kasus dugaan pengadaan Feasibility Study (FS) fiktif pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) Dindikbud Provinsi Banten senilai Rp800 juta, saat ini masih dihitung kerugian negaranya oleh BPK.

    “Masih Perhitungan Kerugian Negara (PKN) di BPK. Ini kan kasus tunggakan, dari yang sebelum-sebelumnya,” ujar Ivan.

    Kasus pengadaan FS fiktif pembangunan USB tersebut mencuat setelah LSM Perkumpulan Maha Bidik Indonesia melaporkan dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) tersebut ke Kejati Banten pada 2019 yang lalu.

    Mereka menduga bahwa proyek pengerjaan FS senilai Rp800 juta pada tahun anggaran 2018 tersebut untuk pembangunan USB dan perluasan sekolah SMA dan SMK, telah dikorupsi.

    Beberapa pihak telah dipanggil untuk dimintai keterangan, mulai dari Kepala Sekolah, PPTK kegiatan hingga mantan sekretaris Dindikbud Provinsi Banten, Djoko Waluyo.

    Digarap KPK
    Sebelum kasus FS, dugaan bancakan dana sekolah juga terjadi di Dindikbud Banten pada 2017 lalu. Tepatnya pada pembebasan lahan untuk pembangunan SMK Negeri 7 Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Dalam pembebasan tersebut, Pemprov Banten merogoh kocek hingga Rp17,9 miliar.

    Direktur Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP), Uday Suhada, yang juga merupakan pelapor dugaan korupsi tersebut mengatakan, berdasarkan hasil temuan pihaknya, terjadi transaksi yang mencurigakan. Pasalnya, dalam pembebasan lahan tersebut, diduga terdapat beberapa pihak yang ikut menikmati pembebasan. Sebab, pemilik lahan yang dibebaskan yakni Sofia, hanya menerima uang ganti rugi sebesar Rp7,3 miliar dari anggaran pembebasan lahan sebesar Rp17,9 miliar. Uang tersebut pun tidak ditransfer ke rekening Sofia, melainkan melalui kuasa pemilik tanah berinisial AK.

    Adapun sisanya, diduga telah dipotong sejak pertama melakukan transfer ke rekening AK. Karena, yang ditransfer ke rekening AK hanyalah Rp10.589.063.000 saja. Sedangkan untuk sisanya yakni Rp7.392.937.000, tidak diketahui keberadaannya. AK selaku kuasa pemilik tanah pun menerima sebesar Rp3.289.063.000.

    “Artinya, yang riil untuk pembebasan tanah itu Rp7,3 miliar. Sedangkan Rp10,6 miliar itu yang patut dipertanyakan,” terang Uday.

    Untuk diketahui, tanah seluas 6.000 meter persegi tersebut berdasarkan dokumen Nilai Ganti Rugi (NGR), dihargai per meter persegi sebesar Rp2.997.000.

    Pada tahun 2017, Dindikbud Provinsi Banten bukan hanya melakukan pembangunan dan pembebasan lahan untuk SMKN 7 Tangsel saja, namun terdapat 8 sekolah lainnya yang dibangun dan dilakukan pembebasan lahan. Selain SMKN 7, ALIPP pun menemukan kejanggalan pada dua lokasi pembebasan lahan.

    Seperti yang terjadi pada pembebasan lahan SMAN 1 Bojongmanik, Kabupaten Lebak. Menurut ALIPP berdasarkan penelusuran, lahan seluas 15 ribu meter persegi yang dibebaskan oleh Pemprov Banten, ternyata telah tercatat sebagai aset milik Pemkab Lebak. Terdapat potensi ‘tanah negara dibeli oleh negara’.

    MK selaku Kades Bojongmanik pada saat itu, mengaku bahwa tanah tersebut merupakan miliknya. Hingga akhirnya dibeli oleh Pemprov Banten seharga Rp60 ribu per meter persegi. Namun, yang didapat oleh MK hanyalah Rp20 ribu per meter persegi saja. Rp40 ribu lainnya diduga dinikmati oleh oknum Dindikbud Provinsi Banten.

    Lalu, ALIPP juga menemukan kejanggalan pada pembebasan lahan SMAN dan SMKN CIkeusik, Kabupaten Lebak. Lokasi SMAN Cikeusik berada di blok Blengbeng, Desa Cikeusik, Kabupaten Lebak seluas 16.090 meter persegi. Sedangkan lokasi tanah SMKN Cikeusik berada di Desa Nanggala, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Lebak dengan luas 14.784 meter persegi.

    Nilai ganti rugi yang telah ditetapkan untuk tanah di Blok Blengbeng yakni Rp107 ribu per meter persegi. Adapun untuk ganti rugi di Desa Nanggala sebesar Rp103 ribu per meter persegi. Namun ternyata, berdasarkan pengakuan pemilik tanah, mereka hanya dibayarkan sebesar Rp60 ribu per meter persegi saja.

    Selisih yang muncul pada pengadaan tanah tersebut sebesar Rp756.230.000 pada pengadaan lahan di blok Blengbeng dan Rp635.712.000 pada pengadaan lahan di Desa Nanggala diduga diambil oleh salah satu tim sukses Gubernur Banten, inisial Dad. Informasi tersebut didapat dari perantara pengadaan lahan, inisial Waw.

    ALIPP juga melihat adanya ketidaklayakan atas lokasi lahan atau tanah SMKN 7 Tangsel, SMKN Cikeusik dan SMAN 1 Bojongmanik Kabupaten Lebak, karena tidak adanya akses jalan masuk, karena terhalang pagar perumahan setempat. Demikian juga dengan jarak yang jauh dengan jalan raya dan atau sekolah filial.

    “Dari hasil uji petik di tiga tempat tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa patut diduga telah terjadi praktek Tindak Pidana Korupsi dan Gratifikasi. Menurut perhitungan kami, potensi kerugian keuangan negara atas pembebasan 3 lahan tersebut setidaknya berjumlah Rp12,673 milair lebih,” ujar Uday.

    Minggu pertama di bulan September, KPK merilis upaya hukum yang telah dilakukan oleh lembaga anti rasuah tersebut atas dugaan kasus korupsi pada pengadaan lahan SMKN 7 Tangsel. Beberapa barang pun diamankan untuk dijadikan sebagai barang bukti, salah satunya yakni dua unit mobil.

    Plt. Juru bicara KPK, Ali Fikri, dalam keterangannya mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan upaya paksa penggeledahan, terhadap beberapa kediaman dan kantor pihak-pihak yang berkaitan dengan pengadaan lahan SMKN 7 Tangsel.

    “Tim Penyidik telah selesai melakukan upaya paksa penggeledahan di beberapa tempat di wilayah Jakarta, Tangerang Selatan, Serang dan Bogor, yaitu rumah kediaman dan kantor dari para pihak yang terkait dengan perkara ini,” ujarnya melalui keterangan tertulis beberapa waktu yang lalu.

    Ia mengatakan, dalam penggeledahan yang dilakukan pada Selasa (31/8) lalu tersebut, pihaknya mengamankan beberapa barang. Ke depan, barang tersebut akan dijadikan sebagai barang bukti perkara.

    “Selama proses penggeledahan tersebut, telah ditemukan dan diamankan berbagai barang yang nantinya akan dijadikan sebagai barang bukti diantaranya dokumen, barang elektronik dan dua unit mobil,” tuturnya.

    Barang-barang tersebut pun akan dilakukan analisa dan menurutnya akan segera dilakukan penyitaan untuk melengkapi berkas perkara tersebut. Kendati demikian, Ali Fikri mengaku belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut.

    “KPK belum dapat menginformasikan secara menyeluruh konstruksi perkaranya dan siapa saja pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka,” katanya.

    Namun menurutnya, informasi lebih detail mengenai perkara tersebut akan diumumkan apabila telah dilakukan upaya paksa penangkapan dan atau penahanan terhadap para tersangka.

    “KPK nantinya akan selalu menyampaikan kepada publik setiap perkembangan penanganan perkara ini, dan kami berharap publik untuk juga turut mengawasinya,” terangnya.

    Kepala Dindikbud Provinsi Banten, Tabrani, enggan mengomentari mengenai beberapa kasus dugaan korupsi, yang saat ini tengah digarap oleh Korps Adhyaksa maupun KPK. Menurutnya, beberapa kasus tersebut terjadi sebelum dirinya menjabat.

    “Ya jangan tanya yang tahun sebelumnya, saya mah ogah. Saya mah kan baru menjabat kepala dinas 15 Oktober tahun 2020,” ujarnya dikonfirmasi melalui sambungan telepon.

    Namun ia menjelaskan bahwa pada 2021 ini, pihaknya memang telah merencanakan adanya pembangunan beberapa unit sekolah baru (USB).

    “Satu diantara tujuan itu adalah untuk menyiapkan USB bagi sekolah-sekolah filial yang ada di Provinsi Banten, dan memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap SMA, SMK dan SKh,” tuturnya.

    Menurutnya, Dindikbud Provinsi Banten telah melakukan beberapa pembebasan lahan untuk pembangunan USB itu. Namun ternyata, rencana pembangunannya tidak sesuai dengan yang direncanakan, karena terjadi refocusing anggaran sehingga beberapa USB tidak jadi dibangun.

    “Tetapi juga tetap ada yang dilaksanakan. Misalkan ada yang di Lebak, Banten Selatan. Di situ kan banyak sekolah-sekolah filial yang masih menumpang di sekolah lain. Bagaimana dengan yang lainnya? Kami tetap akan bangun. Ini kan prosesnya masih berjalan, untuk tanah yang sudah kami beli pada 2021, akan kami bangun di tahun 2022 besok. Mudah-mudahan awal tahun sudah bisa dibangun,” ungkapnya.

    Dalam pembebasan lahan tersebut, Tabrani mengakui bahwa pihaknya telah mengikuti aturan dan prosedur yang berlaku. “Saya dalam merencanakan sebuah pembangunan, saya akan tetap berpegang pada prosedur dan aturan yang ada,” ujarnya.

    Ia mengatakan, pada pengadaan lahan untuk pembangunan USB tersebut, pihaknya telah memilih konsultan yang kredibel sehingga hasil dari Feasibility Study atau Uji Kelayakan tanah untuk pembangunan, benar-benar layak untuk dibangun sekolah.

    “Kalau pengadaan lahan, kami akan awali dengan mengadakan Feasibility Study yang dilakukan oleh konsultan yang kredibel. Biarlah dia yang menilai, titik mana yang menurut konsultan layak untuk digunakan, itu yang kami pakai. Tidak boleh ada intervensi dari siapapun,” katanya.

    Setelah ditemukan lokasi lahan yang menurut konsultan layak untuk dibangun, pihaknya pun melakukan koordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN), agar tanah tersebut mendapatkan surat keterangan tanah dari BPN.

    “Kami berkoordinasi dengan BPN. Itu untuk melakukan pengukuran sampai dengan keluar Surat Keterangan Tanah oleh BPN. Setelah BPN selesai, maka kemudian kami serahkan kepada konsultan appraisal untuk menilai berapa harga jual dari tanah tersebut,” jelasnya.

    Jika konsultan appraisal sudah mengeluarkan nilai jual tanah, pihaknya baru menyampaikan harga tersebut kepada pemilik tanah. Sehingga jika pemilik tanah bersepakat dengan nilai harga hasil appraisal, tanah tersebut akan dibeli.

    “Setelah appraisal, maka kami sampaikan kepada pemilik. Kalau dia setuju, maka terjadi proses jual beli. Kalau si pemilik tidak setuju, maka tidak boleh. Tidak jadi jual beli. Jika memang seluruhnya sudah selesai, maka dilakukan pembayaran,” ungkapnya.(RUS/DZH/ENK)

  • Apartemen Tersangka Perpajakan Disita, DJP Banten Limpahkan Kasusnya ke Kejati

    Apartemen Tersangka Perpajakan Disita, DJP Banten Limpahkan Kasusnya ke Kejati

    SERANG, BANPOS – Tim Penyidik PNS Kanwil DJP Banten melakukan penyitaan terhadap aset milik tersangka RHW selaku mantan direktur PT PNS terkait dugaan tindak pidana perpajakan dalam kurun waktu Juni 2011 hingga Desember 2014.

    Kabid Penyuluhan Pelayanan dan Humas Kanwil DJP Banten Sahat Dame Situmorang kepada wartawan Jumat (10/9 mengatakan, penyitaan dilakukan pada hari Rabu (8/9) terhadap aset berupa satu unit apartemen di Apartemen Saveria South Tower Lantai 11/21 yang berlokasi di Jalan.BSD Raya Barat No. 21, Sampora, Cisauk, Tangerang serta dua unit mobil.

    Tersangka RHW diduga menggunakan faktur pajak fiktif/tidak berdasarkan transaksi sebenarnya (TBTS) yang diterbitkan oleh 122 perusahaan penerbit faktur pajak dan diduga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp47,830 miliar.

    Sahat mengatakan RHW diduga telah melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf d dan Pasal 39A huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

    “Atas perbuatan tersebut, RHW dapat dijerat dengan hukuman pidana yaitu pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama enam tahun serta denda paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang dan paling banyak enam kali jumlah terutang,” katanya dalam keterangan resmi

    Untuk menunjang lancarnya proses penyitaan, Tim penyidik PNS Kanwil DJP Banten melakukan upaya komunikasi dengan tersangka dan pihak pengelola gedung apartemen.

    “Tim juga didampingi oleh pejabat fungsional penilai Kanwil DJP Banten yang bertugas untuk menilai aset yang disita untuk tujuan pemulihan kerugian pada pendapatan negara. Tim penyidik PNS Kanwil DJP Banten kini tengah mempersiapkan berkas perkara agar dapat segera dinyatakan lengkap (P-21) dan dapat diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Banten,” katanya. (RUS/AZM)

  • Wartawan Diimbau Izin Sebelum Liput Proyek Bapenda Banten

    Wartawan Diimbau Izin Sebelum Liput Proyek Bapenda Banten

    LEBAK, BANPOS – Sekretaris Badan Pendapatan Daerah (Sekban) Provinsi Banten Berly R Natakusumah, mengatakan bahwa jika awak media mau meliput proyek pembangunan Samsat Malingping Tahap II, diharapkan harus mendapat izin dari Kepala Bapenda terlebih dahulu.

    Hal tersebut dikatakan Sekban kepada BANPOS menyusul adanya kesulitan awak media dalam meliput pembangunan Samsat Malingping Tahap II.

    Dalam kunjungan kerjanya ke Samsat Malingping, Jumat sore (11/09), Berly R Natakusumah membenarkan, bahwa dalam proyek tersebut memang dibatasi, bagi yang akan melakukan pengambilan gambar, memasuki area proyek harus ada izin, kecuali mereka yang berkepentingan yaitu dinas, pelaksana proyek dan pekerja.

    “Ya pak, karena proyek ini punya pemerintah dan Pejabat pembuat komitmen (PPK) ya adalah pa kaban, mestinya minta izin ke pa kaban dulu. Selanjutnya, ini sebagai masukan nanti akan saya sampaikan ke pa kaban untuk diatur waktunya, kapan bisa masuk ke area proyek tersebut,” kata Berly, usai meninjau proyek pembangunan Gedung Samsat Malingping.

    Menurut Berly, pihaknya pun sangat mengapresiasi tugas wartawan dalam peliputan, karena itu bagian dari sosial kontrol.

    “Tugas wartawan itu sangat bagus, buat sosial kontrol terhadap kinerja pemerintah dan juga pada penggunaan anggarannya. Dan saya sangat apresiasi kinerja wartawan, karena di era demokrasi semua harus keterbukaan,” ungkapnya.

    Adapun soal harus minta izin terlebih dahulu, ini juga harus dipahami secara utuh, jangan terpenggal pada konotasi sepihak yang bisa menimbulkan salah persepsi.

    “Jadi jangan sampai kesannya kami menutup diri dari pers, ini yang harus diklarifikasi. Artinya, jika mau ngadain liputan tentu harus formal dan perlu pemberitahuan. Kita tidak melarang kok. Apalagi pembangunan Samsat ini dibiayai dari dana APBD Pemprov Banten, jadi itu perlu transparan. Namun itu tentunya harus dengan etika, yakni izin dahulu, ini juga untuk membangun keberimbangan informasi,” papar Berly.(WDO/PBN)

  • Dengar Aspirasi Warga, Erick Thohir Akan Bangun Jembatan di Desa Cikuya Tangerang

    Dengar Aspirasi Warga, Erick Thohir Akan Bangun Jembatan di Desa Cikuya Tangerang

    SOLEAR, BANPOS- Warga di Kampung Koja, Desa Cikuya, Kecamatan Solear, Kabupaten Tangerang, menyampaikan aspirasi saat disambangi oleh Menteri BUMN Erick Thohir, Minggu (12/9/2021).

    Saat menyampaikan aspirasi kepada Erick Thohir, warga berharap adanya jembatan yang dapat menghubungkan kampung mereka dengan kampung di seberang sungai yakni Kampung Kabayan, Desa Mekarbaru, Kecamatan Kopo, Kabupaten Serang.
    Selama ini untuk menuju kampung seberang untuk kebutuhan ke pasar, bertani, dan sekolah, warga mengunakan rakit untuk menyebrang.

    “Ke pasar lebih dekat akses ke sana (kampung seberang). Kalo muter lumayan jauh, belasan kilometer,” ujar Julaeni, salah satu warga kepada Erick Thohir.

    Selain mempermudah akses untuk perekonomian, kata warga, kehadiran jembatan juga dibutuhkan untuk anak-anak agar lebih mudah berangkat ke sekolah.

    Sambil sesekali berkelakar, Erick Thohir tampak serius menyimak harapan warga. Ia berjanji akan berupaya memenuhi harapan warga, membangun jembatan.

    Setelah mendengarkan aspirasi warga, Erick Thohir turun ke sisi sungai untuk menemui Marsudin, warga yang puluhan tahun menawarkan jasa rakit. Kepada Marsudin, Menteri BUMN meminta izin akan membangun jembatan di lokasi tersebut yang kemungkin akan berdampak pada usaha rakit Marsudin. Untuk mengganti usaha Marsudin, Erick Thohir akan memberikan modal jualan untuk Marsudin.

    “Kalau udah ada modal, mau jualan buka warung. Kalau ada modal gede, mau buka warung sembako. Tergantung dikasih bantuannya aja. Nanti jualan apa. Kita sebagai masyarakat ngikut aja. Senang kalo dibikin jembatan. Apalagi saya dikasih modal. Enak juga,” ujar Marsudin.

    Kepada warga, Erick Thohir berharap jembatan bisa segera dibangun dan dapat dimanfaatkan oleh warga. “Insya Allah kita bangun jembatan di sini. Bapak, ibu, anak-anak sekolah bisa memanfaatkan,” ujar Erick Thohir seraya mengajak warga bisa ikut bergotong royong saat pembangunan jembatan.

    Erick Thohir juga mengingatkan agar dalam.pembangunan jembatan ini tidak melupakan sosok Marsudin yang puluhan tahun menjadi tukang rakit untuk membantu warga menyeberangi sungai. Untuk itu, Erick Thohir merogoh kocek pribadinya untuk membantu modal awal usaha bagi Marsudin.

    “Ntar kalau jembatannya sudah jadi, saya ke sini lagi. Bapak, ibu, pak Marsudin nanti saya cari. Ada di mana? Carikan tempat yang terbaik untuk usahanya, beliau sudah berkorban,” ujar Erick Thohir. (RED)

  • Perkuat Fungsi Kelembagaan, DPD RI Galang Dukungan

    Perkuat Fungsi Kelembagaan, DPD RI Galang Dukungan

    SERANG, BANPOS – Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang merupakan pembaga tinggi Negar meminta dukungan ke Banten. Alasanya, kewenangannya dianggap belum mewakili kepentingan wilayahnya di provinsi.

    “Kepada Pak Andika, beliau ini kan kepala daerah di tingkat provinsi yang korelasinya dengan kerja-kerja DPD sangat erat, kami meminta dukungan terkait upaya penguatan kewenangan DPD dalam memperjuangkan aspirasi daerah,” kata Mahyudin usai pertemuan dengan Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy di pendopo KP3B, Curug Kota Serang, Kamis (9/9).

    Mereka yang hadir dalam kunjungan kerja ke KP3B bertemu dengan Andika adalah, Andiara Aprilia Hikmat, Tb M Ali Ridho Azhari, dan Habib Ali Alwi.

    Dikatakan Mahyudin, fokus kerja DPD di antaranya adalah mengurangi disparitas antar daerah. Di Banten saja, kata dia, yang secara jarak tidak terlalu jauh dari ibukota negara yakni DKI Jakarta, namun masih banyak terdapat daerah-daerah yang tertinggal. “Kami di DPD ingin agar daerah maju, tapi kewenangan kami terbatas,” imbuhnya.

    Menurut Mahyudin, dalam fungsi legislasi misalnya, DPD hanya tidak punya kewenangan untuk memutuskan Undang-undang. Padahal sebagai perwakilan daerah, menurut dia, DPD adalah yang paling mengerti dan mewakili kepentingan daerah sehingga mengetahui kebijakan dan regulasi seperti apa yang dibutuhkan daerah untuk dapat maju dan berkembang.

    Untuk itu, pada kesempatan wacana amandemen UUD 45 yang digaungkan di Senayan saat ini oleh kalangan DPR kaitannya dengan agenda-agenda politik Nasional, menurut Mahyudin, yang justru lebih penting untuk didorong adalah amandemen Pasal 22 D yang mengatur tentang kewenangan DPD. “Sekarang saatnya menghidupkan kamar kedua (sistem bikameral) untuk meningkatkan kewenangan DPD yang pada gilirannya untuk kemajuan daerah yang diwakilinya,” imbuhnya.

    Menanggapi hal tersebut, Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy mengaku sepanjang untuk kemajuan daerah, dirinya sepakat untuk mendorong penguatan kewenangan DPD. Menurutnya, memang sudah seyogyanya kewenangan DPD diperkuat kaitannya dengan upaya lembaga tersebut memperjuangkan aspirasi daerah yang diwakilinya. “Sebagai kepala daerah, kepentingan saya bersama Pak Gubernur (Gubernur Banten Wahidin Halim) adalah kemajuan daerah yang memang salah satunya itu menjadi ladang perjuangan teman-teman DPD,” paparnya. (RUS/AZM)

  • IKM Didampingi Go-Digital

    SEJUMLAH pelaku industri kreatif masyarakat (IKM) mendapatkan pendampingan dari Kota Serang, dalam mengembangkan bisnis mereka. Pengembangan tersebut yakni mengarah pada digitalisasi IKM.

    Kepala Diskopukmperindag, Wasis Dewanto, mengatakan bahwa saat ini pihaknya tengah mendampingi 50 pelaku usaha IKM. Hal tersebut untuk meningkatkan omset mereka, di tengah tingginya angka persaingan usaha.

    “Di 2021 ini juga kami melakukan pendampingan terhadap 50 IKM Kota Serang. Memang masih belum bisa kami bina keseluruhannya yah pelaku kreatif di Kota Serang ini,” ujarnya melalui sambungan telepon, Kamis (9/9).

    Menurutnya, pendampingan tersebut dilakukan untuk pengembangan bisnis ke arah digital. Apalagi di tengah situasi pandemi Covid-19 ini, pelaku usaha harus menyesuaikan diri dengan penjualan tidak tatap muka.

    “Artinya ada perubahan strategi perdagangan. Kalau selaras dengan pandemi kan, kesempatan tatap muka dan menjual secara langsung itu terbatas. Apalagi pada saat PPKM kemarin, itu kan sangat mengganggu usaha tatap muka,” ungkapnya.

    Ia mengatakan, pengembangan usaha ke arah digital pun merupakan tuntutan zaman. Karena jika tidak menyentuh ranah digitalisasi, maka mereka akan kesulitan untuk berkembang dan bersaing dengan yang lain.

    “Jadi memang selaras lah dengan yang namanya digitalisasi UMKM. Apalagi ke depan, setiap orang bisa menjadi pengusaha. Kalau offline, mereka kan harus menyiapkan yang namanya tanah, tempat untuk berdagang, sewa tempat dan lainnya,” jelas Wasis.

    Dengan meningkatnya kemampuan digital, para pelaku usaha pun bisa berkembang menjadi marketplace ataupun menjadi reseller bagi pelaku usaha lainnya. Sehingga jaringan usaha mereka menjadi lebih luas.

    “Memang ini masih belum bisa mencakup semuanya yah untuk didampingi. Cuma insyaAllah ke depannya bakal ada penambahan, enggak cuma 50 pelaku usaha saja,” katanya.

    Sekretaris Diskopukmperindag, Um Rohmat, mengatakan bahwa program pendampingan tersebut merupakan salah satu upaya pemulihan ekonomi, yang dilakukan oleh Pemkot Serang.

    “Tentunya dengan berkembangnya pelaku usaha kecil ke arah digital, bisa mendongkrak omset serta mengembangkan jaringan usaha mereka. Nantinya, mereka bisa mengajak tetangganya untuk ikut terlibat dalam usaha mereka juga baik sebagai reseller atau marketing,” tandasnya. (DZH/AZM)

  • Dorong Transparansi Publik Desa, Dewan Minta Pemkab Kawal Program SMS

    SERANG, BANPOS- Pemkab Serang diminta untuk mengawal keterbukaan informasi publik di desa terkait dengan transparansi anggaran. Hal itu dimaksudkan untuk melibatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan di desa tersebut.

    Hal itu disampaikan oleh Kepala Dinas komunikasi, persandian dan statistik (Diskominfosatik) Kabupaten Serang, Anas Dwi Satya, dalam kegiatan diskusi kelompok terfokus sistem layanan informasi desa (SLIP) yang digelar oleh Simpul madani Serang, Kamis (9/9) di Aula DPMD Kabupaten Serang. Kegiatan tersebut juga dihadiri oleh Wakil ketua Komisi I DPRD Kabupaten Serang, Abdul Kholiq, dan organisasi mitra Simpul Madani Serang.

    “Pembangunan tersebut mulai dari perencanaan sampai pengawasan dan laporannya, bisa dilaksanakan dengan baik,” ujarnya.

    Anas menyampaikan, di beberapa desa saat ini sudah memasang baliho yang berisikan catatan anggaran dana desa. Namun hal itu tetap membutuhkan dorongan dari Pemkab Serang agar desa benar-benar dapat mengelola anggaran dengan baik.

    “Saat ini yang sudah terlihat, mulai dari transparansi anggaran secara global, sudah banyak yang melakukan publikasi di baliho. Tetapi secara praktik lainnya saya kurang tahu,” ungkapnya.

    Ia menjelaskan, banyak cara yang bisa dilakukan oleh aparatur desa untuk menyampaikan transparansi anggaran. Salah satunya melalui media sosial dan platform yang dimiliki oleh desa.

    “Tapi kami belum tahu sejauh ini bagaimana, namun tetap berupaya memfasilitasi pihak desa apabila dibutuhkan,” ucapnya.

    Untuk website desa, Anas terus mendorong agar setiap desa memiliki website masing-masing. Dengan begitu, desa bisa memuat profil serta potensi apa saja yang dimiliki.

    “Dengan adanya website desa, minimal profil desa itu muncul. Kalau sekarang hanya beberapa desa yang websitenya sudah ada dan nyantol di Kominfo,” jelasnya.

    Ia mengaku, pihaknya sempat ingin membuat seluruh website desa di tahun 2020. Namun hal itu urung dilakukan, karena adanya imbauan dari Kementerian Kominfo yang akan meluncurkan aplikasi web desa.

    “Akan dibuat domain desa yang dipermohonkan ke Kementrian, tapi karena banyak trouble, sampai saat ini masih belum ada jawaban tentang domain desa,” tandasnya.

    Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Serang, Abdul Kholiq, mengakui adanya minimalisasi transparansi informasi publik. Hal itu terjadi karena beberapa faktor, salah satunya terkait dengan sumber daya manusia (SDM).

    “Pihak DPMD sudah mengetahui akan hal itu. Makanya sering membuat pelatihan-pelatihan tentang transparansi informasi publik,” ujarnya.

    Ia menyebut, pelatihan pengelolaan informasi publik tidak hanya dilakukan oleh DPMD saja, akan tetapi Inspektorat pun terlibat dalam melakukan pembinaan terhadap desa. Begitupun dengan Diskominfosatik yang disebut cukup berperan untuk meningkatkan transparansi informasi publik di pemerintahan desa.

    “Kami dukung, dan kami harapkan ketika rekan-rekan dari Simpul Madani Serang melakukan kegiatan, tidak berhenti sampai disini. Untuk Pemkab Serang pun harus mendorong suksesnya kegiatan untuk kelangsungan transparansi informasi publik,” tuturnya.

    Dengan hadirnya pihak Bappeda, Kesbangpol dan dinas lainnya, ia meminta agar bersama-sama melakukan perubahan di desa. Perubahan ke arah yang lebih maju, dan didukung oleh anggaran-anggaran yang digunakan untuk berbagai pelatihan SDM di desa.

    “Secara bersama-sama melakukan program-program dan dari Simpul Madani Serang kami minta agar memberikan masukan kepada USAID agar menurunkan program-program yang riil kepada masyarakat seperti pelatihan lainnya. Pada intinya dari misi Bupati saat ini, menjadikan Kabupaten yang lebih maju dan berkelanjutan,” tandasnya. (MUF/AZM)

  • Transisi Perizinan Gedung Bangunan,  Pemkot Berpotensi Kehilangan Retribusi Rp13 M

    Transisi Perizinan Gedung Bangunan, Pemkot Berpotensi Kehilangan Retribusi Rp13 M

    SERANG, BANPOS- Masa transisi perubahan kebijakan dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021, tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, membuat Pemkot Serang berpotensi akan kehilangan retribusi sebesar Rp13 miliar di tahun 2021 ini. Hal itu dikarenakan pemberkasan tidak memenuhi syarat dalam masa transisi perubahan kebijakan tersebut.

    Hal itu diungkapkan oleh Ketua Komisi III DPRD Kota Serang, TB Ridwan Ahmad. Ia mengatakan, retribusi IMB atau PBG menjadi salah satu retribusi primadona di Kota Serang.

    “Ini menjadi primadona. Karena dari total retribusi, sekitar 50 persen pendapatan retribusi adalah dari IMB atau PBG, dan realisasinya sangat miris,” ujarnya, Kamis (9/9).

    Ia menyayangkan pendapatan retribusi di semester I hanya diangka Rp1,8 miliar atau baru mencapai 9 persen dari target sebesar Rp15 miliar. Belum lagi, terdapat perubahan kebijakan dari Pemerintah Pusat melalui PP Nomor 16 Tahun 2021, sehingga Pemkot Serang tidak bisa memungut sebelum beberapa syarat penunjang dipenuhi.

    “Jadi ada masa transisi dan gak bisa dipungut, dari Rp15 miliar berpotensi kehilangan retribusi Rp13 miliar,” ucapnya.

    Politisi PKS ini menyebut, retribusi iti tidak bisa dipungut karena beberapa sebab, salah satunya karena tidak ada Peraturan Daerah (Perda). Oleh karena itu, pihaknya mendorong akan berikan nota dinas kepada pimpinan DPRD agar menyurati Walikota Serang, Syafrudin.

    “Kami meminta agar ketua ketua DPRD menyurati pak Walikota hasil rapat ini, (isinya) salah satunya Walikota diminta menyampaikan perubahan Perda retribusi dalam rapat paripurna pada jadwal 20 Agustus,” jelasnya.

    Ia mengatakan, Perda tersebut juga tidak bisa berjalan bila belum dibentuk tim profesional ahli (TPA), dan tim profesional teknis (TPT). Keduanya bertugas untuk memeriksa kontruksi bangunan dan lainnya.

    “Masalahnya TPA dan TPT di kota Serang belum dibentuk. Hasil dari kesepakatan ini maka, maksimal 2 pekan terhitung hari ini DPUTR harus sudah membentuk tim itu,” ungkapnya.

    Pihaknya menilai DPUTR Kota Serang masih gagap untuk menghadapi perubahan kebijakan tersebut. Padahal, daerah lain sudah menjalankan perubahan kebijakan dan sudah bisa memungut retribusi tersebut.

    “DPUTR ini dengan pribahasa masih mengkaji dan mempelajari, loh bagaimana. Daerah lain sudah menjalani, kita masih mempelajari, sedangkan potensi kehilangan di depan Rp13 miliar,” tegasnya.

    Ia mendorong kepada Walikota Serang untuk mengeluarkan diskresi atau keputusan, agar bisa memungut retribusi di masa transisi tersebut. Diskresi tersebut agar potensi kehilangan retribusi tidak terlalu banyak.

    “Makanya kami mendorong, dalam waktu transisi waktu dekat ini, DPMPTSP dan DPUTR segera berkoordinasi terkait teknis,” tandasnya.

    Kepala DPMPTSP, Achmad Mujimi mengatakan, dengan kebijakan terbaru ini pihaknya kehilangan potensi PAD dari PBG. Karena harus terlebih dahulu menyesuaikan dengan aturan tersebut.

    “Sampai hari ini karena kami juga sudah merasa kehilangan pelayanan retribusi, karena kami tidak diperbolehkan untuk menarik retribusi sebelum ada Perda-nya,” ujarnya.

    Pihaknya bersama Komisi III DPRD Kota Serang, bertujuan memastikan kelanjutan PBG sebagai salah satu sumber PAD. Selain itu, mencari solusi agar realiasi PAD bisa tercapai sesuai target.

    “Kami simpulkan bahwa kami sudah tidak bisa memungut lagi. Karena menunggu ada kebijakan dari kementerian dalam negeri (Kemendagri). Nanti dari Kemendagri, diharapkan ada diskresi, jadi menunggu kebijakan pusat dan sementara sebelum terbit ini aturan yang baru, kami tidak bisa memungut retribusi,” tandasnya. (MUF/AZM)

  • Open Bidding Harus Profesional

    Open Bidding Harus Profesional

    SERANG, BANPOS – DPRD Kota Serang kembali menegaskan bahwa tim seleksi (Timsel) dan Pemkot Serang harus menjalankan Open Bidding secara profesional. Hal itu agar para pejabat yang terpilih dalam Open Bidding, benar-benar pejabat yang kompeten dan bisa menjalankan visi-misi dari Walikota dan Wakil Walikota Serang.

    Anggota Komisi I pada DPRD Kota Serang, Muhtar Efendi, mengatakan bahwa pelaksanaan Open Bidding harus berjalan maksimal dan profesional. Hal itu menyusul banyaknya dorongan agar Open Bidding berjalan bersih tanpa jual beli jabatan.

    “Terkait Open Biding, kami mendorong agar Pemkot dan timsel bekerja maksimal dan profesional,” ujarnya saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Kamis (9/9).

    Menurutnya, jika timsel dan Pemkot Serang menjalankan Open Bidding secara profesional, maka kemungkinan-kemungkinan terjadinya jual beli maupun titipan, akan diminimalisir. Karena mereka bekerja sesuai dengan aturan perundang-undangan.

    “Tentunya Timsel dan Pemkot harus bekerja sesuai dengan mekanisme dan perundang-undangan yang sudah di atur dalam aturanya agar open biding ini memiliki output sumberdaya yang baik,” ucapnya.

    Output yang baik menurutnya, apabila para pejabat yang nantinya terpilih dalam Open Bidding, bisa bekerja selaras dengan visi-misi yang telah ditetapkan oleh Kepala Daerah. Salah satunya yakni meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik.

    “Pejabat yang akan terpilih harus memilki integritas, terampil dan profesional untuk mewujudkan visi-misi pembangunan Kota Serang. Salah satunya adalah meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik,” tegasnya.

    Sebelumnya, Walikota Serang, Syafrudin, meminta kepada para peserta Open Bidding untuk tidak percaya dengan oknum-oknum tak bertanggungjawab, yang mengaku mengatasnamakan dirinya maupun, dan meminta sejumlah uang untuk bisa mendapatkan jabatan yang diinginkan.

    Menurutnya, jual beli jabatan seperti itu tidak ada. Sehingga ia mengimbau agar para peserta, tidak terperdaya oleh janji-janji yang disampaikan oleh oknum tersebut.

    Syafrudin mengaku, saat akan dilaksanakannya Open Bidding, dirinya sudah mewanti-wanti agar dalam prosesnya, tidak ada praktik jual beli jabatan. Tahapan yang dilalui pun tidak boleh berdasarkan tendensi like and dislike.

    “Dari awal open bidding itu, tidak ada yang namanya jual beli jabatan seperti itu. Tentunya kami ingin Open Bidding ini berjalan bersih. Dan semoga memang tidak ada jual beli jabatan,” tuturnya.(DZH/ENK)