Kategori: PEMERINTAHAN

  • Pimpin Sertijab Dua Kapolsek, Kapolresta Instruksikan Pejabat Baru Langsung Bekerja

    Pimpin Sertijab Dua Kapolsek, Kapolresta Instruksikan Pejabat Baru Langsung Bekerja

    TANGERANG, BANPOS – Kapolresta Tangerang, Kombes Pol Wahyu Sri Bintoro pimpin upacara Serah Terima Jabatan (Sertijab) Kapolsek Pasarkemis dan Kapolsek Panongan, di Lapangan Apel Gedung Presisi Polresta Tangerang Polda Banten. Upacara Sertijab dilaksanakan dengan menerapkan protokol Kesehatan, Rabu (8/9).

    Jabatan Kapolsek Pasar Kemis diserahterimakan dari Kompol Rifky Seftirian Yusuf kepada AKP Maryadi yang sebelumnya menjabat Kanit 1 Subdit 1 Ditreskrimsus Polda Banten. Sedangkan Kompol Rifky Seftirian Yusuf dimutasikan menjadi Pamen Ditsamapta Polda Banten.

    Sedangkan Kapolsek Panongan diserahterimakan dari AKP Kresna Ajie Perkasa ke AKP Gesit Febriyatmoko. AKP Gesit sebelumnya menjabat Paur SI BPKB Subditregident Ditlantas Polda Banten.

    “Serah terima jabatan dilingkungan Polri merupakan proses yang sudah terencana dan merupakan dinamika organisasi sekaligus dalam rangka promosi bagi pejabat yang bersangkutan guna meniti karir di lingkungan Polri,” kata Wahyu saat menyampaikan amanat.

    Dikatakan Wahyu, saat ini pandemi Covid-19 masih menunjukkan tren peningkatan. Sebagian anggota ada yang terpapar dan sedang menjalani isolasi mandiri atau perawatan di rumah sakit. “Oleh karena itu agar senantiasa menjaga dan pelihara kondisi tubuh rekan-rekan sekalian,” ujarnya.

    Dalam kesempatan tersebut, Wahyu berpesan agar jajaran termasuk pejabat baru melakukan deteksi dan pendekatan kepada masyarakat terkait pelaksanaan PPKM. Hal itu agar masyarakat dapat mendukung dan mematuhi aturan PPKM.
    “Lakukan kegiatan pendekatan yang humanis agar masyarakat mengerti dan mendukung kebijakan pemerintah terkait PPKM,” terangnya.

    Wahyu menambahkan, pihaknya mengucapkan terima kasih kepada Kompol Rifky Seftirian Yusuf dan AKP Kresna Ajie Perkasa yang sudah dengan gigih menjalankan tugas selama menjabat. Wahyu juga mengucapkan selamat datang dan bergabung kepada AKP Maryadi dan AKP Gesit Febriyatmoko di Polresta Tangerang.

    “Kami harapkan agar dapat menjalin hubungan baik dengan tokoh-tokoh masyarakat serta tumpas tindak kejahatan yang ada diwilayah hukum Polsek Pasar Kemis dan wilayah hukum Polsek Panongan,” ungkapnya. (DHE/RUL)

  • Pandemi Dinilai Jadi Tameng Kegagalan WH-AA

    Pandemi Dinilai Jadi Tameng Kegagalan WH-AA

    SERANG, BANPOS – Sejumlah fraksi di DPRD Banten mengkiritisi Rancangan Perubahan APBD Banten tahun anggaran 2021 yang telah disampaikan oleh Pemprov Banetn. Pasalnya, kinerja gubernur Wahidin Halim (WH) dan wakilnya, Andika Hazrumy serta jajaran organisasi perangkat daerah (OPD) tidak fokus. Pandemi Covid-19 dijadikan alasan mereka tidak tercapainya program yang telah dicanangkan sebelumnya.

    Bahkan Fraksi PDI P menanggap WH-Andika berlindung pada wabah virus Korona. Tak hanya itu saja, Fraksi Golkar yang merupakan partai Andika Hazrumy juga memberikan banyak catatan dan kritik tajam kepada WH.

    Juru bicara Fraksi Partai Golkar Mujakkir Zuhri dalam Rapat Paripurna DPRD Banten tentang Pemandangan Umum Fraksi-fraksi atas Nota Keuangan Perubahan APBD 2021 di gedung DPRD Banten, Kota Serang, Rabu (8/9) mengungkapkan, bahwa realiasi belanja daerah masih belum berorientasi kepada outcome sehingga capaian dan tingkat serapan anggaran masih sebatas pada capaian output.

    Padahal apabila mengacu pada visi misi pemprov terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat sudah seharusnya realisasi belanja berbanding lurus dengan tingkat kemajuan dan upaya capaian pengentasan kemiskinan.

    “Indeks pembangunan manusia (IPM) merupakan indikator untuk mengukur keberhasilan dalam membangun kualitas hidup manusia yang menunjukan akses penduduk terhadap hasil pembangunan antara lain pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya di suatu wilayah. Pemprov Banten terutama perangkat daerah terkait agar bekerja keras dan serius untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan menyusun program kegiatan dan mengalokasikan anggaran sesuai kebutuhan masing-masing,” katanya.

    Fraksi Partai Golkar juga lanjut Zeck (sapaan Mujakkir Zuhri, red), WH dalam menata dan menyusun keuangan daerah terkesan kaku. Cenderung membuat program yang tak berpihak.

    “Manajemen pengelolaan keuangan daerah yang baik dan berkualitas, tidak sekedar bertumpu pada ketaatan aturan dan perundang-undangan yang berlaku, tapi juga taat azaz dan filosofi Kebijakan politik anggaran yang berpihak pada kebutuhan dan Kepentingan masyarakat,” ungkapnya.

    Terkait dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pemprov yang selama ini mengandalkan pada Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) hal ini dianggap Fraksi Golkar, pemprov tidak cermat dan kreatif dalam rangka peningkatan PAD. Dan meminta Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) melakukan riset.

    “Pemprov memiliki potensi dan kewenangan agar lebih kreatif dan inovatif untuk menggali sumber-sumber pendapatan melalui retribusi daerah, pengelolaan kekayaan daerah dan peningkatan kinerja BUMD dengan melakukan identifikasi kebutuhan investasi terhadap potensi-potensi retribusi baru melakukan kerjasama pemerintah dan badan usaha atau melalui public private partnership,” kata dia.

    “Sehingga penerimaan daerah mengalami peningkatan serta mengurangi ketergantungan terhadap pajak kendaraan bermotor. Bapenda agar membuat kajian secara cermat dan akurat tentang potensi daerah yang digunakan sebagao landasan perencanaan serta meningkatkan kemandirian keuangan daerah,” katanya melanjutkan paparannya.

    Fraksi Partai Golkar juga mendorong perihal lainnya, mengenai PAD yang sah untuk ditingkatkan kembali seperti jasa giro, pendapatan denda pajak Daerah, dan pendapatan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

    “Begitupun dengan pendapatan transfer juga harus diimbau untuk tidak mengalami penurunan, walaupun tidak begitu signifikan, ada baiknya meminimalisir kebocoran kecil, agar terus menjadi motivasi untuk target peningkatan,” ujarnya berharap.

    Sementara itu Juru bicara Fraksi Partai PDI Perjuangan DPRD Banten, Jamin menyesalkan WH-Andika yang selalu berlindung dalam jubah wabah Korona, dalam menyampaikan ketidaktepatanya dan tercapainya program pembangunan. Adapun program berjalan dianggap tidak menyentuh kepada kepentingan masyarakat dan pendongkrakan sektor ekonomi kerakyatan.

    “Jika melihat struktur Perubahan APBD Banten tahun 2021 ini, belum terlihat keseriusan pemprov dalam rangka penanggulangan ekonomi Banten. Tidak seperti halnya keseriusan gubernur untuk tetap melanjutkan proyek pembangunan 8 lantai RSUD Banten dan proyek pembangunan sport center, padahal anggaran pembiayaan yang semula akan berasal dari pinjaman PT SMI sudah dibatalkan,” kata Jamin.
    Dan hal yang membuat tanda tanya besar Fraksi PDI Perjuangan yakni merujuk pada dasar perubahan anggaran tahun 2021 yang tertuang dalam perubahan prioritas dan plafon anggaran sementara (PPAS) yaitu karena adanya pandemi Covid-19 sehingga tema rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) tahun 2021 berubah dari “akselerasi daya saing daerah melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pemantapan infrastruktur menjadi ‘Mempercepat pemulihan dampak pandemi terhadap kesejahteraan sosial’.

    “Pada dasarnya hal ini selaras dengan kritikan kami ketika pemandangan umum fraksi pada saat APBD 2021 yang lalu, namun sekali lagi kami katakan tema tersebut belum dapat diterjemahkan dan diejawantahkan dengan baik dan benar dalam bentuk program dan suport anggaran,” jelasnya.

    Padahal dalam penanganan pandemi, bukan hanya penanganan Covid-19 saja, tetapi juga memerlukan anggaran pencegahan dan recovery, karena semua hal tersebut diatas jangan salahkan ada pikiran lain dari kami bahwa tema RKPD hanya sebatas tema tetapi senyatanya dasar perubahan anggaran tahun 2021 ini adalah karena dibatalkannya pinjaman dari PT SMI sehingga harus merubah semua struktur APBD Banten tahun 2021,” ungkapnya.

    Tema baru RKPD yang pada Perubahan APBD Banten tahun anggaran 2021 pun ternyata masih jauh panggang dari api. Hal itu nampak dari salah satu kebijakan belanja daerah yang tertuang dalam nota keuangan yaitu harusnya menambah alokasi anggaran belanja tidak terduga, tetapi nyatanya dalam struktur Perubahan APBD tahun 2021, anggaran belanja tidak terduga (BTT) diturunkan dari semula Rp 84,698 miliar menjadi Rp 69,274 miliar.

    “Mohon penjelasan gubernur. Tetapi apabila tidak terpaku hanya di BTT saja, terletak di OPD mana saja untuk pemulihan ekonomi dan berapa jumlahnya? Mohon penjelasan gubernur,” ujarnya.

    Keanehan lainya dalam kebijakan WH-Andika yang memaksakan progran-progam pembiayaan untuk PT Agrobisis Banten Mandiri yang tak ada hubungannya dengan penanganan Covid-19. Pemprov dianggap tidak sejalan dengan pemerintah pusat. Alih-alih mempercepat pemulihan pandemi Covid-19 yang menjadi prioritas pertama pembangunan perubahan RKPD tahun 2021, Gubernur Banten dalam rencana pembiayaan daerah lebih memprioritaskan pemberian modal untuk PT Agrobisnis Banten Nandiri sebesar Rp65 miliar.

    “Mohon penjelasan hubungan antara mempercepat pemulihan pandemi Covid-19 dengan pemberian modal terhadap BUMD yang baru terbentuk tersebut,” kata dia.

    Kesimpulannya, kata Jamin, gubernur selama ini menggunakan Covid-19 sebagai alasan tidak tercapainya target pembangunan Banten. Tetapi pada sisi lain, gubernur memaksakan kehendaknya terhadap sejumlah program kegiatan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan penanganan Covid-19 secara komprhensif.

    “Penanganan pandemi Covid19 seolah cukup dilakukan pemerintah pusat baik melalui program Bantuan Sosial (Bansos) maupun program stimulan lainnya. Padahal masih ada ruang jika ingin melakukan pemulihan ekonomi sesuai dengan tema RKPD perubahan APBD 2021 ini,” paparnya.

    Atas dasar pemandangan Fraksi PDI P meminta WH secara tegas dan berani dengan menyatakan tidak sanggup dalam menangani pandemi ini.

    “Kami menyadari, tidak mudah menyelesaikan persoalan dampak Covid-19, tetapi kita juga tidak boleh pasrah apalagi menyalahkan keadaan karena Covid-19. Jika memang tidak mampu katakan tidak mampu, jika memang tidak sanggup, akui tidak sanggup, karena itu akan sangat bijak,” katanya.

    Juru bicara Fraksi PAN DPRD Banten, Dede Rohana Putra meminta WH-Andika beserta jajaranya untuk melihat fakta terkait dengan sisa waktu berjalan dalam program pada Perubahan APBD 2021.

    “Kami hanya mengingatkan kepada saudara gubernur akan pentingnya memanfaatkan sisa waktu pelaksanaan APBD tahun 2021 ini,” katanya.

    Alasannya, pada situasi yang serba sulit ini Fraksi PAN melihat kemampuan masyarakat secara ekonomi sangat rendah, dan pertumbuhan ekonomi melambat.

    “Penting kiranya hal ini menjadi perhatian serius saudara gubernur, mengingat masih rendahnya daya beli masyarakat Banten dan itu menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi Bnten belum berangsur pulih. Karenanya dalam rangka pencapaian target laju pertumbuhan ekonomi Banten sebagaimana ditargetkan dalam RPJMD, maka serapan APBD harus dapat dimaksimalkan,” harapnya.

    Sementara itu Fraksi Partai Demokrat DPRD Banten melalui juru bicaranya, Asep Hidayat, menilai bahwa Perubahan APBD 2021 dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan perekonomian akibat pandemi Covid-19, baik secara makro maupun adanya perubahan kondisi fiskal. Mereka menilai tahun 2021 ini menjadi masa yang sangat penting dalam upaya pemulihan ekonomi masyarakat dari dampak pandemi covid-19.

    “Hal ini menuntut keseriusan Pemerintah Provinsi Banten dalam menyikapi dan membahas rancangan Perubahan APBD 2021 ini agar lebih maksimal,” katanya.

    Fraksi Partai Demokrat mengingatkan, idealnya program-program dalam perubahan KUA-PPAS yang telah disetujui sebelumnya bersama antara pemerintah daerah dan DPRD dapat mengakomodasi langkah-langkah ril, sistematis, dan terukur untuk Provinsi Banten dalam mengatasi pandemi covid-19.

    Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy usai rapat mengatakan, Pemprov Banten akan memberikan jawaban atas pemandangan umum fraksi-fraksi di DPRD tersebut dalam waktu dekat ini melalui forum resmi serupa, yakni rapat paripurna DPRD Banten. “Sekarang kami sedang menyiapkan jawabannya agar proses perubahan APBD ini bisa berjalan secara lancar sesuai prosedur,” kata dia.

    Menurutnya, Pemprov Banten akan memberikan penjelasan dan jawaban baik terhadap pertanyaan dan kritik maupun terhadap apresiasi dan dukungan yang dilontarkan dalam pemandangan umum fraksi-fraksi tersebut. “Tentu saya dan Pak Gubernur (Gubernur Banten Wahidin Halim) mewakili Pemprov Banten mengucapkan terima kasih baik atas apresiasi maupun kritik teman-teman di DPRD,” katanya.

    Diberitakan sebelumnya, WH menyampaikan nota pengantar RAPBD Perubahan Banten tahun 2021 ke DPRD Banten pada Selasa, (7/9). Dalam komposisi RAPBD Banten 2021 mengalami banyak perubahan. Salah satunya adalah belanja daerah yang semula dianggarkan Rp15,94 triliun menjadi Rp12,61 triliun, alias berkurang Rp3,32 triliun atau 20,87 persen.

    Sementara untuk pendapatan daerah yang semula hanya ditargetkan pada RAPBD Perubahan 2021 sebesar Rp 11,63 triliun lebih menjadi Rp 12,01 triliun atau bertambah Rp 379,15 miliar atau berkisar 3,26 persen.

    Adapun defisit anggaran semula Rp 4,31 triliun lebih menjadi hanya Rp 607,46 miliar atau berkurang sebesar Rp 3,70 triliun lebih atau 610 persen. Defisit tersebut ditutupi dengan pembiayaan daerah sebesar Rp 607,46 miliar .

    Kemudian, pembiayaan daerah semula sebesar Rp 4,31 triliun menjadi Rp 607,4 miliar atau berkurang Rp 3,70 triliun atau 85,92 persen. Penerimaan pembiayaan daerah bersumber dari Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) tahun 2020 Rp 681,4 miliar lebih dan pengeluaran pembiayaan Rp 73,9 miliar lebih yaitu sebagai penyertaan modal Rp 65 miliar dan pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo kepada PT SMI Rp 8,9 miliar. Sedangkan penerimaan pinjaman kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Rp 4,14 triliun lebih tidak direalisasikan.

    Namun, pada tahun 2020 Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional yang berasal dari PT SMI telah direalisasikan Pemprov Banten dengan perhitungan pinjaman tanpa bunga serta sudah dialokasi untuk pembangunan sarana prasarana kesehatan, pendidikan dan infrastruktur.(RUS/ENK)

  • Jaksa Sebut WH Punya Andil, Seluruh Hibah Ponpes 2018 Dinilai Kerugian Negara

    Jaksa Sebut WH Punya Andil, Seluruh Hibah Ponpes 2018 Dinilai Kerugian Negara

    SERANG, BANPOS – Seluruh anggaran dana hibah yang diberikan kepada 3.122 Pondok Pesantren (Ponpes) dan Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) pada tahun 2018 dengan total Rp66.280.000.000 dinilai sebagai kerugian negara. Sebab, hibah yang disalurkan melalui FSPP tersebut dianggap tidak sesuai dengan aturan, karena FSPP disebut bukan penerima yang berhak.

    Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH), disebut memiliki andil dalam masuknya anggaran tersebut ke dalam APBD Provinsi Banten tahun 2018. WH disebut mengarahkan terdakwa Irvan Santoso, untuk menganggarkan dana hibah sesuai dengan keinginan FSPP.

    Hal tersebut terungkap dalam sidang perdana kasus dugaan korupsi dana hibah Ponpes tahun anggaran 2018 dan 2020. Dalam pembacaan dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyampaikan bahwa dalam perkara dugaan korupsi tersebut, negara telah dirugikan sebesar Rp70.792.036.300.

    Untuk anggaran 2018, JPU menyampaikan bahwa munculnya anggaran hibah tersebut bermula dari adanya pengajuan proposal dari FSPP Provinsi Banten kepada Gubernur melalui Kepala Biro Kesra yang saat itu dijabat oleh Irvan Santoso, sebesar Rp27 miliar.

    “Terdakwa Irvan Santoso hanya menyetujui untuk direkomendasikan kepada TAPD Provinsi Banten sebesar Rp6.608.000.000, sesuai Nota Dinas Kepala Biro Kesra Nomor: 978/718-kesra/VII/2017 tanggal 27 Juli 2017,” ujar JPU Yusuf, Rabu (8/9).

    Lantaran nilai dana hibah yang direkomendasikan oleh Irvan Santoso terlampai kecil dibandingkan dengan nilai yang diajukan, FSPP pun melakukan audiensi dengan Gubernur Banten dan menyampaikan terkait dengan hal tersebut.

    “Terdakwa Irvan Santoso yang mengetahui adanya audiensi antara FSPP dengan Gubernur, kemudian menghadap kepada Gubernur dan menerima arahan untuk memenuhi permohonan FSPP dalam menyalurkan bantuan hibah uang kepada Pondok Pesantren tahun 2018,” terangnya.

    FSPP pun kembali mengajukan proposal bantuan dana hibah. Namun berbeda dengan pengajuan sebelumnya, FSPP memasukkan nominal bantuan tersebut menjadi sebesar Rp71.740.000.000 dengan rincian untuk program pemberdayaan Ponpes dan operasional kegiatan FSPP tahun 2018.

    Atas proposal tersebut, Irvan pun memberikan rekomendasi besaran bantuan hibah sebesar Rp68.160.000.000 dengan FSPP sebagai calon penerima. Namun berdasarkan hasil evaluasi dari terdakwa Toton Suriawinata yang merupakan Ketua Tim Evaluasi, nominal hibah tersebut disesuaikan menjadi Rp66.280.000.000.

    JPU menilai bahwa pemberian hibah kepada FSPP tersebut tidak sesuai dengan peruntukkannya. Sebab, FSPP disebut bukan merupakan penerima hibah yang berhak karena bukan Pondok Pesantren. “FSPP Provinsi Banten adalah organisasi kemasyarakatan dan bukan pondok pesantren sebagai lembaga yang berhak menerima bantuan dana hibah uang pondok pesantren dari APBD Provinsi Banten tahun Anggaran 2018,” jelasnya.

    Selanjutnya, setelah rekomendasi besaran bantuan hibah tersebut disetujui, terdakwa Toton pun melakukan evaluasi usulan pencairan hibah dengan tanpa melakukan penelitian secara cermat, kemudian memberikan persetujuan terhadap usulan tersebut.

    “Adapun dana hibah yang masuk pada rekening FSPP tersebut digunakan untuk dana operasional kegiatan FSPP sebesar Rp3.840.000.000 dan program pemberdayaan pondok pesantren se-Provinsi Banten kepada 3.122 pondok pesantren, masing-masing menerima sebesar Rp20 juta melalui transfer dan secara tunai yang seluruhnya berjumlah Rp62.440.000.000,” terangnya.

    Tak sampai di situ, JPU pun menilai bahwa penggunaan anggaran tersebut dalam pelaksanaannya tidak sesuai peruntukkan dan tidak ada bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturan perundang-undangan. Begitu pula dengan bantuan untuk Ponpes yang disalurkan oleh FSPP, disebut tidak ada bukti laporan pertanggungjawaban yang lengkap dan sah.

    Dari keseluruhan anggaran hibah yang digelontorkan pada 2018, terdapat pengurangan lantaran FSPP mengembalikan kelebihan anggaran sebesar Rp883.963.700 ke rekening kas umum daerah (RKUD) Provinsi Banten. Sehingga, kerugian yang timbul pada 2018 sebesar Rp65.396.036.300.

    “Terdakwa Irvan Santoso dan Toton Surawinata melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak melakukan tahapan evaluasi sebagaimana mestinya sesuai ketentuan, serta tidak melakukan penelitian secara cermat atas proposal,” tuturnya.

    Begitu pula dengan anggaran tahun 2020. JPU menyampaikan bahwa terdakwa Irvan Santoso dan Toton Surawinata tidak melakukan tahapan evaluasi dan penelitian sebagaimana mestinya. Hal tersebut membuat celah bagi terdakwa Agus Gunawan, Asep Subhi dan Epieh Saepudin untuk menjalankan aksinya.

    Epieh Saepudin dalam menjalankan aksinya, menghubungi delapan pondok pesantren yang telah ditetapkan akan menerima bantuan hibah sebesar Rp30 juta per pondok pesantren. Epieh menyampaikan kepada delapan pondok pesatren tersebut bahwa untuk mencairkan bantuan hibah itu, mereka harus bersedia ‘belah semangka’ alias separuh dana hibah diberikan kepadanya.

    “Separuh dana hibah uang masing-masing sebesar Rp15 juta dengan jumlah seluruhnya Rp120 juta,” katanya.
    Sementara Agus Gunawan dan Tb. Asep Subhi menghubungi sebanyak 11 pondok pesantren yang telah ditetapkan oleh Biro Kesra akan menerima bantuan hibah ponpes, dan meminta sebagian dana hibah kepada mereka. Total uang yang dikantongi oleh keduanya sebesar Rp104 juta.

    “Uang sejumlah Rp104 juta tersebut terdakwa Asep Subhi peroleh dari 11 pondok pesantren yang disiapkan di rumahnya,” ungkapnya.

    Kelimanya didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 3 jo Pasal 18 undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP.(DZH/ENK)

  • Pemkot Targetkan Nilai SAKIP RB Terbaik

    Pemkot Targetkan Nilai SAKIP RB Terbaik

    Nilai SAKIP RB (Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Reformasi dan Birokrasi) Pemerintah Kota Cilegon tahun 2021, masih dalam proses evaluasi Kemenpan RB. Hal tersebut disampaikan Kasubag Akuntabilitas Kinerja dan RB, Bagus Abdurachman kepada BANPOS, Selasa (7/9).

    Sementara untuk tahun 2020, kata Bagus, nilai Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Pemerintah Kota Cilegon meraih predikat B. “Untuk tahun 2021 masih proses evaluasi oleh Kemenpan RB, secara desk evaluation. Berdasarkan LHE Kemenpan 2020, SAKIP Kota Cilegon berpredikat masih B, dan untuk RB masih C,” kata Bagus.

    Ia berharap, nilai SAKIP RB terus meningkat ke predikat BB karena sudah ada progres yang dilakukan sebagai tindak lanjut LHE. Namun jelas Bagus, pihaknya belum bisa memastikan untuk sampai ke predikat BB tersebut.

    Karena kata Bagus, RPJMD 2021-2026 secara efektif berjalan tahun depan. Perbaikan-perbaikan terus dilakukan secara signifikan, dalam penentuan kinerja utama itu ada di RPJMD 2021-2026.

    “Nah, kami belum bisa memastikan sampai ke predikat BB. Perbaikan – perbaikan sudah kami sampaikan ke Kemenpan RB, tinggal menunggu proses desk,” jelasnya.

    Sementara, Wakil Walikota Cilegon Sanuji Pentamarta mengungkapkan, terkait nilai SAKIP RB pihaknya berkeinginan terus lebih baik bahkan meraih predikat A. “Kita ingin Cilegon meraih nilai SAKIP dengan predikat A, Pemerintah Kota Cilegon terus berupaya melakukan perbaikan-perbaikan di berbagai sistem,” ungkapnya. (CR-01/RUL)

  • Tak Punya Izin, Tower BTS di Curug Disegel

    Tak Punya Izin, Tower BTS di Curug Disegel

    CURUG, BANPOS– Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Serang menyegel salah satu tower yang berada di Kampung Tinggar, Kelurahan Sukalaksana, Kecamatan Curug, Kota Serang, Rabu (8/9). Tower setinggi kurang lebih 40 meter dengan ikon XL ini disebut terindikasi tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) dan melanggar Peraturan daerah (Perda) Kota Serang nomor 5 tahun 2009.

    Penyegelan tersebut dilakukan oleh Kabid pengawasan dan pengendalian (Wasdal) pada DPMPTSP Kota Serang, Feryadi, didampingi oleh Satpol-PP Kota Serang, Camat Curug, Ahmad Nuri dan Sekretaris Kecamatan Curug, Eni Sudaryani. Sebelum dilakukan penyegelan, terlebih dahulu DPMPTSP memanggil owner tower yang dibangun tepat di sebelah Indomobil tersebut, namun tidak ditindaklanjuti.

    “Ini sifatnya sementara, karena ini terindikasi. Ini warning saja, karena untuk tower itu kita agak kesulitan untuk menemui ownernya. Jadi kita lakukan tindakan seperti ini (penyegelan),” ujar Kabid Wasdal, Feryadi.

    Menurutnya, berkas perizinan bangunan tower itu sudah diperiksa. Hasilnya, tower yang dibangun selama dua bulan itu belum memiliki IMB.

    “Awalnya kita lakukan pemeriksaan, penyegelan dilakukan sementara waktu sampai ada konfirmasi. Jadi kita sudah memberikan toleransi tapi tidak ada tindaklanjut, kalau dari logonya ini tower XL,” tuturnya.

    Ia mengaku masih menunggu itikad baik dari owner untuk dapat memenuhi kelengkapan berkas perizinan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun, sejak dilakukan pemanggilan selama tujuh hari kebelakang, tidak ada konfirmasi apapun dari pihak yang bersangkutan.

    Sementara itu, Camat Curug, Ahmad Nuri, menyampaikan kronologis sampai terbangunnya tower yang terindikasi hanya mendapat izin dari warga sekitar. Ia mengaku tidak menandatangani permohonan izin pendirian tower, karena menurutnya hal itu adalah leading sektor dari DPMPTSP.

    “Kronologisnya memang Lurah datang ke saya, kalau izin lingkungan kan memang ada di lingkungan, mereka sudah meminta izin kepada masyarakat sekitar. Ketika akan mendirikan bangunan, datanglah mereka ke Kecamatan melalui Lurah Sukalaksana,” jelasnya.

    Ia pun memberikan peringatan kepada owner melalui lurah agar mengurus perizinan ke dinas terkait, mengingat bangunan tower tersebut berada di wilayahnya. Untuk izin lingkungan, ia mengetahui sudah ada persetujuan dari warga sekitar.

    “Kalau izin lingkungan oke lah, sebagai dasar untuk proses perizinan mendirikan bangunan. ternyata saya juga kaget tiba-tiba sudah berdiri,” ungkapnya.

    Maka pihaknya meminta kepada Lurah Sukalaksana agar menyampaikan kepada owner, agar menyelesaikan kelengkapan berkas perizinan ke DPMPTSP. Sebab, untuk mendirikan bangunan, ada regulasi yang memang harus ditempuh.

    “Apalagi ini tower, yang ada efek yang besar terhadap masyarakat. Kalau izin lingkungan memang ada di kami, dan kami sebagai fungsi sosial masyarakat,” katanya. (MUF)

  • Walikota Apresiasi Motor Modifikasi Karya Siswa Disabilitas SKh 02 Kota Serang

    Walikota Apresiasi Motor Modifikasi Karya Siswa Disabilitas SKh 02 Kota Serang

    WALIKOTA Serang Syafrudin mengapresiasi dua siswa disabilitas tuna rungu Sekolah Khusus (SKh) Negeri 02 Kota Serang yang telah berhasil memodifikasi motor bekas menjadi sepeda motor berkelas.

    Dua pelajar tuna rungu itu adalah Sodikin dan Edo Mulyana, siswa kelas XI SKh Negeri 02 Kota Serang, yang telah memodifikasi sepeda motor Honda Megapro menjadi tipe Honda Gorilla. Sekitar 75 persen proses pembuatannya murni dilakukan oleh mereka sendiri alias costum.

    “Ini karya yang sangat membanggakan dari motor butut menjadi motor yang bernilai cukup tinggi. Oleh karena itu atas nama Pemerintah Kota Serang mengapresiasi atas motivasi anak-anak kita ini,” ujar Syafrudin saat Launching Modifikasi Motor Hasil Karya Siswa Disabilitas Tuna Rungu SKh Negeri 02 Kota Serang, Kp. Perapatan, Kelurahan Curug, Kecamatan Curug, Kota Serang, Banten, Selasa (8/9/2021).

    Hadir dalam kesempatan itu Kepala Bidang pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten, Camat Curug Ahmad Nuri bersama Sekretaris Kecamatan Curug Eni Sudaryani, Tim Promosi Honda Banten, dan perwakilan dari HIPMI Kota Serang.

    Syafrudin bangga karena di tengah keterbatasan fisik namun dua pelajar tersebut tidak menyurutkan semangat belajar sehingga mampu memodifikasi sepeda motor yang kini memiliki nilai jual cukup tinggi.

    Bahkan, di tengah pandemi saat ini masih ada pelajar Kota Serang yang masih bisa berkiprah. Hal ini belum tentu bisa dilakukan oleh siswa pada umumnya.

    “Saya juga mendengar sendiri ternyata di SKh Negeri 2 Kota Serang ini banyak murid-murid berprestasi, bahkan tingkat nasional. Ada rumah kayu, merangkai bunga, pantomim, dan lainnya,” katanya.

    Oleh karena itu, ia berpesan kepada kepala sekolah beserta guru-guru agar tidak henti-henti memberikan motivasi yang lebih tinggi, mendorong dan menciptakan lebih dari sepeda motor. Sehingga para peserta didik di sekolah tersebut mempunyai inovasi-inovasi terbaru.

    “Semoga karya ini bisa terue dikembangkan, dimanfaatkan dan mampu menghasilkan ekonomi,” harap dia

    Selain itu, lanjut Syafrudin, berharap Pemprov Banten mampu memberikan perhatian secara khusus, terutama dalam hal mengalokasikan anggaran.

    Sebab, meski secara kewilayahan berada di Kota Serang, tetapi secara tugas pokok dan fungsi (tupoksi) berada di Pemprov Banten, dalam hal ini Dindikbud, baik sarana prasarana maupun isinya.

    “Kami hanya berharap kepada Pemprov Banten untuk terus bisa mengembangkan inovasi ini maupun kreasi lainnya. Agar dibantu anggarannya maupun sarana-sarana lainnya. Mungkin kedepan bisa mobil yang dimodifikasi atau lainnya,” ucapnya

    “Jadi mohon ada perhatian khusus dari Pemprov Banten. Dan kepentingannya juga untuk anak-anak kita sendiri, untuk masyarakat kota serang dan masyarakat Banten,” pungkas Syafrudin.

    Di tempat yang sama, Wakil Kepala SKh Negeri 02 Kota Serang Bidang Humas, Iip Mualif, mengatakan proses pembuatan sepeda motor hasil rakitan dua siswa disabilitas tersebut membutuhkan waktu tiga bulan. Sekitar 75 persen proses pembuatannya murni dilakukan oleh mereka sendiri alias costum.

    “Itu pun hanya mesin dan batangannya saja yang diambil. Sisanya mengcostum,” katanya.
    Iip mengatakan semua body motor dibuat oleh tangan kedua pelajar disabilitas tersebut secara mandiri. Tanpa ada campur tangan atau dibantu oleh mekanik lainnya.

    Kemudian didukung oleh Honda Banten, mereka merakit dan memodifikasi sepeda motor tersebut di salah satu bengkel di Cipocok Jaya yang ditunjuk Honda.

    “Kecuali untuk perakitan listrik motor, dibantu karena kedua siswa ini belum punya kemampuan untuk itu,” ungkapnya.

    Sekedar untuk diketahui, SKh Negeri 02 Kota Serang merupakan 1 dari 8 SKh yang ada di Banten. Jumlah siswa di sekolah tersebut mencapai 145 orang, terdiri dari tuna rungu, tuna daksa, dan tuna drahita. (ADV)

  • Pemeliharaan KP3B Dianggap Memalukan

    Pemeliharaan KP3B Dianggap Memalukan

    SERANG, BANPOS – Pemeliharaan kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) dianggap memalukan. Pasalnya, meski memiliki anggaran miliaran rupiah, kawasan yang menjadi kantor dari Gubernur dan Wakil Gubernur Banten itu mengalami banjir meski diguyur hujan hanya sebentar.

    Berdasarkan pantauan BANPOS, hujan yang mengguyur Kota Serang kemarin terjadi sekitar pukul 16.00 WIB. Hujan juga terjadi di KP3B dan sekitarnya.

    Namun, meski hujan baru berlangsung 30 menit, kawasan itu mulai tergenang air setinggi lutut orang dewasa. Wilayah yang genangan airnya paling tinggi berada tepat antara kantor Inspektorat sampai Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP).

    “Ini jelas memalukan. Karena DPRKP adalah dinas yang paling bertanggung jawab terhadap pemeliharan KP3B, tetapi banjir justru terjadi di depan kantornya,” kata Ketua LSM Gerakan Masyarakat untuk Perubahan, Mulya Nugraha, kemarin.

    Mulya juga menuding, banjir yang terjadi kemarin menunjukkan DPRKP telah mencoreng etalasenya Gubernur dan Wakil Gubernur Banten, Wahidin Halim dan Andika Hazrumi. Pasalnya, peristiwa itu terjadi di kawasan yang menjadi ‘kekuasaan’ kedua kepala daerah itu.

    “Ini sejarah memalukan karena baru pertama kali terjadi. Setahu saya ada miliaran rupiah yang dianggarkan untuk melakukan pemeliharaan di sekitar kawasan KP3B. Kalau terjadi banjir seperti ini, lalu untuk apa saja anggaran-anggaran pemeliharaan itu?” tanya Mulya.

    Ketika dikonfirmasi, Kasubag Umum pada DPRKB BAnten, yang juga PTSK Kawasan Strategis yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan KP3B, Lia Amelia berkilah, banjir mungkin terjadi karena hujan deras dan sebagian daun-daun menyumbat saluran air. Namun dia mengaku sebenarnya kondisi itu sudah ditangani tim kebersihan, yang disebut tim oranye.

    “Ini termasuk pemeliharaan rutin tim oranye terkait penanganan kebersihan setiap hari di KP3B, musim kemarau yang banyak daun-daun berjatuhan itu pun sudah mereka bersihkan, termasuk saluran air,” kata Lia melalu pesan Whatsapp, kemarin.

    Lia juga berjanji akan melakukan evaluasi atas terjadinya banjir kemarin dan akan melakukan pemeriksaan terhadap saluran-saluran air di KP3B.(ENK)

  • Dewan Usulkan Kantor Kecamatan Pabuaran Dipindahkan

    Dewan Usulkan Kantor Kecamatan Pabuaran Dipindahkan

    SERANG, BANPOS- Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Serang, Tb. Baenurzaman, mendorong Kantor Kecamatan Pabuaran dipindahkan ke lingkungan alun-alun Pabuaran yang berada di Kampung Kadubeureum. Hal itu dilakukan agar pelayanan yang diberikan kepada masyarakat lebih maksimal.

    “Saat ini kantor kecamatan kan berada di pinggir jalan, bising kendaraan lalu-lalang. Terlebih itu jalan akses utama yang digunakan masyarakat ke arah Ciomas dan Padarincang,” ujarnya, Selasa (7/9).

    Nantinya, eks Kantor Kecamatan akan digunakan untuk ruang rawat inap Puskesmas Pabuaran, yang letaknya tepat disamping Kecamatan. Dengan begitu, Puskesmas akan ditingkatkan menjadi rawat inap, dan tersedia lahan parkir yang cukup luas.

    “Jadi pelayanan Puskesmas juga lebih maksimal, karena saat ini Puskesmas Pabuaran masih belum rawat inap mengingat nakes belum mencukupi. Diharapkan ketika sudah tersedia ruang rawat inap, kapasitas tenaga kesehatan pun ditambah,” tuturnya.

    Meskipun alun-alun Pabuaran saat ini belum rampung dibangun, namun ia berharap pembangunan segera diselesaikan. Sehingga dapat disusul dengan pembangunan kantor Kecamatan yang representatif dan kondusif.

    “Kalau sekarang ini pelayanan bising ya, pinggir jalan banget soalnya. Masyarakat juga meminta agar kantor kecamatan ini dipindahkan,” ucapnya.

    Politisi Golkar ini mengatakan, dekatnya kantor kecamatan dengan alun-alun, secara otomatis memudahkan untuk parkir karena ada lahan khusus parkir kendaraan. Berbeda dengan saat ini, parkir terpaksa dipinggir jalan, bahkan memakan bahu jalan.

    “Kalau didekat alun-alun kan gampang parkirnya, lalu kalau mau upacara pun ada lapangannya. Lebih enak dan fleksibel jika ada tamu, kendaraan tidak bikin macet,” tandasnya.

    Menanggapi hal itu, Camat Pabuaran, Asmawi, mengaku terbuka apabila ada dorongan dari masyarakat yang menginginkan kantor Kecamatan pindah lokasi. Terlebih jika berada di permukiman warga dan memiliki fasilitas yang cukup luas.

    “Iya masyarakat keinginannya kantor kecamatan ini dipindahkan ke dekat alun-alun Pabuaran,” ujarnya.

    Meskipun demikian, pihaknya belum melakukan perencanaan, lantaran hal itu masih wacana antar warga. Namun, apabila wacana tersebut diseriusi oleh pemerintah, ia sangat menyambut baik.

    “Masih usulan masyarakat, ingin kantor kecamatan dipakai rawat inap. Saya sangat setuju sekali kalau memang akan dilakukan pembangunan,” tuturnya.

    Ia mengakui saat ini kantor kecamatan tidak memiliki lahan parkir. Sehingga terkadang terpaksa parkir di pinggir jalan untuk kendaraan roda empat.

    “Sekarang kan lahan kita sempit sekali, alhamdulilah kalau memang ada pembangunan. Puskesmas juga jadi lebih luas nantinya,” tandasnya. (MUF/AZM)

  • Jangan Sampai Percaya Oknum, Walikota Enggak Jual Beli Jabatan

    Jangan Sampai Percaya Oknum, Walikota Enggak Jual Beli Jabatan

    SERANG, BANPOS – Walikota Serang, Syafrudin, meminta kepada para peserta Open Bidding untuk tidak percaya dengan oknum-oknum tak bertanggungjawab, yang mengaku mengatasnamakan dirinya maupun Tim Seleksi (Timsel), dan meminta sejumlah uang untuk bisa mendapatkan jabatan yang diinginkan.

    Menurutnya, jual beli jabatan seperti itu tidak ada. Sehingga ia mengimbau agar para peserta, tidak terperdaya oleh janji-janji yang disampaikan oleh oknum tersebut.

    “Tidak ada itu, tidak ada. Apabila ada oknum yang mengaku bahwa dia adalah mengatasnamakan Walikota atau mengatasnamakan siapa, itu tidak benar. Jangan percaya,” ujarnya di Kecamatan Curug, Selasa (7/9).

    Menurutnya, saat akan dilaksanakannya Open Bidding, dirinya sudah mewanti-wanti agar dalam prosesnya, tidak ada praktik jual beli jabatan. Tahapan yang dilalui pun tidak boleh berdasarkan tendensi like and dislike.

    “Dari awal open bidding itu, tidak ada yang namanya jual beli jabatan seperti itu. Tentunya kami ingin Open Bidding ini berjalan bersih. Dan semoga memang tidak ada jual beli jabatan,” tuturnya.

    Ia pun mempersilakan masyarakat untuk terlibat aktif dalam mengawasi jalannya Open Bidding untuk 7 jabatan Eselon II tersebut. Karena menurutnya, proses Open Bidding akan dilakukan secara transparan.

    “Sejak awal, kami menginginkan agar pelaksanaan Open Bidding berjalan dengan terbuka dan transparan. Semua masyarakat Banten bisa ikut untuk mengawasinya,” tandasnya.

    Sebelumnya, Komisi I pada DPRD Kota Serang akan terus memelototi pelaksanaan Open Bidding atau Seleksi Terbuka 7 jabatan Eselon II yang dilakukan oleh Pemkot Serang. Hal tersebut untuk memastikan tidak adanya tendensi like and dislike bahkan hingga jual beli jabatan.

    Wakil Ketua Komisi I pada DPRD Kota Serang, Khaeroni, mengatakan bahwa dalam pelaksanaan Open Bidding saat ini, Pemkot Serang harus bisa memastikan bahwa tidak ada tendensi like and dislike maupun jual beli jabatan.

    “Jangan sampai dalam pemilihannya nanti, menggunakan tendensi suka dan tidak suka (like and dislike), melihat ini pejabat orangnya siapa, atau bahkan melakukan jual beli jabatan untuk melihat siapa yang akan dipilih,” ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Minggu (5/9).

    Menurutnya, hal tersebut bukan hanya mengecewakan pihaknya saja, namun juga mengecewakan seluruh masyarakat Kota Serang. Sebab menurutnya, masyarakat menginginkan agar pejabat Eselon II nanti merupakan pejabat yang kompeten di bidangnya.

    “Kalau memang terjadi, bukan kami saja yang kecewa. Tapi seluruh masyarakat Kota Serang yang harus kecewa. Karena kan untuk menduduki jabatan tersebut, itu diseleksi kompetensinya. Dan seleksi tersebut harus benar-benar independen,” ucapnya. (DZH/AZM)

  • Samad Disebut Ngutang Buat Korupsi

    Samad Disebut Ngutang Buat Korupsi

    SERANG, BANPOS – Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Samsat Malingping, Samad, menggunakan dana pinjaman untuk membeli lahan yang akan dibebaskan oleh pemerintah. Pinjaman dia dapat dari koleganya dan menggadaikan Surat Keputusan (SK) Pegawai Negeri Sipil (PNS) miliknya, kepada perbankan.

    Berdasarkan keterangan berbagai saksi di persidangan, Samad dalam menjalankan aksinya kerap kali dilakukan melalui perantara saksi Asep Saefudin, yang merupakan pegawai honorer di Samsat Malingping.

    Ade Irawan selaku salah satu pemilik lahan yang dibeli oleh Samad, mengatakan bahwa mulanya Samad meminta kepada dirinya mencari lahan, untuk keperluan pembangunan kantor Samsat Malingping.

    “Haji Samad datang ke saya. Saya disuruh mencari tanah seluas 10 ribu meter beserta dokumen-dokumennya. Tapi katanya jangan bilang kalau tanahnya untuk pembangunan Samsat,” ujar Ade Irawan, Selasa (7/9).

    Ia pun menjalankan tugas dari Samad tersebut. Beberapa lokasi lahan pun ditemukan oleh dirinya, beserta berkas-berkas pendukung.

    “Waktu itu saya serahkan ke Asep dokumen-dokumennya. Tapi tidak ada tanahnya yang jadi, karena dibatalkan,” ungkapnya.

    Beberapa waktu kemudian, Samad pun membeli tanah milik Ade seluas 4.400 meter persegi. Tanah tersebut dibeli oleh Samad seharga Rp100 ribu per meter persegi dengan total pembayaran sebesar Rp430 juta. Menurutnya, Samad mencicil pembayaran hingga tiga kali dengan nominal Rp150 juta, Rp180 juta dan Rp90 juta.

    “Pembeliannya itu dibuat AJB, namun tidak atas nama Haji Samad. Tapi atas nama Apriyatna. Saya tidak bertemu dengan Apriyatna, dokumennya dibawa oleh aparat desa. Awalnya saya tanya, kenapa Apriyatna, kata aparat desa, itu urusan saya (aparat desa),” tuturnya.

    Saat dikonfirmasi kepada Samad, Ade pun mengetahui bahwa pengatasnamaan Apriyatna untuk AJB tanah yang ia jual lantaran Samad memiliki utang kepada Apriyatna. Namun tidak diketahui berapa jumlahnya.

    “Katanya uangnya itu (untuk membeli tanah Ade Irawan) didapat dari menggadaikan SK PNS ke Bank dan mendapatkan pinjaman dari pak Apriyatna. Tidak tahu jumlahnya,” jelas Ade.

    Apriyatna dalam kesaksiannya, membenarkan bahwa dirinya menandatangani AJB tanah milik Ade Irawan seluas 4.400 meter persegi, karena diminta oleh Samad. Menurutnya, Samad saat menghubungi Apriyatna, mengatakan bahwa AJB tersebut sebagai jaminan utang Samad kepada Apriyatna sebesar Rp150 juta.

    “Tanda tangan AJB disuruh oleh pak Samad. Saya kira itu merupakan jaminan atas pinjaman Rp150 juta oleh pak Samad. Awal tahun 2019 itu peminjamannya. Sekarang sudah lunas, sekitar akhir tahun 2020 sudah dilunasi secara tunai. Saya pinjamkan juga secara tunai,” ucapnya.

    Apriyatna mengaku bahwa dirinya tidak tahu menahu untuk apa pinjaman uang tersebut. Sebab, Samad tidak memberitahukan alasan ia meminjam uang dan Apriyatna percaya Samad bisa mengembalikannya, lantaran Samad merupakan mantan atasannya di Dispora, dan seorang Kepala UPT Samsat.

    “Nggak bilang apa-apa waktu pinjam. Cuma bilang mau pinjam. Kebetulan saya memang sedang ada uang, dan saya juga melihatnya pak Samad ini Kepala Samsat dan mantan atasan saya di Dispora. Jadi saya pinjamkan saja,” jelasnya.

    Cicih Suarsih selaku pemilik lahan seluas 1.707 meter persegi yang juga dibeli Samad, mengatakan bahwa mulanya ia didatangi oleh ayah dari Asep Saefudin, Abdul, yang bertanya apakah tanah miliknya mau dijual.

    “Ada abahnya pak Asep nanya ada tanah yang mau dijual nggak? Katanya mau dibeli. Saya bilang (harganya) Rp100 ribu per meter. Katanya bakal ada yang datang ke sini. Saya tanya, buat apa bah? Katanya buat kebun-kebunan cau (Pisang, red). Katanya buat anak angkat abah, itu Haji Samad,” ujarnya.

    Setelah pertemuan tersebut, Samad datang ke rumah Cicih bersama dengan Abdul dan Asep. Terjadi tawar menawar harga tanah, hingga sepakat bahwa tanah tersebut akan dijual dengan harga Rp170 juta. Samad pun menyerahkan uang muka atau DP kepada Cicih.

    “Jadi DP dulu Rp30 juta. Ini di DP kata Haji Samad, biar enggak dijual ke orang lain. Haji Samad langsung yang membayar. Dibuatkan kwitansi, tapi enggak dikasih. Cuma disuruh tandatangan saja. Sekitar beberapa minggu kemudian, datang lagi Haji Samad. Itu untuk pelunasan sisanya Rp140 juta,” ungkapnya.

    Menurutnya, pembelian tanah tersebut tidak langsung dibuatkan AJB. Sebab, pembuatan AJB akan dilakukan secara terpisah. Di sisi lain, Cicih diminta untuk mengaku bahwa pembeli dari tanah miliknya merupakan Euis yang merupakan anak dari Uwi Safuri, dan dilakukan pada tiga tahun yang lalu.

    “Saya disuruh datang ke Samsat. Terus kata Asep, kalau ada yang bertanya saya disuruh bilang kalau tanahnya itu dijual tiga tahun yang lalu kepada Euis. Itu disuruh sama pak Samad, bilangnya melalui Asep. Karena saya disuruh seperti itu, ketika ada yang tanya saya lupa siapa, saya bilang seperti yang diarahkan,” tuturnya.

    Saksi Uwi Safuri yang namanya dijadikan sebagai pemilik tanah yang dibeli Samad dari Cicih mengaku bahwa mulanya Samad datang untuk membeli tanah miliknya seluas 2.555 meter persegi. Namun ia menolaknya.

    Lalu beberapa waktu kemudian, dilakukan sosialisasi bersama Samsat Malingping, berkaitan dengan pembebasan lahan beserta harga yang ditawarkan oleh pemerintah. Disepakati harga sebesar Rp500 ribu per meter persegi.

    “Harganya Rp500 ribu per meter. Itu harga berdasarkan musyawarah waktu itu. Saya sudah menerima pembayaran dengan cara ditransfer ke rekening Bank Banten,” ujarnya.

    Uwi pun mengaku pernah menandatangani AJB untuk pembelian tanah milik Cicih seluas 1.707 meter persegi. Menurutnya, hal itu merupakan saran dari BPN agar tanah yang dibebaskan harus satu kepemilikan.

    “Pertama-tama saran dari BPN, dan saya disuruh oleh Haji Samad untuk menandatangani. Sebenarnya tanah itu punya Haji Samad, yang dibeli dari Hajah Cicih. Saya tanda tangan terpisah (dari Cicih), orang desa datang ke rumah,” katanya.

    Majelis Hakim pun bertanya kepada Uwi, bagaimana dirinya mendapatkan uang pembebasan lahan dari pemerintah. Uwi pun menjelaskan bahwa pembayaran tersebut dilakukan dengan cara transfer ke rekening Bank Banten.

    “Besarannya Rp3,2 miliar lebih. Saya hanya memegang saja. Yang saya itu ambil yang dari tanah saya saja. Kalau yang Rp850 juta saya serahkan ke Asep. Saya serahkan di kantor Bank Banten Malingping,” tuturnya.

    Senada disampaikan oleh Euis. Ia mengaku bahwa pada saat sosialisasi, konsultan sempat bertanya kepada Cicih mengenai penjualan tanah miliknya. Menurut Euis, Cicih membenarkan bahwa tanah tersebut telah dijual.

    “Terus kata Haji Samad, harus satu nama. Makanya digunakan nama saya. Saat di BPN, kata orang BPN ini kan saya (hubungan) anak bapak dengan Haji Uwi, jadi daripada berabe, atas nama bapak saja,” ujarnya.

    Setelah itu, tanah milik dia dan ayahnya yakni Uwi Safuri serta tanah milik Samad yang diatasnamakan ayahnya pun dibeli oleh Pemprov Banten. Samad pun menelpon dirinya agar bagian dari penjualan tanah milik Samad, agar diberikan kepada Asep.

    “Pak Haji Samad nelpon ke saya, bilang disuruh kasih ke Asep uang Rp850 juta. Saya mah karena mikirnya tanah itu emang milik pak Haji Samad, makanya saya bilang kasihkan saja,” jelasnya.

    Sementara Asep Saefudin mengaku bahwa Samad memerintahkan dirinya untuk mencari tahu pemilik dari tanah yang akan dibeli oleh Pemprov Banten. Karena ia tidak tahu, maka dirinya pun bertanya kepada ayahnya yakni Abdul.

    “Pada saat itu Kepala Samsat nanya kepada saya apakah tahu nama yang punya tanah, saya jawab saya tidak tahu. Saat saya cari tahu ke orang tua, kalau itu ternyata tetangga. Maka bertemu Haji Samad dengan Cicih. Saya lihat pada saat (pembayaran) DP dan pelunasan,” ujarnya.

    Lalu ia pun membenarkan bahwa dirinya diperintah oleh Samad, untuk memberikan arahan kepada Cicih agar ketika ditanya mengenai pembelian tanah, harus menjawab tanah dibeli oleh Euis tiga tahun yang lalu.

    “Saya disuruh oleh pak Samad untuk menjemput ibu Cicih ke kantor. Masalah disuruh menyampaikan soal dibeli tiga tahun lalu, saya disuruh oleh pak Samad,” ungkapnya.

    Ia juga mengaku bahwa dirinya diperintah oleh Samad, untuk mengambil uang dari Uwi Safuri di Bank Banten Cabang Malingping. Namun ia mengaku tidak tahu berapa besaran uang yang akan diambil.

    “Saya disuruh bertemu dengan haji Uwi di Bank Banten Cabang Malingping. Saya diminta untuk mengambil. Di sana dikasih oleh haji Uwi satu kantong untuk haji Samad. Lalu saya serahkan ke haji Samad di rumahnya,” tandasnya.(DZH/ENK)