SERANG, BANPOS – Berbagai fakta terungkap dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi masker KN-95 pada Dinkes Provinsi Banten. Mulai dari munculnya nama Ari Winanto yang disebut sebagai Direktur PT RAM hingga Agus Suryadinata yang dikenalkan oleh salah satu Kasubbag Dinkes sebagai saudara petinggi Polda pada saat menawarkan masker.
Saksi pertama yakni Inspektur Pembantu (Irban) II Provinsi Banten, Dicky Hardiana. Dicky dicecar berbagai pertanyaan oleh para kuasa hukum, sebab Dicky beserta timnya merupakan pihak yang menyampaikan adanya temuan ketidakwajaran harga dengan potensi kerugian negara sebesar kurang lebih Rp1,2 miliar dalam pengadaan masker.
Kuasa hukum Lia Susanti mempertanyakan terkait dengan dasar Inspektorat menentukan adanya temuan ketidakwajaran harga dalam proyek pengadaan masker tersebut. Dicky pun menyampaikan isi SE Kepala BPKP Nomor 12 Tahun 2020 tentang Tata Cara Audit Tujuan Tertentu.
“Dapatkan dokumentasi pembayaran dan bukti kewajaran harga. Lalu bandingkan pembayaran dengan bukti kewajaran harga. Setelah itu, konfirmasi kepada pihak terkait, dokumen pembentuk kewajaran harga. Kemudian identifikasi bukti kewajaran harga,” ujarnya, Rabu (1/9).
Kuasa hukum Agus Suryadinata pun mempertanyakan kepada Dicky terkait dengan dokumen pembanding harga yang digunakan oleh Inspektorat, sehingga menyimpulkan adanya ketidakwajaran harga pada pengadaan masker tersebut.
“Kami membandingkan harga invoice dari PT RAM dengan PT BMM. Yang disampaikan oleh PT RAM tidak sama dengan PT BMM sebagai pemasok,” tutur Dicky.
Persidangan selanjutnya menghadirkan tiga orang saksi yang sudah pernah bersaksi sebelumnya, yakni Ati Pramudji Hastuti selaku Kepala Dinkes, Khania selaku mantan Pembantu PPK, dan Abdurrahman selaku tim LPJ. Bedanya, kali ini mereka bersaksi untuk terdakwa Lia Susanti lantaran pada persidangan sebelumnya, Lia tidak bisa hadir karena sakit.
Saksi Abdurrahman dalam kesaksiannya menyebut nama Ari Winanto sebagai direktur PT Right Asia Medika (RAM) berdasarkan surat penawaran dan Company Profile pada pengajuan pengadaan masker yang bermasalah.
Abdurrahman mengatakan bahwa mulanya ia mendapatkan surat penawaran dan Company Profile PT RAM dari saksi Khania melalui pesan WhatsApp. Pada surat penawaran pertama dan Company Profile itu, tertulis bahwa Ari Winanto merupakan Direktur PT RAM, bukan Wahyudin Firdaus.
“Pertama mendapatkan surat penawaran atas nama Ari Winanto sebagai Direktur. Lalu pada 9 Mei itu saya mendapatkan surat penawaran kembali atas nama Wahyudin Firdaus sebagai direktur,” ujarnya di persidangan, Rabu (1/9).
Akan tetapi, Abdurrahman mengaku bahwa untuk penawaran yang ditandatangani oleh Ari Winanto tidak dibuat kontraknya. Sebab, penawaran tersebut tidak jadi lantaran tidak ada barangnya.
“Untuk surat penawaran pertama yang ditandatangani oleh Ari Winanto itu tidak jadi. Karena barangnya tidak ada. Kalau di Company Profile pertama itu Ari Winanto memang menjabat Direktur,” jelasnya.
Abdurrahman pun mengaku bahwa dirinya sempat pusing mengenai struktur pengurus PT RAM. Sebab, perubahan sering terjadi dengan begitu cepat.
“Untuk susunan pengurusnya memang berubah-rubah saya bingung. Kadang marketingnya siapa, lalu berubah. Tapi tidak ada nama Agus Suryadinata,” ucapnya.
Untuk diketahui, Ari Winanto merupakan salah satu anggota DPRD Kota Serang dari Fraksi PAN. Berdasarkan profil Ari Winanto yang beredar di internet, dia memang diketahui merupakan pendiri dari PT RAM.
Sementara saksi Khania Ratnasari pun menyebutkan fakta baru dalam persidangan. Ia mengungkapkan bahwa pertemuan pertamanya dengan Agus Suryadinata ternyata ‘dijembatani’ oleh salah satu Kasubag di Dinkes. Dalam pertemuannya pun, Kasubag tersebut memperkenalkan Agus sebagai saudara dari petinggi Polda.
“Awal mula saya dihubungi oleh Agus melalui WhatsApp, saya tidak respon. Karena takut (bawa-bawa nama Kadis). Lalu saya bertemu dengan pak Agus karena diantar oleh Kasubag dan dikenalkan sebagai saudara orang (petinggi) Polda,” ujarnya.
Setelah itu, ia pun mengirimkan kepada Abdurrahman surat penawaran sekaligus Company Profile PT RAM melalui pesan WhatsApp. Dalam pesan WhatsApp tersebut pun, Khania menyampaikan kepada Abdurrahman bahwa Agus merupakan saudara petinggi Polda.
“Setelah pertemuan pertama, Ujang (Abdurrahman) bertanya, itu (Agus) siapa? Saya jawab, itu yang masih kerabat orang Polda. Tapi saya lupa siapa namanya,” terang Khania.
Sedangkan dalam kesaksiannya Ati, tidak ada yang berbeda dengan kesaksian sebelumnya. Hanya saja, Ati kembali menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak mengarahkan Agus untuk bisa mendapatkan proyek masker di Dinkes. Bahkan Ati sempat berceletuk mengenai hal tersebut yang membuat seisi persidangan riuh.
Saat itu, kuasa hukum Lia Susanti bertanya kepada Ati yang merupakan Kepala Dinkes Provinsi Banten, terkait kesaksian Khania bahwa terdakwa Agus Suryadinata mengaku kepada Khania bahwa ia diarahkan untuk menghubungi Khania oleh Kepala Dinkes.
Ati pun membantah bahwa dirinya memberikan arahan kepada Agus, untuk menghubungi Khania. Ia pun mengaku tidak ada laporan bahwa Agus membawa-bawa namanya untuk menghubungi Khania. Ati pun berceletuk jika tahu kelakuan Agus seperti itu, maka ia akan menggantung Agus.
“Kalau saya tau, saya bakal gantung itu orang,” kata Ati di persidangan. Jaksa Penuntut Umum, Kuasa Hukum, bahkan Anggota Majelis Hakim pun tertawa mendengar jawaban Ati. Kecuali Ketua Majelis Hakim, Slamet Widodo.
Slamet menegur Ati karena berujar tidak sopan di dalam persidangan. Menurutnya, jika memang itu merupakan luapan emosi, jangan sampai terucap di dalam persidangan sebagai bentuk penghormatan.
“Jangan seperti itu. Ini persidangan. Benar itu emosi yang diluapkan, tapi jangan diucapkan di sini,” tegas Slamet.
Ati pun mengaku salah dan meminta maaf. Menurutnya, itu merupakan spontanitas dirinya karena merasa kesal dengan Agus. “Mohon maaf yang mulia, itu spontanitas saya. Iyah maaf itu spontanitas karena kesal, saya emosi,” tandasnya. (DZH)