SERANG, BANPOS – Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten, Al Muktabar tiba-tiba mengajukan pengunduran diri dari jabatannya. Al Muktabar disebut kecewa karena mengetahui dirinya bakal segera diberhentikan oleh Gubernur Banten, Wahidin Halim.
Informasi dihimpun BANPOS, Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) melalui Badan Kepegawaian Daerah (BKD) melakukan konsultasi rencana pemecatan Sekda Banten Al Muktabar. Usulan bakal diajukan kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada tanggal 18 Agustus lalu.
WH melalui BKD pada Rabu tanggal 18 Agustus lalu mendatangi Komisi Aparatur Sipil Negara (ASN) guna melakukan konsultasi terkait rencana pemecatan Al Muktabar dari jabatanya sebagai Sekda.
Setelah mendapatkan gambaran dari Komisi ASN, tim BKD yang dikomandoi Komarudin langsung bergegas mendatangi Ditjen Otonomi Daerah (Otda) di Kemendagri, dengan maksud yang sama.
“Bagian Kepegawaian Pemprov Banten, informasi yang saya terima datang ke Kemendagri satu hari setelah peringatan Kemerdekaan HUT RI. Tujuanya mengkonsultasikan soal jabatan Pak Sekda yang akan dinonaktifkan,” kata tokoh masyarakat yang juga aktivis KP3B, Tb Mochammad Sjarkawie ini kepada BANPOS.
Namun konsultasi tersebut terendus oleh Al Muktabar, sehingga yang bersangkutan langsung menyusun surat permohonan pengunduran diri dari jabatannya sebagai sekda di Pemprov Banten pada tanggal 22 Agustus.
Dikatakan Sjarkawie, ada beberapa alasan yang menurutnya disampaikan oleh Komarudin, atas keinginan WH meminta kepada Presiden agar Al Muktabar segera diterbitkan surat keputusan (SK) pemberhentianya.
“Jabatan Sekda di provinsi kan SK pengangkatanya dari Presiden. Jadi SK Pemberhentiannya juga harus dari Presiden,” kata Sjarkawie seraya mengatakan jika Komarudin adalah orang yang sangat mudah menemui petinggi-petinggi di bagian Otda Kemendagri dikarenakan semua pejabatnya, ada yang satu angkatan di STPDN.
Adapun rencana usulan pemecetan Al Muktabar salah satunya adalah mengenai tidak dibayarkan dana bagi hasil (DBH) sektor pajak tahun 2020 kepada kabupaten/kota yang sempat ramai di awal tahun 2021 lalu.
“Bulan Maret 2021 kalau tidak salah, Gubernur Banten mendapatkan teguran keras dari Menteri Dalam Negeri, Pak Tito Karnavian karena bupati dan walikota se-Provinsi Banten mengadukan DBH tahun 2020 yang belum diberikan atau diutang oleh Pemprov. Dan yang saya tahu, ini juga ramai di pemberitaan dimedia-media,” ungkapnya.
Namun alasan yang paling utama dan dianggap sudah melewati batas, adalah terkait dugaan korupsi masker KN95 di Dinkes Banten sebesar Rp3,3 miliar pada APBD tahun 2020, garapan Kejati Banten dan telah menetapkan tiga orang tersangka. Satu orang pejabat eselon III Dinkes Banten, dan dua lainnya pihak ketiga atau pengusaha.
“Dugaan saya adalah proyek masker KN95 dari Belanja Tak Terduga Banten tahun 2020 dalam rangka penanganan dan pencegahan penyebaran Covid-19 yang jadi pemicu. Pekan lalu saya mendapatkan kabar kalau Pak Al Muktabar lah yang membocorkan dugaan anggaran mark up (pengelembungan) harga Masker KN95. Dan Pak WH kabarnya mendapatkan informasi ini langsung dari pejabat eselon II (Kepala Dinkes). Tapi ini baru dugaan yah. Karena saya meihat aparat penegak hukum dalam memproses dugaan korupsi Masker KN95 sudah sangat baik dan maksimal, terbukti penanganannya cepat, dan sekarang sudah proses sidang di Pengadilan Tipikor PN Serang,” ujarnya.
Akademisi Untirta, Ikhsan Ahmad, mengatakan bahwa mundurnya Al Muktabar dari jabatan Sekda, menggambarkan secara jelas bahwa Al Muktabar memang bukan Sekda yang dinginkan oleh WH. Sehingga ketika Al Muktabar mundur, WH langsung dengan sigap menunjuk ‘anteknya’ untuk menduduki jabatan Plt. Sekda.
“Nampaknya Al Muktabar sebagai Sekda Banten pada awalnya bukan sekda yang diinginkan oleh WH. Dengan ditunjuknya Plt. Sekda yang sekarang (Muhtarom), petunjuknya jelas (Muhtarom) sebagai orang WH,” ujar Ikhsan.
Kendati demikian, ia mengaku kaget dengan mundurnya Al Muktabar dari jabatan Sekda yang baru berlangsung kurang lebih dua tahun. Sebab, mundurnya Muktabar sangat mendadak. Hal itu juga menambah catatan buruk huru-hara pelaksanaan pemerintahan di bawah kepemimpinan WH-Andika.
“Kita sama-sama tahu, selama kepemimpinan WH, Pemprov penuh masalah. Huru-hara dan gonjang ganjing yang membuktikan bahwa reformasi birokrasi dan perubahan birokrasi tidak pernah terwujud,” terangnya.
Ia menyebutkan bahwa sampai saat ini, terdapat tiga kejadian besar dalam tubuh pemerintahan WH-Andika. Pertama yakni mundurnya Sekda sebelum Al Muktabar, yakni Ranta Soeharta. Kedua, mundurnya para pejabat Dinkes Provinsi Banten terkait kasus dugaan korupsi masker. Ketiga, mundurnya Al Muktabar.
Ia pun berpendapat bahwa mundurnya Al Muktabar tidak lepas dari ketidaksamaan visi, persepsi serta langkah-langkah kebijakan di antara elit Pemprov Banten. Lalu, WH pun dinilai tidak mampu mengefektifkan kepemimpinannya, dan tidak bisa menjadi konduktor yang baik dalam irama yang harusnya dimainkan bersama.
Ia pun menduga ada upaya memasang semua orang yang memang merupakan loyalis WH, di posisi strategis pemerintahan dalam rangka pengamanan, kemungkinan berbagai kasus korupsi maupun kepentingan kontestasi ke depan.
“Bisa jadi mundurnya sekda sekarang adalah bagian dari tarik menarik dan tekan menekan dari berbagai persoalan-persoalan yang saat ini ada di dalam Pemprov Banten, terutama kasus-kasus korupsi dan penyelewengan kewenangan lainnya,” ungkapnya.
Bahkan ia pun merasa aneh dengan mundurnya Al Muktabar sebagai Sekda. Sebab, tidak ada evaluasi maupun pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Provinsi Banten. Hal itu juga menandakan WH telah membawa kehancuran bagi birokrasi di Provinsi Banten, sehingga lebih baik ia mengikuti langkah Muktabar dengan mundur sebagai Gubernur.
“Saya khawatir kepemimpinan WH pada akhirnya harus meninggalkan kehancuran bagi birokrasi di Banten. Oleh karena itu, sebaiknya WH ikut mundur agar tidak terjadi preseden-preseden lebih buruk untuk menyongsong masa depan yang lebih baik dari situasi yang serba tidak pasti saat ini,” ucapnya.
Apalagi jika isu pengajuan pemberhentian Al Muktabar dari jabatan Sekda oleh WH pada 18 Agustus lalu dilakukan karena persoalan DBH yang karut-marut, maka argumentasi WH harus ikut mundur pun akan semakin menguat.
“DBH sebetulnya menjadi kesalahan kolektif dimana seharusnya bukan saja sekda yang bertanggungjawab, ada tim TAPD lainnya juga yang harus bertanggungjawab. Terlebih Gubernur. Oleh karena itu, sudah selayaknya Gubernur juga mundur,” tuturnya.
Sedangkan mengenai isu WH yang marah kepada Al Muktabar lantaran Al Muktabar lah yang melaporkan kasus dugaan korupsi masker kepada Kejati, justru diapresiasi oleh Ikhsan. Menurutnya, langkah Al Muktabar sudah sangat tepat.
““
“Saya berharap informasi pak Sekda (Al Muktabar) yang melaporkan dugaan kasus korupsi masker ke Kejati itu benar. Maka sebetulnya hal ini membawa kabar gembira bahwa ada pertarungan antara yang baik dengan yang jahat, itu penting. Lebih jauh, sudah seharusnya semua laporan yang didorong ke pemeriksa keuangan internal, sudah seharusnya ditindaklanjuti. Mungkin ini yang dilakukan oleh sekda,” tandasnya.
Terpisah, Kepala BKD Banten, Komarudin kepada wartawan membantah jika persoalan Al Muktabar ada gesekan atau persoalan dengan WH. “Nggak ada, itu kan mengajukan surat, artinya bukan perselisahan. Itu pilihan pribadi beliau (Al Muktabar) dalam memilih karier,” kata Komarudin seraya mengatakan surat pengundiran dari Al Muktabar tertanggal 22 Agustus.
Seemntara, dalam rilisnya, Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) menunjuk Muhtarom sebagai Pelaksana tugas (PLt) Sekda Banten. Muhtarom merupakan pejabat yang mengisi sejumlah jabatan penting di Provinsi Banten, seperti Kepala Badan Perencanaan Daerah (Bapeda), Kepala Inspektorat dan Komisaris PT Agro BAnten Mandiri, sebuah perusahan BUMD milik Pemprov Banten.
“Bapak Al Muktabar telah mengajukan permohonan pindah tugas dari Provinsi Banten ke Kemendagri melalui surat tertanggal 22 Agustus 2021,” kata Komarudin.
Ia menjelaskan, WH menyetujui permohonan pindah tersebut dalam surat Gubernur Banten yang ditandatangi pada tanggl 24 Agustus 2021. Selanjutnya WH menyampaikan usulan pemberhentian Al Muktabar dari jabatan Sekda kepada Presiden melalui Mendagri.
“Secara de facto mulai tanggal 24 Agustus 2021 jabatan Sekretaris Daerah Provinsi Banten kosong. Untuk menjaga efektivitas pekerjaan di Pemerintah Provinsi Banten, Gubernur Wahidin Halim menunjuk Inspektur Provinsi Banten Bapak Muhtarom sebagai Plt. Sekretaris Daerah,” pungkasnya.(DZH/RUS)