Kategori: PEMERINTAHAN

  • Kemenag Sambut Baik Rencana PTM

    Kemenag Sambut Baik Rencana PTM

    Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Cilegon, H. Idris Jumroni menyambut baik rencana Walikota Cilegon Helldy Agustian, terkait pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dalam waktu dekat.

    Idris juga mengapresiasi pernyataan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim bahwa sekolah yang berada pada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 1-3 itu boleh melakukan PTM terbatas meskipun gurunya belum divaksinasi.

    “Iya kami menyambut baik rencana Pak Walikota, dan pernyataan Pak Mendikbudristek Nadiem Makarim,” kata Kepala Kemenag Cilegon H. Idris Jumroni, Selasa (24/8) kepada BANPOS.

    Menurut Idris, bila kondisinya sudah memungkinkan, pelaksanaan PTM di sekolah umum dan madrasah memang harus segera dilakukan. Namun tentunya, harus disertai berbagai pertimbangan terutama soal kesehatan para siswa-siswi harus terjaga.

    Selama pandemi Covid-19 ini ungkap Idris, tidak sedikit Kementerian Agama Cilegon mendapat keluhan dari wali siswa-siswi madrasah terkait kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan melalu daring.

    “Semoga ini segera terwujud walau PTM masih dilaksaakan terbatas. Kami tidak bisa membayangkan bagaimana kebahagian siswa-siswi bisa PTM dan bertemu teman-temannya. Sekali lagi kami menyambut baik rencana pemerintah yang akan segera memberlakukan PTM. Kami menilai pelaksanaan ini hasil pertimbangan dan kajian matang yang dilakukan pemerintah,” ungkapnya. (CR-01/RUL)

  • Pemprov Diminta Urus Bangunan Liar

    Pemprov Diminta Urus Bangunan Liar

    SERANG, BANPOS – Anggota DPRD Kabupaten Serang, Tb Baenurzaman, mengeluhkan adanya bangunan liar (bangli) di sepanjang jalan anak sungai Cibanten, yang berlokasi di sepanjang jalur jalan Palka, Ciomas, Kabupaten Serang. Berdasarkan keluhan warga yang disampaikan kepada wakil rakyat tersebut, bangli banyak berdiri di desa Kadubeureum dan Telagawarna.

    “Banyak keluhan warga yang mengatakan bahwa di sepanjang pinggir anak sungai Cibanten yang mengarah ke Batukuwung ini banyak bangli, seharusnya itu diperuntukkan sempadan sungai. Tapi dibangun bangunan semi permanen,” ujarnya, kemarin.

    Berdasarkan keluhan warganya tersebut, ia diminta untuk menyampaikan aspirasi ke pemerintah terkait. Namun, karena wilayah tersebut bukan merupakan kewenangan Kabupaten Serang, maka pihaknya tidak memiliki kewenangan.

    “Berbicara hal ini, anggota dewan Kabupaten tidak punya kewenangan. Itu kewenangannya milik Provinsi Banten, karena memang jalan Provinsi,” katanya.

    Politisi Golkar ini meminta kepada pihak berwenang dalam hal ini Dinas PUPR dan bidang sumber daya air (SDA) di Provinsi Banten agar dapat meninjau dan melakukan pembangunan. Sebab, masyarakat yang berada di hilir terus mengeluh dan mendesak agar segera ditindaklanjuti.

    “Karena mereka yang merasakan banjirnya, jadi masyarakat di hilir ini minta segera ditindaklanjuti Bangli-bangli yang dianggap merugikan itu. Kalau musim penghujan, otomatis jalan Palka itu tergenang,” tuturnya.

    Menurutnya, wilayah anak sungai tersebut memang berada di Kabupaten Serang. Akan tetapi, untuk kewenangan tetap berada di Pemprov Banten.

    “Yang ditakutkan oleh masyarakat, sekian tahun kedepan akan banjir sampai ke permukiman,” terangnya.

    Ia pun mencoba untuk meninjau lokasi secara langsung. Benar memang ditemui bangli yang sudah berdiri cukup lama, dan sedang dilakukan pembangunan menggunakan bahan bangunan semen dan pasir.

    “Ternyata sekarang ini banyak bangunan-bangunan yang tidak mengikuti aturan. Kan ada aturannya untuk sempadan berapa meter, sehingga bangunan itu tidak langsung di atas anak sungai yang membuat air tersumbat karena penyempitan jalannya air,” tuturnya.

    Ia menjelaskan, saluran air anak sungai Cibanten itu banyak tertimbun akibat pembangunan ruko dan sebagainya. Menyebabkan diameter gorong-gorong menjadi lebih kecil, yang mengakibatkan penyumbatan ketika ada ranting-ranting pohon dan sampah.

    “Mungkin sekarang tidak menyebabkan banjir, tapi kalau ada ranting-ranting dan sampah plastik lama kelamaan membuat saluran mampet yang akhirnya menyebabkan banjir,” ucapnya.

    Ketua fraksi partai Golkar ini mengatakan, banyaknya aktivitas di lokasi tersebut, ditambah dengan adanya pasar warga, membuat besar kemungkinan terjadi banjir yang menggenangi jalan raya Palka. Dengan begitu, ia meminta agar Pemprov dapat membangun sempadan sungai tersebut agar tidak menimbulkan banjir dalam waktu dekat.

    “Harus ada pembangunan, jadi harus diberi box cover yang diameternya minimal 2 kali 2 meter. Itupun tidak ditutup secara keseluruhan, harus per 5 meter pakai pengontrol bak,” katanya.

    Dengan diberi box cover beton yang diameternya cukup luas, kata dia, aliran air anak sungai akan lebih lancar. Selain itu, harus diberi bak kontrol yang setiap saat dilakukan pengecekan oleh petugas berwenang.

    “Harus ada oksigen, agar tidak pengap. Karena kalau kekurangan oksigen juga bisa membahayakan apabila ada pengontrolan,” tandasnya.(MUF/ENK)

  • Banyak Keluhan dari Masyarakat, Fraksi PAN Soroti Fasilitas RSUD Cilegon

    Banyak Keluhan dari Masyarakat, Fraksi PAN Soroti Fasilitas RSUD Cilegon

    CILEGON, BANPOS – Lakukan kunjungan dan meninjau kondisi Instalasi Gawat Darurat (IGD), hingga ruangan isolasi Covid-19 di RSUD Cilegon, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPRD Cilegon menyoroti sejumlah fasilitas yang ada.

    Dalam kunjungannya, Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Edison Sitorus, di dampingi Wakil Ketua Fraksi Anugerah Chaerullah, menilai kondisi fisik sejumlah fasilitas di RSUD Cilegon dinilainya masih kurang terawat dengan baik. Bahkan kata dia, keramik saja banyak yang sudah pecah-pecah dan terkesan dibiarkan.

    “Saya lihat keramik sudah pecah-pecah. Seperti kurang terawat, atau memang keramiknya kurang bagus. Cat kusam, kabel engga rapih, ada CT Scan juga ada yang rusak,” kata Edison, Selasa (24/8).

    Menurutnya, hal itu perlu segera dibenahi oleh manajemen dan pemerintah agar pelayanan kesehatan bagi masyarakat itu berjalan maksimal.

    Anggota Badan Anggaran DPRD Cilegon tersebut mengaku, dirinya siap membantu menambahkan anggaran biaya untuk RSUD hingga 20 persen dari anggaran yang telah tersedia. Penambahan anggaran tersebut juga harus disertai dengan peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

    “Karena banyak keluhan dari masyarakat, kami siap membantu untuk menambah anggaran biaya asalkan pelayanan kesehatan di RSUD ini juga ditingkatkan,” ujarnya.

    Selain meninjau kondisi RSUD Cilegon langsung, kunjungan yang dilakukannya jelas Edison, untuk menyerap aspirasi dari manajemen RSUD Cilegon terkait sejumlah hal yang dianggap masih kurang dan membutuhkan dukungan legislatif. “Iya kita ingin tahu aspirasi dari manajemen langsung terutama terkait kebutuhan di RSUD Cilegon itu apa saja,” jelasnya.

    Wakil Ketua Fraksi PAN Anugerah Chaerullah menjelaskan, setelah mengetahui persoalan di RSUD, pihaknya akan membahas persoalan tersebut di legislatif.

    Anugerah menegaskan, persoalan di RSUD Cilegon yang didapat oleh pihaknya akan menjadi bahan pembahasan di rapat Rencana Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran 2022. “Dengan seperti ini, pembahasan yang akan dilakukan lebih objektif, sesuai dengan kondisi di lapangan,” tegasnya.

    Sementara itu, Plt Direktur RSUD Kota Cilegon Ujang Iing menuturkan, dengan kunjungan Anggota DPRD Cilegon dari Fraksi PAN tersebut, legislatif dapat mengetahui secara langsung persoalan yang sedang dihadapi rumah sakit. “Dewan sudah melihat kekurangan RSUD. Tadi sudah dibahas soal fisik dan juga nakesnya,” tuturnya.

    Selain kondisi infrastruktur menurut Iing, yang perlu mendapatkan perhatian serius itu tenaga kesehatan (Nakes) yang perlu ada penambahan. Itu perlu dilakukan, lantaran pendaftaran relawan Nakes yang diadakan RSUD waktu itu banyak yang mengundurkan diri. “Nakes juga minta ekstra puding, karena kemarin butuh 33 orang tapi yang keterima hanya 15 orang saja,” tandasnya (CR-01/RUL)

  • Keterangan Saksi Bikin Bingung, Sidang Tipikor Pengadaan Lahan Samsat Malingping

    Keterangan Saksi Bikin Bingung, Sidang Tipikor Pengadaan Lahan Samsat Malingping

    SERANG, BANPOS – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan Samsat Malingping menghadirkan Kepala Bapenda Provinsi Banten, Opar Sohari dan mantan Sekretaris Bapenda Provinsi Banten, Epi Rustam, sebagai saksi.

    Opar menjadi saksi pertama yang menyampaikan keterangannya di depan Majelis Hakim. Beberapa jam di persidangan, Opar diberondong berbagai pertanyaan mulai dari Majelis Hakim, hingga kuasa hukum terdakwa.

    Menjelang akhir persidangan, Opar sempat bersitegang dengan terdakwa, Samad, kaitannya dengan kronologis pengadaan tanah yang diduga dibeli oleh Samad lalu kembali dijual ke Pemprov Banten.

    Opar mengatakan bahwa Samad membeli tanah menggunakan uang Bapenda Provinsi Banten dan atas inisiatif pribadinya, kepada saksi atas nama Cicih. Namun keterangan tersebut dibantah oleh Samad.

    “Salah yang mulia. Saya tidak membeli dari Cicih, tidak benar saya beli dari Cicih. Seluas 6.510 meter dibeli dari Uwi. Menggunakan uang pribadi bukan uang Bapenda,” ujarnya, Selasa (24/8).

    Hakim Ketua pun sempat mempertegas kepada Opar, terkait dengan keterangannya tersebut. Namun Opar tetap pada keterangannya. “Tetap pada pernyataan,” katanya.

    Saksi selanjutnya yakni mantan Sekretaris Bapenda Provinsi Banten, Epi Rustam. Epi yang juga merupakan Ketua Panitia Pengadaan Tanah, menyampaikan bahwa pihaknya memang melakukan pembelian lahan kepada Uwi seluas 6.510 meter persegi dengan cara transfer langsung melalui Kas Daerah.

    “Pemiliknya tidak hanya Haji Uwi, ada Haji Irawan. Yang dibeli tanah atas nama Uwi. Bayar via transfer dari Kas Daerah ke pak Haji Uwi. Ada buktinya. Selain pak Haji Uwi, tidak ada yang ditransfer,” ujarnya.

    Namun, persidangan sampat dibuat bingung oleh keterangan Epi Rustam terkait dengan kepemilikan lahan Uwi dan Cicih. Sebab berdasarkan hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP), terdapat seluas 1.707 meter persegi tanah yang disebut masuk ke dalam tanah yang dimiliki Uwi.

    “Bagaimana bisa tanah yang sebelumnya atas nama Cicih Suarsih seluas 1707 meter persegi, pada akhirnya seluruhnya dibayarkan ke Uwi? Yang 4.410 meter buktinya apa?” tanya Majelis Hakim.

    “Bahwa memang kami menyerahkan ke BPN untuk dilakukan identifikasi secara keseluruhan, siapa pemilik dari lahan ini. Memang pada saat itu kami sempat menanyakan kepada PPTK, menanyakan ke pihak BPN. Lahan yang bermasalah yang 1.707 yang termasuk ke pembayaran 4.410 meter persegi. Kalau masalah secara detail saya kurang begitu tahu,” jawap Epi.

    Menurutnya, ia hanya bertugas dari segi persiapan. Dirinya pun mengaku baru tahu kalau hal itu menjadi masalah setelah diperiksa oleh Kejaksaan.

    “Yang kami tahu, kami melakukan semua pembayaran ke pak Haji Uwi dua blok itu. Yang kami tau justru masalah itu muncul setelah dilakukan pembayaran dan setelah kami diperiksa oleh Kejaksaan. Bahwa lahan yang dibayarkan itu ada perjanjian di bawah tanah terhadap haji Samad. Belum ada buktinya, masih perjanjian di bawah tanah. Itu sebelum pembayaran dari Bapenda, AJB dari Cicih belum ada pembayaran,” ucapnya.

    Berkaitan dengan Akta Jual Beli (AJB) yang mencantumkan nama Cicih Suarsih/Euis pun Epi tidak paham. Sebab selain AJB tersebut, ternyata terdapat sertifikat hak milik (SHM) atas nama Uwi/Euis juga di tanah yang sama.

    Epi pun ditanya terkait dengan tugas sekretaris pelaksana, yakni Samad, dalam hal pengadaan lahan. Hakim menanyakan, apakah menjadi tugas Sekretaris Pelaksana untuk mencari tanah.

    “Inisiatif terdakwa sendiri mencari lahan. Jalan sendiri, tanpa sepengetahuan saya. Bukan perintah dan tanpa SK,” terangnya.

    Menariknya, Hakim sempat berseloroh terkait dengan jawaban Epi atas pertanyaan yang disampaikan oleh kuasa hukum Samad. Saat itu, kuasa hukum menanyakan apakah yang dilakukan oleh Samad untuk mencari sendiri tanah untuk pengadaan gedung Samsat, merupakan sesuatu yang salah, Epi mengatakan tidak.

    “Secara normatifnya sudah betul. Yang salah, pada saat kami dipanggil ternyata ada masalah, dan masalahnya itu adalah masalah hukum. Sehingga, kami boleh dikatakan kecolongan,” ujar Epi.

    Melihat jawaban Epi yang tidak tegas sebagai saksi fakta, Hakim Ketua pun kembali menegaskan dimana letak kesalahan dari Samad dalam proses pengadaan tanah tersebut.

    “Dimana letak kesalahannya? Kalau begini terus, terdakwa bisa disebut tidak bersalah,” tegasnya.

    Selanjutnya, Epi pun menyatakan bahwa dalam SK yang ada, tidak diuraikan secara mendetail terkait dengan tugas panitia pengadaan. Bahkan menurutnya, ia baru tahu uraian tugas tersebut setelah diperiksa oleh Kejaksaan. Begitu pula dengan yang ada pada BAP. Sebab, dirinya saat ditanya oleh Hakim pun tidak bisa menjawab sesuai dengan yang ada di BAP.

    “Bahwa tim yang ada ini adalah tim internal untuk menunjang pelaksanaan-pelaksanaan tugas. Tim ini saya juga sempat bingung kenapa gak ada uraian tugasnya.

    Bahwa pada saat kami menerima surat keputusan menjadi tim persiapan, di dalamnya itu itu tidak ada uraian. Saya baru tau tugas sebagai ketua pada saat pemanggilan di Kejaksaan, saya baru melihat tugas di tim internal saat itu. Karena diperlihatkan Pergub nomor 11 tahun 2018,” ungkapnya.(DZH/ENK)

  • Pilkades Makin Memanas

    Pilkades Makin Memanas

    Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) di Desa Darmasari, Kecamatan Bayah, semakin panas. Seluruh panitia Pilkades Darmasari menyatakan mundur karena tidak puas pada keputusan musyawarah panitia kecamatan Bayah, pada Senin kemarin (23/08). Musyawarah di panitia Kecamatan dianggap telah mementahkan keputusan panitia tingkat desa dan meloloskan salah satu Balon Kades yang sebelumnya dituding belum mendapatkan izin cuti dari Bupati.

    Diketahui, kekisruhan kembali terjadi lantaran seluruh Panitia Pemilihan Pilkades Darmasari yang berjumlah sembilan orang ramai-ramai mengundurkan diri (seperti yang tertera dalam tanda-tangan pernyataan bermaterai). Entah apa yang jadi penyebabnya. Namun berdasarkan surat pengunduran diri yang beredar Tertanggal 23 Agustus 2021, bahwa alasan pengunduran diri mereka itu dikarenakan Panitia merasa kecewa lantaran semua Balon Kades yang dijaring oleh panitia desa dianggap berkas tidak lengkap (BTL) sehingga semua calon disebut Tidak Memenuhi Syarat (TMS).

    Sebelumnya, Ketua Panitia Pilkades Darmasari, Iskandar, menyebut, bahwa para Balon Kades Darmasari yang sudah terverifikasi secara administrasi ada sebanyak empat orang.

    “Iya awalnya ada lima orang yang daftar, tapi setelah verifikasi administrasi di tingkat Kecamatan, dan itu hanya empat orang yang sudah lengkap. Tapi setelah dibawa ke tingkat kecamatan semua dianggap BTL,” kata Iskandar.

    Diketahui bahwa satu orang pendaftar itu merupakan Kepala Desa Pamubulan yang masa jabatannya masih panjang, ia memilih cuti untuk ikut ikut kontestan di Pilkades Darmasari. Sayangnya izin cuti dari Bupati Lebak, sampai batas waktu yang ditentukan belum diterima panitia desa.

    Sementara, dalam acara musyawarah panitia di tingkat Kecamatan yang digelar pada Senin, Tanggal 23 Agustus 2021 kemarin, Sri Mustika selaku Plt Camat Bayah menyatakan, bahwa semua Balon Kades belum mengantongi sertifikat pembekalan dan tes yang dilakukan dari kabupaten.

    “Sertifikat Pembekalan belum dilengkapi oleh semua Balon Kades dan belum diserahkan ke panitia desa, sehingga pada dasarnya semua juga BTL. Jadi, dasar tereliminasinya salah satu balon karena terlambat memberikan berkas berlaku juga untuk semua, karena semua calon sama belum lengkap dan bisa disebut TMS,” ujar Plt Camat.

    Sementara, Juhani, salah seorang Balon Kades yang jadi target sasaran karena tersandung aturan BTL soal izin cutinya belum diterima oleh panitia tingkat desa mengatakan, terkait izin cutinya itu secara hukum sudah ditanda-tangani resmi oleh bupati Tertanggal 09 Agustus, hanya baru diterimanya Sabtu, yaitu tanggal 21.

    “Kalau berhubungan dengan izin cuti Saya, itu sudah sah resmi ditandatangani bupati tanggal 09 Agustus. Hanya saja waktu itu Ibu Bupati sedang sakit dan saya juga sama tengah sakit, jadi berkas baru diterima Saya dan dikirim ke panitia dari kabupaten hari Sabtu kemarin. Jadi secara dasar hukum keputusan izin cuti itu sudah ada sebelum batas waktu,” papar balon yang masih menjabat Kades Pamubulan.

    Menanggapi ini, Ketua Komisi I Bidang Perda DPRD Lebak, Enden Mahyudin kepada BANPOS mengatakan, bahwa pada dasarnya aturan tahapan Pilkades itu bersifat hierarkis, namun hal itu bisa diselesaikan secara musyawarah dalam tingkatan panitia sesuai aturan Perbup.

    “Ya aturan Pilkades itu mengacu ke Perbup. Kalau sudah ada ketetapan sesuai Perbup, itu berarti keputusan final. Jadi, kalau itu syarat, ya semua harus dipenuhi mutlak, apapun itu, jika tidak ya batal. Hanya saja pleno kepanitiaan pilkades itu sifatnya hierarkis connecting. Jika ada kisruh tidak selesai di bawah, ya harus naik ke tingkat atas, kecamatan lalu ke kabupaten. Semua ada acuan hukumnya. Seperti yang terjadi pada kisruh polemik di tahapan Pilkades Darmasari, ini harus hierarkis connecting,” jelas Enden.

    Diketahui, hingga Selasa malam (24/08), panitia tingkat Kecamatan Bayah masih melakukan upaya penyelesaian polemik kisruh. Semua panitia yang mundur dan Balon Kades dipanggil kembali ke kecamatan untuk menyelesaikan polemik tersebut. (WDO/PBN)

  • Ombudsman Buka Posko Pengaduan Seleksi CASN

    Ombudsman Buka Posko Pengaduan Seleksi CASN

    SERANG, BANPOS- Ombudsman Perwakilan Provinsi Banten membuka posko pengaduan seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) 2021. Pembentukan posko pengaduan itu bertujuan untuk memastikan seluruh tahapan berjalan sesuai prosedur, transparan, dan akuntabel.

    Kepala Ombudsman Banten, Dedy Irsan, menerangkan bahwa sebagaimana surat edaran Ketua Ombudsman, posko pengaduan dibuka di kantor perwakilan di 34 Provinsi. Para pelamar menurutnya, dapat mengadu kepada posko pengaduan melalui tautan bit.ly/pengaduanCASN2021.

    “Tautan itu dibuat sebagai salah satu wujud respons cepat Ombudsman dalam menangani laporan dan aduan dari masyarakat, serta terintegrasi secara nasional” ujar Dedy dalam keterangan tertulisnya, kemarin.

    Dedy Irsan menuturkan bahwa syarat untuk membuat pengaduan adalah dengan mengisi formulir dan menyiapkan beberapa persyaratan, antara lain scan atau foto KTP, dokumen registrasi kartu SSCASN, dan bukti-bukti yang berkaitan dengan aduan.

    “Ombudsman menerima laporan dan aduan dari tiga pihak, yaitu perorangan atau korban langsung, kelompok masyarakat yang menjadi korban langsung, dan pihak-pihak yang menerima kuasa dari korban,” kata Dedy.

    Ia mengimbau agar para peserta seleksi CASN yang merasa mengalami maladministrasi, untuk tidak takut untuk berkonsultasi dan melaporkannya kepada Ombudsman.

    “Untuk para pelamar yang mengalami maladministrasi pada proses seleksi CPNS 2021, dan masih ragu untuk melaporkan dapat menghubungi Ombudsman Banten melalui sms pengaduan di nomor 0811-1273-737 untuk berkonsultasi,” ungkapnya.

    Asisten Muda Ombudsman RI, Harri Widiarsa, selaku PIC Posko pengaduan CPNS Ombudsman Perwakilan Banten mengatakan bahwa terdapat beberapa mekanisme yang akan dilalui oleh pelapor.

    Pertama, pelapor diharapkan membuat laporan kepada helpdesk instansi bersangkutan. Kedua, pelapor menyampaikan laporan atau keberatan atau sanggahan atas ketidaklulusannya pada seleksi CASN kepada Ombudsman, melalui posko pengaduan secara fisik atau virtual.

    “Ketiga, jika aduan dilayangkan melewati masa sanggah, maka laporan itu diberikan terlebih dahulu kepada instansi bersangkutan. Keempat, Ombudsman akan memverifikasi syarat dan isi laporan. Jika ada persyaratan yang belum dipenuhi, maka laporan akan tercatat sebagai konsultasi nonpelaporan dan tidak diperiksa. Kelima, Ombudsman akan melakukan pemeriksaan terhadap laporan. Terakhir, Ombudsman akan berkoordinasi dengan instansi yang menjadi terlapor,” tandasnya. (DZH/AZM)

  • Bukti Birokrasi Amburadul, Sekda Mundur Karena Mau Diberhentikan

    Bukti Birokrasi Amburadul, Sekda Mundur Karena Mau Diberhentikan

    SERANG, BANPOS – Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten, Al Muktabar tiba-tiba mengajukan pengunduran diri dari jabatannya. Al Muktabar disebut kecewa karena mengetahui dirinya bakal segera diberhentikan oleh Gubernur Banten, Wahidin Halim.

    Informasi dihimpun BANPOS, Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) melalui Badan Kepegawaian Daerah (BKD) melakukan konsultasi rencana pemecatan Sekda Banten Al Muktabar. Usulan bakal diajukan kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada tanggal 18 Agustus lalu.

    WH melalui BKD pada Rabu tanggal 18 Agustus lalu mendatangi Komisi Aparatur Sipil Negara (ASN) guna melakukan konsultasi terkait rencana pemecatan Al Muktabar dari jabatanya sebagai Sekda.

    Setelah mendapatkan gambaran dari Komisi ASN, tim BKD yang dikomandoi Komarudin langsung bergegas mendatangi Ditjen Otonomi Daerah (Otda) di Kemendagri, dengan maksud yang sama.

    “Bagian Kepegawaian Pemprov Banten, informasi yang saya terima datang ke Kemendagri satu hari setelah peringatan Kemerdekaan HUT RI. Tujuanya mengkonsultasikan soal jabatan Pak Sekda yang akan dinonaktifkan,” kata tokoh masyarakat yang juga aktivis KP3B, Tb Mochammad Sjarkawie ini kepada BANPOS.

    Namun konsultasi tersebut terendus oleh Al Muktabar, sehingga yang bersangkutan langsung menyusun surat permohonan pengunduran diri dari jabatannya sebagai sekda di Pemprov Banten pada tanggal 22 Agustus.

    Dikatakan Sjarkawie, ada beberapa alasan yang menurutnya disampaikan oleh Komarudin, atas keinginan WH meminta kepada Presiden agar Al Muktabar segera diterbitkan surat keputusan (SK) pemberhentianya.

    “Jabatan Sekda di provinsi kan SK pengangkatanya dari Presiden. Jadi SK Pemberhentiannya juga harus dari Presiden,” kata Sjarkawie seraya mengatakan jika Komarudin adalah orang yang sangat mudah menemui petinggi-petinggi di bagian Otda Kemendagri dikarenakan semua pejabatnya, ada yang satu angkatan di STPDN.

    Adapun rencana usulan pemecetan Al Muktabar salah satunya adalah mengenai tidak dibayarkan dana bagi hasil (DBH) sektor pajak tahun 2020 kepada kabupaten/kota yang sempat ramai di awal tahun 2021 lalu.

    “Bulan Maret 2021 kalau tidak salah, Gubernur Banten mendapatkan teguran keras dari Menteri Dalam Negeri, Pak Tito Karnavian karena bupati dan walikota se-Provinsi Banten mengadukan DBH tahun 2020 yang belum diberikan atau diutang oleh Pemprov. Dan yang saya tahu, ini juga ramai di pemberitaan dimedia-media,” ungkapnya.

    Namun alasan yang paling utama dan dianggap sudah melewati batas, adalah terkait dugaan korupsi masker KN95 di Dinkes Banten sebesar Rp3,3 miliar pada APBD tahun 2020, garapan Kejati Banten dan telah menetapkan tiga orang tersangka. Satu orang pejabat eselon III Dinkes Banten, dan dua lainnya pihak ketiga atau pengusaha.

    “Dugaan saya adalah proyek masker KN95 dari Belanja Tak Terduga Banten tahun 2020 dalam rangka penanganan dan pencegahan penyebaran Covid-19 yang jadi pemicu. Pekan lalu saya mendapatkan kabar kalau Pak Al Muktabar lah yang membocorkan dugaan anggaran mark up (pengelembungan) harga Masker KN95. Dan Pak WH kabarnya mendapatkan informasi ini langsung dari pejabat eselon II (Kepala Dinkes). Tapi ini baru dugaan yah. Karena saya meihat aparat penegak hukum dalam memproses dugaan korupsi Masker KN95 sudah sangat baik dan maksimal, terbukti penanganannya cepat, dan sekarang sudah proses sidang di Pengadilan Tipikor PN Serang,” ujarnya.

    Akademisi Untirta, Ikhsan Ahmad, mengatakan bahwa mundurnya Al Muktabar dari jabatan Sekda, menggambarkan secara jelas bahwa Al Muktabar memang bukan Sekda yang dinginkan oleh WH. Sehingga ketika Al Muktabar mundur, WH langsung dengan sigap menunjuk ‘anteknya’ untuk menduduki jabatan Plt. Sekda.
    “Nampaknya Al Muktabar sebagai Sekda Banten pada awalnya bukan sekda yang diinginkan oleh WH. Dengan ditunjuknya Plt. Sekda yang sekarang (Muhtarom), petunjuknya jelas (Muhtarom) sebagai orang WH,” ujar Ikhsan.

    Kendati demikian, ia mengaku kaget dengan mundurnya Al Muktabar dari jabatan Sekda yang baru berlangsung kurang lebih dua tahun. Sebab, mundurnya Muktabar sangat mendadak. Hal itu juga menambah catatan buruk huru-hara pelaksanaan pemerintahan di bawah kepemimpinan WH-Andika.

    “Kita sama-sama tahu, selama kepemimpinan WH, Pemprov penuh masalah. Huru-hara dan gonjang ganjing yang membuktikan bahwa reformasi birokrasi dan perubahan birokrasi tidak pernah terwujud,” terangnya.

    Ia menyebutkan bahwa sampai saat ini, terdapat tiga kejadian besar dalam tubuh pemerintahan WH-Andika. Pertama yakni mundurnya Sekda sebelum Al Muktabar, yakni Ranta Soeharta. Kedua, mundurnya para pejabat Dinkes Provinsi Banten terkait kasus dugaan korupsi masker. Ketiga, mundurnya Al Muktabar.

    Ia pun berpendapat bahwa mundurnya Al Muktabar tidak lepas dari ketidaksamaan visi, persepsi serta langkah-langkah kebijakan di antara elit Pemprov Banten. Lalu, WH pun dinilai tidak mampu mengefektifkan kepemimpinannya, dan tidak bisa menjadi konduktor yang baik dalam irama yang harusnya dimainkan bersama.

    Ia pun menduga ada upaya memasang semua orang yang memang merupakan loyalis WH, di posisi strategis pemerintahan dalam rangka pengamanan, kemungkinan berbagai kasus korupsi maupun kepentingan kontestasi ke depan.

    “Bisa jadi mundurnya sekda sekarang adalah bagian dari tarik menarik dan tekan menekan dari berbagai persoalan-persoalan yang saat ini ada di dalam Pemprov Banten, terutama kasus-kasus korupsi dan penyelewengan kewenangan lainnya,” ungkapnya.

    Bahkan ia pun merasa aneh dengan mundurnya Al Muktabar sebagai Sekda. Sebab, tidak ada evaluasi maupun pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Provinsi Banten. Hal itu juga menandakan WH telah membawa kehancuran bagi birokrasi di Provinsi Banten, sehingga lebih baik ia mengikuti langkah Muktabar dengan mundur sebagai Gubernur.

    “Saya khawatir kepemimpinan WH pada akhirnya harus meninggalkan kehancuran bagi birokrasi di Banten. Oleh karena itu, sebaiknya WH ikut mundur agar tidak terjadi preseden-preseden lebih buruk untuk menyongsong masa depan yang lebih baik dari situasi yang serba tidak pasti saat ini,” ucapnya.

    Apalagi jika isu pengajuan pemberhentian Al Muktabar dari jabatan Sekda oleh WH pada 18 Agustus lalu dilakukan karena persoalan DBH yang karut-marut, maka argumentasi WH harus ikut mundur pun akan semakin menguat.

    “DBH sebetulnya menjadi kesalahan kolektif dimana seharusnya bukan saja sekda yang bertanggungjawab, ada tim TAPD lainnya juga yang harus bertanggungjawab. Terlebih Gubernur. Oleh karena itu, sudah selayaknya Gubernur juga mundur,” tuturnya.

    Sedangkan mengenai isu WH yang marah kepada Al Muktabar lantaran Al Muktabar lah yang melaporkan kasus dugaan korupsi masker kepada Kejati, justru diapresiasi oleh Ikhsan. Menurutnya, langkah Al Muktabar sudah sangat tepat.
    ““
    “Saya berharap informasi pak Sekda (Al Muktabar) yang melaporkan dugaan kasus korupsi masker ke Kejati itu benar. Maka sebetulnya hal ini membawa kabar gembira bahwa ada pertarungan antara yang baik dengan yang jahat, itu penting. Lebih jauh, sudah seharusnya semua laporan yang didorong ke pemeriksa keuangan internal, sudah seharusnya ditindaklanjuti. Mungkin ini yang dilakukan oleh sekda,” tandasnya.

    Terpisah, Kepala BKD Banten, Komarudin kepada wartawan membantah jika persoalan Al Muktabar ada gesekan atau persoalan dengan WH. “Nggak ada, itu kan mengajukan surat, artinya bukan perselisahan. Itu pilihan pribadi beliau (Al Muktabar) dalam memilih karier,” kata Komarudin seraya mengatakan surat pengundiran dari Al Muktabar tertanggal 22 Agustus.

    Seemntara, dalam rilisnya, Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) menunjuk Muhtarom sebagai Pelaksana tugas (PLt) Sekda Banten. Muhtarom merupakan pejabat yang mengisi sejumlah jabatan penting di Provinsi Banten, seperti Kepala Badan Perencanaan Daerah (Bapeda), Kepala Inspektorat dan Komisaris PT Agro BAnten Mandiri, sebuah perusahan BUMD milik Pemprov Banten.

    “Bapak Al Muktabar telah mengajukan permohonan pindah tugas dari Provinsi Banten ke Kemendagri melalui surat tertanggal 22 Agustus 2021,” kata Komarudin.

    Ia menjelaskan, WH menyetujui permohonan pindah tersebut dalam surat Gubernur Banten yang ditandatangi pada tanggl 24 Agustus 2021. Selanjutnya WH menyampaikan usulan pemberhentian Al Muktabar dari jabatan Sekda kepada Presiden melalui Mendagri.

    “Secara de facto mulai tanggal 24 Agustus 2021 jabatan Sekretaris Daerah Provinsi Banten kosong. Untuk menjaga efektivitas pekerjaan di Pemerintah Provinsi Banten, Gubernur Wahidin Halim menunjuk Inspektur Provinsi Banten Bapak Muhtarom sebagai Plt. Sekretaris Daerah,” pungkasnya.(DZH/RUS)

  • Akhirnya, WH di Vaksin Covid- 19

    Akhirnya, WH di Vaksin Covid- 19

    GUBERNUR Banten Wahidin Halim (WH) terima vaksinasi Covid-19 dosis pertama. Pemberian dosis pertama vaksin Pfizer itu dilakukan oleh tenaga vaksinator Dinas Kesehatan Provinsi Banten di kediaman Gubernur WH Jlalan Haji Jiran, Pinang, Kota Tangerang (Selasa, 24/8).

    Sebelum menerima suntikan vaksin, WH menjalani penapisan terlebih dahulu mulai dari pengecekan suhu tubuh hingga pemeriksaan tekanan darah yang semuanya normal.

    “Mudah-mudahan vaksinasi salah satu upaya mencegah Covid-19,” ungkap WH.

    Usai menerima suntikan, WH mengaku biasa saja, tidak merasakan adanya keluhan.

    Sebagai informasi, data Dinas Kesehatan Provinsi Banten per 22 Agustus 2021, sasaran vaksinasi Covid-19 Provinsi Banten sebanyak 9.229.383 orang. Pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dosis pertama cakupannya sudah mencapai 26,18 persen atau 2.416.414 sasaran. Untuk vaksinasi Covid-19 dosis kedua cakupannya mencapai 13,51 persen atau 1.246.616 orang. Sedangkan untuk vaksinasi Covid-19 dosis ketiga sudah mencapai 17.022 sasaran atau 37,36 persen dari 45.566 tenaga kesehatan. (RUS/AZM)

  • Penyuap Belum Diungkap, Kinerja Kejari Dipertanyakan

    Penyuap Belum Diungkap, Kinerja Kejari Dipertanyakan

    CILEGON, BANPOS – Anggota DPRD Provinsi Banten, Syihabudin Sidik mempertanyakan sikap Kejari Cilegon yang belum mengungkap pemberi suap terkait kasus suap penerbitan izin Surat Pengelolaan Tempat Parkir (SPTP) Pasar Kranggot.

    Politisi partai Gerindra ini menilai kasus yang menjerat Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kota Cilegon, UDA sebagai tersangka penerima suap, janggal. Pasalnya sampai saat ini Kejari Cilegon belum menyeret pemberi suap.

    “Kalau gratifikasi atau suap itu, logikanya ada penerima ada pemberi. Masih juga ada tanda tanya satu lagi, nggak mungkin uang itu dilempar. Biasanya dia (pemberi suap) pakai pihak ketiga,” katanya saat menghadiri kegiatan silaturahmi kebangsaan DPD PKS ke Kantor DPC Gerindra Cilegon, Senin (23/8).

    Lebih lanjut, Syihabudin mempertanyakan mengapa Kejari belum mengungkap kepada masyarakat. Kata dia, dimana pun dalam setiap kasus suap atau gratifikasi pasti menyeret penerima dan pemberi.

    “Kalau UDA disangkakan dengan gratifikasi, si pemberinya sampai hari ini masih belum di publish. Mestinya kan lidik dan sidik berjalan serempak, nggak mungkin sendirian,” tuturnya.

    Ia menduga, Kejari dalam penanganan kasus terkesan politis. Karena tidak mengungkap kasus terang benderang. “Saya ini kan politisi, kenapa bu Kajari (Ely Kusumastuti) dalam kasus ini seperti bermain politik. Karena kasus ini bukan korupsi, ini gratifikasi. Maka kalau memang tidak ada pihak ketiga, ya pemberinya,” ujarnya.

    Syihabudin menginginkan agar kasus tersebut ditegakkan dengan sesuai aturan hukum yang berlaku. Setiap orang yang disangkakan melanggar hukum harus ditindak. Termasuk pemberi suap dalam kasus izin parkir Pasar Kranggot harus diungkap.

    “Sekali lagi, law enforcement. Saya punya harapan jangan ada unsur main politik. Karena hukum ditegakkan untuk menjadi panglima. Agar orang berdasarkan fakta dan bukti yang kuat, melakukan pelanggaran, yah diberikan sanksi,” tandasnya.

    Sementara itu, Salah seorang pengacara ternama di Kota Cilegon, Agus Surahmat Prawiroredjo menilai penetapan terhadap tersangka UDA terkesan setengah hati. Setengah hati karena penetapan tersangka hanya satu pihak saja. Padahal alasan yuridis jaksa bahwa perbuatan UDA masuk dalam ranah gratifikasi.

    Menurutnya, sebagai bagian dari masyarakat yang mencintai penegakan hukum tentu berita tersebut cukup menggembirakan. Artinya Kejaksaan Negeri Cilegon memenuhi janjinya dalam upayanya penegakan Hukum di Kota Cilegon.

    Namun demikian ada yang menarik dalam penangkapan dan atau pengungkapan kasus dalam klasifikasi gratifikasi oleh seorang Penyelenggara Pemerintahan.

    “Saat ini kan baru diungkap satu sisi saja yaitu penerima gratifikasi atas dugaan ijin perparkiran di Kota Cilegon. Sedangkan pihak pemberi bagaimana. Hal ini menjadi menarik karena penetapan tersangka hanya satu pihak saja yaitu penerima gratifikasi. Sementara pelaku penyuap atau pemberi gratifikasi tidak ditetapkan sebagai tersangka,” ujarnya Selasa (24/8).

    Dijelaskannya, peristiwa hukum tentu akan memaknai bahwa terjadinya peristiwa pidana tersebut terjadi oleh karena adanya hubungan kaosalitas antara pemberi dan yang diberi. Peristiwa pidana tentu tidak dapat terjadi apabila tidak ada peran dari pemberi suap dan atau gratifikasi .

    “Sebagaimana ketentuan Pasal 5 jo. Pasal 12 huruf a dan huruf b UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Tipikor”), baik pelaku pemberi maupun penerima gratifikasi diancam dengan hukuman pidana,” terangnya.

    Akan tetapi, lanjutnya, menurut Pasal 12 C ayat (1) UU Tipikor, gratifikasi yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara tidak akan dianggap sebagai suap apabila penerima gratifikasi melaporkan kepada KPK. Pelaporan tersebut paling lambat adalah 30 hari sejak tanggal diterimanya gratifikasi.

    Selanjutnya, yang dapat di pahami bersama bahwa pemberi gratifikasi melakukan upaya gratifikasi tentu dengan maksud agar pemberi ghratifikasi memperoleh harapan pula untuk mendapatkan sesuatu dari penerima gratifikasi.

    Dirinya membuat analogy pembanding yakni sangat tidak masuk logika misal seorang pengusaha, memberikan grtaifikasi kepada penyelenggara negara dengan kerelaan dan tidak dengan maksud untuk memperoleh suatu tujuan tertentu. Tentu hal ini sangat tidak mungkin.

    Olehkarenamya dapat diambil kesimpulan bahwa tindak pidana pemberian gratifikasi hanya dapat terjadi oleh karena adanya niat dan keinginan bersama untuk memperoleh keinginan bersama dengan kesepakatan bersama kedua belah pihak.

    Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Kadishub Cilegon UDA, telah ditetapka tersangka dan dilakukan penahanan oleh Kejaksaan Negeri Cilegon dengan dugaan menerima uang sebesar Rp531 juta terkait perizinan parkir di Pasar Kranggot. (LUK/BAR/RUL)

  • Dinilai Tak Beretika dan Menghina Kepala DLH, Open Bidding Didesak Untuk Ditunda

    Dinilai Tak Beretika dan Menghina Kepala DLH, Open Bidding Didesak Untuk Ditunda

    SERANG, BANPOS – Ketua DPRD Kota Serang mendesak agar Open Bidding pejabat Eselon II untuk diundur. Sebab, Open Bidding tersebut dinilai tak beretika lantaran memasukkan jabatan Kepala DLH sebagai jabatan yang dilelang, meskipun masih ada pejabat aktif yang mendudukinya yakni Ipiyanto.

    Ketua DPRD Kota Serang, Budi Rustandi, mengatakan bahwa dilelangnya jabatan Kepala DLH Kota Serang meskipun masih ada pejabat aktif yang mendudukinya, merupakan bentuk penghinaan terhadap pejabat tersebut. Hal itu dinilai sangat tidak beretika.

    “Ibaratnya, orang belum meninggal tapi kuburannya sudah digali. Ini kan tidak beretika dan merupakan penghinaan terhadap orang tersebut. Meskipun mau pensiun, tapi kan secara faktanya belum,” ujar Budi, Selasa (24/8).

    Padahal menurutnya, DLH Kota Serang yang tengah dipimpin oleh Ipiyanto, sedang mengemban misi penting terkait dengan pengelolaan sampah. Apalagi, kerja sama pengelolaan sampah dengan Tangerang Selatan (Tangsel) pun merupakan salah satu prestasi Ipiyanto.

    “Saya bisa katakan beliau ini berprestasi. Sekarang beliau sedang mengemban misi yang sangat penting, yakni menyelesaikan persoalan sampah di Kota Serang. Jangan sampai dihinakan dengan seolah-olah ingin membuang dirinya,” tegasnya.

    Ia pun mendesak agar Open Bidding tersebut diundur. Sebab jika dipaksa untuk dilanjutkan, hal itu akan menjadi sejarah buruk bagi manajemen birokrasi di Kota Serang.

    “Saya mendesak agar Open Bidding tersebut untuk ditunda. Demi kehormatan Kepala DLH Kota Serang. Karena jika dipaksakan, akan menjadi sejarah buruk. Masa Kepala Disdukcapil harus ditunggu pensiun baru Open Bidding, Kepala DLH tidak,” ungkapnya.

    Sementara itu, Komisi I pada DPRD Kota Serang akan memanggil Kepala BKPSDM Kota Serang, untuk mengklarifikasi terkait dengan dilakukannya Open Bidding jabatan Kepala DLH Kota Serang tersebut.

    Pemanggilan tersebut dilakukan agar kesimpangsiuran isu yang terjadi akibat hal tersebut, dapat terklarifikasi. Selain itu, Komisi I pun ingin memastikan tindakan tersebut telah mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku.

    Ketua Komisi I pada DPRD Kota Serang, Bambang Janoko, mengatakan bahwa dirinya telah mendengar dan membaca mengenai permasalah Open Bidding Kepala DLH Kota Serang.

    “Iya saya sudah mendengar dan membaca terkait dengan persoalan tersebut. Kepala DLH masih aktif namun jabatannya sudah dilelang,” ujar Bambang saat dikonfirmasi awak media melalui sambungan telepon.

    Menurutnya, ia tidak mau berspekulasi lebih jauh terkait dengan hal tersebut. Sebab, untuk pelaksanaan Open Bidding memang menjadi kewenangan dari Walikota Serang.

    “Saya tidak mau berkomentar banyak karena itu kan ranahnya Pemkot Serang, Baperjakat yah. Kewenangannya pak Walikota,” ungkapnya.

    Kendati demikian, pihaknya akan segera memanggil BKPSDM Kota Serang, untuk mengklarifikasi terkait dengan hal itu. Dengan demikian, tidak muncul isu-isu liar mengenai dilakukannya Open Bidding untuk jabatan Kepala DLH, saat masih ada pejabat yang aktif.

    “Saya selaku leading sector yang berkaitan dengan pemerintahan, akan melakukan pemanggilan terhadap BKPSDM. Sehingga dapat diketahui lebih jelas lagi, bagaimana sebenarnya aturannya,” tandas Bambang.

    Sebelumnya diberitakan, Pemkot Serang mulai melakukan seleksi terbuka atau open bidding, untuk sejumlah jabatan Eselon II yang saat ini kosong. Namun yang aneh, jabatan Kepala DLH Kota Serang yang saat ini masih dijabat oleh Ipiyanto, ternyata ikut dilelang.

    Walikota Serang, Syafrudin, mengatakan bahwa Open Bidding yang pihaknya lakukan, akan menyeleksi sebanyak 7 jabatan Eselon II. Ke tujuh jabatan tersebut yakni jabatan Asda 1, Kepala DLH, Kepala Dinas Pertanian Ketahanan Pangan, Kepala Disdukcapil, Kepala Dinkes, Kepala Diskominfo dan Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman.

    Terkait dengan dilakukannya Open Bidding untuk jabatan Kepala DLH yang saat ini secara definitif masih dijabat oleh Ipiyanto, Syafrudin mengaku bahwa hal itu tidak menjadi masalah. Sebab untuk pelantikannya, akan menunggu Ipiyanto pensiun.

    “Yah kan nunggu pensiun nanti di bulan Oktober. Jadi pelantikannya juga kan akan menunggu pensiun. Proses lelang ini juga mungkin akan lebih dari sebulan. Nantinya kalau kita tidak lelang sekarang, bakal ada pansel lagi, biaya lagi,” ungkapnya.

    Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Serang, Nanang Saefudin, mengatakan bahwa dilakukannya Open Bidding lebih awal untuk jabatan Kepala DLH, merupakan upaya untuk mengefektif dan efisienkan dalam pelaksanaan Open Bidding.

    “Pasti kan kita juga akan memerlukan biaya operasional, ada sekretariat, ada honorarium pansel kan. Nah kalau disekaliguskan kan jadi akan lebih efektif dan efisien dalam pelaksanaan Open Biddingnya,” ujar Nanang.

    Jika tidak dilakukan berbarengan dengan 6 jabatan Eselon II lainnya, Nanang menuturkan bahwa nantinya Pemkot Serang akan kembali melakukan Open Bidding, hanya untuk satu OPD saja.

    “Ya kan enggak ada masalah. Daripada nanti ditunda satu, nanti Open Bidding lagi hanya satu OPD. Lebih baik kita sekaliankan saja yah,” jelasnya.

    Menanggapi masuknya jabatan Kepala DLH ke daftar jabatan yang dilakukan Open Bidding, Ipiyanto mengaku kaget. Sebab, tidak ada komunikasi sama sekali dengan dirinya, untuk membahas hal tersebut. Padahal menurutnya, komunikasi dapat dilakukan sebelum adanya pengumuman itu.

    “Kenapa tidak dibicarakannya dengan saya terlebih dahulu? Saya kan juga manusia, yang punya perasaan. Jujur saja ini membuat tidak nyaman. Orang lain pun akan menilai, ada apa dengan Ipiyanto? Pada saat Ipiyanto sedang membuat program terkait dengan pengelolaan sampah, tiba-tiba dilakukan Open Bidding,” tandasnya. (DZH/AZM)