Kategori: PEMERINTAHAN

  • Irna Mangkir Dialog, HMI Nyatakan Mosi Tidak Percaya Kepada Pemkab Pandeglang

    Irna Mangkir Dialog, HMI Nyatakan Mosi Tidak Percaya Kepada Pemkab Pandeglang

    PANDEGLANG, BANPOS – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pandeglang menilai Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang gagal dalam menjalankan Reformasi Birokrasi untuk mensejahterakan masyarakat. Pasalnya, dalam kondisi yang dibalut Covid-19 mulai dari masa PSBB hingga PPKM, dalam penanggulangannya dianggap tidak serius atau main-main.

    Hal tersebut terlihat saat HMI bersama OKP Cipayung Plus dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Pandeglang menggelar Dialog Publik bersama Eksekutif, Yudikatif dan Legislatif guna evaluasi bobroknya birokasi dan penanggulangan pandemi Covid-19, Bupati Pandeglang, Irna Narulita sebagai kepala daerah tidak menghadiri dialog tersebut, diruang Bamus DPRD Kabupaten Pandeglang, Selasa (24/8).

    Ketua Umum HMI Cabang Pandeglang, Hadi Setiawan mengatakan, jika Pemkab Pandeglang serius dalam melakukan penanganan Covid-19. Selaku kepala daerah, Irna seharusnya hadir dalam dialog tersebut untuk menyampaikan seperti apa penanganannya dan seperti kesulitan yang dihadapi oleh pemerintah daerah.

    “Melihat dialog yang dilaksanakan itu hanya sekedar formalitas semata, karena pada pelaksanaanya yang seharusnya dihadiri oleh Kepala Daerah selaku pemangku kebijakan dan penanggung jawab tidak nampak hadir. Jadi seolah-olah terkesan dialog ini hanya ngobrol santai tidak ada substansi secara evaluasi yang diharapkan oleh kami,” kata Hadi.

    Dalam forum dialog tersebut, lanjut Hadi, HMI Cabang Pandeglang menilai apa yang disampaikan oleh beberapa OPD hanya sebuah omong kosong belaka karena tidak didasari dengan data yang otentik. Dari data yang disampaikan Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Dinas Sosial (Dinsos) jumlah anggarannya begitu fantastis, namun dalam pelaksanaannya diduga tidak tepat sasaran.

    “Kita mengacu kepada Peraturan Gubernur Nomor 15 Tahun 2020 tentang bantuan keuangan untuk penanggulangan Covid 19, yang memang diperuntukan untuk 3 faktor diantaranya penanganan kesehatan, penanganan dampak ekonomi dan penyediaan Jaring Pengaman Sosial (JPS). Kami juga menyayangkan, dari alokasi tersebut banyak yang tidak sesuai dengan alokasi yang ditetapkan,” ujarnya.

    Menurutnya, dialog publik yang diselenggarakan seharusnya mampu menjadi forum evaluasi menyeluruh dalam segala aspek khususnya dalam penanganan Covid-19, namun pada pelaksanaanya tidak ada evaluasi yang menyeluruh hanya terkesan formalitas semata.

    Oleh karena itu, kata Hadi, HMI Cabang Pandeglang menyatakan sikap mosi tidak percaya terhadap Pemkab Pandeglang dan Walk Out (WO) dari Forum Dialog tersebut.

    “Kita sangat kecewa dengan Pemerintah Kabupaten Pandeglang terkesan anti kritik, untuk itu kami menyatakan Mosi Tidak Percaya dan akan kembali menyuarakan Aspirasi Masyarakat ini dalam bentuk Demonstrasi,” ungkapnya.(DHE/PBN)

  • Pilkades Darmasari Masih Kisruh

    Pilkades Darmasari Masih Kisruh

    LEBAK, BANPOS – Para bakal Calon Kepala Desa (Balon Kades) Darmasari, Kecamatan Bayah, menolak berkas susulan atas nama Juhani yang dituding sudah melewati batas waktu yang sudah ditentukan alias Berkas Tidak Lengkap (BTL). Mereka menuntut agar Panitia Pilkades Darmasari, konsisten terhadap aturan yang menjadi acuan bersama.

    Akan tetapi, diketahui dalam musyawarah Panitia Pilkades Kecamatan Bayah, disebutkan bahwa semua Balonkades ditemukan masih BTL hingga Tanggal 23 Agustus, sehingga ini memicu kisruh pada setiap Balon Kades dan pendukungnya.

    Hal ini dikemukakan dalam surat penolakan berkas susulan Balon Kades atas nama Juhani yang ditandatangani empat Balon Kades Darmasari, Senin (23/08).

    Dalam surat disebutkan, bahwa Berita Acara Nomor: 140/03- Pan Dms/2021 tertanggal 12 Agustus 2021 dan mengacu pada surat dari panitia Pilkades Nomor: 140/12-Pan Dms/2021 perihal pemberitahuan batas akhir pengumpulan berkas Balon Kades yang belum lengkap sampai dengan Tanggal 20 Agustus 2021 pukul 23:59 Wib.

    Bahwa ada salah satu Balon Kades yang persyaratannya dinyatakan BTL yaitu saudara Juhani dikarenakan salah satu persyaratannya tidak terpenuhi. Namun, diketahui bahwa Balonkades Juhani sudah menempuh persyaratan yang belum lengkap itu, yaitu surat izin cuti dari Bupati Lebak tanda-tangani Tanggal 09 Agustus 2021,namun dikirim kepada yang bersangkutan lambat, Tanggal 21 Agustus 2021 kemarin.

    Karena keterlambatan penyerahan berkas ke panitia ini, empat Balon Kades yang lain memohon agar panitia menolaknya dengan tegas, sesuai kewenangan dan peraturan yang ada.

    “Kalau kami sesuai aturan, kalau sudah tutup ya seharusnya tidak boleh diterima lagi. Panitia harus konsisten. Tidak boleh menerima berkas susulan karena sudah tutup,” kata Ahmad Yani, salah satu Balon Kades Darmasari kepada BANPOS.

    Menurutnya, tidak ada lagi alasan untuk menerima kembali berkas Balon Kades saudara Juhani, sebab keputusan panitia yang diambil sudah final dan mengikat secara fakta hukum.

    “Itu kan persyaratannya sudah lama ditunggu dari tanggal ke tanggal. Ko baru dipenuhi sekarang setelah verifikasi bakal calon ditutup. Ya kami sebagai bakal calon menolak,” kata Ahmad Yani.

    Ditegaskannya, aturan itu dibuat untuk dipatuhi bersama oleh semua pihak. Tidak boleh diubah semaunya. “Kami juga punya rekaman waktu pembekalan, kalau tidak salah wakil Bupati juga menyatakan kalau tidak sesuai batas waktu, maka tidak boleh tuntut menuntut, baik itu tidak lulus persyaratan administrasi maupun yang lainnya,” terangnya.

    Sementara, dalam musyawarah Panitia Pilkades tingkat Kecamatan Bayah, Plt Camat Bayah, Sri Mustika mengatakan kalau panitia atau balon kades lain beranggapan adanya kurang berkas, bisa di artikan semua bakal calon Kades di Kecamatan Bayah semua sama, “Karena rata-rata mereka BTL dan masuk kategori Tidak Memenuhi Syarat (TMS),” ujar Plt Camat.

    Dikatakan Sri Mustika, surat pembekalan baru bisa diambil pada tanggal 21 Agustus 2021, jadi Kalau permasalahannya kekurangan terkait berkas calon semua calon masih kurang,

    “Cuma bedanya ada yang 2 berkas ada yang 1 berkas seperti Desa Darmasari yang ada calon yang rekomnya dari bupati baru di dapat Tanggal 21. Dan surat sertifikat pembekalan untuk bacalon Kades se Kecamatan Bayah hingga Tanggal 20 Agustus belum lengkap. Surat sertifikat pembekalan belum di terima semua calon dan belum di serahkan ke panitia,” jelasnya.

    Ditambahkan Sri Mustika, pihaknya hanya menyampaika aturan tahapan yang tidak ada kepentingan, karena pada dasarnya semua Balonkades masih BTL. “Saya hanya menyampaikan aturan dalam tahapan dan tidak ada unsur atau kepentingan untuk meloloskan salah satu bacalon, karena kalau dibilang BTL semua calon BTL karena belum komplit, diantaranya berkas pembekalan yang baru Tanggal 23 ini baru ditetima. Jadi saya berharap semua berpikir jernih terkait keterlambatan karena semua sama, dan saya berharap Pilkades di Kecamatan Bayah ini berjalan lancar,” paparnya.

    Terpisah, Bacalon Kades yang diduga BTL karena belum menyerahkan berkas izin cuti dari bupati kepada BANPOS mengaku apa yang dihadangkan padanya adalah soal waktu penyerahan saja. “Saat itu surat cuti saya dari Ibu Bupati sudah ditandatangani pada tanggal 09 Agustus. Namun karena saat itu ibu bupati sedang sakit, maka surat itu baru diserahkan ke saya Tanggal 21, inilah masalahnya,” ujar Juhani.

    Ia menambahkan, mengenai batas waktu penyerahan berkas, sebagaimana dalam musyawarah tingkat Kecamatan kemarin, pada dasarnya semua balon juga kurang lengkap berkasnya.

    “Jadi intinya izin cuti saya sebagai Kades Pamubulan udah sah ditandatangani hanya diterima saya telat. Tapi kalau cuma syarat, saya rasa yang lain juga hingga Tanggal 20 kemarin belum menyerahkan berkas pembekalan juga. Intinya semua sama kurang berkas, kenapa cuma saya yang dihadang untuk dieliminasi,” ungkap Juhani kesal.(WDO/PBN)

  • Silaturahmi Kebangsaan, PKS Bujuk Gerindra

    Silaturahmi Kebangsaan, PKS Bujuk Gerindra

    CILEGON, BANPOS – Dalam rangka safari politik, DPD PKS Kota Cilegon mengunjungi kantor DPC Gerindra Kota Cilegon, Senin (23/8). Silaturahmi kebangsaan PKS Kota Cilegon ini sempat tertunda karena badai pandemi COVID-19, tetapi kini telah dimulai kembali untuk mempererat jalinan kebangsaan antar partai politik.

    Rombongan DPD PKS Kota Cilegon yang terdiri dari Ketua Amal Irfanuddin, Sekretaris Fery Budiman, Bendahara Anugerah Raharjo, Ketua Bidang Pembinaan Kader Astho Harjoko dan Ketua MPD Nurrotul Uyun disambut dengan hangat oleh jajaran pengurus Gerindra di Kantor DPC Gerindra Cilegon.

    Ketua DPD PKS Kota Cilegon Amal Irfanuddin mengatakan, kunjungan tersebut merupakan amanah dari DPP PKS. “Pertemuan ini amanat dari DPP jadi PKS harus membuat hubungan baik pada semua partai yang berada di lingkungan masing-masing. Kita DPD PKS Kota Cilegon berusaha melaksanakan itu menjalin hubungan baik kepada semua partai di Kota Cilegon,” kata Amal kepada awak media usai melakukan silaturahmi di Kantor DPC Gerindra Cilegon, Senin (23/8).

    Amal mengajak semua partai agar bersama sama membangun Kota Cilegon. “Partai Gerindra ini yang perdana karena partai nomor dua terbesar di Cilegon. Kita mengajak bekerjasama dengan baik agar membangun Cilegon ini bersama-sama. Helldy Sanuji setelah di pemerintahan milik semuanya, milik masyarakat Cilegon,” tuturnya.

    “Karena di pemerintahan itu eksekutif dan legislatif sehingga semua partai kita harapkan kedepan menyatu. Kuat sebagai legislatifnya untuk kemudian bisa mendampingi eksekutif agar kemudian program yang kita idam-idamkan untuk membangun Kota Cilegon ini bisa berhasil,” sambungnya.

    Amal mengatakan karena semua partai mempunyai visi misi yang sama untuk memajukan Kota Cilegon. “Kita punya visi misi punya keinginan yang sama untuk membangun Kota Cilegon lebih baik, untuk masyarakat Kota Cilegon,” tutupnya.

    Sementara itu, Ketua DPC Gerindra Kota Cilegon Sokhidin mengatakan kunjungan tersebut merupakan silaturahmi biasa untuk membangun Kota Cilegon kedepan. “Kita terima dengan terbuka. Intinya silaturahmi biasa, silaturahmi pasca pilkada tidak ada yang dibahas khusus, cuma pembahasannya seputaran bagaimana untuk kedepan membangun Kota Cilegon lebih baik,” terangnya.

    Sokhidin juga mengaku akan membalas balik kunjungan tersebut. “Jadi ketika pilkada sudah selesai kita bukan berarti yang kalah ini diam saja, kita kan ada porsi untuk ikut membangun tentunya selama kepemimpinan ini semua berpihak kepada rakyat, kesejahteraan masyarakat untuk kemajuan Kota Cilegon. Pemerintah untuk menepati janji-janji politiknya,” tuturnya.

    Ia juga akan mengkritisi pemerintah yang berkaitan langsung dengan masyarakat apabila kebijakan tidak membela masyarakat. “Kami akan mengkritisi ketika pemerintah ini tidak berpihak kepada rakyat. Konteks untuk masyarakat Cilegon pasti kalau ada yang tidak pas kita kritisi,” tandasnya. (LUK/RUL)

  • Gelar Rakor Tim Lintas Sektor, Pemkab Tangerang Tingkatkan Pelayanan Publik

    Gelar Rakor Tim Lintas Sektor, Pemkab Tangerang Tingkatkan Pelayanan Publik

    TANGERANG, BANPOS – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang gelar Rapat Koordinasi (Rakor) Tim Lintas Sektor Capaian Target Nasional Bidang Administrasi Kependudukan (Adminduk) Tahun 2021, yang dipimpin oleh Sekda Kabupaten Tangerang, Mochammad Maesyal Rasyid, diruang Sundul Gedung Usaha Daerah secara Virtual, Senin (23/8).

    Dalam Rakor tersebut, Maesyal mengatakan, Administrasi Kependudukan merupakan rangkaian kegiatan penataan dan penertiban, dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan yang diperoleh melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi kependudukan serta pendayagunaan hasilnya guna pelayananan publik dan pembangunan sektor lain.

    “Semakin baik penyusunan administrasi kependudukan, maka akan diperoleh data kependudukan yang baik dan akurat sebagai bahan perumusan suatu dokumen kependudukan,” kata Maesyal Rasyid.

    Sementara itu, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Tangerang, Safrudin mengatakan, Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan mengamanatkan bahwa pembangunan administrasi kependudukan yang diarahkan untuk mewujudkan tertib penertiban dokumen kependudukan dan tertib pengelolaan data identitas penduduk, dalam rangka memberikan perlindungan, pengakuan, penentuan status pribadi dan status hukum.

    “Rakor saat ini salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayan publik, kita sebagai abdi masyarakat dalam memberikan pelayanan administrasi kependudukan, kualitas pelayanan administrasi kependudukan merupakan proses pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Semoga target minimal yang telah dicanangkan bisa kita wujudkan bersama-sama,” ungkapnya. (DHE/RUL)

  • ‘Di-bully’, Jadi Alasan Hukuman Juliari Diringankan

    ‘Di-bully’, Jadi Alasan Hukuman Juliari Diringankan

    JAKARTA, BANPOS- Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap eks Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara.

    Dalam hal yang meringankannya, hakim menilai Juliari sudah menderita dikarenakan mendapat rundungan dari masyarakat.

    Dalam persidangannya sendiri, Hakim menyatakan Juliari P. Batubara telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

    “Menyatakan terdakwa Juliari P. Batubara telah terbukti secara sah dengan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi,” ujar Ketua Majelis Hakim M. Damis saat membacakan amar putusan.

    Juliari juga dijatuhi hukuman berupa uang pengganti sejumlah Rp14,59 miliar. Apabila Juliari tidak membayar uang pengganti dalam kurun satu bulan setelah putusan pengadilan, maka harta bendanya akan disita dan bila tidak mencukupi, Juliari akan diganjar pidana badan selama 2 tahun.

    Hakim pun memberikan hukuman berupa pencabutan hak politik selama 4 tahun, setelah Juliari selesai menjalani pidana pokok.

    Juliari dinyatakan terbukti menerima Rp32,48 miliar dalam kasus suap bansos Covid-19 wilayah Jabodetabek tahun 2020. Uang suap itu diterima dari sejumlah pihak.

    Rinciannya, sebanyak Rp1,28 miliar diterima dari Harry van Sidabukke, Rp1,95 miliar dari Ardian Iskandar M, dan Rp29,25 miliar dari beberapa vendor bansos Covid-19 lainnya.

    Dalam menjatuhkan vonis terhadap Juliari hakim mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Untuk hal yang memberatkan, perbuatan Juliari dinilai dapat dikualifikasi tidak ksatria.

    “Ibaratnya lempar batu sembunyi tangan. Berani berbuat tidak berani bertanggung jawab. Bahkan menyangkali perbuatannya,” beber Hakim Damis.

    Kemudian, perbuatan Juliari dilakukan dalam keadaan darurat bencana non alam yaitu pandemi Covid-19.

    “Tindak pidana korupsi di wilayah hukum Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat menunjukkan grafik peningkatan, baik kuantitas maupun kualitasnya,” keluhnya.

    Sementara yang meringankan, Juliari belum pernah dihukum. Kemudian, hakim menilai Juliari sudah cukup menderita lantaran dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat.

    “Terdakwa telah divonis oleh masyarakat telah bersalah padahal secara hukum terdakwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” ucap Damis.

    Hal meringankan lainnya, selama persidangan kurang lebih 4 bulan, Juliari hadir dengan tertib, tidak pernah bertingkah dengan macam-macam alasan yang akan mengakibatkan persidangan tidak lancar.

    “Padahal selain sidang untuk dirinya sendiri selaku terdakwa, terdakwa juga harus hadir sebagai saksi dalam perkara Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso,” tambah Hakim Damis

    Juliari terbukti melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    Vonis ini, di atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).l yang menuntut Juliari dijatuhi hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

    Plus, membayar uang pengganti Rp14,5 miliar, dan pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun, setelah menjalankan pidana pokok.

    Putusan Majelis Hakim yang dipimpin M. Damis langsung mendapat reaksi dari berbagai kalangan. Indonesia Corruption Watch (ICW) misalnya, menilai putusan 12 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (23/8) terhadap eks Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara tidak masuk akal.

    Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyatakan putusan tersebut bahkan semakin melukai masyarakat selaku korban korupsi bansos Covid-19. Ia menilai, Juliari sepantasnya dihukum penjara seumur hidup.

    “Betapa tidak, melihat dampak korupsi yang dilakukan oleh Juliari, ia sangat pantas dan tepat untuk mendekam seumur hidup di dalam penjara,” ujar Kurnia dalam keterangannya

    Ia menjabarkan, sedikitnya terdapat empat argumentasi yang dapat mendukung penilaian hukuman tersebut. Pertama, kata Kurnia, Juliari melakukan kejahatan saat menduduki posisi sebagai pejabat publik. Sehingga, menurut dia, berdasarkan hukuman Juliari mesti diperberat berdasarkan Pasal 52 KUHP.

    Kedua, lanjutnya, praktik suap bansos dilakukan di tengah kondisi pandemi Covid-19. Hal ini menunjukkan betapa korupsi yang dilakukan Juliari sangat berdampak, baik dari segi ekonomi maupun kesehatan, terhadap masyarakat.

    Kemudian ketiga, hingga pembacaan nota pembelaan atau pledoi, Juliari tak kunjung mengakui perbuatannya. Padahal, dua orang yang berasal dari pihak swasta, Ardian dan Harry, telah terbukti secara sah dan meyakinkan menyuap Juliari.

    Dan keempat, hukuman berat yang dijatuhkan terhadap Juliari bisa memberikan pesan kuat bagi pejabat publik lain agar tidak melakukan praktik korupsi di tengah situasi pandemi Covid-19

    “Berangkat dari hal ini, maka semakin lengkap kebobrokan penegak hukum, dalam menangani perkara korupsi bansos,” ucap Kurnia.

    Sementara itu, Penasihat Hukum eks Mensos Juliari Batubara, Maqdir Ismail mengatakan, vonis 12 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim terhadap kliennya sangat memberatkan.

    Sebab, ia menyebut, Juliari tidak pernah menerima uang suap bansos Covid-19 wilayah Jabodetabek tahun 2020, seperti yang didakwakan JPU KPK.

    “Yah, sangat berat, karena buktinya sekarang bahwa Pak Ari (Juliari) itu menerima uang? Nggak ada, selain dari pengakuan Matheus Joko Santoso dan juga Adi Wahyono,” ujar Maqdir seusai persidangan

    Lebih lanjut, kata dia, tidak ada barang bukti menyangkut perkara tersebut yang disita KPK dari Juliari.

    “Mana ada barang bukti yang disita dari dia? Kan nggak ada. Suap itu kan ada barangnya, bukan angan-angan orang gitu lho,” selorohnya.

    Maqdir menyatakan, putusan itu di luar perkiraannya. Soalnya, vonis yang dijatuhkan majelis hakim lebih tinggi dari tuntutan jaksa.

    Meski begitu, ia belum bisa memastikan bahwa pihaknya bakal mengajukan banding atas putusan majelis hakim tersebut. “(Banding) nanti kita lihat lah,” ucapnya.

    Sementara Juliari ogah berkomentar soal vonisnya. “Sama penasihat hukum saya ya,” tuturnya sembari menaiki mobil tahanan, di Gedung KPK Kavling C1.(OKT/AZM/RMID)

  • ‘Jatah’ Dipotong, Ketua DPRD Ngamuk

    ‘Jatah’ Dipotong, Ketua DPRD Ngamuk

    SERANG, BANPOS – Pemotongan bantuan keuangan (Bankeu) untuk Kota Serang menjadi hanya Rp15 miliar, disesalkan oleh Ketua DPRD Kota Serang, Budi Rustandi. Ia mengaku kecewa bahkan marah dengan Pemprov Banten beserta DPRD dapil Kota Serang, karena mengesampingkan pembangunan Kota Serang.

    Sebab menurut Budi, Bankeu tersebut sangat dibutuhkan untuk melakukan pembangunan Kota Serang, yang merupakan ibukota sekaligus etalase Provinsi Banten. Sehingga Kota Serang harus diprioritaskan.

    “Saya sangat menyayangkan dan kecewa dengan pemotongan bantuan keuangan yang dilakukan oleh Pemprov Banten,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (23/8).

    Ia pun meminta kepada Gubernur Banten agar kembali mempertimbangkan pemotongan Bankeu tersebut. Ia pun menegaskan bahwa seluruh anggota dewan yang berasal dari dapil Kota Serang, harus benar-benar memperjuangkan Bankeu tersebut.

    “Gubernur Banten, dan khususnya anggota DPRD Provinsi Banten dari dapil Kota Serang, perjuangannya mana untuk membangun Kota Serang. Harusnya Kota Serang menjadi prioritas. Percuma mereka (anggota DPRD Banten) ada di Kota Serang tapi tidak bisa memperjuangkan,” tuturnya.

    Seharusnya menurut Budi, para anggota DPRD Provinsi Banten bisa memperjuangkan Bankeu untuk Kota Serang, dan memprioritaskan pembangunan ibukota provinsi.

    “Tentu, seharusnya menjadi program prioritas untuk di Kota Serang. Apalagi terkait bantuan. Sekali lagi, saya sangat kecewa dan menyayangkan,” tuturnya.

    Di tengah Pandemi Covid-19 seperti saat ini, Budi menuturkan bahwa Pemkot Serang banyak melakukan refocusing anggaran untuk percepatan penanganan Covid-19. Maka, seharusnya Pemprov Banten memberikan bantuan keuangan yang layak untuk pembangunan Kota Serang.

    “Bukan malah dipotong. Bantuan keuangan itu juga kan untuk kebaikan Pemprov Banten, Kota Serang ini adanya di Banten. Dan Kota Serang merupakan ibukota Provinsi Banten. Pusat Pemerintahan Provinsi Banten juga ada di Kota Serang,” ucapnya.

    Bankeu tersebut menurutnya, akan digunakan untuk melakukan pembangunan mulai dari infrastruktur, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan sarana, serta prasarana lainnya untuk kemajuan Kota Serang.

    “Urgensi dari bantuan keuangan itu kan banyak. Infrastruktur, bantuan sosial, dan lain-lain. Sekarang malah dipotong lagi,” terangnya.

    Dia pun menegaskan, DPRD Kota Serang akan bersikap untuk menolak secara tegas dan keras terkait pemotongan Bankeu yang dilakukan oleh Pemprov Banten, menjadi Rp15 miliar.

    “Saya menolak, tapi saya memang tidak ada kewenangan untuk menolak. Hanya saja, saya menolak untuk pemotongannya. Dan tidak tahu alasannya itu apa dipotong,” katanya.

    Menurut Budi, seharusnya Kota Serang mendapatkan Bankeu sebesar Rp100 miliar, bahkan lebih. Sebab berdasarkan perhitungan dari pihaknya serta rekomendasi yang pernah DPRD Kota Serang sampaikan, seharusnya Kota Serang mendapat bantuan sebesar Rp120 miliar.

    “Idealnya itu Rp100 miliar, baru benar. Bahkan waktu itu kami sempat ajukan sekitar Rp120 miliar, tapi tetap saja acc nya kecil,” tandas Budi.(DZH/PBN)

  • Sekda Bantah Serapan Aspirasi Reses Rendah

    Sekda Bantah Serapan Aspirasi Reses Rendah

    SERANG, BANPOS- Sekda Kabupaten Serang, Tb Entus Mahmud Sahiri menampik informasi rendahnya pokok pikiran dewan yang terakomodir dalam Rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Kabupaten Serang tahun 2021-2026. Menurutnya, pokok pikiran dewan melalui reses adalah salah satu program yang cukup diperhatikan oleh Pemkab Serang.

    “Pokok pikiran dewan adalah salah satu program yang kita perhatikan, karena bagaimanapun kita menyadari dewan itu adalah wakil rakyat. Mereka setiap hari menerima masukan aspirasi dari masyarakat di dapilnya,” ujarnya, Senin (23/8).

    Ia mengakui, sehari-harinya para anggota dewan melihat bagaimana kondisi masyarakat dan pembangunan di dapilnya masing-masing. Adapun berkaitan dengan prosentase berapa banyak pokok pikiran dewan yang terakomodir, semata-mata karena anggaran yang dimiliki oleh Pemkab Serang.

    “Anggaran kita yang tentunya juga dibahas bersama-sama dengan dewan itu sendiri,” kata pria yang akrab disapa Entus ini.

    Ia menjelaskan, terkait dengan program rumah tidak layak huni (Rutilahu), dalam program tersebut memiliki banyak sumber keuangannya. Sumber keuangan dalam perogram rutilahu berasal dari APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten Serang.

    “Bahkan (anggaran) dari ASN sendiri ada infak setiap bulan. Jadi kita sangat menjadi prioritas untuk program rutilahu,” tegasnya.

    Untuk penetapan keluarga penerima manfaat (KPM) dalam program rutilahu, pihaknya mensibergikan data yang ada pada dinas sosial (Dinsos), Dinas perumahan, kawasan permukiman dan tata bangunan (DPKPTB) dan dikolaborasikan dengan desa dan kecamatan.

    “Masukan dari dewan kita akomodir. Cuma kan kita lihat mana yang harus ditangani terlebih dahulu. Karena masih banyak rutilahu, nah ini pasti setiap tahun kita sisir dari yang paling tidak layak dihuni,” tandasnya.

    Sebelumnya, sejumlah anggota DPRD Kabupaten Serang bolos saat rapat paripurna penetapan pengesahan Raperda RPJMD Kabupaten Serang tahun 2021-2026 pada hari Kamis (19/8). Puluhan anggota dewan dari berbagai fraksi itu tidak memberikan keterangan, sehingga rapat paripurna diundur, kemarin.

    Aanggota DPRD Kabupaten Serang fraksi Nasdem, Ahmadi mengaku, ketidakhadiran dirinya dalam rapat paripurna tersebut merupakan bentuk kekecewaan terhadap ketua DPRD dan Bupati Serang, Ratu Tatu Chasanah. Menurutnya, DPRD dan Pemerintah Daerah wajib memelihara dan membangun hubungan kerja yang harmonis, serta harus saling mendukung tanpa mengabaikan tri fungsi DPRD, yaitu fungsi pembentukan Perda, Fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.

    “Dalam kaitan ini lembaga DPRD, khususnya pimpinan DPRD tidak bisa membangun komunikasi yang baik. Baik itu antar anggota maupun fraksi fraksi, sehingga komunikasi antara DPRD dan Bupati seperti terputus,” ujarnya.

    Kata dia, banyak contoh yang mengganjal hubungan antar lembaga, diantaranya aspirasi masyarakat dari hasil reses yang tidak pernah diakomodir, dan banyak lagi contoh lainnya. Untuk Paripurna ini, ia menyebut lebih condong hanya untuk kepentingan eksekutif.

    “Kenapa saya bilang begitu, karena selama ini aspirasi anggota yang kita dapatkan dari reses hanya terserap masih di bawah 5 persen,” ungkapnya.

    Ia mencontohkan aspirasi yang ia sampaikan berdasarkan keluhan konstituennya, yaitu rutilahu yang juga ia sebut sebagai program ibadah, sejak tahun 2019 sampai saat ini hanya janji belaka. Padahal, akhir tahun 2020, sebanyak 15 Rutilahu sudah disurvey dan dinas sudah koordinasi dengann desa yang bersangkutan, bahwa tahun 2021 ini dibangun.

    “Tapi endingnya dicoret juga oleh ibu Bupati dengan alasan sudah ada janji sama konstituen. Kita ini bukan hanya konstituen, tapi partai pengusung, sekuat tenaga kita sudah membantu, apalagi saya sebagai ketua partai,” tegasnya.

    Ia berharap, eksekutif dan legislatif harus sama-sama paham dan mengerti. Karena yang lebih banyak terjun ke masyarakat dan mendengar aspirasi masyarakat itu adalah anggota DPRD.

    “Komunikasi dengan ibu Bupati pun ditelpon tidak diangkat, di WA tidak dijawab. Mau bagaimana lagi? Komunikasi dengan ketua DPRD pun tidak bisa diakomodir. Jangan sampai kita dicap PHP masyarakat, kasihan lah sama masyarakat Kabupaten Serang yang kita cintai ini,” tandasnya. (MUF/AZM)

  • Enden Mahyudin : Kasus PT IPA akan Digiring di RDP

    Enden Mahyudin : Kasus PT IPA akan Digiring di RDP

    LEBAK, BANPOS – Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Lebak, Enden Mahyudin meminta agar Satpol PP segera menindak tegas kasus pembangunan pabrik kemasan oli milik PT Indo Pacific Agung (IPA), karena membangun pabrik tanpa memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

    Enden juga menyatakan, akan memanggil pihak-pihak terkait, jika Satpol PP melalui penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) tak melaksanakan aturan yang berlaku terkait Peraturan Daerah (Perda) dan akan menggiringnya ke Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi 1 DPRD Lebak.

    “Ya kami dari Komisi 1 DPRD meminta agar Satpol PP tegas menegakan aturan Perda, maupun terkait aturan perizinan dan segera memasang garis Pol PP. Yang saya tau police line Pol PP hanya dipasang di dalam, itu harusnya di luar gerbang pabrik itu,” kata Enden, Sabtu, (21/8).

    Menurut Politisi dari PDIP ini, Satpol PP Lebak melalui PPNS tentu harus menindak siapapun yang melanggar Perda, apalagi persoalan ini dinilai merugikan pendapatan daerah.

    “Oknum yang membangun tanpa izin tentu merugikan daerah, dan Satpol PP melalui PPNS harus menindak-lanjuti pelanggaran yang menyangkut Perda. Saya dapat laporan walaupun sudah dipasang line oleh Pol PP aktivitas pembangunan tetap berjalan, jadi mohon tegas dalam menegakan Perda,” tegas Enden.

    Kata dia, jika Satpol PP tidak segera mengambil tindakan dalam menegakan aturan Perda atau aturan terkait perizinan itu, pihaknya akan segera memanggil dan melakukan RDP sesuai dengan tupoksinya.

    “Kita akan bergerak sesuai dengan poksi kita di Komisi I. Jika masih saja laporan atau temuan kasus ini tidak segera ditindaklanjuti, maka kita akan segera memanggil pihak- pihak terkait untuk diundang di RDP,” paparnya.

    Seperti diberitakan BANPOS sebelumnya, Barisan Rakyat Lawan Korupsi Indonesia (Baralak) menuding pembangunan pabrik kemasan oli yang dilaksanakan oleh PT IPA yang berlokasi di Desa Citeras, Kecamatan Rangkasbitung tanpa perizinan jelas. Baralak menyebut, pekerjaan bangunan itu diduga tanpa memiliki IMB yang berpotensi merugikan pendapatan daerah.(WDO/PBN)

  • Ratusan Guru Honorer Tiba-tiba Datangi Gedung DPRD Cilegon, Ada Apa?

    Ratusan Guru Honorer Tiba-tiba Datangi Gedung DPRD Cilegon, Ada Apa?

    CILEGON, BANPOS- Gedung DPRD Kota Cilegon tiba-tiba kedatangan ratusan guru honorer. Diketahui saat ini para guru honorer tersebut berstatus Tenaga Kerja Sukarela (TKS). Kedatangan mereka ke gedung wakil rakyat tersebut yaitu menuntut pengangkatan dari TKS menjadi TKK (Tenaga Kerja Kontrak).

    Selain itu, para guru honorer juga sekaligus mengawal Hearing atau rapat dengar pendapat antara para guru honorer dengan Komisi I, II, dan III DPRD Kota Cilegon, Asda II Setda Cilegon, Dindik Cilegon Cilegon, BKPP Kota Cilegon yang digelar di Ruang Rapat DPRD Kota Cilegon, Senin (23/8/2021).

    Pantauan di lokasi sekira pukul 10.15 WIB, para guru honorer berdatangan ke lantai dasar gedung DPRD Kota Cilegon. Ratusan guru honorer, itu langsung duduk di depan ruang rapat komisi, guna menunggu hasil Hearing rekannya yang berada di dalam ruang rapat bersama para wakil rakyat dan dinas terkait.

    Terlihat, para guru honorer juga membawa sejumlah karton yang bertulisan tuntutan, seperti ‘kerja maksimal, gajih minimal’, ‘wali kota baru status baru’, ‘TKK harga mati’.

    Ketua FKGTH Kota Cilegon Somy Wirardi mengatakan, dirinya bersama rekannya datang ke gedung DPRD Kota Cilegon memenuhi undangan dari Ketua DPRD Kota Cilegon untuk melakukan Hearing.

    “Kami kesini, diundang oleh ketua DPRD untuk Hearing bersama Dewan dan Pemerintah,” kata Somy sebelum Hearing dimulai saat ditemui di Gedung DPRD Cilegon, Senin (23/8/2021).

    Lebih lanjut Somy mengatakan kedatangan ratusan guru honorer yang tergabung dalam FKGTH itu bukan bentuk dari aksi demo, melainkan kedatangan para guru honorer itu untuk mengawal rekannya yang ada di dalam sedang Hearing bersama pemerintah dan DPRD.

    “Bukan ini bukan demo, mereka kesini karena mengawal mendukung dan memberikan support kepada kami dan rekan kami yang berada di dalam ruang rapat,” tuturnya.

    Selain itu, kata dia kedatangan para guru honorer ke gedung DPRD Kota Cilegon merupakan bentuk tuntutan para guru honorer kepada pemerintah untuk meningkatkan status dari TKS menjadi TKK.

    “Kami ingin status guru honorer yang berstatus TKS menjadi TKK melalui SK (Surat Keputusan, red),” tandasnya. (LUK)

  • Penyimpangan Anggaran Masih Marak

    Penyimpangan Anggaran Masih Marak

    PENGGUNAAN anggaran pemerintah yang dikelola Pemprov Banten maupun pemerintah daerah di bawahnya, belum menunjukkan itikad elit lokal untuk menjadikan pemerintahannya sebagai clean and good government. Miliaran rupiah uang rakyat yang dikelola pemerintah, masih banyak celah untuk ditilep oknum yang tidak bertanggung jawab.

    Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang diterbitkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2020 yang dirilis Maret 2021 lalu, hampir seluruh entitas pemerintahan di Provinsi Banten memperoleh predikat wajar tanpa pengecualian (WTP). Predikat itu menunjukkan tingkat akuntabilitas penggunaan keuangan negara yang dikelola pemerintah daerah.

    Namun, status WTP bukan menjadi jaminan tak ada masalah dalam kegiatan atau program yang dijalankan pemerintah daerah. Buktinya, dalam LHP masih banyak kegiatan yang menyimpang dari aturan, bahkan memiliki indikasi telah merugikan keuangan Negara.

    Sebagai contoh, di Pemprov Banten, BPK menjatuhkan sorotannya pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). Bahkan Kepala BPKAD, Rina Dewanti dinilai tidak optimal menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pemimpin di institusi tersebut.

    Wajar saja BPK menilai demikian, ada triliunan rupiah dikelola BPKAD, namun bermasalah. Bahkan, BPKAD Banten dinyatakan tidak tertib dan lambat dalam penyaluran transfer bagi hasil pajak daerah 2020.

    Dalam laporan itu disebutkan, transfer bagi hasil daerah yang belum disalurkan kepada Kabupaten/kota sebesar Rp449,602 miliar. Sedangkan dana yang sudah ditransfer kepada pemerintah kabupaten/kota tetapi dinyatakan terlambat, besarannya mencapai Rp442,431 miliar. Di luar itu, Bagi Hasil Pajak Rokok sebesar Rp108,790 miliar dinyatakan terlambat disalurkan kepada kabupaten/kota.

    Selain itu, BPK juga menyoroti akuntabilitas pengelolaan aset oleh BPKAD Banten. Dimana pada saat LHP diterbitkan, sebanyak 590 bidang lahan belum bersertifikat. Nilai dari kelurusuhan lahan itu mencapai Rp7,6 triliun.

    BPK juga mempertanyakan penggunaan lahan atau ruang di lingkungan badan sebagai fasilitas perbankan, yaitu dengan mendirikan sebanyak 18 unit ATM maupun kantor kas. KPK menyatakan tidak ada perjanjian sewa lahan untuk kepentingan itu, sehingga kemungkinan Negara dirugikan sebesar Rp173,338 juta.

    Sementara, di Kota Serang, BPK menemukan lebih banyak masalah dalam pengelolaan keuangan negara. Salah satu yang terbesar adalah pengadaan Rapid Test pada Dinas Kesehatan Kota Serang. Laporan itu menyebutkan ada penyimpangan dalam pengadaan itu dan menimbulkan kerugian Negara hingga Rp658,300 juta.

    “PT ZET tidak memenuhi persyaratan sebagai penyedia alat rapid test sesuai ketentuan,” kata laporan itu soal penyimpangan yang terjadi dalam pengadaan rapid Test di Dinkes Kota Serang.

    Selain itu, Pemkot Serang juga mengalami kekurangan penerimaan daerah atas pengelolaan air bersih di wilayahnya. Di Kota Serang, ada dua perusahaan pengelola air bersih, yaitu PT Sauh Bahtera Samudra dari pihak swasta dan Perusahaan Daerah Air Bersih (PDAB) Tirta Madani.

    Dari kedua perusahaan itu, BPK menilai Pemkot Serang dari PT SBS dan PDAB Kota Serang kehilangan pendapatan daerah lebih dari Rp1,5 miliar. Rinciannya adalah dari PT SBS sebanyak Rp879,689 juta dan dari PDAB sebesar Rp636,918 juta.
    “Permasalahan disebabkan Sekretaris Daerah kurang optimal dalam melakukan pengawasan atas pelaksanaan perjanjian kerjasama kepada PT SBS dan PDAB,” kata BPK dalam ikhtisar LHP tersebut.
    Bukan hanya itu, BPK juga menemukan penyimpangan sebesar Rp612,334 juta dari pelaksanaan sembilan paket pekerjaan jalan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) dan Dinas Permukiman (Dosperkim). BPK menilai, kerugian Negara dalam pekerjaan-pekerjaan itu timbul sebab pekerjaan yang dilakukan tidak sepenuhnya sesuai spesifikasi kontrak
    “PPK, Pelaksana Teknis, Konsultan Pengawas dan Penyedia dalam melaksanakan tugas dan fungsinya belum sepenuhnya memedomani peraturan pengadaan barang/jasa pemerintah dan surat perjanjian/kontrak pekerjaan,” sambung LHP itu.

    Selain pekerjaan pembangunan jalan, pekerjaan pembangunan gedung di Kota Serang juga tak luput dari penyimpangan. BPK menemukan indikasi kerugian Negara sebesar Rp290,505 juta akibat pekerjaan yang menyalahi kontrak dari sembilan paket pekerjaan gedung bangunan pada enam perangkat daerah. Keenam perangkat daerah itu adalah DPUPR, Disperkim, Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga, Dinas Perpustakaan, Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi serta Dinas Pendidikan.

    Di BPKAD Kota Serang, BPK juga menemukan penyimpangan dalam pembayaran insentif pemungutan pajak. Nilai yang terendus BPK mencapai Rp256,840 juta. Dalam temuan itu BPK menilai Kepala BPKAD kurang cermat menghitung pembagian insentif pemungutan pajak.

    Selain itu BPKAD juga melakukan pelanggaran karena membayarkan Gaji 10 Pegawai yang telah pensiun. BPK menilai harusnya kerugian senilai Rp111,599 juta itu bisa dihindari bila ada koordinasi antara BPKAD dengan BKPSDM Kota Serang.

    Selepas dari Kota Serang, BPK juga menemukan temuan besar di Kota Cilegon. BPK menilai pekerjaan pembangunan gedung kantor baru sekretariat daerah pada dinas pekerjaan umum dan tata ruang tidak sepenuhnya sesuai spesifikasi kontrak. Selain itu denda keterlambatan dalam pembangunan gedung enam lantai itu belum dikenakan kepada penyedia.

    Gedung tersebut diresmikan pada 10 Februari lalu oleh walikota terdahulu Edi Ariadi dan diberi nama Graha Edhi Praja. Dan saat ini sudah ditempati sejumlah OPD.

    Gedung tersebut menelan anggaran hampir Rp65,8 miliar dari total pagu anggaran senilai Rp71,6 miliar dari APBD Cilegon tahun 2020. Proyek tersebut dikerjakan PT Total Cakra Alam.

    BPK menyebutkan, potensi kerugian Negara dari kasus itu mencapai Rp568,845 juta. Rinciannya terdiri dari Rp518,339 juta kelebihan pembayaran dan denda keterlambatan sebesar Rp50,506 juta.

    “Kepala Dinas PUTR kurang optimal dalam pengendalian terhadap pelaksanaan pekerjaan,” demikian kesimpulan BPK atas temuan tersebut.

    Pada bagian lain, di Kabupaten Pandeglang, LHP BPK jugua membeberkan temuan dugaan rekayasa daam pelaksanaan pekerjaan penyusunan naskah akademik Raperda. Anggaran sebesar Rp78,76 juta dialokasikan untuk pembuatan naskah akademik raperda Pengarusutamaan Gender, pada kegiatan penyusunan Raperda inisiatif DPRD dan Propemperda atas belanja konsultansi TA 2020.

    Dalam LHP dibeberkan, hasil pemeriksaan BPK terhadap penyedia jasa yaitu CV DH, ditemukan bahwa penyedia jasa tidak melaksanakan pekerjaan penyusunan naskah akademik Raperda tentang PUG. Bahkan penyedia jasa mengakui kepada BPK bahwa saat mengikuti proses pengadaan jasa konsultansi berdasarkan kesepakatan dengan MA yang merupakan ASN yang sebelumnya bekerja pada Sekretariat DPRD.

    “Berdasarkan pemeriksaan atas SPK dan wawancara dengan penyedia jasa, tenaga ahli dan PPTK diketahui terdapat rekayasa pelaksanaan pekerjaan. Wawancara dengan penyedia jasa menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak melaksanakan pekerjaan tersebut,” sebut LHP itu.

    “Berdasarkan pengakuan MA kepada BPK, pada awalnya MA dihubungi salah sati anggota DPRD Pandeglang yang memintanya untuk mencari penyedia jasa terkait pengadaan jasa konsultansi yang rencananya akan dipinjam namanya saja. MA menghubungi Direktur CV Dh untuk menawarkan pekerjaan tersebut dengan mengikuti pengadaan secara formalitas dengan imbalan diberikan fee sebesar Rp6 juta. Setelah disetujui akhirnya perusahaan tersebut ditetapkan sebagai penyedia jasa pekerjaan,” ungkap BPK di LHP-nya.(LUK/DZH/DHE/PBN/ENK)