Kategori: PEMERINTAHAN

  • ASN Kota Serang Harus Netral

    ASN Kota Serang Harus Netral

    SERANG, BANPOS – Aparatur Sipil Negara (ASN) harus yang bertugas di lingkungan Pemerintah Kota Serang diiimbau untuk tetap menjaga netralitas di tahun politik.

    Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Serang, Karsono, yang mengatakan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Netral bagi ASN berarti setiap pegawai ASN tidak boleh berpihak dari segala bentuk pengaruh mana pun, dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.

    “Jadi, meskipun ASN memiliki hak pilih, namun mereka tidak bisa mengarahkan dan mengajak pilihannya kepada satu calon atau partai,” katanya, Selasa (1/8).

    Karsono juga menjelaskan, bahwasanya jika salah satu pasangan suami istrinya berstatus ASN kemudian mencalonkan diri sebagai bacaleg atau lain sebagainya. Mereka juga tetap tidak boleh foto berdampingan.
    “Jadi harus terpisah dan memposisikan dirinya sebagai status ASN nya,” jelasnya.

    Dirinya menuturkan, pihaknya tengah gencar-gencarnya melakukan penggalangan sosialisasi ke masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD) guna memberikan pemahaman kepada para ASN Kota Serang. Agar menjaga netralitasnya sebagai ASN di tahun politik pada 2023-2024, bisa terjaga dan tidak ikut terlibat.

    “Intinya, mereka harus menjaga netralitas statusnya, kemudian bisa mematuhi aturan perundangan-undangan,” tuturnya.

    Menurut Karsono, sekalipun ASN tidak menggunakan pakaian dinas, atau hanya berpakaian biasa, namun mereka ikut terlibat mendukung calon atau partai, maka pihaknya juga akan memberikan sanksi.

    “Itu juga sama tidak boleh juga, meski mereka menggunakan pakaian biasa juga tidak boleh,” ucapnya.
    Karsono mengungkapkan bahwa Pemkot Serang dalam menjaga netralitas para ASN, akan memberikan sanksi kepada ASN apabila ikut terlibat dalam mendukung salah satu calon atau partai politik.

    “Pokoknya Pemkot Serang akan berikan sanksi kepada ASN Kota Serang yang ikut berkecimpung dalam pemenangan salah satu calon, apalagi sampai mengarahkan masa untuk mendukung salah satu calon baik Pilkada, Pilpres maupun Pileg,” ungkapnya.

    Ia mengatakan, sanksi yang akan diberikan kepada ASN di Kota Serang yang tidak menjaga netralitas statusnya, akan mendapatkan sanksi. Diantaranya sanksi ringan, kedua sanksi berat.
    “Sanksi berat kita akan copot status ASN-nya, kemudahan untuk sanksi ringan kita akan berikan surat peringatan,” katanya.

    Karsono berharap, semua ASN yang berada Pemerintah Kota Serang dapat menjaga komitmen statusnya, agar bisa memberikan contoh yang baik kepada masyarakat.

    “Mudahan-mudahan semua ASN yang berada di lingkungan Pemkot Serang, bisa menjaga komitmennya dan bisa memberikan edukasi yang baik kepada masyarakat tentang status yang mereka miliki dalam menghadapi tahun politik saat ini,” tandasnya.(CR-01/PBN)

  • LBH Pijar dan AGRA Banten Kecam Polda Banten

    LBH Pijar dan AGRA Banten Kecam Polda Banten

    SERANG, BANPOS – Lembaga Bantuan Hukum Pijar Harapan Rakyat (LBH Pijar)
    dan Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Banten, mengecam Polda Banten
    atas tindakan penangkapan terhadap tiga orang petani asal Desa Rancapinang,
    Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang atas dugaan perburuan hewan
    dilindungi di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) Kabupaten Pandeglang.
    Tiga orang petani itu di antaranya adalah Jali, Holil, dan Dayat. Ketiganya ditangkap
    secara terpisah oleh Polda Banten. Jali ditangkap pada tanggal 25 Juli 2023,
    sementara Holil dan Dayat ditangkap sehari setelahnya yakni pada tanggal 26 Juli
    2023.

    Ketiga petani tersebut ditangkap karena diduga telah melakukan perburuan terhadap
    badak yang merupakan hewan paling dilindungi di Taman Nasional Ujung Kulon
    (TNUK) Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.

    Di samping karena diduga melakukan perburuan terhadap hewan dilindungi, Jali,
    Dayat, dan Holil pun ditangkap karena kedapatan memiliki senjata api tradisional
    ‘Bedil Locok’. Atas kepemilikan tersebut, ketiganya diancam dijerat dengan Undang-
    Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman pidana mati, penjara
    seumur hidup dan/atau penjara setinggi-tingginya 20 tahun.

    Atas peristiwa tersebut, Direktur LBH Pijar Rizal Hakiki menilai, ada sejumlah
    kejanggalan dalam proses penangkapan ketiga warga Cimanggu itu.

    Dalam prosesnya, penangkapan terhadap ketiga petani itu tidak sesuai dengan
    prosedur yang berlaku sebagaimana mestinya.

    Pasalnya menurut Rizal, Polda Banten dalam melakukan penangkapan tanpa
    disertai dengan surat perintah penangkapan. Selain itu, penahanan ketiganya pun
    juga dirasa janggal.

    Ketiga warga tersebut ditahan di Tahanan Polda Banten dengan sebelumnya tanpa
    ditetapkan sebagai tersangka terlebih dahulu atas sangkaan yang dialamatkan
    kepada mereka.

    “Setelah dilakukan penangkapan, Holil, Jaji dan Dayat ditahan sejak 26 Juli 2023 di
    Tahanan Polda Banten. Penahanan yang dilakukan oleh Polda Banten kepada Holil,
    Jaji dan Dayat dilakukan tanpa surat perintah penahanan,”
    “Selain itu, penahanan yang dilakukan oleh Polda Banten kepada Holil, Jaji dan
    Dayat tanpa terlebih dahulu ketiganya ditetapkan sebagai tersangka dan diberikan
    surat perintah dimulainya penyidikan,” menurut keterangan Rizal.

    Tidak hanya itu saja, ia juga turut menyayangkan penahanan ketiganya karena
    disebabkan oleh kepemilikan senjata api ‘Bedil Locok’. Padahal senjata itu sudah
    lama digunakan oleh masyarakat setempat, sebagai senjata berburu babi hutan
    yang sudah jelas-jelas merupakan hama perkebunan warga selama ini.

    Melihat semua kenyataan tersebut, Rizal menilai bahwa penangkapan yang
    dilakukan oleh Polda Banten terhadap ketiga warga Cimanggu dinilai telah
    melanggar Hak Asasi Manusia.

    “Selain alasan penangkapan yang seperti dipaksakan “Kriminalisasi”, prosedur
    penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh Polda Banten tidak berdasarkan
    ketentuan dalam KUHAP dan melanggar Hak Asasi Manusia,” katanya.

    Atas hal itulah kemudian, LBH Pijar dan AGRA Banten menuntut sejumlah tuntutan
    terhadap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik
    Indonesia, Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) serta Polda Banten salah
    satunya adalah penghentian proses hukum dan membebaskan tiga warga
    Cimanggu yang dituding berburu hewan dilindungi.

    Tuntutan-tuntutan tersebut di antaranya:
    1. Hentikan proses hukum dan bebaskan 3 petani dan masyarakat yang ditahan
    dengan tuduhan tidak mendasar dan mengada-ngada, bila memang kepemilikan
    senjata api "bedil locok" adalah kejahatan maka seluruh masyarakatlah yang
    harusnya ditangkap dan ditahan. 
    2. Polda Banten segera hentikan membuat ketakutan di masyarakat dan hentikan
    melakukan razia bedil Locok masyarakat yang digunakan untuk berburu hama. Jika
    memang bedil locok diambil. Maka, Polda Banten, Balai Taman Nasional Ujung
    Kulon dan juga KLHK harus bertanggung jawab mengurus hama yang mengganggu
    tanaman masyarakat dengan menjaga tanaman masyarakat dari serangan hama. 
    3. Tarik mundur pasukan Polisi di kampung-kampung desa yang hanya membuat
    resah dan membuat ketakutan masyarakat. Serta hentikan tindakan upaya
    kriminalisasi dan intimidasi kepada petani, pemburu hama. 
    4. Pecat seluruh pejabat POLDA Banten, Balai Taman Nasional Ujung Kulon dan
    jajarannya yang melakukan operasi penangkapan terhadap masyarakat yang tidak
    bersalah. 
    5. Berikan jaminan dan perlindungan hukum bagi masyarakat di kawasan Taman
    Nasional Ujung Kulon
    6. Hentikan operasi jahat Taman Nasional Ujung Kulon- TNUK dengan berbagai
    cara curangnya untuk mengusir masyarakat dari lahan pertanian dan perkebunan
    masyarakat dan hentikan menggunakan aparat negara untuk menakuti-takuti
    masyarakat
    7. Wujudkan Reforma Agraria sejati dengan mendistribusikan tanah kepada
    masyarakat di Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon tanpa syarat. (MG-01/AZM)

  • Salah e-Katalog

    Salah e-Katalog

    BANTEN, BANPOS – PELAKSANAAN pemilihan penyedia jasa konstruksi melalui e-Katalog yang disebut menjadi penyebab rendahnya serapan anggaran Pemprov Banten, dinilai juga dapat mengarah pada persoalan maladministrasi hingga pidana murni. Sebab, selain kurang terbuka, juga belum ada ketentuan yang jelas berkaitan dengan pelaksanaan tersebut.

    Demikian disampaikan oleh Ketua Paguyuban Pengusaha Pribumi, F Maulana Sastradijaya. Dalam rilis yang diterima BANPOS, dirinya menyampaikan bahwa terdapat hal yang perlu diperhatikan oleh Pemprov Banten, terkhusus Penjabat Gubernur Banten.

    “Jangan sampai implementasi belanja pengadaan barang/jasa e-katalog hanya memperhatikan hasrat dan hajat kepentingan pribadi atau kelompok, dalam melegitimasi pemilihan calon penyedia berdasarkan like or dislike,” ujarnya.

    Ia mengatakan, intervensi dalam pelaksanaan pemilihan penyedia yang nantinya dilaksanakan melalui e-katalog, akan berpengaruh buruk terhadap tata pemerintahan yang baik dan bersih. Ia menegaskan bahwa pelaksanaan pengadaan harus didasarkan pada kebutuhan, bukan semata-mata pada keinginan.

    “Intervensi dan identifikasi kebutuhan yang seharusnya menjadi dasar pencapaian kegiatan pembangunan menjadi terabaikan. Dalam soal e-purchasing e-katalog kontruksi, kelemahan sistem ini tidak memiliki ukuran yang jelas untuk menentukan siapa yang terpilih menjadi penyedia,” katanya.

    Menurutnya, sistem ini mengurangi unsur kompetisi, karena perusahaan yang belum terdaftar di e-Katalog tidak diperbolehkan untuk dipilih menjadi penyedia. Padahal menurutnya, jika merujuk pada persaingan usaha sehat, perusahaan manapun yang ingin berpartisipasi tidak boleh dirintangi.

    Di sisi lain, ia mengaku bahwa berdasarkan hasil kajian pihaknya, penerapan pengadaan jasa konstruksi melalui e-Katalog harus benar-benar dipelototi oleh lembaga audit pemerintah negara, karena dapat meningkatkan peluang terjadinya korupsi.

    “Implementasi e-purchasing saat ini harus diperketat aturannya tanpa mengabaikan etika ketentuan pengadaan sesuai Perpres 12/21. Peran APIP sepatutnya lebih kritis dalam menyusun peraturan-peraturan dan ketentuan sistem e-purchasing,” tuturnya.

    Menurutnya, ada sejumlah pertanyaan yang muncul dalam pelaksanaan pengadaan jasa konstruksi melalui e-Katalog. Pertama, apakah sudah ada standarisasi sehingga masuk pada pemahaman kesatuan bangunan? Kedua, apakah sudah dilakukan konsolidasi oleh biro dan dinas teknis menyangkut persyaratan teknis dan harga? Ketiga, apakah sistem yang ada sudah mewakil tahapan evaluasi yang diamanatkan peraturan perundangan?

    “Keempat, bagaimana spesifikasi item pekerjaan konstruksi yang dibutuhkan? Kelima, bagaimana harga pada item pekerjaan kosntruksi, melebihi atau dibawah harga HPS? Keenam, mengapa memilih penyedia tersebut? Ketujuh, bagaimana menghitung biaya pelaksanaan SMK3 pada pekerjaan konstruksi? Kedelapan, apakah dalam metode e-purchasing dilakukan mini kompetisi atau hanya negosiasi? Terakhir, bagaimana mekanisme dalam melakukan negosiasi?” tandasnya.

    Sementara itu, Penjabat Gubernur Banten, Al Muktabar, menegaskan bahwa pelaksanaan pengadaan jasa konstruksi melalui e-Katalog, tidak akan mematikan para pengusaha kecil, khususnya pengusaha lokal di Provinsi Banten.

    “Tidak akan itu mematikan pengusaha lokal, tidak akan. Malah lebih fair. Kan SIRUP-nya bisa dikontrol, pekerjaan yang tayang juga bisa dilihat,” ujarnya.

    Menurutnya, pelaksanaan pengadaan jasa konstruksi melalui e-Katalog sudah ada ketentuan dan aturannya. Salah satu tujuannya yakni reformasi birokrasi, dimana pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih cepat.

    “Kan kalau melalui tender, itu bisa 45 hari. Kalau e-Katalog, begitu tayang lalu ada pelamar, nanti diranking dan ada yang cocok, itu langsung. Ini juga dalam rangka saling menjaga kan, mengurangi tatap muka. Jadi kita saling menjaga saja. Meskipun juga memang ada individu yang memiliki niatan menyimpang, bisa saja terjadi. Tapi ini merupakan bagian dari reformasi birokrasi, percepatan pelayanan terhadap masyarakat,” tandasnya.(DZH/ENK)

  • Al: Ini Bentuk Kehati-hatian

    Al: Ini Bentuk Kehati-hatian

    BANTEN, BANPOS – RENDAHNYA serapan anggaran hingga tengah tahun 2023 ini, disebut merupakan bentuk kehati-hatian dari Pemprov Banten, guna mencegah terjadinya tindakan yang keluar dari koridor hukum dan kehabisan anggaran. Di sisi lain, masih rendahnya serapan anggaran juga lantaran beberapa kegiatan merupakan kegiatan pembangunan fisik, yang dapat terserap apabila sudah selesai kegiatannya.

    Hal tersebut disampaikan langsung oleh Penjabat Gubernur Banten, Al Muktabar, saat diwawancara BANPOS. Al menepis isu bahwa mandeknya beberapa kegiatan pembangunan di Provinsi Banten, merupakan ulah dari dirinya. Bahkan, Al menegaskan bahwa tahun 2023 ini merupakan tahun yang murni menjadi tanggungjawabnya.

    Pria yang merupakan Sekda definitif Provinsi Banten ini mengatakan, sejumlah kegiatan yang dilakukan oleh Pemprov Banten di awal tahun 2023, agak terlambat lantaran menunggu hasil audit dari BPK Provinsi Banten. Sebab, beberapa kegiatan di awal tahun itu akan menggunakan anggaran SiLPA tahun 2022.

    “Karena kan SiLPA itu merupakan fresh money ready kita kan. Karena semua anggaran kita itu kan sebenarnya perencanaan, harus sembari kami mencari gitu. Jadi agar tidak tekor kas daerah, kami mengatur ritme pembiayaan,” ujarnya.

    Menurutnya, hal itu lah yang pada akhirnya membuat Pemprov Banten melalui Pj Sekda pada saat itu, Moch Tranggono, mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang pada intinya menahan sejumlah pembiayaan kegiatan. Namun, Al menegaskan bahwa hal tersebut bukan berarti menghapuskan secara mutlak kegiatan-kegiatan tersebut.

    “Jadi bukan meng-cut secara an sich sebuah program berjalan atau tidak berjalan. Tapi dalam rangka menyeimbangkan cash flow pendapatan dan pembiayaan. Lalu dalam perkembangannya kan nggak ada yang kita cut programnya,” ungkap dia.

    Terkait dengan SE yang dikeluarkan oleh Pj Sekda pada saat itu, Al menuturkan bahwa tanpa dilakukan pembatalan, dengan sendirinya akan batal. Sebab, tidak ada yang melaksanakan SE tersebut, sehingga bisa dikatakan tidak ada.

    “Kan tidak dioperasionalkan. Prinsipnya bahwa agenda itu yang penting tidak menghambat pembangunan, dan peruntukkan yang disusun dulu untuk mengantisipasi cash flow. Karena pendapatan belum progresif, jadi hanya ada SiLPA. Jadi pembatalannya bukan soal lisan atau tidak, karena tidak dilaksanakan maka dengan sendirinya tidak ada,” tegasnya.

    Ia menuturkan, saat ini sejumlah program berjalan sebagai biasa. Hanya saja memang, ada sejumlah reviu yang tengah dilakukan terhadap sejumlah program yang akan dilaksanakan, dan mungkin akan dilaksanakan pergeseran dan masuk pada anggaran perubahan.

    “Jadi enggak ada itu yang cut, konsolidasi yang mengatakan ini tidak boleh itu tidak boleh. Jadi dia lebih kepada pengaturan cash flow pendapatan dan pembiayaan,” terangnya.

    Menurutnya, hal tersebut wajar terjadi, lantaran tahun lalu Indonesia, khususnya Banten, masih dilanda pandemi Covid-19. Sehingga, terdapat kekhawatiran anjloknya pendapatan daerah karena masih lemahnya kondisi ekonomi.

    “Sehingga kita mengantisipasi dalam rangka keberhati-hatian kita. Karena kalau gagal bayar, itu bisa bahaya. Bisa dituntut kita, karena sudah proses kontrak dan segala macam. Kalau mereka menggugat wanprestasi, kan repot. Jadi itu lebih pada langkah kehati-hatian,” katanya.

    Di sisi lain, Al Muktabar juga mengaku jika dirinya kerap melakukan komunikasi non-formal dengan para anggota DPRD Provinsi Banten, terkait dengan kondisi pembangunan. Menurutnya, dia berhasil melakukan komunikasi yang baik mengenai hal tersebut dengan para anggota DPRD.

    Al Muktabar mengatakan, secara teori, idealnya terdapat rentang jarak antara pembiayaan dan pendapatan sebesar lima hingga delapan persen dalam pengelolaan kas daerah. Hal tersebut agar terdapat dana cadangan apabila terjadi hal-hal di luar perencanaan.

    “Kita kan tidak tahu apabila tiba-tiba ada kecelakaan, bencana, masa kita harus mengutang. Jadi saya jaga betul kas itu. Kalau saya sih merasa itu sudah sangat tipis antara lima sampai delapan persen. Biasanya kan di atas 10 persen. Tapi tidak apa-apa lah, untuk menjaga penyelenggaraan pemerintah daerah. Tidak ada maksud apa-apa,” tuturnya.

    Mengenai rendahnya serapan anggaran pada sejumlah OPD, termasuk PUPR, lantaran fokus kegiatannya adalah pembangunan fisik. Sehingga, serapan akan terjadi apabila proyek pembangunannya sudah selesai dilakukan oleh kontraktor.

    Sementara terkait dengan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP), Al mengaku bahwa terdapat beberapa hal administratif yang harus diperbaiki, sehingga kegiatan masih belum dapat dieksekusi. Hal tersebut agar tidak menabrak aturan hukum yang berlaku, dalam melaksanakan kegiatan.

    “Di Perkim itu ada agenda yang kita melakukan pendampingan dengan kejaksaan, sehingga ada beberapa yang harus diperbaiki struktur administrasinya. Jadi nanti akan masuk ke skema perubahan. Tidak masalah, nanti kan masih ada waktu untuk pelaksanaannya,” terang Al.

    Ia pun membantah isu bahwa dirinya memberikan perintah untuk tidak melaksanakan pembangunan, meskipun OPD sudah siap untuk melaksanakan kegiatan pembangunan. Sebab, apabila secara administrasi pelaksanaan kegiatan itu sudah tertib, maka pembangunan dapat segera dilaksanakan.

    “Kan yang dilalui tadi masih ada skema yang tidak bisa diupayakan administrasinya, kalau belum dilakukan perubahan. Jadi bukan soal setop atau lanjut. Misalkan di Perkim ada kegiatan dengan nilai X. Nah di dalam nilai itu kan ada komponen-komponen yang harus diperbaiki secara administratif. Yang sudah sesuai mah jalan, tidak ada masalah,” ujarnya.

    Al mengaku, hal tersebut dia ketahui lantaran dirinya selalu melakukan reviu terhadap dokumen pembangunan yang akan dilaksanakan oleh OPD. Dia melakukan satu per satu, agar tidak ada kesalahan fatal yang dapat berakibat hukum.

    “Program itu mulai dari perencanaan, proses pelaksanaan, dan pertanggungjawabannya nanti itu harus benar-benar inheren. Kalau ada yang memungkinkan ada kemungkinan mens rea di awal, itu yang harus diperbaiki. Kalau ternyata proses perbaikannya itu tidak bisa dilakukan karena ada di batang tubuh anggaran, maka bisa dilakukan perencanaan ulang melalui mekanisme APBD perubahan. Saya reviu satu-satu. Kita harus berhati-hati, harus berikhtiar agar pemerintahan ini bersih,” jelasnya.

    Hal tersebut dilakukan menurut Al, lantaran pelaksanaan pembangunan tahun 2023 ini, murni merupakan tanggung jawab dirinya. Sebab, dari proses perencanaan pada tahun 2022 hingga pelaksanaan pada tahun 2023, merupakan hasil pekerjaannya.

    “Pada tahun 2022 kan 2021 penganggarannya, saya lagi diberhentikan. Maka saya bertanggung jawab penuh pada tahun ini,” tegasnya.

    Mengenai tudingan dari DPRD Provinsi Banten bahwa dirinya tidak disiplin anggaran, menurutnya hal tersebut sah-sah saja disampaikan oleh pihak DPRD. Pasalnya, DPRD memang memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan kontrol terhadap jalannya roda pemerintahan. Termasuk ancaman bahwa DPRD akan melakukan tindakan tegas kepadanya, atas sejumlah permasalahan itu.

    “Jadi apa yang disampaikan beliau kepada saya, itu memang koridornya. Kan kita diskusi, dialog, biasa itu. Dan saya tidak anti kritik, kalau ada salah ya saya siap perbaiki. Apalagi Pemerintahan Daerah itu kan DPRD dan Pemprov Banten. Jadi kita saling koreksi tidak apa-apa, akan saya perbaiki dan konsultasi. Saya tidak pernah membela diri, karena saya bisa menjelaskan,” katanya. (DZH/ENK)

  • Rencana Demonstrasi Terganjal Intimidasi

    Rencana Demonstrasi Terganjal Intimidasi

    SERANG, BANPOS – Rencana Aksi Demonstrasi yang akan dilakukan para pegawai Non ASN yang akan
    digelar pada 7 Agustus 2023 mendatang mendapatkan apreasiasi dari Kementerian Pendayagunaan
    Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB). Meskipun demikian, para pegawai Non
    ASN tersebut diduga mendapatkan intimidasi dari Sekda Provinsi  Banten.

    Sekretaris Presidium Forum Honorer se-Provinsi Banten Achmad Herwandi mengapresiasi
    Kemenpan-RB yang mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada tenaga Non ASN.
    "Hari ini kita ketahui bersama bahwa kemenangan kecil sudah diraih. Pemerintah melalui Menteri
    Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah mengeluarkan Surat Dinas Nomor
    B/1527/M.SM.01.00/2023 perihal Status dan Kedudukan Eks THK-2 dan Tenaga Non ASN tertanggal
    25 Juli 2023," Ungkap Herwandi yang juga tenaga Non ASN di lingkungan Pemkot Serang, Kamis
    (3/8).

    Dalam Surat Dinas tersebut pada prinsipnya, pertama, mengharapkan kepada seluruh Pejabat
    Pembina Kepegawaian (PPK) Instansi Pusat dan Instansi Daerah agar menghitung dan tetap
    mengalokasikan anggaran untuk pembiayaan Tenaga Non ASN yang sudah terdaftar.
    Kedua, dalam mengalokasikan pembiayaan tenaga Non ASN dimaksud, pada prinsipnya tidak
    mengurangi pendapatan yang diterima oleh Tenaga Non ASN selama ini.

    Ketiga, PPK dan pejabat lain dilarang mengangkat pegawai Non-PNS dan atau Non-PPPK untuk
    mengisi jabatan ASN atau tenaga Non ASN lainnya.

    Selain itu, MENPANRB juga menerbitkan Surat Keputusan Nomor 571 Tahun 2023 tentang
    Optimalisasi Pengisian Kebutuhan Jabatan Fungsional Teknis Pada Pengadaan Pegawai Pemerintah
    Dengan Perjanjian Kerja Tahun Anggaran 2022, Keputusan ini ditandatangani pada tanggal 2 Agustus
    2023.

    Dalam Keputusan tersebut dijelaskan bahwa optimalisasi pengisian jabatan fungsional teknis pada
    pengadaan tahun 2022 dilakukan terhadap jabatan terpenuhi kebutuhannya, dioptimalkan
    pengisiannya dari peserta eks (Tenaga Honorer Kategori) THK-2 atau Peserta Non ASN yang
    memenuhi reformulasi nilai ambang batas seleksi kompetensi teknis dengan peringkat terbaik.
    "Dari dua kemenangan kecil ini dapat diambil kesimpulan bahwa perjuangan yang kita lakukan
    sejatinya tidak ada yang sia-sia. Rencana aksi massa yang akan kita lakukan pada tanggal 7 Agustus
    2023 mendatang memiliki harapan besar untuk dikabulkan dalam menuntut tiga tuntutan besar
    yang kita inginkan, ujarnya.

    Diketahui tiga tuntutan tersebut yaitu, pertama segera sahkan RUU Perubahan tentang ASN, kedua
    Revisi PP 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK dan ketiga mendesak pemerintah mengeluarkan
    Peraturan Pemerintah tentang pengangkatan tenaga Non ASN menjadi ASN.
    Herwandi juga berharap para peserta aksi agar terus konsisten terhadap perjuangan yang sedang
    berlangsung. Karena dalam memperjuangkan hal tersebut perlu kekompakan dari para pegawai Non
    ASN.

    Tiga tuntutan itu tidak mustahil akan dikabulkan jika tenaga Non ASN bersatu padu
    memperjuangkan nasibnya secara bersama-sama. Harus diingat bahwasanya kuantitas menentukan
    kualitas, semakin banyak yang terlibat dalam menuntut maka kualitasnya akan semakin kuat, niscaya
    tuntutannya dapat terkabul, ucapnya.

    Namun demikian, Herwandi menyayangkan upaya intimidasi dari Sekda Provinsi Banten yang
    mengeluarkan surat pembinaan dan pendisiplinan nomor 800/2622- BKD/2023 karena berencana
    aksi ke Jakarta pada 7 Agustus 2023 mendatang.

    Sangat mengecewakan, bukannya membantu kami, malah mengintimidasi," Ungkap Herwandi yang
    kesal rekan-rekan honorernya yang bekerja di lingkuang Pemerintah Provinsi Banten diintimidasi.
    Oleh sebab itu, ia mengatakan bahwa aksi yang direncanakan akan tetap berjalan. Meskipun yang
    terlibat dari berbagai elemen honorer di Banten. Herwandi mengimbau bahwa dalam aksi nanti,
    tetap dilakukan dengan menjaga stabilitas keamanan.

    Pada tanggal 7 Agustus 2023 kami dari Presidium Forum Honorer se-Provinsi Banten yang
    merupakan gabungan dari Forum Honorer Provinsi Banten, Forum Honorer Kota Serang, Forum
    Honorer Kota Tangerang Selatan, Forum Honorer Kota Cilegon, Forum Honorer Kabupaten Lebak,
    Forum Honorer Kabupaten Pandeglang, Forum Honorer Kabupaten Serang, dan Forum Honorer
    Kabupaten Tangerang menyerukan kepada seluruh tenaga Non ASN yang ada di wilayah Provinsi
    Banten untuk terlibat aksi massa pada tanggal 7 Agustus 2023,” paparnya.

    “Serta mengimbau bagi yang akan mengikuti aksi agar tetap menjaga stabilitas keamanan, tidak
    melakukan perbuatan yang melanggar hukum, dan senantiasa mematuhi aturan hukum yang
    berlaku dalam mengeluarkan pendapat, lanjutnya.

    Selian itu, dalam aksi yang akan digelar para pegawai Non ASN pada 7 agustus mendatang, Herwandi
    juga merasa terharu, karena banyak juga dukungan solidaritas dari Provinsi lain.
    "Aksi massa pada tanggal 7 Agustus 2023 ini juga akan diikuti oleh kawan-kawan dari tenaga Non
    ASN dari Jawa Tengah. tandasnya (CR-01/AZM)

  • Serapan Minim Kinerja Rendah

    Serapan Minim Kinerja Rendah

    BANTEN, BANPOS – MEMASUKI Juli 2023, realisasi program pembangunan di Provinsi Banten dituding masih rendah. Realisasi belanja publik yang bersentuhan dengan masyarakat justru minim. Berbagai kendala membuat selama tujuh bulan terakhir anggaran yang dikeluarkan Pemprov Banten hanya sebatas membiayai operasional pemerintahan saja.

    Ketua Komisi IV DPRD Banten, Muhammad Nizar membenarkan masih rendahnya belanja publik yang digelontorkan Pemprov Banten hingga memasuki triwulan ketiga 2023. Dari hasil evaluasi yang digelar bersama organisasi perangkat daerah (OPD), diketahui secara keseluruhan penyerapan anggaran baru berkisar di angka 40 persen.

    Berdasarkan penuturannya, sebelum dilaksanakan pembahasan dokumen Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS), sejumlah komisi di DPRD Banten menggelar rapat bersama OPD yang menjadi mitra kerjanya. Dari hasi evaluasi tersebut didapati kenyataan bahwa serapan anggaran OPD selama ini, sebagian besar hanya dihabiskan untuk belanja operasional seperti belanja pegawai dan juga Tunjangan Kinerja (Tukin) pegawai.

    ”Yang didapat di dalam laporan teman-teman seluruh Komisi itu karena ternyata serapan anggaran ini rendah. Kalau pun angkanya mencapai 40 persen-45 persen itu lebih banyak kepada serapan belanja pegawai,” terang Nizar kepada BANPOS pada Kamis (3/8).

    Anggota Fraksi Partai Gerindra itu menjelaskan, penyebab dari banyaknya program pembangunan di Provinsi Banten mandeg adalah karena adanya kebijakan pembatasan yang dilakukan oleh Pemprov Banten.

    ”Karena diatur ini boleh jalan, ini nggak boleh jalan. Seharusnya kan ini nggak boleh gitu. Ketika sudah menjadi Perda APBD, kan semua OPD kan punya time schedule-nya target serapan anggaran kan ada setiap OPD itu,” ucapnya.

    Oleh sebab itu, agar masalah ini tidak terulang kembali, maka DPRD menginginkan agar dalam penyusunan dokumen KUA PPAS ini mereka dapat dilibatkan sejak awal perencanaan. Tujuannya supaya dapat sama-sama mengawasi dalam pelaksanaannya, dan tidak hanya dianggap sebagai tukang stampel bagi Pemprov Banten.

    ”Inikan mencerminkan eksekutif ternyata hanya butuh stampel aja, dan teman-teman ya nggak mau lah kalau stempel doang. Ngapain kita sahkan KUA PPAS kalau ternyata nanti berubah lagi,” tegasnya.

    Menurut Nizar, pihak eksekutif di Pemporov Banten selama ini kerap mengabaikan keterlibatan dewan dalam penyusunan dokumen perencanaan anggaran dan program pembangunan di Provinsi Banten. Dia mengaku tak pernah dilibatkan dalam penyusunan dokumen tersebut bahkan sejak dalam proses perencanaan. Akibatnya, saat ini dalam proses pembahasan penetapan dokumen KUA dan PPAS bersama Tim Badan Anggaran (Banggar), pertemuan pembahasan dokumen perencanaan itu berjalan buntu.

    ”Apa yang dilakukan ini kan seolah-olah tidak menganggap DPRD itu bagian dari penyelenggara pemerintah. Padahal undang-undang menyampaikan bahwa pemerintah daerah adalah Gubernur dan DPRD, begitu kira-kira,” kata Muhammad Nizar.

    Selain tidak dilibatkan dalam proses pembahasan perencanaan program dan anggaran, muncul sebuah kesan di lingkungan anggota dewan bahwa, DPRD hanya sebatas sebagai tukang stampel bagi Pemprov Banten.

    ”Kemudian teman-teman mengkritisi, refleksi ke 2023. Loh ini apa-apaan? Buat kebijakan umum anggaran ini bagus, tapi kok pada kenyataannya ketika kita refleksi 2023 yang TAPD pemeritah, eksekutif menyusun sendiri kita seolah-olah diminat stampelnya doang selaku DPRD karena undang-undang mengatur begitu, kok bisa seenaknya menjalankan anggaran ini,” imbuhnya.

    Akbiat tidak pernah dilibatkan dalam proses penyusunan perencanaannya, Nizar mengaku selama ini dalam setiap pembahasan penetapan dokumen perencanaan, mereka hanya menerima matanya saja dokumen tersebut.

    Sehingga, menurutnya banyak dari anggota dewan tidak begitu paham mengenai program dan besaran anggaran yang dimuat di dalam dokumen perencanaan itu.

    ”Biasanya kita sudah terima matang, ini Dinas Dinkes sekian triliun, Dindik sekian triliun, programnya apa-apa kan kita nggak paham, mereka menyusun sendiri,” sesalnya.

    Terpisah, anggota dewan dari Fraksi PKS Juhaeni M Rois menilai kinerja Pj Gubernur Banten Al Muktabar dalam mengawal pembangunan di Provinsi Banten terkesan buruk. Bahkan menurutnya, mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Banten itu kerap kali mengeluarkan kebijakan yang ambigu dan sulit dimengerti oleh pihak lain.

    ”Kebijakan (Al Muktabar) ambigu,” katanya.

    Saat ditanya soal SE Pj Sekda tentang Optimalisasi Anggaran yang diduga menjadi penyebab rendahnya serapan anggaran di Pemrov Banten, ia menjelaskan, surat edaran yang ditandatangani oleh Moch Tranggono ( Pj Sekda Banten lama), adalah produk Al Muktabar. Mengingat surat tersebut sebelum dikeluarkan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Pj Gubernur Banten.

    “SE Pj Sekda Banten yang katanya sudah dibatalkan, itu tidak ada pembatalan karena itu disampaikan secara lisan ke pimpinan. Dan Pj Gubernur selaku penanggung jawab pertama soal anggaran, jadi tidak mungkin Pj Sekda Banten mengeluarkan surat itu tanpa persetujuan Pj Gubernur. Pj Gubernur cuci tangan,” ungkapnya.

    Adapun kebijakan sistem E-katalog secara keseluruhan proyek atau 100 persen yang dilakukan Al Muktabar, lanjut Juhaeni, patut dicurigai. Karena pemerintahan daerah seperti Tangerang Selatan (Tangsel) dan Kota Bekasi yang merupakan daerah dengan pengelolaan anggaran terbaik tidak melakukan E-katalog secara 100 persen.

    “E-katalog dipaksakan 100 persen. Kita melakukan juga pengkajian terhadap wilayah- wilayah lain, misalnya paling tinggi Tangsel, juara satu, Bekasi juara 3 nggak ada 100 persen E- katalog, ada OPD tidak siap, tapi beberapa OPD sudah ready, sudah oke,” bebernya.

    “Kita nggak tahu ada apa dibalik semua ini, sehingga tidak bisa dilaksanakan. Dan SE Pj Sekda itu ilegal, APBD sudah diketok, kemudian Kemendagri melakukan evaluasi, tinggal pelaksanaan ada SE. Kalau ada perubahan tinggal dibahas dengan DPRD, jangan seperti uang itu milik nenek moyangnya sendiri,” imbuhnya.

    Dan yang menjadi miris lagi, kata Juheni, akibat kebijakan tersebut, Dinas PUPR banyak proyek yang ditahan atau di-pending. Tidak bisa dilaksanakan di APBD murni tahun 2023 ini.

    “Bahasanya optimalisasi, tapi hold (tahan), PUPR saja Rp126 miliar yang di-hold, banyak pembangunan masyarakat tidak dilaksanakan. Pj Gubernur tidak disiplin anggaran. Kalau tidak ada kebijakan yang signifikan, karena ini desakan masyarakat ke kita, sudah reses dua kali, tapi PJ Gubernur masih begitu lihat saja nanti, DPRD akan melakukan tindakan tegas, mekanismenya kita lihat perkembangan, seluruh fraksi sudah setuju, bahwa APBD harus dilaksanakan,” kata Juhaeni dengan nada ancaman.

    Sementara itu, PATTIRO Banten pun juga turut menyoroti perihal rendahnya kinerja serapan anggaran Pemerintah Provinsi Banten di tahun ini. Deputi PATTIRO Banten Amin Rohani menilai, kinerja serapan anggaran yang buruk akan berpengaruh pula pada kualitas pelaksanaan pembangunan.

    Oleh karenanya, ia menekankan kepada Pj Gubernur Banten untuk melakukan evaluasi kepada pejabat yang dinilainya tidak konsisten dalam pelaksanaan program yang disusunnya itu.

    ”PJ gubernur harus evaluasi pejabat yg tidak konsisten dalam pengawalan belanja modal/ publik di Banten. Resiko belanja publik yang tidak terserap mengakibatkan pembangunan di Banten terhambat dan target rencana yang ditetapkan tidak efektif,” kata Amin.

    Kemudian ia juga menjelaskan bahwa, biasanya jika pelaksanaan penyerapan anggaran program tidak dilaksanakan dengan baik di awal periode, maka dalam pelaksanaan program tersebut akan terkesan ugal-ugalan.

    ”Jika serapan rendah belanja modal di awal, akan mengakibatkan OPD akan mengejar serapan di triwulan selanjutnya dan terjadi penumpukan program ataupun kegiatan pembangunan,” tuturnya.

    Sehingga, akibat hal tersebut, maka nantinya kualitas yang dihasilkan dalam pelaksanaan program itu tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

    ”Kualitas output akan cenderung diabaikan dan hanya mengejar serapan. Kebiasaan seperti ini selalu terjadi setiap tahun perlu ada gebrakan dari PJ gubernur untuk mengatasi ketidakdisiplinan dari OPD di Banten,” tandasnya.(MG-01/ENK)

  • Pemkot Cilegon Akan Bangun Kantor MUI

    Pemkot Cilegon Akan Bangun Kantor MUI

    Walikota Cilegon Helldy Agustian menyampaikan bahwa Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan segera dibangun dan direncanakan dimulai tahun 2024. Hal itu disampaikan Helldy saat menghadiri kegiatan Citangkil Bersholawat bersama Ulama dan Umaro yang dirangkaikan dengan Pelantikan Pengurus MUI Kecamatan Citangkil Periode 2023 – 2028 di Aula Kantor Kecamatan Citangkil, Rabu (2/8).

    “Di bulan September kami akan hibahkan tanah dahulu dan tahun depan (2024-red) akan dibangun (Kantor MUI) Kota Cilegon,” kata Helldy, Rabu (2/8).

    Selain membangun kantor MUI, Helldy mengaku, pihaknya juga tengah melakukan kerjasama dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kota Cilegon untuk menggalakkan gerakan shodaqoh Rp2.000 per hari.

    “Kota Cilegon memiliki penduduk 461 ribu jiwa. Kami targetkan 100 ribu ikut dalam program shodaqoh ini. Semoga program ini bisa terealisasi di tahun ini (2023-red),” ungkapnya.

    Dalam hal ini, Helldy menyampaikan ucapan terimakasih kepada Alim Ulama dan Umaro yang telah banyak mendoakan Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon.

    “Saya juga mengucapkan selamat kepada pengurus MUI Citangkil yang baru saja dilantik. Semoga menjadi keberkahan bagi warga Citangkil,” ucapnya.

    Sementara itu, Ketua MUI Kota Cilegon Zubaidi Ahyani meminta pengurus MUI Citangkil yang telah dilantik menjadi pengurus yang mengedepankan keikhlasan dan tanggung jawab dalam bekerja.

    Di tempat yang sama, Camat Citangkil Ikhlasin Nufus mengucapkan terimakasih atas kehadiran Wali Kota Cilegon Helldy Agustian, Alim Ulama, Para Kiyai dan Umaro se-Kecamatan Citangkil dalam Tasyakur Bi Ni’mah atas pembangunan yang ada di Kecamatan Citangkil.

    “Semoga membawa keberkahan untuk kita semua. Kecamatan Citangkil dengan penduduk 84 ribu jiwa terus mendoakan Pemerintahan Kota Cilegon karena sudah merasakan pembangunan dari Pemerintah Kota Cilegon, mulai dari pendidikan, kesehatan, dan gerakan Rp 2000 sedekah yang sudah mulai terlaksana,” katanya. (LUK/PBN)

  • Satu Data Diharap Perbaiki Penyaluran Bansos di Kota Baja

    Satu Data Diharap Perbaiki Penyaluran Bansos di Kota Baja

    CILEGON, BANPOS – Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon melalui Dinas Sosial (Dinsos) Kota Cilegon menggelar acara Rapat Koordinasi dan Evaluasi Bantuan Sosial Tahun Anggaran 2023, di Aula Setda II Kota Cilegon, Rabu (2/8).

    Acara dihadiri Walikota Cilegon Helldy Agustian dan Kepala Dinas Sosial Kota Cilegon Damanhuri, camat dan lurah se-Kota Cilegon.

    Diketahui, pada Tahun Anggaran 2023, Dinas Sosial Kota Cilegon berhasil menyalurkan berbagai jenis Bantuan Sosial dengan pendanaan dari APBN dan APBD Kota Cilegon. Terdapat tiga jenis Bantuan Sosial dari APBN dan tujuh jenis Bantuan Sosial dari APBD Kota Cilegon.

    Jenis bantuan meliputi program sembako (Bantuan Pangan Non Tunai/BPNT) yang terealisasi sebanyak 98,75 persen setiap bulan hingga Juni 2023, dengan jumlah bantuan Rp200 ribu per bulan melalui Bank Mandiri dan Kantor Pos.

    Kemudian, Program Keluarga Harapan (PKH) telah tersalurkan kepada 8.301 keluarga pada tahap satu dan 8.907 keluarga pada tahap dua di delapan Kecamatan Kota Cilegon.

    Selain itu, ada juga Bantuan Penerima Iuran Jaminan Kesehatan (PBI-JK) yang merupakan program jaminan kesehatan untuk fakir miskin dan orang tidak mampu yang pembiayaannya dibayarkan oleh pemerintah.

    Adapun bantuan dari APBD Kota Cilegon yang merupakan program Walikota Cilegon Helldy Agustian dan Wakil Walikota Cilegon Sanuji Pentamarta mencakup bantuan Jaminan Sosial Cilegon Bermartabat (JSCB) dengan nilai bantuan sebesar Rp1 juta, yang berhasil disalurkan kepada 765 keluarga dari total 780 keluarga.

    Kemudian, Bantuan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) dengan bantuan sebesar Rp15 juta rupiah telah direalisasikan kepada 79 keluarga dan akan dinaikkan pada tahun 2024 menjadi Rp20 juta/kpm melalui Disperkim.

    Bantuan lainnya adalah Santunan Kematian yang merupakan salah satu bantuan sosial dari Pemerintah Kota Cilegon untuk meringankan beban masyarakat dalam pengurusan jenazah, seperti pembelian kain kafan, transportasi, serta keperluan pemakaman lainnya sesuai dengan adat istiadat, agama dan kepercayaan yang dianut dengan besaran nominal bantuan sebesar Rp2 juta per jiwa.

    Ada juga Bantuan Sosial Anak Yatim/Terlantar sebesar Rp1,2 juta dengan target penerima bantuan sebanyak 1.534 anak dan Bantuan Sandang Anak Terlantar sebanyak 200 paket telah disalurkan oleh Dinas Sosial Kota Cilegon.

    Tak hanya itu, terdapat juga Bantuan Makanan untuk Lansia Terlantar dimana pada tahun 2023 ini Dinas Sosial Kota Cilegon telah menganggarkan sebanyak 400 paket dengan kriteria tidak terpenuhinya kebutuhan dasar seperti sandang, pangan dan papan serta terlantar secara psikis dan sosial.

    Terakhir, Bantuan Logistik Kebencanaan (Buffer Stock, Penyediaan Sandang, Bantuan Kelompok Rentan dan Makanan Siap Saji/Dapur Umum) dengan jumlah paket bahan makanan sebanyak 4.000 paket dan paket makanan siap saji atau dapur umum sebanyak 10.000 paket.

    Dari hasil evaluasi tersebut menunjukkan perkembangan positif, salah satunya adanya peningkatan dalam pendistribusian bantuan sosial kepada keluarga yang membutuhkan.

    Dalam kesempatan itu, Walikota Cilegon Helldy Agustian mengatakan bahwa pihaknya tengah giat mengembangkan sistem satu data guna menghindari tumpang tindih dalam pemberian bantuan sosial. Tujuan utamanya yaitu untuk mencegah agar tidak ada lagi orang yang tidak memenuhi syarat bisa mendapatkan bantuan.

    “Kami ingin bantuan-bantuan sosial dapat diberikan kepada masyarakat yang betul-betul membutuhkan. Jangan sampai orang kaya ataupun orang yang sudah meninggal masih menerima bantuan,” katanya.

    Oleh karena itu, saat ini pihaknya tengah mengembangkan sistem satu data. Dimana nanti tidak ada lagi tumpang tindih dalam pemberian bantuan sehingga bantuan yang diberikan dapat tepat sasaran.

    “Tidak boleh ada informasi yang ditutup-tutupi terutama terkait bantuan yang berasal dari tingkat pemerintah baik dari pusat, provinsi maupun daerah,” ujarnya.

    Dengan menerapkan transparansi yang lebih baik, lanjut Helldy, masyarakat dan pihak terkait dapat memantau secara lebih efektif terkait pendistribusian bantuan tersebut dengan harapan dapat meningkatkan akuntabilitas serta kepercayaan publik terhadap program bantuan sosial yang dilaksanakan di Kota Cilegon.

    Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Kota Cilegon Damanhuri berharap bantuan yang disalurkan oleh Pemkot Cilegon melalui Dinas Sosial baik dalam bentuk tunai maupun non-tunai dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat.

    Ia juga berkomitmen untuk terus berupaya dalam memperbaiki serta mengoptimalkan program bantuan sosial guna memberikan dampak positif yang lebih besar bagi masyarakat Kota Cilegon.

    “Semoga bantuan yang sudah kita salurkan di tahun 2023 ini bisa memberikan manfaat yang sebesar bagi masyarakat Kota Cilegon sehingga dapat hidup lebih sejahtera, dan kami juga akan terus berkomitmen untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat,” tandasnya.(LUK/PBN)

  • Realisasi Belanja Publik Rendah, Al Tantang Data Pembanding

    Realisasi Belanja Publik Rendah, Al Tantang Data Pembanding

    SERANG, BANPOS – Pj Gubernur Banten Al Muktabar menampik kritikan anggota dewan yang mengatakan bahwa kinerja serapan anggaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten terbilang sangat buruk, karena lebih besar belanja operasional ketimbang belanja modal.

    Menurut Al, sejauh ini serapan anggaran Pemprov Banten terbilang sudah cukup baik dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    Bahkan, menurutnya berdasarkan penilaian kinerja oleh pemerintah pusat, serapan anggaran Pemprov Banten termasuk yang terbaik bila dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya se nasional.

    “Progresnya itu ada ukurannya perbandingan secara nasional. Kita dalam serapan anggaran nasional, kita termasuk yang baik. Terus juga pencapaian pembiayaan tergolong baik,” kata Al Muktabar kepada BANPOS pada Rabu (2/8).

    Tidak hanya itu saja, mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten itu pun menantang kepada semua pihak untuk sama-sama membandingkan data hasil capaian kinerja dengan daerah lain, jika memang tidak percaya dengan yang disampaikannya itu.

    “Jadi saya pikir semua kita lakukan dengan seoptimal mungkin, bisa dicek data-data kita. Caranya berbanding antar daerah di Indonesia. Lalu juga baik itu serapan maupun pendapatan, jadi agar saya tidak dipandang lain silahkan dicek sendiri laporan kita, ya, di Kemendagri kalau kita rapat inflasi itu kan disampaikan,” ujarnya.

    Sementara itu diketahui sebelumnya, Pimpinan DPRD melayangkan surat kepada semua komisi-komisi, agar melakukan evaluasi terhadap kinerja Pj Gubernur Banten Al Muktabar atas APBD 2023 melalui semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Hasilnya, Al Muktabar dianggap memiliki beberapa kekurangan.

    Ketua Komisi IV DPRD Banten, M Nizar ditemui usai melakukan Rapat Koordinasi (Rakor) dengan mitra kerjanya, Dinas PUPR, Perkim, LH dan Kehutanan, Selasa (1/8) membenarkan dirinya telah memanggil sebagian OPD yang menjadi mitra kerjanya, dan membahas capaian pembangunan atau serapan anggaran APBD 2023.

    “Semalam (Senin malam, red) pimpinan dewan (DPRD) menyurati komisi-komisi agar dilakukan evaluasi anggaran. Pada tanggal 1 dan 2 Agustus (hari ini, red), kita diminta evaluasi, dan hasilnya (kemarin, red) sangat mengejutkan, serapan anggaran sangat rendah sekali,” kata Nizar.

    Ia menjelaskan, dari penjelasan OPD-OPD, serapan rendah dikarenakan adanya perubahan kebijakan pelaksanaan program yakni dari E-katalog dan Surat Edaran (SE) Pj Sekda Banten pada akhir Februari agar dilakukan optimalisasi anggaran.

    “Triwulan ketiga banyak sekali program program yang disusun bersama dengan OPD tidak berjalan. Kita ketahui pendapatan Pemprov saat ini sudah 65 persen. Apa yang menjadi kendala dengan serapan rendah, dan anehnya sekarang katanya besar serapannya tapi program tidak berjalan. Setelah rakor evaluasi, ternyata benar.

    Itulah sebabnya pimpinan menyurati komisi komisi agar dilakukan evaluasi anggaran. Di Dinas PUPR dari pagu Rp1,1 triliun, yang terserap 16,5 persen atau Rp184 miliar, ada Rp921 miliar belum dilaksanakan,” katanya.

    Ketua Komisi V DPRD Provinsi Banten Yeremia Mendrofa menilai kinerja sejumlah OPD yang menjadi mitra kerjanya dianggap masih terlalu rendah, terutama dalam hal upaya penyerapan anggaran untuk pelaksanaan program pembangunan daerah.

    Meski secara keseluruhan serapan anggaran sudah mencapai di angka 50 persen, namun sebagian besar anggaran yang ada lebih banyak digunakan untuk keperluan Belanja Operasional ketimbang untuk Belanja Modal.

    “Kita melihat memang masih pada tataran pelaksanaan belanja operasional yang mendekati target, namun belanja modal masih belum memenuhi apa yang ditargetkan,” kata Yeremia.(MG-01/RUS/PBN)

  • Pemprov Bentuk Desa Tangguh Bencana

    Pemprov Bentuk Desa Tangguh Bencana

    SERANG, BANPOS – Sebagai bentuk upaya mitigas bencana yang sewaktu-waktu dapat terjadi, Pemprov Banten membentuk Desa Tangguh Bencana di Provinsi Banten.

    “Ini adalah satu ikhtiar kita untuk bila terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan itu,” kata Pj Gubernur Banten Al Muktabar pada Rabu (2/8).

    Dalam pelaksanaannya nanti, diharapkan desa-desa tangguh yang dibentuk dapat saling bersinergi bahkan dengan pemerintah daerah dalam upaya menanggulangi bencana yang terjadi.

    “Kita ingin ada promotif untuk saling mengingatkan. Nah momen kita hari ini adalah bagian dari kita saling mengingatkan, termasuk bila mungkin ada kerjasama antar desa, kerjasama antar daerah sehingga bila terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan itu kita sudah siap,” ujar Al.

    Sementara itu, anggota Komisi V DPRD Banten Fitron yang juga turut hadir dalam acara itu mengatakan dalam konteks mitigasi, pembentukan desa tangguh bencana itu menjadi penting.

    Sebab, jika masyarakat di desa sudah memiliki kesiapan dalam sistem dan mekanisme penanggulangan bencana, maka mitigasi dan penanganan bencana di suatu daerah akan menjadi mudah untuk dilakukan.

    “Gerakan menuju desa tangguh ini menjadi penting, karena kalau elemen terdepan di masyarakat sudah punya ketangguhan. Ketangguhan itukan ketangguhan SDM nya, sistemnya, jadi orangnya siap sistemnya dibuat. Jadi ketika bencana terjadi, koordinasi pasti jalan,” katanya.

    Di samping itu politisi partai Golkar itu berharap, nantinya setelah dibentuk desa tangguh bencana, selain memiliki keterampilan dalam melakukan upaya mitigasi dan menanggulangi bencana, mindset mereka pun terbentuk sebagai masyarakat yang tangguh.

    Sebab, menurut Fitron, banyak dari masyarakat meski bukan menjadi korban terdampak bencana, mindset mereka justru menjadikan mereka sebagai pihak yang perlu disantuni.

    “Seharusnya bencana itu terjadi mereka sudah siap. Kan lebih baik kalau bencana terjadi warga masyarakat di situ tidak menempatkan diri jadi korban. Tapi kalau sudah tangguh mereka secara partisipatif, secara mandiri bisa mengurangi resikonya,” imbuhnya.

    Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banten, Nana Suryana menjelaskan, pembentukan ini tidak dilakukan hanya sebagai kegiatan seremonial belaka.

    Nana mengatakan bahwa selepas ini, nantinya BPBD Banten akan intens melakukan kegiatan pelatihan kepada masyarakat dalam upaya mewujudkan desa tangguh bencana.

    “Setelah dibentuk kelembagaan ini tidak hanya sampai di situ, jadi benar-benar nanti diimplementasikan. Kemudian setelah terbentuk desa tangguh bencana, diharapkan ini nanti kita sampai kepada masyarakat,”

    “Dan ini akan kita terus lakukan dengan melakukan pelatihan-pelatihan masyarakat tanggap bencana,” tandasnya. (MG-01/AZM)