LEBAK, BANPOS – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak membantah jika rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) akibat buruknya perencanaan. Apalagi menurut Pemkab melalui Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan (Bapelitbangda), mereka mendapat penghargaan sebagai daerah dengan dokumen perencanaan terbaik se-Banten.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kabid Pemerintah dan Pembangunan Manusia (PPM) Bapelitbangda Kabupaten Lebak, Paryono, saat diwawancara BANPOS di ruang kerjanya. Menurut dia, dari sisi kualitas dokumen, perencanaan pembangunan daerah, Lebak sudah pernah dua kali mendapatkan penghargaan sebagai yang terbaik untuk kategori kabupaten.
Ia juga menerangkan bahwa Lebak dua kali masuk nominasi tingkat nasional, untuk mendapatkan penghargaan Anugerah Pangripta Nusantara. Walaupun belum berhasil menjadi yang terbaik di tingkat nasional, ia menuturkan bahwa Lebak sudah beberapa kali menjadi Juara 1 se-Provinsi Banten untuk kategori Kabupaten.
“Tentu setiap orang punya hak untuk menilai atau berkomentar seperti penyebutan pada berita di sebuah media oleh seseorang. Namun realitanya sudah diketahui, Kabupaten Lebak ini masuk kategori Dokumen Perencanaan Kabupaten terbaik Se-Banten dan sudah tembus nominasi ke nasional dua kali berturut-turut,” ujar Paryono, Selasa (4/7).
Ia menjelaskan, rendahnya IPM di Kabupaten Lebak ketimbang karena buruknya perencanaan, lebih kepada masih banyak faktor-faktor yang masih belum bisa ditangani secara penuh, dikarenakan banyaknya keterbatasan.
“Salah satunya tentu terkait dengan kemampuan APBD kita ya, kita tidak bisa berkaca kepada daerah lain yang luasnya lebih kecil dari Lebak namun APBD besar.
Banten itu kurang lebih 34 persen luasnya adalah Lebak,” jelasnya.
Paryono menerangkan, dalam melakukan penyusunan dokumen perencanaan, pihaknya selalu bekerjasama dengan berbagai stakeholder. Selain itu, pihaknya juga senantiasa melihat data-data statistik yang ada, salah satunya yang dikeluarkan oleh BPS, untuk menentukan target-target pembangunan di tahun-tahun rencana.
“Misalnya saja IPM, kita melihat dari data statistik angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS) sebagai salah satu komponen penyusun IPM, dari tahun ke tahun kenaikannya kurang signifikan. Maka, kita juga tidak bisa terlalu tinggi menentukan target di tahun berikutnya,” terangnya.
“Salah satu filosofi dalam perencanaan adalah kegagalan dalam perencananaan sama saja dengan merencanakan kegagalan. Wajar saja kalau ada yang membandingkan tingkat capaian beberapa indikator pembangunan, Kabupaten Lebak menempati urutan terendah se-Provinsi Banten, salah satunya IPM. Kemudian orang itu menganggap kualitas perencanaannya yang buruk. Padahal ada banyak variabel yang sangat mempengaruhi, diantaranya kemampuan fiskal daerah” lanjutnya.
Ia berharap, seluruh pihak bisa mulai menyadari betapa pentingnya meningkatkan IPM terutama pada sektor pendidikan. Jangan sampai ada anak yang putus sekolah, semua harus sekolah paling tidak sampai jenjang SMA. Hal ini menurutnya, demi menyukseskan salah satu kebijakan pemerintah yakni wajib belajar 12 tahun.
“Mari kita bekerja bersama-sama demi kemajuan masyarakat khususnya di Kabupaten Lebak. Kami selalu menerima saran dan gagasan demi kebaikan bersama,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, berdasarkan data BPS, Kabupaten Lebak menempati peringkat paling buncit pada tahun 2022, sebagai daerah dengan IPM terendah se-Provinsi Banten. Lebak menempati urutan kedelapan, dengan nilai 64,71.
Koordinator Fungsi Statistik Sosial BPS Lebak, Ai Budiman, kepada awak media mengatakan bahwa secara ekonomi dan kesehatan, Kabupaten Lebak masih berada di atas Kabupaten Pandeglang. Namun secara pendidikan, Kabupaten Lebak masih di bawah kota/kabupaten lainnya.
Adapun masalah dari penyebab tersebut, terang Ai, adalah perencanaan konsep dari pihak yang berkopeten. Misalnya, untuk kelulusan tingkat Sekolah Dasar (SD) harus teridentifikasi berapa siswa yang meneruskan sekolah ke tingkat menengah, dan berapa siswa yang tidak melanjutkan.
“Kalau ada siswa yang tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, maka kita harus tahu alasan atau faktor penyebabnya, apakah faktor ekonomi, jarak yang jauh dari rumah ke sekolah atau ada faktor lainnya,” kata Ai. (MYU/DZH)