SERANG, BANPOS – Hingga pertengahan tahun 2023 ini, Pemkab Serang melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) berhasil menarik piutang pajak sejumlah perusahaan dan pelaku jasa usaha. Secara kumulatif, Pemkab berhasil menarik lebih dari Rp10 miliar pajak yang terutang sejak beberapa tahun lalu.
Kabid Penagihan, Verifikasi dan Pemeriksaan pada Bapenda Kabupaten Serang, A. Nizamudin Muluk, mengatakan bahwa pihaknya telah berhasil menarik pajak, baik pajak usaha maupun Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terutang dari sejumlah perusahaan.
“Ada yang terutang tahun lalu, ada yang sejak 2017. Jadi untuk yang PBB ini memang sudah jatuh tempo dari tahun 2022. Kami kemarin melakukan penagihan secara persuasif ke beberapa perusahaan, salah satunya PT Shenhua yang tunggakan pajaknya Rp9 miliar, dan itu sudah masuk,” ujarnya saat diwawancara di ruang kerjanya, Senin (19/6).
Selain PT Shenhua, pihaknya juga telah menagih PBB kepada sejumlah perusahaan lainnya seperti PT Kedaung sebesar Rp218,8 juta, PT Harsindo sebesar Rp60 juta, PT Ebara sebesar Rp48 juta, PT Dharma Medipro sebesar Rp34,8 juta dan PT Gagas Energi sebesar Rp30,7 juta.
Sementara untuk pajak usaha seperti hotel dan restoran, Bapenda berhasil menarik hampir Rp1 miliar. Rinciannya yakni pajak hotel sebesar Rp599 juta dan pajak restoran sebesar Rp340 juta. Nilai tersebut berasal dari penarikan pajak terutang sejumlah hotel dan restoran, beberapa tahun yang lalu.
“Seperti Marbella, terus Pondok Layur kemudian Jayakarta itu banyak yang menunggak pajak. Tapi sekarang sudah ada niat baik dari mereka, sudah mulai mencicil sedikit-sedikit mereka,” terang Nizam.
Berdasarkan data yang didapat, diketahui bahwa Hotel Marbella melakukan pembayaran secara mencicil untuk beberapa tahun masa pajak. Hingga Juni 2023, terdapat tiga masa pajak yang dibayarkan oleh pihak Marbella, yakni masa pajak 2020, 2022 dan 2023. Sementara Pondok Layung melakukan pembayaran untuk masa pajak 2017, 2022 dan 2023.
Menurut Nizam, sejumlah perusahaan dan penyedia jasa pariwisata tersebut menunggak pajak lantaran beberapa alasan. Salah satunya yakni imbas dari pandemi Covid-19. Untuk bisa bertahan dari hantaman pandemi, mereka terpaksa menahan pembayaran pajak, untuk dapat diputar kembali demi menghidupi usaha.
“Alasan mereka itu posisinya kan imbas dari Covid-19 kemarin, itu rata-rata piutang mereka pas di Covid-19. Jadi mereka uangnya ditutupi buat operasional dulu sama mereka, diputar. Pada akhirnya ya mereka enggak jadi sempet bayar lagi, tapi sekarang si mereka sudah mulai melakukan pembayaran,” terangnya.
Nizam mengatakan, terdapat salah satu hotel yang sangat bandel dan sukar untuk ditagih. Hotel tersebut yakni Mitra Sono di Kramatwatu. Menurutnya, Mitra Sono sudah dilayangkan peringatan beberapa kali, dan berkemungkinan dipasang plang tunggakan.
“Itu yang agak susah bayarnya. Enggak M M-an (miliaran) sih, cuma agak susah untuk bayarnya, bahkan sekarang itu kita kalau kaitan dengan penagihan, kita sudah bergandeng dengan Kejari juga,” ungkapnya.
Agar penagihan pajak dari para Wajib Pajak Daerah lebih efektif dan efisien, Nizam mengaku telah menggandeng Kejaksaan Negeri (Kejari) Serang, untuk melakukan pendampingan dalam menagih pajak terutang itu.
“Jadi WP WP (Wajib Pajak) yang bandel, yang gamau bayar itu kita serahkan dengan Kejari juga nagihnya, pendampingan dengan Kejari. Artinya ada surat kuasa khusus, kita ada semacam kerjasama dengan Kejari, jadi misalnya ini susah bayar, itu juga Kejari bantu, dipanggil sama Kejari,” ucapnya.
Nizam menegaskan, persoalan pajak tersebut bukanlah persoalan yang remeh untuk ditanggapi oleh pelaku usaha. Pasalnya apabila pelaku usaha mengabaikan kewajibannya sebagai Wajib Pajak Daerah, maka usaha mereka dapat dibekukan.
“Bebetulnya secara aturan kita juga bisa membekukan usaha, bahkan kita kalau (mereka) enggak mau bayar nanti dilelang asetnya oleh kita, dilakukan penyitaan penyitaan. Cuma kadang, kita masih melihat potensi mereka, kaitannya dengan pariwisata di Kabupaten Serang,” tandasnya. (DZH)