LEBAK, BANPOS – Soal keberadaan aset peninggalan sejarah dan situs kepurbakalaan yang berada di Lebak, perlu ada inventarisasi serius untuk dilestarikan untuk kepentingan masa depan. Selain itu, juga diperlukan untuk kajian penelitian akademik.
Seperti halnya mengemuka dalam diskusi kajian sejarah budaya lokalistik yang digelar Himpunan
Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Himakom) Unma Banten, Rabu (6/9), bertempat di Vila Kuning, Cihara.
Ketua pelaksana, Firman Habibi, mengatakan bahwa kegiatan tersebut sebagai wahana menggali potensi
sejarah budaya lokal Lebak, khususnya di Lebak Selatan (Baksel) yang kini semakin kurang diperhatikan.
"Niatan kami dalam momen ini, selain tugas akademik dalam mengangkat kembali potensi sejarah
budaya yang ada di Lebak dan Baksel ini. Hal ini agar generasi muda kita faham akan jati diri sejarah
budaya lokalnya yang terjadi di masa lalu, tentunya juga untuk wahana akademik," ujarnya.
Dalam momen ini, dihadirkan pemateri dari pegiat Bantenologi dan peneliti Garda Muda Banten
(Garmuba). Keduanya menyebut, peninggalan sejarah budaya sangat urgen untuk diteliti dan
diinventarisir, karena akan bermanfaat untuk khazanah aset lokal, data sejarah dan bisa dijadikan kajian
referensi akademis.
Pegiat Bantenologi, Yadi Ahyadi, mengatakan bahwa aset peninggalan sejarah di wilayah Baksel hingga
saat ini belum terinventarisasi dengan baik. Hal ini sangat disayangkan karena aset sejarah dan situs
cagar budaya tersebut, sangat penting buat riset dan wawasan kesejarahan.
“Ada banyak peninggalan sejarah yang belum di inventarisasi secara utuh. Diharapkan pemerintah
daerah segera melakukan berbagai upaya preventif, yakni menginventarisasi setiap situs cagar budaya,
karena ini sangat penting bagi pengetahuan saat ini dan masa depan,” ujarnya.
Menurut Yadi, pihaknya beberapa waktu lalu sempat melakukan observasi di beberapa kawasan Baksel.
Tracking survey yang dilakukannya tersebut mulai bekas peninggalan yang ada, hingga wawancara
warga. Giatnya itu sebagai upaya inventarisasi kajian tentang peninggalan sejarah di kawasan tersebut.
“Kawasan di sini hingga sekarang memang belum pernah ada yang melakukan kajian penelitian sejarah
secara utuh, karena itu kami dari Bantenologi mencoba mengkaji wacana awal yang dikaitkan dengan
situasi peristiwanya," terang Yadi.
Tambahnya, hasil penelitiannya itu untuk sumbangan referensi kesejarahan Baksel yang hubungannya
dengan Kebantenan. "Di sini kami sudah banyak mengumpulkan data otentik, mulai dari masa
prasejarah, sejarah hingga zaman kolonial, tinggal nanti kita formulasikan menjadi acuan akademis di
ruang masing-masing," jelasnya.
Pemateri lain dari Garmuba, Frans Son Ghaha, menyebut bahwa hingga saat ini pihaknya mengaku
masih tengah melakukan observasi semiotika pada area dan lokasi yang diperkirakan jadi bahan
penelitian, sebagai objek cagar budaya di Baksel dan juga yang diduga batuan artefak.
Untuk yang prasejarah, kami masih melakukan penelusuran dari situs yang sudah kami inventarisir.
Seperti pada bebatuan megalitikum yang dicurigai sebagai situs purba, seperti yang di Polotot, dan
Leuweung Taman di Malingping batu luhur di Cijaku dan di kawasan pedalaman Cigemblong,” ucapnya.
Selain itu, kata Frans, juga observasi yang dilakukan di Sawarna, Bayah, Cibobos Kecamatan Cihara dan
Cibeber. "Termasuk bebatuan di Sawarna, Cibobos kita lakukan tracking, juga pada situs purbakala
Cibedug di Cibeber.
Metode landasan awalnya kami hubungkan dengan cerita rakyat setempat dan
dikaitkan dengan karakteristik daerah itu. Dan untuk artefak megalitikumnya kita bantu lakukan uji
karbon,tuturnya. (WDO/DZH)