Kategori: PENDIDIKAN

  • 65 Persen Siswa SMP 17 Sudah Divaksin

    65 Persen Siswa SMP 17 Sudah Divaksin

    SERANG, BANPOS- Sebanyak 65 persen peserta didik di SMP Negeri 17 Kota Serang telah mengikuti vaksinasi tahap pertama. Jumlah tersebut meleset sedikit dari target yang sebelumnya ditetapkan, yakni sebanyak 70 persen peserta didik telah divaksin.

    Kepala SMP Negeri 17 Kota Serang, Abdul Rohman, mengatakan bahwa pada Senin (13/9), pihaknya telah berhasil menggelar vaksinasi massal bagi para peserta didiknya. Dari 710 peserta didik, 484 diantaranya setuju untuk mengikuti vaksin.

    “Yang setuju vaksin 484 siswa dan yang terdaftar vaksin 475 siswa. Sedangkan yang telah mengikuti vaksin sebanyak 465 siswa. Jumlahnya 65 persen telah divaksin, dan target 70 persen,” ujarnya kepada BANPOS.

    Menurut Abdul Rohman, seharusnya sebanyak 475 peserta didik yang mengikuti vaksinasi. Namun saat dilakukan skrining, ternyata 10 peserta didiknya memiliki penyakit penyerta sehingga tidak bisa divaksin.

    “Iyah jadi memang seharusnya 475. Cuma memang setelah diskrining, 10 siswa memiliki penyakit bawaan. Jadinya mereka tidak bisa ikut dalam vaksin ini,” tuturnya.

    Ia mengatakan, meskipun 35 persen peserta didiknya belum divaksin, mereka tetap berkesempatan untuk mengikuti pembelajaran tatap muka (PTM). Yang penting, orang tua mereka memberikan izin untuk mengikuti PTM.

    “Tetap tatap muka walaupun belum divaksin. Dengan syarat, orang tuannya mengizinkan. Tatap muka bukan karena divaksin, tetapi karena mendapat persetujuan orang tua,” ungkapnya.

    Untuk metode PTMnya sendiri, Abdul Rohman menuturkan bahwa sekolahnya akan menerapkan sif pagi dan siang, serta sif pekan satu dan dua. Selain itu, peserta didiknya pun akan diklasifikasikan menjadi absensi nomor urut ganjil dan genap.

    “Ada 710 peserta didik, nanti setengahnya atau 355 peserta didik akan PTM dan setengahnya lagi pendidikan jarak jauh (PJJ) pada pekan pertama. Pada pekan kedua akan ditukar. Lalu dari 355 peserta didik yang PTM, akan dilakukan pula sif pagi dan sif siang,” jelasnya.

    Salah satu siswa SMP Negeri 17 Kota Serang yang menjadi peserta vaksin, Oktavian, mengatakan bahwa dirinya baru pertama kali divaksin. Namun ia mengaku tidak takut untuk ikut vaksinasi.

    “Ini kali pertama saya divaksin, setelah divaksin juga tidak merasakan apa-apa,” ujarnya.

    Ia mengungkapkan bahwa vaksinasi yang diikutinya selain untuk menjaga kekebalan tubuh, dirinya juga mengaku ingin cepat belajar tatap muka di sekolah. “Supaya sehat dan bisa belajar di sekolah lagi,” tandasnya. (DZH/AZM)

  • Dua Pegawai Dindik Digarap KPK

    Dua Pegawai Dindik Digarap KPK

    SERANG, BANPOS – Sejumlah pegawai Dindikbud Provinsi Banten diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, terkait dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi pada pengadaan lahan untuk SMK Negeri 7 Tangerang Selatan pada Senin (13/9).

    Dalam rilis tertulis yang disampaikan oleh Plt. Juru Bicara KPK, Ali Fikri, melalui pesan WhatsApp, diketahui bahwa terdapat dua orang pegawai Dindikbud Provinsi Banten yang dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan saksi dilakukan di Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Serang.

    “Tim Penyidik mengagendakan pemangilan saksi-saksi sebagai berikut: Endang Saprudin, PNS Pemprov Banten /Panitia Penerima Hasil Pekerjaan TA 2017. Dan Endang Suherman, Honorer Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten /Staf PPID,” ujar Ali Fikri.

    BANPOS pun mendatangi Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Serang yang berlokasi di Kelurahan Trondol, tepat berada di sebelah Kantor Kecamatan Serang.

    Namun, berdasarkan pantauan BANPOS, suasana di kantor Imigrasi terlihat seperti hari-hari biasanya. Tidak ada keramaian ataupun penjagaan yang diperketat oleh unsur-unsur keamanan lainnya.

    Salah satu pemilik warung di sekitar kantor Imigrasi pun mengaku bahwa kondisi kantor saat itu terlihat normal. Tidak ada penambahan keramaian yang menandakan adanya agenda pemeriksaan.

    “Emang biasanya seperti ini saja mas. Parkiran penuh juga biasa, yang isi orang-orang pegawai di kantor imigrasi,” katanya.

    Sementara petugas keamanan kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Serang juga mengaku tidak tahu jika ada pemeriksaa yang dilakukan oleh KPK. Bahkan beberapa waktu sebelum BANPOS tiba, menurutnya sudah ada tiga awak media yang datang.

    “Tidak ada kegiatan dari KPK, pemeriksaan juga tidak ada. Tadi juga ada beberapa media yang ke sini menanyakan hal yang sama, kemudian mereka pulang lagi,” terangnya.

    Hingga pukul 17.00 WIB, kantor Imigrasi Serang tersebut berangsur sepi. Beberapa kendaraan pun satu persatu meninggalkan kantor tersebut, namun tidak terlihat adanya mobil yang mencirikan KPK.

    BANPOS pun kembali mencoba mengonfirnasi Ali Fikri melalui pesan WhatsApp, terkait dengan perkembangan penyidikan. Namun hingga berita ini ditulis, Ali Fikri belum memberikan respon.

    Pengamat Pendidikan, Eny Suhaeni, meminta kepada aparat penegak hukum, baik KPK maupun Kejati Banten yang saat ini tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi di dunia pendidikan, untuk serius dalam penanganannya. Sebab menurutnya, penegakkan hukum yang dilakukan saat ini, memberikan nilai-nilai pendidikan bagi pemerintah, penyedia maupun masyarakat.

    “Kalau memang mau menegakkan yang benar, maka harus benar. Karena saat ini kita sedang mendidik, mungkin saja pemerintah juga kan bisa khilaf, termasuk penyedia. Namun kita bersama-sama saling menasehati dan memberikan masukan serta mengingatkan agar bangsa ini bisa berjalan dengan benar. Jangan sampai yang salah ditutupi, yang benar malah disalah-salahkan,” tegasnya.(DZH/ENK)

  • Sekda Kabupaten Tangerang Tinjau Simulasi Pelaksanaan PTM

    Sekda Kabupaten Tangerang Tinjau Simulasi Pelaksanaan PTM

    TANGERANG, BANPOS – Sekertaris Daerah (Sekda) Kabupaten Tangerang, Moch. Maesyal Rasyid meninjau pelaksanaan simulasi Pembelajaran Tatap Muka (PTM) mulai dari jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kabupaten Tangerang, yang dilaksanakan di SMPN 1 Sepatan, Kabupaten Tangerang, Senin (13/9).

    Dalam kunjungannya, Maesyal mengatakan, pihaknya meninjau pelaksanaan simulasi PTM di SMPN 1 Sepatan dan pada pelaksanaannya berjalan dengan baik dan dengan menerapkan Protokol Kesehatan (Prokes) mulai dari kedatangan siswa ke sekolah dilakukan pengukuran suhu tubuh dan alur masuk disiapkan tempat mencuci tangan secara bergantian oleh pihak sekolah.

    “Uji coba PTM ini kita berlakukan hingga 18 September, dan kita evaluasi terus sejauh mana sekolah menerapkan protokol kesehatan dalam pembelajaran di tengah pandemi Covid-19,” kata Maesyal.

    Menurutnya, selain mencuci tangan para siswa/siswi dan para guru diwajibkan untuk menggunakan masker dan harus sudah mendapatkan dosis vaksinasi Covid-19 minimal dosis pertama agar kekebalan kelompok dilingkungan sekolah terus terjadi.

    “Siswa/siswi yang mengikuti PTM harus sudah mendapatkan vaksinasi minimal dosis pertama yang bisa dilakukan di Puskesmas, di sekolah dan sentra vaksinasi, sehingga pendidikan berjalan dengan baik, kesehatan bisa terjaga,” ujarnya.

    Sementara itu, Kepala SMPN 1 Sepatan, Bibing Sudarman mengatakan, saat ini pihaknya melakukan PTM dengan protokol kesehatan yang ketat, para siswa antusias dalam mengikuti walaupun dilakukan secara terbatas, menjaga jarak dan hanya 50 persen kehadiran.

    “Dari 1.146 siswa, sekitar 500 orang siswa atau sekitar 50 persen masuk pada hari pertama ujicoba PTM,” katanya.
    Menurutnya, para siswa yang hadir saat ini dibagi menjadi 2 termin mulai dari pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 10.00 WIB setiap harinya dan para siswa bergantian masuk dan mengikuti jadwal mata pelajaran.

    “Setiap harinya hanya 2 jam pemberlajaran dalam uji coba PTM, siswa terus mengikuti pembelajaran dan setelah itu langsung pulang kerumah,” terangnya.

    Salah satu siswa kelas IX-3, Andri mengatakan, dirinya merasa senang mengikuti pembelajaran tatap muka karena sudah hampir dua tahun belajar secara daring, disekolah bisa ketemu teman-teman dan guru.
    “Senang bisa belajar kembali seperti sebelum pandemi, terlebih bertemu teman dan guru di sekolah. Hari pertama ini belajar IPA dan Pendidikan Agama,” katanya. (DHE/RUL)

  • Rehab SD Capai 50 Persen

    LEBAK, BANPOS – Sekitar 50 Persen rehabilitasi sekolah dasar negeri (SDN) di Kabupaten Lebak pelaksanaannya sudah berjalan, sebanyak 40 SDN Kabupaten Lebak, sudah hampir rampung, adapun untuk anggaran gedung sekolah itu bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) TA 2021.

    Kepala Seksi (Kasi) Sarana dan Prasarana (Sarpras) Dinas pendidikan dan kebudayaan (Dindik) Kabupaten Lebak, Giri Santoso, menyatakan bahwa progres pelaksanaan rehabilitasi gedung SD di Kabupaten Lebak saat ini sudah mencapai 50 persen.

    “Alhamdulillah, pelaksanaan rehab SD progresnya sudah 50 persen,” ujar Giri Santoso, Senin, (13/9)

    Dijelaskan Giri, pelaksanaan rehabilitasi gedung SD di Kabupaten Lebak dananya bersumber dari DAK Tahun 2021. Gedung SD yang mendapatkan bantuan rehabilitasi sebanyak 40 sekolah, yang tersebar di sejumlah titik.

    Selain mendapatkan bantuan rehabilitasi dari DAK Lebak, juga dari suntikan rehabilitasi dari APBD Banten TA 2021, dengan jumlah sekolah yang mendapatkan sebanyak 25 sekolah.

    “Rehabilitasi berupa perbaikan ruang kelas, seperti perbaiki atap pengecatan dan lainnya,” kata Giri.

    Menurutnya, sejauh ini di Kabupaten Lebak masih banyak gedung sekolah yang membutuhkan perbaikan. Namun, karena anggaran terbatas, maka perbaikan dilakukan hanya bagi sekolah yang kondisi butuh perbaikan mendesak.

    “Jadi hanya skala prioritas saja. Sebenarnya, masih banyak sekolah yang memerlukan perbaikan,” tuturnya.

    Kata Giri, dengan adanya rehabilitasi tersebut diharapkan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) siswa menjadi lebih nyaman. Sehingga, menjadikan dunia pendidikan di Kabupaten Lebak semakin maju dan berkembang.

    “Dengan gedung sekolah yang layak, maka akan menunjang KBM lebih nyaman dan lancar,” ujarnya. (WDO/PBN)

  • Kembali ke Ide Awal Penganggaran

    Kembali ke Ide Awal Penganggaran

    FENOMENA bancakan anggaran pendidikan dinilai lantaran pelaksanaan anggaran yang besar tersebut dilaksanakan dengan karut marut. Padahal jika pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan dan kembali pada ide awal penganggaran 20 persen untuk pendidikan, seharusnya celah untuk melakukan bancakan tersebut akan tertutupi dengan sendirinya.

    Hal tersebut disampaikan oleh Akademisi sekaligus Pengamat Pendidikan, Eni Suhaeni. Ia mengatakan bahwa penyimpangan yang terjadi pada pengelolaan anggaran pendidikan, membuktikan bahwa pelakunya tidak memiliki malu seperti halnya binatang.

    “Pendidikan dijadikan sebagai bahan bancakan, aneh kan? Gak usah pakai perspektif yang dalam, cukup permukaan saja. Pendidikan itu kan proses untuk memanusiakan manusia. Di dalamnya itu manusia harus malu, tidak seperti binatang. Kenapa harus ada penyimpangan,” ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon.

    Menurutnya, memang banyak fasilitas yang dibangun maupun diadakan untuk menunjang pendidikan, namun tidak bertahan lama. Hal itu lantaran para penyedia maupun oknum yang bermain dalam pengerjaan tersebut, tidak tahu malu dalam mengambil ‘keuntungan’.

    “Banyak fasilitas yang dibangun, setelahnya hilang. Kan pajak 15 persen misalnya, atau dikurangi ongkos konstruksi berapa. Tapi kan tidak seekstrem itu. Ini kan yang dipakai untuk pembangunan 40 persen, yang dimasukkan ke kantong itu 60 persen. Ya hancur lah itu,” ucapnya.

    Eni mengatakan, setiap ide yang berkaitan dengan pengembangan pendidikan harusnya memiliki nilai-nilai pendidikan dan dalam kerangka pendidikan. Termasuk dalam melakukan pembangunan, hingga pengadaan sarana-prasarana penunjang pendidikan.

    “Pendidikan itu dari idenya saja sudah harus mendidik. Dari mulai ide melakukan pembangunan dan pengembangan sarana-prasarana di dunia pendidikan, itu harus berisi nilai pendidikan. Tapi ini idenya saja sudah kotor, idenya sudah korup. Dimana letak pendidikannya,” jelasnya.

    Menurutnya, pendidikan di Provinsi Banten maupun di Indonesia umumnya, tidak akan pernah bisa maju selama para pejabat yang mengelolanya tidak bekerja berdasarkan nilai-nilai pendidikan. Lebih parahnya lagi, nilai-nilai buruk tersebut justru akan menular kepada peserta didiknya.

    “Lah ini dunia pendidikan dikorupsi, dunia pendidikan di-mark up, dunia pendidikan digarong. Bagaimana bisa pendidikan berkembang, kalau ide dasarnya adalah menggarong. Ide dasarnya adalah korup. Yang ada rusak masyarakat, peserta didiknya yang menjadi korban,” ungkapnya.

    Eni pun berharap agar KPK dan Kejaksaan bekerja dengan lurus dalam menyelidiki hal-hal yang terlihat telah jelas ada penyimpangannya. Ia menegaskan agar KPK dan Kejaksaan jangan sampai berhenti di tengah jalan. Sebab menurutnya, penegakkan hukum yang dilakukan saat ini pun, akan memiliki nilai-nilai pendidikan bagi pemerintah, penyedia maupun masyarakat.

    “Kalau memang mau menegakkan yang benar, maka harus benar. Karena saat ini kita sedang mendidik, mungkin saja pemerintah juga kan bisa khilaf, termasuk penyedia. Namun kita bersama-sama saling menasehati dan memberikan masukan serta mengingatkan agar bangsa ini bisa berjalan dengan benar. Jangan sampai yang salah ditutupi, yang benar malah disalah-salahkan,” tegasnya.

    Wakil Ketua DPRD Provinsi Banten, Nawa Said Dimyati, mengatakan bahwa Dindikbud Provinsi Banten dalam melakukan pembangunan maupun pengadaan, diharapkan benar-benar menjalankannya sesuai dengan aturan. Hal itu agar kejadian-kejadian seperti yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, dapat dihindari.

    “Saya sederhana saja, ikuti aturan. Jangan sampai ada pelanggaran aturan. Nah aturannya itu kan untuk pembangunan USB ada FSnya, lalu ada tim appraisalnya. Lalu lokasinya juga harus sesuai dengan aturan dan prosedur,” ujarnya.

    Menurutnya, jika Dindikbud menjalankan pembangunan maupun pengadaan sesuai dengan aturan, maka semuanya akan berjalan dengan benar. Khusus untuk pembangunan USB pada 2021 ini, Cak Nawa meminta agar biarkan para konsultan bekerja sesuai dengan tugasnya tanpa intervensi.

    “Nanti kan konsultan sendiri yang akan menentukan lokasinya. Itu kan pihak ketiga yang menentukan lokasinya, kenapa di sini bukan di sana. Itu hasil rekomendasi dari pihak ketiga, konsultan. Biarkan konsultan bekerja secara independen,” ucapnya.

    Sementara terkait dengan pengawasan yang pihaknya lakukan, yakni dengan memastikan bahwa perencanaan benar-benar dilakukan. Namun pihaknya tidak masuk ke dalam pelaksanaan pengadaan.

    “Karena kami tidak masuk saja sudah dicurigai, bagaimana kalau kami masuk. Palingan apabila ada aduan dari masyarakat, baru kami masuk. Jadi tidak sampai kepada pengawasan di lapangan, itu kami tidak masuk,” terangnya.(RUS/DZH/ENK)

  • Masalah Bangunan Sampai ke Tablet

    Masalah Bangunan Sampai ke Tablet

    DUGAAN bancakan dalam proyek yang diperuntukkan bagi sekolah, sudah lama jadi perhatian publik. Sebelumnya, sejumlah laporan terkait dugaan ‘perampokan’ uang rakyat di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Banten, sudah pernah dipaorkan klepada aparat penegak hokum dan masih terus didorong penyelesaiannya. Belum lagi proyek-proyek yang perjalanannya banyak menimbulkan keresahan.

    Seperti proyek pembangunan gedung SMKN 1 Wanasalam yang kini menuai kisruh. Mulai dari persoalan bahan material yang digunakan untuk bangunan, juga masalah pekerja bangunan yang mengaku merencanakan mogok kerja karena upahnya belum dibayar, Rabu (1/9).

    Sejumlah pihak menilai persoalan ini muncul akibat lemahnya pengawasan dari intansi terkait. Pantauan BANPOS di lapangan, Rabu (1/9), terpantau galian untuk ceker ayam (pasak bumi) itu kedalamannya hanya berkisar 50 centimeter, padahal situasi tanah di situ labil. Kemudian ditemukan juga material bahan bangunan batu berjaket bukan batu belah murni.

    Dalam keterangannya, pengawas proyek tersebut, Diki mengatakan, bahwa untuk pengerjaan konstruksi, dirinya menyarankan wartawan untuk konfirmasi kepada konsultan. Namun ketika ditanya soal penggunaan listrik, air dan lain-lain, pihaknya berdalih sudah berdasarkan surat perjanjian dengan pihak sekolah.

    “Ada pun untuk listrik kenapa mengunakan fasilitas sekolah, memang betul listrik itu tertuang dalam rancangan anggaran belanja (RAB) karena jaringan untuk penghubung gensetnya untuk menyalakan lampu tembak tidak memadai, maka kami menggunakan fasilitas di sekolah. Dan kita pun membuat kesepakatan suratan perjanjian dengan pihak sekolah untuk memakai listrik di sekolah. Tapi untuk pengeboran itu tidak ada kang, dalam RAB justru kami mengikuti instruksi dari dinas, untuk mengunaka air yang sudah ada saja di sekolah,” ujar Diki.

    Sementara di lain pihak, para pekerja mengeluh terkait pembayaran yang tidak komitmen, bahkan mereka mengancam akan melakukan mogok kerja bila upah mereka tidak segera dibayarkan.

    “Bila mana dalam tempo dua hari tidak dibayarkan sejak hari ini, kami pun akan mogok kerja dan demo,” ujar salah satu pekerja yang engan di sebutkan namanya.

    Terpisah, sorotan lain muncul dari Satgas Covid-19 Desa Parungsari. Mereka menyangkan kurangnya koordinasi pihak pelaksana proyek SMKN 1 Wanasalam, terutama terkait tenaga pekerjanya (Naker) yang tidak mempunyai sertifikat vaksin.

    Bahkan Tim Satgas Covid-19 desa setempat berniat akan menghentikan kegiatan pelaksaan, itu bilamana naker tidak mempunyai sertifikat vaksin.

    “Pekerjan proyek SMKN 1 Wanasalam sementara di berhenti kan dulu, agar para pekerjanyan divaksin dulu guna mengurangi penyebaran covid-19,” ujar Komarudin selaku Ketua Satgas Covid-19 Desa Parungsari kepada BANPOS.

    Diketahui bahwa kegiatan proyek tersebut merupakan bagian dari paket Belanja Modal Bangunan Gedung Tempat Pendidikan Pembangunan Prasarana SMKN Kabupaten Lebak (DAK) Tahun anggaran 2021, dengan anggaran sebesar Rp 3,5 Miliar lebih. Sementara untuk pelaksananya yakni dari CV Cahaya Ali Pratama.

    Sementara, kasus lain di Dindkbud Banten yang juga pernah mencuat pada tahun lalu adalah dugaan tindak pidana korupsi pengadaan handphone tablet di Dindikbud Provinsi Banten KCD Lebak dan Dindikbud Pandeglang. Dugaan itu dilaporkan Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP) kepada Kejati Banten.

    ALIPP menduga bahwa terjadi penggelembungan harga pada pengadaan tersebut. Diperkirakan kerugian yang diakibatkan dugaan tindak pidana korupsi tersebut sebesar Rp4.2 miliar dengan masing-masing kerugian Rp1 miliar pada KCD Lebak dan Rp3.2 miliar pada Dindikbud Kabupaten Pandeglang.

    Dalam pengadaan barang itu, diketahui bahwa standar untuk Handphone Tablet yang dibeli yakni dengan merek Samsung. Namun ternyata yang dibeli dimonopoli oleh merek Cina seperti Axio, Samyong dan Sambio. Adapun selisih harganya mencapai Rp400 ribu hingga Rp600 ribu per unit.

    Kasi penerangan hukum (Penkum) pada Kejati Banten, Ivan Siahaan, mengatakan bahwa pihaknya telah menindaklanjuti laporan ALIPP dan berkoordinasi dengan Kejari Lebak dan Pandeglang untuk proses lebih lanjut.

    Ketika itu, Kasi Penkum Kejati Banten, menjelaskan bahwa laporan ALIPP sudah diproses. Untuk kelancaran proses pemeriksaan ini dikoordinasikan dan dikerjasamakan dengan Kejari Lebak dan Pandeglang.

    Ia mengatakan, keputusan agar pemeriksaan dilakukan oleh masing-masing Kejari diambil agar adanya efisiensi waktu dan tenaga. Sebab apabila pemeriksaan tetap dilakukan di Kejati Banten, dinilai kurang efektif.

    “Karena kan kalau kesini tidak efektif. Apalagi ini menyangkut beberapa kepala sekolah. Kalau guru-guru disuruh kesini kan kasian, jadi lebih dekat mereka diperiksa oleh Kejari masing-masing daerah,” ucapnya, Kamis (22/10/2020).(RUS/DZH/ENK)

  • ‘Bancakan’ Cuan Sekolah

    ‘Bancakan’ Cuan Sekolah

    UNDANG-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 49 ayat 1 telah mengatur bahwa besaran anggaran pendidikan dari APBD dan APBN di luar gaji pendidikan dan biaya pendidikan kedinasan, minimal dialokasikan sebesar 20 persen.

    Besarnya anggaran untuk pendidikan hingga seperlima total anggaran APBD dan APBN diharapkan menjadi salah satu modal, dalam melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan dapat bersaing.

    Akan tetapi, beberapa peristiwa dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) serta karut-marut dalam pengelolaan anggaran, justru sering kalinya muncul dari dunia pendidikan di Provinsi Banten. Bahkan beberapa diantaranya tengah ‘digarap’ oleh Korps Adhyaksa hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Seperti kasus dugaan korupsi pada pengerjaan Feasibility Study (FS) untuk pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) pada Dindikbud Provinsi Banten. Proyek pembuatan FS tersebut diduga bodong alias fiktif, lantaran tidak ada pembangunan atau tindak lanjutnya.

    Kasi Penkum pada Kejati Banten, Ivan H. Siahaan, mengatakan bahwa kasus dugaan pengadaan FS fiktif pembangunan USB pada Dindikbud Provinsi Banten senilai Rp800 juta, saat ini masih dihitung kerugian negaranya oleh BPK.

    “Masih Perhitungan Kerugian Negara (PKN) di BPK. Ini kan kasus tunggakan, dari yang sebelum-sebelumnya,” ujar Ivan saat dihubungi BANPOS melalui sambungan telepon, Sabtu (11/9).

    Kasus pengadaan FS fiktif pembangunan USB tersebut mencuat setelah LSM Perkumpulan Maha Bidik Indonesia melaporkan dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) tersebut ke Kejati Banten pada 2019 yang lalu.

    Mereka menduga bahwa proyek pengerjaan FS senilai Rp800 juta pada tahun anggaran 2018 tersebut untuk pembangunan USB dan perluasan sekolah SMA dan SMK, telah dikorupsi. Beberapa pihak telah dipanggil untuk dimintai keterangan, mulai dari Kepala Sekolah, PPTK kegiatan hingga mantan sekretaris Dindikbud Provinsi Banten, Djoko Waluyo.

    Kepada BANPOS, Ketua Maha Bidik, Moch Ojat Sudrajat mengungkapkan, laporannya ke Kejati Banten berawal dari dibatalkannya sejumlah proyek pengadaan lahan sekolah di tahun 2018. Dalam angaran itu, juga tertera anggaran untuk Belanja Jasa Konsultasi Perencanaan untuk Belanja Modal Tanah – Pengadaan Tanah Untuk Bangunan Gedung sebesar Rp1,6 miliar.

    Untuk jasa konsultasi itu dibagi dua, yaitu belanja Jasa Konsultan FS sebesar Rp800 juta dan belanja Jasa Konsultan Appraiser sebesar Rp800 juta. Kedua jasa konsultasi itu seharusnya dikerjakan untuk 16 titik lokasi,” kata Ojat.

    Namun, meski dibatalkan, Ojat mengungkapkan, bahwa Dindikbud Banten telah dilakukan pembayaran jasa kepada pihak perusahaan penyedia jasa, pada tanggal 26 dan 27 Desember 2018. KArena itu, pihaknya melihat ada potensi kerugian keuangan daerah di Provinsi Banten atas pembayaran tersebut sebesar Rp782,539 juta.

    Ojat juga membeberkan, ada dua dua orang pejabat pengadaan lahan di Dindikbud Banten di tahun anggaran 2018 yang diduga seharusnya tidak berhak untuk mencairkan dana pembayaran FS kepada pihak ketiga. Dua pejabat itu termasuk seorang Pegawai Negeri Sipil dari Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi (BPKP) Banten yang dipekerjakan di Dindikbud Banten, berinisial DW.

    “Bapak DW dipekerjakan di Pemprov Banten dengan masa tugas selama tiga tahun berdasarkan surat dari BPKP dengan nomor : R-1168/SU/02/2014 tanggal 7 Juli 2014 dan ditempatkan serta dipekerjakan di Pemprov Banten dengan dasar Keputusan Gubernur Banten Nomor : 800/Kep.55-BKD/2015 tanggal 15 Januari 2015,” kata Ojat.

    Dengan begitu, kata Ojat, masa kerja DW di Dindikbud Banten seharusnya habis pada 3 Februari 2018. Namun, pada 5 April 2018 DW justru sebagai diangkat sebagai sekretaris di Dindikbud Banten berdasarkan Keputusan Gubernur Banten Nomor : 821.2/KEP.95-BKD/2018 tanggal 5 April 2018. Posisi ini juga sekaligus membuat DW secara otomatis menjadi kuasa pengguna anggaran (KPA) di Dindikbud Banten.

    “Sehingga dapat diduga pengangkatan Bapak DW sebagai sekretaris di Dindikbud Banten sudah berakhir. Sedangkan Pemprov Banten baru mengajukan Permohonan Perpanjangan Jangka waktu dipekerjakan PNS BPKP yang salah satunya adalah Bapak JOKO WALUYO dengan surat nomor : 800/3128-BKD/2018 tanggal 5 Oktober 2018,” ungkap Ojat.

    Selain itu, Ojat juga mengungkapkan dugaan peran seorang pejabat lain yang bertugas sebagai pejabat teknis pelaksanan kegiatan (PPTK) dalam kegiatan pengadaan lahan itu. PPTK dalam kegiatan itu diduga telah menandatangani dokumen-dokumen sebelum dirinya ditetapkan sebagai PPTK.

    “Diantaranya dokumen berupa Nota Pencairan Dana (NPD) Tanpa nomor tanggal 13 Desember 2018 yang ditandatangani oleh PPTK, sehingga diduga ada beberapa dokumen lainnya yang ditandatangani oleh pejabat yang menyatakan dirinya sebagai PPTK padahal saat ditandatanganinya dokumen tersebut belum ditetapkan sebagai PPTK,” kata Ojat.

    Kasi Penkum pada Kejati Banten, Ivan H. Siahaan, mengatakan bahwa kasus dugaan pengadaan Feasibility Study (FS) fiktif pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) Dindikbud Provinsi Banten senilai Rp800 juta, saat ini masih dihitung kerugian negaranya oleh BPK.

    “Masih Perhitungan Kerugian Negara (PKN) di BPK. Ini kan kasus tunggakan, dari yang sebelum-sebelumnya,” ujar Ivan.

    Kasus pengadaan FS fiktif pembangunan USB tersebut mencuat setelah LSM Perkumpulan Maha Bidik Indonesia melaporkan dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) tersebut ke Kejati Banten pada 2019 yang lalu.

    Mereka menduga bahwa proyek pengerjaan FS senilai Rp800 juta pada tahun anggaran 2018 tersebut untuk pembangunan USB dan perluasan sekolah SMA dan SMK, telah dikorupsi.

    Beberapa pihak telah dipanggil untuk dimintai keterangan, mulai dari Kepala Sekolah, PPTK kegiatan hingga mantan sekretaris Dindikbud Provinsi Banten, Djoko Waluyo.

    Digarap KPK
    Sebelum kasus FS, dugaan bancakan dana sekolah juga terjadi di Dindikbud Banten pada 2017 lalu. Tepatnya pada pembebasan lahan untuk pembangunan SMK Negeri 7 Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Dalam pembebasan tersebut, Pemprov Banten merogoh kocek hingga Rp17,9 miliar.

    Direktur Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP), Uday Suhada, yang juga merupakan pelapor dugaan korupsi tersebut mengatakan, berdasarkan hasil temuan pihaknya, terjadi transaksi yang mencurigakan. Pasalnya, dalam pembebasan lahan tersebut, diduga terdapat beberapa pihak yang ikut menikmati pembebasan. Sebab, pemilik lahan yang dibebaskan yakni Sofia, hanya menerima uang ganti rugi sebesar Rp7,3 miliar dari anggaran pembebasan lahan sebesar Rp17,9 miliar. Uang tersebut pun tidak ditransfer ke rekening Sofia, melainkan melalui kuasa pemilik tanah berinisial AK.

    Adapun sisanya, diduga telah dipotong sejak pertama melakukan transfer ke rekening AK. Karena, yang ditransfer ke rekening AK hanyalah Rp10.589.063.000 saja. Sedangkan untuk sisanya yakni Rp7.392.937.000, tidak diketahui keberadaannya. AK selaku kuasa pemilik tanah pun menerima sebesar Rp3.289.063.000.

    “Artinya, yang riil untuk pembebasan tanah itu Rp7,3 miliar. Sedangkan Rp10,6 miliar itu yang patut dipertanyakan,” terang Uday.

    Untuk diketahui, tanah seluas 6.000 meter persegi tersebut berdasarkan dokumen Nilai Ganti Rugi (NGR), dihargai per meter persegi sebesar Rp2.997.000.

    Pada tahun 2017, Dindikbud Provinsi Banten bukan hanya melakukan pembangunan dan pembebasan lahan untuk SMKN 7 Tangsel saja, namun terdapat 8 sekolah lainnya yang dibangun dan dilakukan pembebasan lahan. Selain SMKN 7, ALIPP pun menemukan kejanggalan pada dua lokasi pembebasan lahan.

    Seperti yang terjadi pada pembebasan lahan SMAN 1 Bojongmanik, Kabupaten Lebak. Menurut ALIPP berdasarkan penelusuran, lahan seluas 15 ribu meter persegi yang dibebaskan oleh Pemprov Banten, ternyata telah tercatat sebagai aset milik Pemkab Lebak. Terdapat potensi ‘tanah negara dibeli oleh negara’.

    MK selaku Kades Bojongmanik pada saat itu, mengaku bahwa tanah tersebut merupakan miliknya. Hingga akhirnya dibeli oleh Pemprov Banten seharga Rp60 ribu per meter persegi. Namun, yang didapat oleh MK hanyalah Rp20 ribu per meter persegi saja. Rp40 ribu lainnya diduga dinikmati oleh oknum Dindikbud Provinsi Banten.

    Lalu, ALIPP juga menemukan kejanggalan pada pembebasan lahan SMAN dan SMKN CIkeusik, Kabupaten Lebak. Lokasi SMAN Cikeusik berada di blok Blengbeng, Desa Cikeusik, Kabupaten Lebak seluas 16.090 meter persegi. Sedangkan lokasi tanah SMKN Cikeusik berada di Desa Nanggala, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Lebak dengan luas 14.784 meter persegi.

    Nilai ganti rugi yang telah ditetapkan untuk tanah di Blok Blengbeng yakni Rp107 ribu per meter persegi. Adapun untuk ganti rugi di Desa Nanggala sebesar Rp103 ribu per meter persegi. Namun ternyata, berdasarkan pengakuan pemilik tanah, mereka hanya dibayarkan sebesar Rp60 ribu per meter persegi saja.

    Selisih yang muncul pada pengadaan tanah tersebut sebesar Rp756.230.000 pada pengadaan lahan di blok Blengbeng dan Rp635.712.000 pada pengadaan lahan di Desa Nanggala diduga diambil oleh salah satu tim sukses Gubernur Banten, inisial Dad. Informasi tersebut didapat dari perantara pengadaan lahan, inisial Waw.

    ALIPP juga melihat adanya ketidaklayakan atas lokasi lahan atau tanah SMKN 7 Tangsel, SMKN Cikeusik dan SMAN 1 Bojongmanik Kabupaten Lebak, karena tidak adanya akses jalan masuk, karena terhalang pagar perumahan setempat. Demikian juga dengan jarak yang jauh dengan jalan raya dan atau sekolah filial.

    “Dari hasil uji petik di tiga tempat tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa patut diduga telah terjadi praktek Tindak Pidana Korupsi dan Gratifikasi. Menurut perhitungan kami, potensi kerugian keuangan negara atas pembebasan 3 lahan tersebut setidaknya berjumlah Rp12,673 milair lebih,” ujar Uday.

    Minggu pertama di bulan September, KPK merilis upaya hukum yang telah dilakukan oleh lembaga anti rasuah tersebut atas dugaan kasus korupsi pada pengadaan lahan SMKN 7 Tangsel. Beberapa barang pun diamankan untuk dijadikan sebagai barang bukti, salah satunya yakni dua unit mobil.

    Plt. Juru bicara KPK, Ali Fikri, dalam keterangannya mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan upaya paksa penggeledahan, terhadap beberapa kediaman dan kantor pihak-pihak yang berkaitan dengan pengadaan lahan SMKN 7 Tangsel.

    “Tim Penyidik telah selesai melakukan upaya paksa penggeledahan di beberapa tempat di wilayah Jakarta, Tangerang Selatan, Serang dan Bogor, yaitu rumah kediaman dan kantor dari para pihak yang terkait dengan perkara ini,” ujarnya melalui keterangan tertulis beberapa waktu yang lalu.

    Ia mengatakan, dalam penggeledahan yang dilakukan pada Selasa (31/8) lalu tersebut, pihaknya mengamankan beberapa barang. Ke depan, barang tersebut akan dijadikan sebagai barang bukti perkara.

    “Selama proses penggeledahan tersebut, telah ditemukan dan diamankan berbagai barang yang nantinya akan dijadikan sebagai barang bukti diantaranya dokumen, barang elektronik dan dua unit mobil,” tuturnya.

    Barang-barang tersebut pun akan dilakukan analisa dan menurutnya akan segera dilakukan penyitaan untuk melengkapi berkas perkara tersebut. Kendati demikian, Ali Fikri mengaku belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut.

    “KPK belum dapat menginformasikan secara menyeluruh konstruksi perkaranya dan siapa saja pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka,” katanya.

    Namun menurutnya, informasi lebih detail mengenai perkara tersebut akan diumumkan apabila telah dilakukan upaya paksa penangkapan dan atau penahanan terhadap para tersangka.

    “KPK nantinya akan selalu menyampaikan kepada publik setiap perkembangan penanganan perkara ini, dan kami berharap publik untuk juga turut mengawasinya,” terangnya.

    Kepala Dindikbud Provinsi Banten, Tabrani, enggan mengomentari mengenai beberapa kasus dugaan korupsi, yang saat ini tengah digarap oleh Korps Adhyaksa maupun KPK. Menurutnya, beberapa kasus tersebut terjadi sebelum dirinya menjabat.

    “Ya jangan tanya yang tahun sebelumnya, saya mah ogah. Saya mah kan baru menjabat kepala dinas 15 Oktober tahun 2020,” ujarnya dikonfirmasi melalui sambungan telepon.

    Namun ia menjelaskan bahwa pada 2021 ini, pihaknya memang telah merencanakan adanya pembangunan beberapa unit sekolah baru (USB).

    “Satu diantara tujuan itu adalah untuk menyiapkan USB bagi sekolah-sekolah filial yang ada di Provinsi Banten, dan memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap SMA, SMK dan SKh,” tuturnya.

    Menurutnya, Dindikbud Provinsi Banten telah melakukan beberapa pembebasan lahan untuk pembangunan USB itu. Namun ternyata, rencana pembangunannya tidak sesuai dengan yang direncanakan, karena terjadi refocusing anggaran sehingga beberapa USB tidak jadi dibangun.

    “Tetapi juga tetap ada yang dilaksanakan. Misalkan ada yang di Lebak, Banten Selatan. Di situ kan banyak sekolah-sekolah filial yang masih menumpang di sekolah lain. Bagaimana dengan yang lainnya? Kami tetap akan bangun. Ini kan prosesnya masih berjalan, untuk tanah yang sudah kami beli pada 2021, akan kami bangun di tahun 2022 besok. Mudah-mudahan awal tahun sudah bisa dibangun,” ungkapnya.

    Dalam pembebasan lahan tersebut, Tabrani mengakui bahwa pihaknya telah mengikuti aturan dan prosedur yang berlaku. “Saya dalam merencanakan sebuah pembangunan, saya akan tetap berpegang pada prosedur dan aturan yang ada,” ujarnya.

    Ia mengatakan, pada pengadaan lahan untuk pembangunan USB tersebut, pihaknya telah memilih konsultan yang kredibel sehingga hasil dari Feasibility Study atau Uji Kelayakan tanah untuk pembangunan, benar-benar layak untuk dibangun sekolah.

    “Kalau pengadaan lahan, kami akan awali dengan mengadakan Feasibility Study yang dilakukan oleh konsultan yang kredibel. Biarlah dia yang menilai, titik mana yang menurut konsultan layak untuk digunakan, itu yang kami pakai. Tidak boleh ada intervensi dari siapapun,” katanya.

    Setelah ditemukan lokasi lahan yang menurut konsultan layak untuk dibangun, pihaknya pun melakukan koordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN), agar tanah tersebut mendapatkan surat keterangan tanah dari BPN.

    “Kami berkoordinasi dengan BPN. Itu untuk melakukan pengukuran sampai dengan keluar Surat Keterangan Tanah oleh BPN. Setelah BPN selesai, maka kemudian kami serahkan kepada konsultan appraisal untuk menilai berapa harga jual dari tanah tersebut,” jelasnya.

    Jika konsultan appraisal sudah mengeluarkan nilai jual tanah, pihaknya baru menyampaikan harga tersebut kepada pemilik tanah. Sehingga jika pemilik tanah bersepakat dengan nilai harga hasil appraisal, tanah tersebut akan dibeli.

    “Setelah appraisal, maka kami sampaikan kepada pemilik. Kalau dia setuju, maka terjadi proses jual beli. Kalau si pemilik tidak setuju, maka tidak boleh. Tidak jadi jual beli. Jika memang seluruhnya sudah selesai, maka dilakukan pembayaran,” ungkapnya.(RUS/DZH/ENK)

  • Pemkab Tangerang Akan Lakukan Simulasi PTM

    Pemkab Tangerang Akan Lakukan Simulasi PTM

    TANGERANG, BANPOS – Sekertaris Daerah (Sekda) Kabupaten Tangerang Moch. Maesyal Rasyid memimpin rapat kesiapan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di Kabupaten Tangerang, di Ruang Rapat Cituis melalui zoom meeting yang diikuti guru, Kepala Sekolah (Kepsek), camat dan lurah se-Kabupaten Tangerang, Kamis (9/9).

    Dalam rapat tersebut, Sekda Kabupaten Tangerang, Moch. Moaesyal Rasyid mengatakan,menindaklanjuti hasil rapat yang merumuskan persiapan pembelajaran tatap muka bagi siswa-siswi SMP, SMA dan SMK, belum kepada siswa-siswi Sekolah Dasar (SD) sesuai dengan hasil rapat lalu yang sudah dirumuskan.

    “Kita akan melakukan simulasi PTM di Kabupaten Tangerang tanggal 13 hingga 18 September 2021 Senin besok,” kata Maesyal usai memimpin rapat.

    Menurutnya, pembelajaran tatap muka di tengah pandemi Covid-19 harus lebih berhati-hati, dikarenakan pandemi Covid belum berakhir. Pemkab Tangerang ingin mensimulasikan terlebih dahulu pembelajaran tatap muka sambil melihat situasi perkembangan Covid-19 di Kabupaten Tangerang.

    “Ada beberapa kriteria yang sudah digarisbawahi oleh Bapak Bupati dalam hal ini, yaitu kepada sekolah yang siswa-siswinya sebagian besar sudah melaksanakan vaksinasi minimal 60 hingga 80 persen termasuk guru-gurunya serta Kepala Sekolahnya. Itulah sekolah yang bisa melaksanakan uji coba pembelajaran tatap muka yang akan di mulai hari senin tanggal 8 hingga tangal 13 September nanti,” terangnya.

    Uji coba PTM selama 4 hari, lanjut Maesyal, pihak sekolah harus mempersiapkan protokol kesehatan seperti halnya harus menyiapkan sarana yang diwajibkan seperti tempat cuci tangan,hand sanitizer, alat pengukur suhu serta menerapkan protokol kesehatan wajib memakai masker, jaga jarak, menghindari kerumunan.

    “Untuk kapasitas ruangan dengan jumlah murid yang hadir akan diberlakukan sebanyak 50 persen, jika muridnya 40 orang maka diberlakukan 20 orang pembelajaran tatap muka secara bergantian setiap satu hari sekali,” ujarnya.

    Selain itu, kata Maesyal, pembelajaran setiap harinya akan dilakukan selama 120 menit atau 2 jam lamanya, dengan kondisi penerapan protokol kesehatan yang ketat; menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan, dan menghindari kerumunan.

    “Jika ada siswa yang mengalami sakit dan terkonfirmasi covid maka pembelajaran tatap muka akan dihentikan,” tegasnya.

    Sekda meminta, ketika diberlakukan PTM pada Senin besok, para camat dan lurah agar memonitor langsung kondisi berjalannya penerapan protokol kesehatan di sekolah mulai dari pengecekan suhu, tersedianya wastafel atau tempat cuci tangan dan siswa yang masuk sekolah agar wajib menggunakan masker.

    Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang, Syaifullah menambahkan, nantinya simulasi PTM akan dilakukan di jenjang SMP, SMA dan SMK terlebih dahulu, untuk jenjang sekolah dasar belum diberlakukan PTM. “Untuk PTM siswa/siswi dan para guru sampai saat ini sudah mendapatkan dosis vaksin mencapai 60 persen,” katanya. (DHE/RUL)

  • Mahasiswa Usir ‘Setan APBD’

    Mahasiswa Usir ‘Setan APBD’

    SERANG, BANPOS – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) Cabang Serang menggelar aksi teatrikal di depan gedung Setda Kota Serang. Aksi tersebut dilakukan dengan menggelar yasin dan tahlil, dan rencananya dilakukan hingga Jumat pagi.

    Berdasarkan pantauan, pengunjuk rasa membentangkan tiga spanduk berisi tuntutan sembari membaca surat Yasin. Spanduk pertama menuntut terkait dengan Perwal Disabilitas. Sedangkan pada spanduk kedua, bertuliskan ‘Yasin dan Tahlil Usir Setan APBD Kota Serang’. Sementara spanduk terakhir menyinggung pembangunan toilet ratusan juta, serta APBD 2022 yang harus pro masyarakat.

    Koordinator aksi, Irkham Magfuri Jamas, mengatakan bahwa aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk komitmen HMI MPO, dalam mengawal penyusunan APBD 2022 yang pro terhadap masyarakat.

    “Tahapan penyusunan APBD kan sudah dimulai dari sekarang, mulai dari menyusun KUA-PPAS hingga nanti pengesahan di akhir tahun. Kami akan mengawal itu,” ujarnya di sela aksi, Kamis (9/9).

    Menurutnya, teatrikal pembacaan surat Yasin dan tahlil sebagai bentuk sindiran kepada Pemkot Serang, agar jangan sampai ada yang berperilaku layaknya setan yang menggerogoti APBD Kota Serang dengan program-program tidak jelas.

    “Pada HUT Kota Serang kemarin, kami menyoroti beberapa program yang bagi kami mubazir. Seperti perjalanan dinas hingga penyewaan akuarium ikan Arwana. Kami tidak ingin yang seperti ini kembali terjadi, makanya setan-setan anggaran itu harus diusir dari sekarang,” tegasnya.

    Mengenai persoalan toilet, menurutnya Pemkot Serang harus lebih terbuka kepada masyarakat. Jika memang besaran anggaran tersebut sudah diatur oleh pemerintah pusat, maka seharusnya pelaksanaan pembangunannya juga harus menyesuaikan besarannya.

    “Tapi lucunya, dengan besaran anggaran tersebut Pemkot bilang tidak mencukupi untuk membangun sarana sanitasi. Loh kan RAB katanya Pemkot yang buat, kenapa tidak disesuaikan? Makanya, coba Pemkot buka ke publik, bagaimana RAB tersebut,” jelasnya.

    Terakhir, pihaknya juga menuntut agar Perwal Disabilitas segera disahkan. Sebab, sudah lama sejak Perda tersebut diundangkan, namun tidak ada peraturan teknis sebagai acuan pelaksanaan perda.

    “Sejauh ini kami belum mendengar terkait pengesahan Perwal Disabilitas. Padahal tahun lalu, kami sudah berulang kali menegaskan bahwa Perwal harus segera diselesaikan. Karena percuma Perda itu ada kalau aturan teknisnya belum ada,” tandasnya.(MUF/ENK)

  • 1.552 Lulusan UPTD Latker Siap Bekerja

    1.552 Lulusan UPTD Latker Siap Bekerja

    Sebanyak 1.552 orang lulusan Unit Pelaksana Teknis Daerah Latihan Kerja (UPTD Latker) Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Tangerang siap untuk bekerja. Bahkan dari jumlah tersebut sebanyak 542 sudah terserap di dunia industri.

    Pelatihan kerja di UPTD Latker Disnaker Kabupaten Tangerang ini merupakan kegiatan untuk menekan angka pengangguran di Kabupaten Tangerang, terlebih pada masa pandemi Covid-19.

    Kegiatan yang rutin digelar setiap tahun tersebut sudah memasuki sesi ketiga yang berlangsung pada hari Selasa (7/9) yang diikuti oleh sekitar 130 peserta.

    Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar mengatakan, selama pandemi Covid-19 sudah 209 peserta dari 7 desa lolos pelatihan keterampilan menjahit sepatu, komputer, otomotif dan las, yang kemudian diserap oleh perusahaan di Kabupaten Tangerang.

    “Pelatihan kerja ini bisa dijadikan solusi yang tepat untuk membangun jejaring informasi kebutuhan kompetisi tenaga kerja agar sesuai pasar kerja. Bahkan sebagian lulusan sudah melakukan wirausaha mandiri skala kecil dan menengah” katanya.

    Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Tangerang, Moch. Maesyal Rasyid berharap lulusan pelatihan kerja di UPTD Latker Disnaker Kabupaten Tangerang ini nantinya dapat mengisi tenaga kerja sesuai kompentensi yang dibutuhkan perusahaan.

    “Ini efek domino Covid-19, banyak karyawan diberhentikan, usaha menengah dan kecil tutup. Dan dengan pelatihan kerja akan dapat diserap kembali oleh perusahaan,” ujarnya. (DHE/RUL)