SERANG, BANPOS – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Front Mahasiswa Nasional (FMN) melakukan aksi mengecam tindakan Universitas Nasional (UNAS) yang dinilai tidak demokratis dengan melakukan Drop Out (DO) kepada dua mahasiswanya, serta 8 mahasiswa lainnya yang mendapatkan sanksi akademik karena melakukan aksi menuntut keringanan biaya kuliah.
Dua mahasiswa yang di-DO tersebut bernama Krisna Aji dan Deodatus. Dua mahasiswa lainnya mendapatkan sanksi skorsing atas nama Alan dan Sukarno. Sementara 6 mahasiswa lainnya mendapatkan surat peringatan keras.
Humas aksi, Afifah Qurotulain, menuturkan bahwa saat ini seluruh masyarakat Indonesia terdampak secara ekonomi akibat pandemi Covid-19. Ia mengaku, pihaknya terus berkoordinasi antar mahasiswa di setiap kampus yang ada, khususnya mahasiswa UNAS.
“Aliansi UNAS Gawat Darurat (UGD) sejak Mei 2020 terus menyampaikan aspirasi dan tuntutan. Pasalnya, UNAS hanya memberikan potongan biaya kuliah sebesar Rp100 ribu,” ujarnya disela-sela aksi yang digelar di depan kampus Untirta Pakupatan, Jumat (10/7).
Padahal berdasarkan hasil koordinasi dengan mahasiswa UNAS, pihak kampus telah melakukan penghematan biaya operasional selama kuliah jarak jauh.
“Ditambah mereka (Rektorat UNAS) juga ternyata melakukan pemotongan upah terhadap pekerjanya. Padahal awal tahun 2020, mahasiswa UNAS telah membayarkan uang kuliahnya secara penuh,” jelasnya.
Sayangnya, aspirasi dari para mahasiswa UNAS tersebut ternyata direspon dengan keluarnya sanksi akademik dari Rektorat UNAS terhadap 10 mahasiswa yang menggelar aksi. Tak tanggung-tanggung, dua diantaranya bahkan sampai di-DO.
“Sanksi tersebut diberikan karena mereka para mahasiswa dinilai telah merugikan kampus dengan melakukan aksi unjuk rasa,” katanya.
Secara tegas, Afifah menyatakan pihaknya sangat mengecam tindakan anti demokrasi yang dilakukan oleh Rektorat UNAS dengan mengeluarkan sanksi DO dan sanksi akademik lainnya, kepada para mahasiswa yang menggelar aksi unjuk rasa menuntut keringanan biaya kuliah.
“Sanksi akademik tersebut menjadi bukti bahwa kampus saat ini belum mampu menjadi institusi yang menjamin demokrasi. Kami juga melihat bagaimana Rektorat UNAS telah membelakangi karakter ilmiah dari institusi pendidikan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, dalam aksi itu pihaknya menuntut agar pihak Rektorat UNAS mencabut surat keputusan DO dua mahasiswa UNAS tersebut tanpa syarat, serta menarik sanksi akademik yang diberikan kepada 8 mahasiswa lainnya.
“Hentikan intimidasi, kriminalisasi dan tindakan anti demokrasi lainnya terhadap mahasiswa UNAS serta penuhi tuntutan mahasiswa UNAS untuk keringanan biaya kuliah. Lalu berikan bantuan kepada mahasiswa dan dosen dalam menunjang pembelajaran jarak jauh,” tandasnya.
Untuk diketahui, aksi tersebut juga melibatkan dua organisasi lainnya yakni Serikat Perempuan Indonesia (Seruni) ranting Untirta dan Serikat Demokratik Mahasiswa Nasional (SDMN) Untirta. (DZH)