Kategori: PERISTIWA

  • 3 Demonstran dari Serang Di-Covid-kan?

    3 Demonstran dari Serang Di-Covid-kan?

    JAKARTA, BANPOS – Tiga dari 93 pendemo yang terjaring di Lampu Merah Tomang terindikasi positif Covid-19, setelah menjalani tes usap di Polres Metro Jakarta Barat, Kamis (8/10). Menanggapi hal tersebut, mahasiswa mencurigai para demonstran tersebut di-Covid-kan.

    Tes usap terus dilakukan seiring datangnya jumlah pendemo yang berdatangan ke kawasan Jakarta Barat, tanpa seragam kerja atau embel-embel serikat buruh.

    “Kita amankan di sekitar Tomang. Ternyata setelah diperiksa oleh petugas, dari 96 yang diamankan petugas, ada tiga peserta ikut demo yang positif Covid-19,” ujar Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Audie Latuheru, seperti dilansir Antara, Kamis (8/10).

    Dari keterangannya, para pendemo mengaku berasal dari Serang, Banten. Rencananya, mereka akan melakukan unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di depan Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta.

    Mereka datang karena mendapat informasi dari media sosial.

    “Kita sangat khawatir akan penyebaran virus Corona. Dengan adanya tiga orang terindikasi positif Covid-19, tidak menutup kemungkinan, yang lainnya akan tertular. Mereka akan kembali ke rumahnya masing-masing, dengan membawa virus itu,” papar Audie.

    “Kami fokus pada apa yang ditetapkan Kapolri lewat Kapolda, untuk memberikan upaya dan daya. Demi menekan tingginya angka penyebaran Covid-19,” tandasnya.

    Sekretaris Umum HMI MPO Cabang Serang, Muhammad Izki Kahfi, mencurigai bahwa penetapan massa aksi dari Serang sebagai orang yang terkonfirmasi positif Covid-19, merupakan upaya untuk meredam aksi yang dilakukan seluruh elemen masyarakat.

    “Kami curiga bahwa tiga orang massa aksi yang ditangkap itu sengaja di-Covid-kan oleh polisi. Kami melihat hal tersebut sebagai upaya penggembosan gerakan massa,” ujarnya.

    Yang menjadi landasan kecurigaan tersebut yakni, tindakan untuk mengambil swab massa aksi yang ditahan oleh pihak kepolisian. Menurutnya, aneh jika tiba-tiba massa aksi yang ditahan langsung dilakukan uji swab dan didapatkan hasil langsung cepat.

    “Setelah divonis positif. Jelas pendemo lainnya harus isolasi. Akibatnya demonstrasi akan gembos,” tandasnya.[FAQ/RMCO/PBN]

  • UU Cipta Kerja Kembali Ciptakan Kericuhan

    UU Cipta Kerja Kembali Ciptakan Kericuhan

    PANDEGLANG, BANPOS – Sebanyak 500 lebih mahasiswa dari seluruh kampus yang ada di Kabupaten Pandeglang, melakukan aksi unjuk rasa di halaman kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pandeglang.

    Aksi tersebut dilakukan, sebagai bentuk kekecewaan mahasiswa terhadap Undang-undang Omnibus Law, karena dinilai tidak pro terhadap masyarakat. Bahkan dalam aksinya, mahasiswa sempat kontak fisik dengan aparat kepolisian yang menimbulkan dua orang mahasiswa mengalami luka-luka dan dilarikan ke Rumah Sakit.

    Koordinator lapangan, Hadi Setiawan mengatakan, pihaknya mendorong Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pandeglang, untuk menyampaikan aspirasinya agar mencabut UU Omnibus Law, sebab dinilai merugikan masyarakat.

    “Berdasarkan hasil analisa dan kajian terkait dengan rancangan undang-undang omnibus law yang disahkan menjadi undang-undang, tentu berbahaya bagi nasib masyarakat dan masa depan buruh, karena berbicara kepentingan bukan mengcover kepentingan masyarakat secara luas,” kata Hadi dalam orasinya, Kamis (8/10).

    Menurutnya, Omnibus Law ini adalah jalan untuk memuluskan skema kapitalisme dan liberalisme asing maupun lokal di dalam negeri. RUU cipta kerja dengan semangat liberalismenya mempertahankan dunia yang brutal.

    “Semenjak rancangan undang-undang cipta kerja disahkan menjadi undang-undang, banyak menuai kritikan seperti aksi mogok kerja, hingga aksi unjuk rasa di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini menunjukkan betapa bahayanya omnibus law ini diundangkan gejolak aksi unjuk rasa yang dilakukan,” ujarnya.

    Sementara itu, Korlap Aksi dari perwakilan GMNI Pandeglang, TB. Muhamad Afandi mengatakan, masyarakat dan buruh malah mendapatkan tindakan represif dari aparat keamanan sampai menyebabkan masyarakat luka-luka, hilang, sampai ditahan oleh aparat keamanan sampai saat ini.

    “Maka dari situasi di atas tersebut, kami dari aliansi Cipayung plus Kabupaten Pandeglang bersama BEM seluruh Pandeglang, menuntut untuk mencabut Undang-Undang Omnibus Law cipta kerja. Segera terbitkan Perppu Omnibus Law cipta kerja, wujudkan reformasi agraria sejati, hentikan segala bentuk kriminalisasi dan tindakan represif, terhadap aktivis rakyat dan mahasiswa yang dilakukan oleh aparat keamanan, bangun industri nasional,” kata Afandi.

    Korlap PMII Pandeglang, Yandi Isnendi mengatakan, terdapat dua orang yang mengalami luka-luka di bagian kepala, pihaknya mengaku akan melaporkan oknum keamanan yang melakukan tindakan represif.

    “Kita akan laporkan, sekarang yang bersangkutan sedang diberikan penanganan medis di RSUD Berkah Pandeglang, kita akan lakukan visum dan akan melaporkan hal ini,” katanya usai terjadinya bentrok.

    Sementara itu, Kapolres Pandeglang AKBP Sofwan Hermanto, menginginkan kepada masa aksi untuk tetap menjaga kondusifitas, dan tidak melakukan tindakan anarkisme saat melakukan aksi unjuk rasa tersebut.

    “Ada upaya dari teman-teman yang ingin masuk ke gedung DPRD, tugas kami memberikan perlindungan, menjaga kondusifitas dan keamanan agar tidak adanya kerusakan fasilitas umum, saat saya menemui mereka kami memposisikan bahwa kita sama-sama atas nama masyarakat untuk menjaga, bukan berarti kami bertentangan dengan mahasiswa,” terangnya. (CR-02/PBN)

  • UU Cipta Kerja Telan Korban, 4 Mahasiswa dan 2 Polisi Luka Berat

    UU Cipta Kerja Telan Korban, 4 Mahasiswa dan 2 Polisi Luka Berat

    SERANG, BANPOS – Penetapan UU Cipta Kerja memunculkan gesekan konflik yang cukup keras, hingga menimbulkan korban luka berat dan ringan akibat bentrokan antara massa aksi dengan aparat keamanan.

    Setelah Polda Banten menyampaikan adanya korban luka sebanyak dua orang dipihaknya. Aliansi Geger Banten yang melakukan aksi penolakan UU Cipta Kerja merilis, terdapat 4 peserta aksi yang luka berat dalam kericuhan aksi yang dilakukan kemarin.

    “Jumlah korban luka ringan lebih dari 20 orang, jumlah korban luka berat sebanyak 4 orang,” jelas Humas Aksi, Ishak melalui rilis yang diterima awak media, Rabu (7/10).

    Ia memaparkan, 3 dari korban tersebut dibawa ke Rumah Sakit dikarenakan mengalami luka cukup parah, akibat terkena lontaran gas air mata yang dilontarkan oleh aparat kepolisian pada saat menghalau massa aksi.

    “Ada yang terindikasi mengalami geger otak, kemudian ada yang mengalami luka di kepala dan dijahit sebanyak 8 jahitan,” ungkapnya.

    Ia menyatakan, sekitar 5 orang massa aksi yang diamankan aparat kepolisian terlihat mendapatkan tindakan represifitas seperti, tendangan, kepala diinjak, pukulan, dan diseret.

    “Kami secara aliansi mengutuk keras tindakan represifitas, kami bersama kuasa hukum Aliansi Geger Banten kecewa, karena sampai saat ini belum bisa melakukan pendampingan serta menemui kawan-kawan yang ditangkap pihak kepolisian,” katanya.

    Sebelumnya, Kapolda Banten Irjen Pol Fiandar mengatakan, massa aksi memiliki beberapa pelanggaran sehingga aparat keamanan melakukan tindakan tegas terhadap para demonstran.

    Selain itu, Polda Banten juga masih menyelidiki adanya penyusupan dari gerakan anarkis yang biasa disebut Anarko.

    “Cara kerjanya, tampilannya, implementasi aktivitas demonya seperti itu. Sedang kita dalami, belum kita simpulkan. Namun kearah sana menjadi perhatian dari Ditreskrimum terkait kelompok-kelompak yang diduga Anarko,” ujar Fiandar.

    Fiandar menyatakan, dua anggota kepolisian mengalami luka akibat terkena lemparan batu pada saat terjadi bentrok. “Karo ops benjol dahinya, dilempar batu,” ujarnya.(PBN)

  • Menunggu Ditetapkan Status Tersangka, Pendemo Omnibus Law Tidak Bisa Didampingi LBH

    Menunggu Ditetapkan Status Tersangka, Pendemo Omnibus Law Tidak Bisa Didampingi LBH

    SERANG, BANPOS – 14 pendemo yang diamankan oleh Polda Banten diklaim masih berstatus saksi, sebab itu, mereka tidak bisa didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang sempat berencana memberikan pendampingan kepada para demonstran yang diamankan.

    “Saat ini statusnya masih saksi. Nanti kalau sudah menjadi tersangka baru bisa didampingi,” ujar Dirreskrimum Polda Banten Kombes Pol Martri Sonny, usai konferensi pers di Mapolda Banten, Rabu (7/10).

    Ia menyatakan, saat ini Polda Banten masih melakukan pendalaman terkait peran dan keterkaitan terkait peran para demonstran terkait dugaan kriminal yang disangkakan.

    “Mereka ditangkap di lokasi aksi unjuk rasa tersebut. Kita tahu bersama terjadi perlawanan dengan pelemparan batu dan mercon. Mereka diamankan dengan bukti yang ada dan akan didalami keterkaitan dengan pihak Anarko,” ungkapnya.

    Sementara itu, Kapolda Banten Irjen Pol Fiandar mengatakan, massa aksi memiliki beberapa pelanggaran sehingga aparat keamanan melakukan tindakan tegas terhadap para demonstran.

    Selain itu, Polda Banten juga masih menyelidiki adanya penyusupan dari gerakan anarkis yang biasa disebut Anarko.

    “Cara kerjanya, tampilannya, implementasi aktivitas demonya seperti itu. Sedang kita dalami, belum kita simpulkan. Namun kearah sana menjadi perhatian dari Ditreskrimum terkait kelompok-kelompak yang diduga Anarko,” ujar Fiandar.

    Fiandar menyatakan, dua anggota kepolisian mengalami luka akibat terkena lemparan batu pada saat terjadi bentrok. “Karo ops benjol dahinya, dilempar batu,” ujarnya.

    Terpisah, LBH Rakyat Banten selaku penasihat hukum massa aksi yang ditahan oleh Polda Banten, membenarkan bahwa mereka sampai saat ini tidak diperkenankan mendampingi para mahasiswa.

    Humas LBH Rakyat Banten, M. Syarifain, mengatakan bahwa pada sekitar pukul 22.00 WIB pasca penahanan pada Selasa (7/10) kemarin, pihaknya telah mendatangi Polda Banten untuk melakukan pendampingan hukum

    Namun, meskipun telah melakukan negosiasi dengan pihak kepolisian, mereka baru bisa masuk ke dalam ruangan pada pukul 00.00 WIB. Itu pun mereka masih belum diperkenankan untuk melakukan pendampingan hukum dan hanya bertemu salah satu massa aksi yang sedang diperiksa.

    Ia pun menyayangkan hal tersebut. Menurutnya, tindakan yang dilakukan oleh Polda Banten telah melanggar pasal 54 KUHAP terkait dengan pendampingan hukum di segala tingkatan.

    “Dalam pasal 54, guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini,” ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon.

    Pada prinsipnya, penasihat hukum berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya.

    “Ini yang sangat disayangkan sebenarnya. Karena kami tidak diberikan space untuk memberikan pendampingan pada saat berita acara,” tuturnya.(DZH)

  • Tak Izinkan LBH Mendampingi Massa Aksi, Polda Dinilai Langgar KUHAP

    Tak Izinkan LBH Mendampingi Massa Aksi, Polda Dinilai Langgar KUHAP

    SERANG, BANPOS – LBH Rakyat Banten selaku penasihat hukum massa aksi yang ditahan oleh Polda Banten, membenarkan bahwa mereka sampai saat ini tidak diperkenankan mendampingi para mahasiswa.

    Humas LBH Rakyat Banten, M. Syarifain, mengatakan bahwa pada sekitar pukul 22.00 WIB pasca penahanan pada Selasa (7/10) kemarin, pihaknya telah mendatangi Polda Banten untuk melakukan pendampingan hukum

    Namun, meskipun telah melakukan negosiasi dengan pihak kepolisian, mereka baru bisa masuk ke dalam ruangan pada pukul 00.00 WIB. Itu pun mereka masih belum diperkenankan untuk melakukan pendampingan hukum dan hanya bertemu salah satu massa aksi yang sedang diperiksa.

    Ia pun menyayangkan hal tersebut. Menurutnya, tindakan yang dilakukan oleh Polda Banten telah melanggar pasal 54 KUHAP terkait dengan pendampingan hukum di segala tingkatan.

    “Dalam pasal 54, guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini,” ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (7/10).

    Pada prinsipnya, ia menerangkan bahwa penasihat hukum berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya.

    “Ini yang sangat disayangkan sebenarnya. Karena kami tidak diberikan space untuk memberikan pendampingan pada saat berita acara,” tuturnya.

    Bahkan, ia mengaku bahwa pihaknya sampai saat ini masih belum mengetahui bagaimana kondisi para massa aksi yang ditahan oleh pihak kepolisian. Saat ini, pihaknya hanya bisa menduga dengan melihat foto yang tersebar di media sosial.

    “Kalau dari gambar yang beredar, itu kami melihat dan ini baru dugaan ya, da seperti luka lebam. Belum bisa dipastikan karena kami belum boleh bertemu. Tapi pada saat penangkapan dan dibawa ke pos polisi, memang ada gesekan tubuh yah dari gamparan dan pukulan,” tandasnya. (DZH)

  • Di Medsos, Peserta Aksi Olok-olok Wartawan

    Di Medsos, Peserta Aksi Olok-olok Wartawan

    SERANG, BANPOS – Beredar di kalangan wartawan tangkapan layar unggahan Snapgram salah satu mahasiswa, yang mengolok-olok wartawan lantaran tidak meliput ke dalam kampus pada saat terjadi bentrokan antara massa aksi dengan Kepolisian.

    Akun instagram yang diketahui bernama @ddn_ibrahim tersebut mengunggah tangkapan layar percakapan dirinya melalui Direct Message dengan salah satu akun media cetak lokal di Banten.

    Dalam percakapan tersebut, ia mengatakan bahwa seharusnya para wartawan masuk ke dalam kampus untuk mencari mahasiswa yang menjadi korban bentrokan. Ia menuturkan bahwa mahasiswa tidak akan menyerang awak media, selama tidak menggunakan seragam aparat kepolisian.

    “Wajar ga kalo saya sebagai mahasiswa geram karena yang kalian ekspos cuma polisi yang kena timpuk doang?,” tulisnya.

    Admin akun instagram media cetak lokal tersebut pun menanggapinya. Sang admin menuturkan bahwa bagaimana awak media bisa mendekat ke arah mahasiswa, jika awak media saja ditimpuk dan diteriaki oleh massa aksi.

    “Lo mau jamin kalau kita gak ditimpukin. Kita aja mendekat dikatain anjing goblok ditimpuk segala,” ungkapnya.

    Tangkapan layar percakapan tersebut diunggah oleh @ddn_ibrahim ke snapgramnya dengan dibubuhi beberapa pernyataan dirinya.

    “Yaelah lemah bgt wartawannyaaa, gamau kena lecet sedikit pun… wkkw,” tulisnya.

    Namun saat BANPOS mencoba untuk melihat snapgram dari akun tersebut pada Rabu (7/10), ternyata sudah dihapus oleh pemiliknya.

    BANPOS pun mencoba melakukan konfirmasi kepada akun tersebut, namun sayangnya hingga berita ini diterbitkan tidak kunjung mendapatkan respon. (PBN)

  • Peserta Aksi yang Diamankan Disebut Belum Bisa Didampingi LBH

    Peserta Aksi yang Diamankan Disebut Belum Bisa Didampingi LBH

    SERANG, BANPOS – Pasca-bentrok aksi yang dimotori oleh sejumlah organisasi mahasiswa di depan kampus UIN Sultan Maulana Hasanudin (SMH) Banten, masih terdapat beberapa massa aksi yang diamankan oleh Polda Banten di kantornya.

    “Semalam dari LBH tidak dapat mendampingi,” ujar salah seorang narasumber kepada BANPOS.

    Informasi yang didapat, Polda Banten mengamankan, sekitar 13 orang yang diduga mengikuti aksi yang kemarin sempat ricuh dan berakhir pada sekitar pukul 11 malam.

    Massa aksi sebelumnya sempat dipukul mundur oleh aparat keamanan. Namun, terjadi perlawanan dikarenakan tuntutan mereka untuk membebaskan rekannya tidak dituruti oleh polisi.

    Dari informasi yang didapatkan, berikut peserta aksi yang diamankan hingga saat ini.

    a. RR, pelajar, Cilegon;
    b. OA, mahasiswa, Cilegon;
    c. MNG, mahasiswa, Tangerang;
    d. MZS, pedagang, Kab. Serang;
    e. DR, mahasiswa, Kab. Tangerang;
    f. MF, pelajar, Kota Serang;
    g. MM, pelajar, Kota Serang;
    h. NA, pedagang, Cilegon;
    i. RN, mahasiswa, Kota Serang;
    j. FS, mahasiswa, Cilegon;
    k. BBM, mahasiswa, Kab. Serang;
    l. AK, mahasiswa, Kab. Serang;
    m. FF, mahasiswa, Kab. Serang.

    Diketahui, saat ini Polda Banten akan melakukan konferensi pers terkait hal tersebut.(DZH)

  • Serang Wartawan, Demonstran: Lu Ngapain Ngeliput di Sini Anjing!!!

    Serang Wartawan, Demonstran: Lu Ngapain Ngeliput di Sini Anjing!!!

    SERANG, BANPOS – Wartawan yang sedang meliput aksi mahasiswa menolak Omnibus Law di depan kampus UIN ‘SMH’ Banten, diserang oleh massa aksi dengan lemparan batu. Para mahasiswa terlihat sengaja menyerang awak media meskipun sudah diperingatkan bahwa mereka adalah wartawan.

    Seperti yang terjadi pukul 19.26 WIB, dimana para mahasiswa yang sedang bentrok melemparkan batu ke arah awak media. Saat diperingatkan oleh BANPOS bahwa yang diserang adalah wartawan, mereka justru malah kembali menyerang.

    “Lu ngapain ngeliput disini anjing, bubar sana,” ujar salah satu massa aksi sembari melempar batu ke wartawan BANPOS.

    Untuk diketahui, ratusan mahasiswa dari berbagai kampus dan organisasi menggelar unjuk rasa menolak Omnibus Law. Mereka memblokir dua jalan Sudirman hingga terjadi bentrokan dengan kepolisian pada pukul 16.50 WIB.

    Bentrokan terjadi lantaran para mahasiswa menembakkan petasan ke arah polisi. Aparat kepolisian pun lantas memukul mundur para mahasiswa hingga ke dalam kampus UIN menggunakan gas air mata.

    Namun bentrokan kembali terjadi. Mahasiswa keluar dari kampus dan mulai menyerang aparat kepolisian. Hal tersebut lantaran terdapat beberapa massa aksi yang diamankan oleh pihak Kepolisian.

    Pihak kepolisian melalui mobil komando meminta kepada mahasiswa untuk membubarkan diri, lantaran telah melewati waktu yang diperbolehkan oleh Undang-undang. Mereka meminta agar mahasiswa kembali ke rumah masing-masing dengan tenang.

    “Adik-adik mahasiswa, kalian ini para intelektual. Dimohon untuk tidak bertindak anarkis dan segera membubarkan diri. Kami memohon kepada massa aksi untuk mundur,” kata salah satu polisi melalui mobil komando.

    Karena mahasiswa terus menerus melempari batu ke arah polisi, pasukan kepolisian yang terdiri Satuan Brimob pun kembali memukul mundur para mahasiswa menggunakan Water Cannon dan gas air mata. Massa aksi sempat membubarkan diri, namun kembali berkumpul dan menyerang kepolisian.

    Berdasarkan pantauan BANPOS, para mahasiswa yang masih melakukan bentrokan dengan pihak kepolisian lebih sedikit dari massa aksi sebelumnya. Tidak terlihat bendera organisasi mahasiswa yang sebelumnya berkibar seperti LMND, SWOT, HMI, Kumala dan organisasi lainnya.

    Selain itu, terlihat pula kerusakan di beberapa lokasi aksi seperti rambu lalu lintas yang dihancurkan oleh para mahasiswa. Beberapa tembok pun terlihat dicorat coret oleh mahasiswa bertuliskan ‘DPR Goblok’.(PBN)

  • Ikhsan Adil, Pianis Tuna Netra Lulus Cum Laude di London

    Ikhsan Adil, Pianis Tuna Netra Lulus Cum Laude di London

    SETU, BANPOS – Hebat. Kata itu tepat diberikan kepada Ikhsan Adil Akhmad, seorang pianis tuna netra asal Tangerang Selatan (Tangsel). Pemuda 28 tahun ini lulus predikat cum laude piano pop Rock School London, Inggris.

    Ikhsan menjadi pianis dengan lulusan terbaik RSL Entry Level Award in Popolar Music Performance, Entry Level 3, Debut -Piano di London untuk pertama kalinya. Ikhsan mengikuti ujian secara online dan lulus ujian music.

    Keberhasilan Ikhsan Adil tak terlepas dari seorang guru yang luar biasa sabarnya, dialah Ashri dari Private Music Course yang beralamat di Perumahan Batan Indah Blok O, No 3, Taman Tekno, Setu, Kota Tangsel.

    Ashri sang guru piano menjelaskan, Ikhsan Adil merupakan murid di tempat kursusnya sejak tiga tahun lalu.

    “Adil anak tuna netra yang memiliki bakat yang luar biasa, terbukti Dia merupakan satu satunya siswa tuna netra dari Indonesia yang berhasil lulus ujian piano pop Rock School London. Dengan predikat cum launde,” ungkap Ashri yang memiliki nama lengkap Ashri Intifadah.

    Dengan diraihnya predikat cum launde, Ashri Privat Musik Course ini mendapat apresiasi oleh penguji Rock School London karena berhasil mengajari anak tuna netra seperti anak normal sehingga berhasil lulus cum Laude dalam ujian online di London.

    “Karena covid-19, Ikhsan harus ujian secara online, tidak bisa datang kesana, namun meski secara online, tidak membuat Ikhsan putus asa, namun dia semangat dan Alhasil mendapatkan predikat cum launde untuk piano,”jelasnya.

    Ashri menjelaskan, keterbatasan seseorang tidak membuat orang tersebut lemah, ketika keterbatasan seseorang ini di asah, maka alhasil mereka bisa sukses, seperti halnya Ikhsan, meski tuna netra namun bisa berhasil lulus terbaik.

    “Keterbatasan tidak membuat Ikhsan lemah, dia berhasil seperti anak normal bermain piano,”katanya.

    Di tempat kursusnya Ashri tidak hanya menerima anak-anak kebutuhan khusus saja, namun juga anak-anak normal. Ashri merupakan lulusan piano ABRSM dan Trinitas College London ini berhasil mendidik muridnya lulus ujian ABRSM grade 1, 2 dan 3.(BNN/PBN)

  • Sebut Kepemimpinan WH-Andika Bobrok dan KKN, GEMPUR Diseret Aparat Keamanan

    Sebut Kepemimpinan WH-Andika Bobrok dan KKN, GEMPUR Diseret Aparat Keamanan

    SERANG, BANPOS – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam gerakan mahasiswa peduli rakyat Banten (Gempur), melakukan aksi memperingati 20 tahun Provinsi Banten, Minggu (4/10) di KP3B, Kota Serang. Organisasi yang tergabung adalah HAMAS, IMC, SWOT, LMND, HMI MPO, IMAWA, MAPING, HMTL DAN FMI.

    Gempur menyebut, kepemimpinan WH-Andika Bobrok, dikarenakan rakyat Banten masih belum mendapatkan apa yang dicita-citakan dalam semangat pendirian Banten yaitu kesejahteraan.

    Menurutnya, justru Banten dihadapkan problematika yang sama setiap rezimnya, yaitu Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Mereka menyatakan, janji penuntasan masalah KKN telah menjadi bualan semata, hingga rezim yang dipimpin oleh WH-Andika.

    “Bagaimana tidak, banyak proyek pembangunan yang dilakukan oleh Pemprov Banten sarat akan nuansa korupsi. Terkini, megaproyek pembangunan Sport Center di Kecamatan Curug, Kota Serang tersandung kasus korupsi. Bahkan kasus tersebut menyeret nama salah satu pejabat yang saat ini duduk di kursi dewan,” ujar Korlap Aksi, Fahmi Fakhrurrozi.

    Aroma kolusi dan nepotisme di kepemimpinan rezim WH-Andika pun semakin tercium oleh rakyat, mana kala WH-Andika mengangkat orang-orang terdekatnya dalam jabatan strategis di Pemprov Banten. Bahkan, WH menempatkan menantunya untuk jabatan Eselon III.

    “Di sisi lain, masyarakat menghadapi berbagai problematika lingkungan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan dan hak akses bagi penyandang disabilitas,” jelas anggota SWOT tersebut.

    Pihaknya juga menyoroti Pilkada yang akan di selenggarakan di beberapa daerah yang ada di Banten namun dilakukan saat pandemi Covid-19.

    “Banyak permasalahan yang ada di Banten. Terlebih, beberapa daerah yang ada di Banten ini akan menyelenggarakan Pilkada serentak di tengah pandemi Covid-19,” katanya.

    Menurutnya, Pilkada serentak yang di selenggarakan di tengah pandemi Covid-19 ini tidak efektif dan dapat menimbulkan klaster baru.

    Sehingga Gempur menuntut, Pilkada agar dapat ditunda terlebih dahulu.

    “Kami menuntut agar pilkada serentak ini dapat di tunda terlebih dahulu agar tidak terjadi klaster baru,” tandasnya.

    Dalam aksi yang melibatkan puluhan mahasiswa itu, pihak kepolisian dianggap bertindak anarkis saat mengamankan jalannya aksi massa. Dalam aksi tersebut, sempat terjadi bentrok antara massa aksi dengan aparat keamanan.

    Bentrokan berujung pada penyeretan salah satu peserta aksi, Diebaj. Beruntungnya, saat sedang diseret oleh salah satu oknum polisi, massa aksi lain menyelamatkan.

    “Kami hanya bertahan di barisan sembari menunggu perwakilan Pemprov Banten menemui kami, tapi polisi malah mengatakan kami memprovokasi dengan memukul dan mengatakan kata-kata kasar,” ungkapnya kepada BANPOS.

    Diebaj mengaku, ia yang ditendang terlebih dahulu oleh polisi dengan inisial B. Dan pada saat ia ingin menyelamatkan rekannya yang sedang ditarik oleh polisi, justru dia ditarik dan diseret oleh polisi.

    “Tidak hanya itu, saya juga diinjak oleh pihak kepolisian. Saya menyayangkan hal tersebut,” ucapnya yang merupakan ketua HMI MPO Cabang Serang.

    Ia menyayangkan sikap anarkis aparat kepolisian yang ditugaskan untuk mengamankan jalannya aksi.

    Diebaj memandang bahwa saat itu pihak kepolisian bukan mengamankan, akan tetapi memprovokasi massa aksi.

    “Seharusnya polisi mengamankan aksi bukan malah memprovokasi apalagi bertindak represif,” tandasnya.(MUF)