SERANG, BANPOS – Mahasiswa Banten akan menyambut 170 petani yang tergabung dalam Serikat Petani Simalingkar Bersatu (SPSB) dan Serikat Petani Mencirim Bersatu (SPMB) Desa Simalingkar dan Desa Sei Mencirim, Kabupaten Deli Serdang yang melakukan aksi jalan kaki sejak 26 Juni lalu menuju Istana Negara di Jakarta, untuk menemui Presiden RI Joko Widodo.
Aksi itu dilakukan sebagai upaya memperjuangkan keadilan atas sengketa tanah eks Hak Guna Usaha (HGU) dengan PTPN II. Saat ini petani asal Sumatera Utara tersebut sudah sampai di Kota Bandar Lampung dan akan melanjutkan perjalanan hari Senin besok.
“Rencana kita akan sambut teman-teman petani di Pelabuhan Merak lalu bersinggah di Cilegon dan ikut jalan sampai Jakarta,” ujar Ketua SWOT Cabang Serang, M Halabi lewat rilisnya, Sabtu (1/8).
Sementara itu, Ketua IPNU Kota Serang, Samsul Bahri, mengungkapkan setelah berjalan dari Cilegon keesokan harinya petani akan melanjutkan perjalanan ke Kota Serang. Rencananya mereka akan singgah di kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Banten yang berlokasi di Jalan Raya Jakarta Kemang, Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang.
“InsyaAllah kami semua sedang membangun komunikasi untuk sowan dengan Ketua PWNU Banten agar kiranya diperkanankan untuk singgah. Soal waktu semuanya masih tentatif karena mereka jalan kaki,” tutur Samsul.
Namun, lanjut Samsul, di Kota Serang mereka rencananya menggelar aksi dan diskusi bersama elemen mahasiswa. “Nantinya akan ada diskusi dan pernyataan sikap dukungan terhadap petani. Kita juga ingin mendengar langsung dari mereka soal sengketa tanah dengan PTPN II,” ucapnya.
Ketua FAM Pandeglang, Ucu Fahmi, berharap negara hadir dalam penyelesaian konflik tersebut. Keikutsertaan organisasi yang dipimpinnya sebagai bentuk dukungan moril kepada pejalan kaki dan mahasiswa Banten yang nantinya akan mengawal sampai Jakarta.
Menurut Ucu, aksi jalan kaki yang mereka lakukan hanya untuk menemui Presiden Jokowi agar pimpinan negara memberikan kepastian hukum atas hak mereka yang dirampas.
“Ini bukan lagi darurat agraria, tetapi kejahatan agraria yang lebih mematikan dari virus Corona. Negara harus hadir,” ucapnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, ada sekitar 857 hektare tanah yang selama ini dikelola dan ditempati oleh masyarakat Simalingkar. Dalam hal ini masyarakat berpedoman pada SK Land Reform 1984. PTPN II lewat Sertifikat HGU Nomor 171/2009 sudah melakukan okupansi dan menguasai lahan yang juga diklaim milik masyarakat.
Di Sei Mencirim, terdapat 80 hektare tanah yang diperjuangkan oleh petani. Dimana tanah tersebut atas Sertifikat Hak Milik (SHM) dari 36 petani.
Selain itu, bentrokan juga sempat terjadi antara petani dengan pihak PTPN II. Dikabarkan mengakibatkan sejumlah petani mengalami luka dan ada yang sempat ditahan oleh polisi. (DZH)