KALIMANTAN TIMUR, BNAPOS – Presiden Jokowi berharap, Pilpres 2024 berjalan lancar, aman, dan damai. Jokowi bilang, nggak apa-apa kalau suhu politik saat ini hangat. Yang nggak boleh itu, kalau dikipas-kipasin dan dipanas-panasin.
Hal tersebut disampaikan Jokowi di hadapan para pengusaha dan pemimpin perusahaan di acara Kompas 100 CEO Forum, di Kawasan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Kamis (2/11/2023). Sebelum naik ke atas panggung, Jokowi mengajak sejumlah pemimpin perusahaan meninjau Persemaian Mentawir. Bersama para pemimpin perusahaan, Jokowi berjalan menyusuri persemaian sambil menjelaskan berbagai jenis bibit tanaman di tempat tersebut disiapkan untuk ditanam di kawasan IKN.
Setelah itu, Jokowi menyampaikan pidato. Jokowi mengawali dengan mengajak pemimpin perusahaan untuk segera berinvestasi di IKN. Menurut Jokowi, harga tanah di kawasan IKN masih sangat murah dibandingkan di Jakarta.
Harga tanah di kawasan SCBD misalnya, sudah mencapai Rp 200 juta per meter, di Menteng Rp 150 juta per meter, di Balikpapan Rp 10 juta-Rp 15 juta per meter. Sementara harga tanah di IKN masih di bawah Rp 1 juta per meter.
“Tapi, mungkin minggu depan (harganya) sudah naik. Benar, bulan depan sudah naik, karena memang harganya bergerak terus,” kata Jokowi.
Dia menerangkan, harga tanah di IKN merangkak dengan cepat karena banyak pengusaha berminat berinvestasi. Hal ini tak lepas dari kecerdasan Kepala Otorita IKN yang pintar menjadikan kawasan IKN yang semakin menarik. “Kalau peminat banyak, masak di jual murah. Ya ndak lah! Otorita pinter,” kata Jokowi, disambut tawa hadirin.
Jokowi lalu menyinggung soal kekhawatiran sebagian pengusaha mengenai nasib IKN setelah Pemilu 2024. Apakah masih berlanjut atau tidak?
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Jokowi menegaskan, pembangunan IKN tak akan tersendat oleh pelaksanaan Pemilu.
Sebab, pembangunan IKN memiliki payung hukum yang jelas dengan dukungan eksekutif dan legislatif. Artinya, pengusaha yang menanamkan modal di IKN dijamin oleh hukum.
“Takut apalagi? Takut pemilu?” kata Jokowi.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini lalu memastikan, Pemilu 2024 bakal berjalan aman dan lancar. Kalau pun keadaan menghangat, ia menganggap sebagai hal yang wajar. Sejak Pemilu 2004 sampai 2019, sudah biasa menjelang pemilu situasi menjadi hangat.
“Agak-agak panas kan nggak apa-apa. Yang paling penting Bapak/Ibu jangan beli kipas, ngipasin atau ibu-ibu beli kompor, manas-manasin,” kelakar Jokowi, kembali disambut tawa hadirin.
Jokowi melanjutkan, perbedaan pilihan dalam Pemilu adalah hal biasa. Menurutnya, saat ini masyarakat Indonesia sudah semakin dewasa dalam berdemokrasi dan menyikapi perbedaan pilihan.
Jokowi lalu bicara mengenai keterpilihan tiga pasang Capres-Cawapres yang ada saat ini. Jokowi memastikan, keterpilihan mereka tergantung keinginan rakyat.
“Yang milih semuanya kan rakyat. Kedaulatan itu ada di tangan rakyat. Bapak seganteng apa pun kalau rakyat nggak seneng, gimana? Bapak seneng yang ndeso-ndeso kayak saya gini, gimana? Pilihan rakyat,” paparnya.
Terakhir, Jokowi mewanti-wanti para pengusaha tidak ikut menganalisis persaingan para pasangan Capres-Cawapres. Dia kembali menegaskan, persaingan dalam pemilu biasa-biasa saja.
“Bapak/Ibu ini kan biasa di bisnis, biasa di ekonomi, nggak usah lah belajar jadi politikus kadang-kadang mengomentari malah bisa keliru. Yang paling penting kita berharap semua setelah bertanding setelah berkompetisi nanti kompak lagi, bersatu lagi,” pungkasnya.
Sebelumnya, Jokowi juga menitipkan pesan kepada tiga Capres: Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto, saat makan siang bareng di Istana Merdeka, Senin (30/10/2023). Jokowi mengingatkan para Capres untuk menjaga Pemilu 2024 tetap damai.
“Saya mengajak tidak ada saling fitnah, tidak ada kampanye negatif, tidak ada saling menjelekkan, tidak ada saling merendahkan. Tetapi dengan adu program, adu gagasan. Saya kira itu, rakyat menginginkan itu,” terang Jokowi, di Pasar Bulan, Gianyar, Bali, Selasa (31/10/2023). (RMID)</strong
Berita IniT elah Tayang Di RMID baca-berita/pemilu/195294/jokowi-ingin-pemilu-hangat-jangan-dikipasin-jangan-dipanasin
Ketua Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia Wilayah Banten, Sake Pramawisakti, mengatakan bahwa gangguan kesehatan mental bermula dari seseorang yang mengalami rasa cemas, ketakutan dan tidak memiliki keberanian. Menurut dia pada prinsipnya, seseorang yang tidak bahagia sudah mulai terganggu kesehatan mentalnya.
“Jadi orang yang sehat mentalnya adalah mereka yang bisa beraktivitas, berkarya, bekerja dan berinteraksi sosial tanpa mengalami kecemasan, kekhawatiran, ketakutan berlebih yang mengganggunya,” kata Sake saat dihubungi BANPOS melalui panggilan telepon, Kamis (19/10).
Ia yang juga sebagai Psikolog RSUD dr Drajat Prawiranegara Kabupaten Serang ini menjelaskan, terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi seseorang mengalami gangguan dalam kesehatan mental, seperti tekanan-tekanan yang didapatkan dalam kehidupan, perubahan kultur bahkan perubahan nilai bisa sangat berdampak kepada kesehatan mental.
Lanjut Sake, orang dengan kesehatan mental yang baik akan dapat mampu mengatasi segala tekanan-tekanan tersebut, mulai dari tekanan ekonomi, pekerjaan, lingkungan, pertemanan dan lain sebagainya.
“Kalau mereka tidak bisa menghadapi tekanan tersebut, maka sudah dipastikan kesehatan mentalnya terganggu. Misalnya, saat bercanda bersama teman, padahal mereka menyadari bahwa sedang bercanda. Tapi, karena ditanggapi secara berlebihan akhirnya mengakibatkan tekanan-tekanan yang muncul yang dapat mempengaruhi kesehatan mental,” jelas Sake.
Ia menerangkan, dengan adanya faktor-faktor tersebutlah bagaimana seseorang bisa menanggapi hal-hal tersebut. Menurutnya, ada yang menghindari tekanan-tekanan tersebut, ada yang melawan agar tidak kalah tekanan tersebut, dan berbagai respon lain sesuai kemampuan dari individunya masing-masing.
Ia memaparkan, gangguan terhadap kesehatan mental ini awalnya berdampak kepada individu saja. Namun, lambat laun, karena manusia merupakan makhluk sosial maka akan berdampak bagi orang lain. Seperti, keluarga, teman atau bahkan rekan kerja.
“Awalnya memang untuk diri sendiri, tapi pasti akan berpengaruh bagi orang lain. Maka dari itu, misalkan ada seseorang yang mengalami atau merasakan tanda-tanda mentalnya terganggu, haruslah berani bercerita atau mulai dari keluarga, teman atau sahabat terlebih dahulu. Atau, jika memang dirasa sudah cukup parah, bisa kepada ahlinya,” terang Sake.
Ia menegaskan, peran penting masyarakat dalam ikut serta memperhatikan orang-orang yang mengalami gangguan kesehatan mental agar dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi penderita.
“Hal kecilnya saja misalkan dari keluarga, harus peka terhadap perubahan karakter anggota keluarganya. Ketika seseorang mengalami gangguan kesehatan mental atau sedang down, mereka butuh pendampingan. Peran serta masyarakat inilah yang bisa memberikan rasa aman dan nyaman untuk mereka yang banyak merasakan tekanan,” tandasnya.
Sementara itu, Psikolog lainnya, Rika Kartika Sari menjelaskan bahwa orang yang terkena gangguan kesehatan mental, ada beberapa ciri yang dapat dilihat dari keseharian orang tersebut yang tidak seperti biasanya.
“Ciri-ciri orang yang terkena gangguan kesehatan mental itu yang pertama keberfungsian sehari-harinya sudah berkurang, misalnya orang itu biasa kerja, mungkin saat ini dia masih bisa kerja tapi dia melamun saja. Biasanya berhubungan dengan orang lain harmonis dan baik, tapi sekarang emosional, gampang rusuh misalnya, intinya sejak dia keberfungsiannya sehari-hari entah sebagai pribadi atau sebagai makhluk sosial sebagai individu bekerja atau individu sekolah itu sudah mulai tidak optimal dan terganggu itu mulai tanda-tanda awalnya,” kata Rika.
Penyebab orang terkena gangguan kesehatan mental, lanjut Rika, karena adanya stresor yang cukup berat atau berat sekali, misalnya tiba-tiba kehilangan orang yang disayangi atau akibat bencana alam atau stres biasa tapi tidak dapat tertangani.
“Misalnya stres karena pekerjaan yang dia anggap berat, pasti awalnya dari situ. Stres yang besar seperti dampak traumatik kejadian tertentu, misalnya seperti yang saya tangani korban pelecehan seksual, kekerasan seksual atau korban KDRT atau anak seperti dipukuli secara berulang oleh keluarganya sampai dia ketakutan. Atau dia pernah jadi korban bullying bisa saja stres seperti itu yang menjadi pemicu,” paparnya.
Rika menyebutkan, dampak dari gangguan kesehatan mental itu bisa dilihat dari spektrumnya, poinnya dari ringan sampai sangat parah. “Kalau dia misalnya masih ringan, paling keberfungsian sehari-harinya berpengaruh, jadi misalnya karena ada masalah jadi tidak mau masuk kantor. Kemudian ada yang di tengah-tengah, normal bermasalah seperti dia masih normal akan tetapi ada saja masalahnya seperti bikin rusuh atau yang lainnya.
Paling akhirnya dia kena gangguan mental, misal ada yang menjadi gila istilah medisnya skizofrenia atau Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), atau misalnya gangguan depresi atau Post Traumatik Sindrom Disorder (PTSD, seperti habis terkena bencana tsunami dia takut melihat air dan lainnya. Jadi spektrumnya berbeda-beda, tergantung orangnya juga,” ucapnya.
“Lalu gangguan kecemasan menyeluruh, jadi dia kalau di tempat umum panik, deg-degan sampai pingsan. Misalnya dia pernah dipukuli, itu spektrumnya biasanya berbeda-beda tergantung karakter orangnya juga. Tapi ada orang normal cenderung cepat kena dibanding orang lain, contoh dia karakternya pencemas banget, misalkan kalau kata saya telat sekolah biasa saja, tapi bagi orang ini telat sekolah itu sudah masalah besar sampai dia takut bahkan ada yang sampai bunuh diri. Stressornya terlalu berat buat dia,” sambungnya.
Untuk mencegah gangguan kesehatan mental, Rika menyebutkan dapat dengan melakukan upaya menjaga kesehatan mental, salah satunya dengan menjaga gizi dan tidak berlebihan.
“Misalnya kita terlalu banyak memakan daging, kita menjadi responsif terhadap masalah tertentu. Jadi ini kolaborasi antara psikolog dengan kedokteran. Kemudian menjaga kesehatan dengan berolahraga, karena olahraga itu respiratori oksigennya itu bekerja, sehingga otak lebih mudah memikirkan hal positif daripada hal negatif. Namun kadang-kadang orang yang sudah dengan pola hidup sehat ternyata tetap saja gampang stres, itu bisa jadi karena dia tidak terlatih untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Jadi ketika ada tanda seperti itu, dia butuh manajemen problem solving atau manajemen penyelesaian masalah,” ungkapnya.
Saat ditanya terkait peran masyarakat untuk mencegah gangguan mental dan pelarian yang kerap terjadi seperti bunuh diri dan narkoba bagi pengidapnya, Rika mengatakan bahwa peran masyarakat harus mendukung orang tersebut untuk berbuat lebih baik.
“Jadi sebenarnya masyarakat ketika punya masalah tapi ketika di luar tidak menunjukan, tiba-tiba gantung diri. Kalau seperti itu harus dibantu oleh masyarakat, berikan support dan hilangkan sifat seperti netizen ketika orang punya masalah bukannya dibantu malah dihakimi. Jadi masyarakat itu harus menjadi support sistem pendukung bagi orang-orang yang terkena masalah, bukan malah melabel negatif orang yang sedang kena masalah,” tandasnya.(MYU/LUK/DZH)
BERDASARKAN data World Health Organization (WHO), pada tahun 2019 terdapat sebanyak 800 ribu kasus bunuh diri di seluruh dunia. Angka tersebut didominasi oleh kalangan remaja. Pada tahun tersebut, Asia Tenggara menyumbang cukup banyak kasus. Indonesia sendiri menyumbang sebanyak rerata 3,7 kasus per 100 ribu populasi, menempati urutan kelima dari seluruh negara di Asia Tenggara.
Gangguan kesehatan mental seperti depresi, menyumbang sekitar 55 persen dorongan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Di sisi lain, praktik copycat suicide atau peniruan bunuh diri pun menjadi latar belakang maraknya kasus bunuh diri. Berdasarkan data dari Kepolisian RI, pada tahun 2022 terjadi kasus bunuh diri sebanyak 826 kasus. Jumlah itu meningkat dari tahun 2021 yang berjumlah 613 kasus.
Seorang mantan mahasiswa salah satu universitas di Kota Serang, sebut saja Farqi, pada saat aktif berkuliah sempat berupaya mengakhiri hidupnya sendiri. Mulai dari pembiaran terhadap kesehatan dirinya dengan tidak makan dalam kurun waktu lama, membiarkan dirinya hampir dibunuh oleh kelompok bersenjata tajam, hingga mencoba menembak dirinya sendiri dengan pistol.
Peristiwa itu terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama, yakni kisaran 2013 hingga 2021. Farqi seperti itu lantaran dirinya tengah mengalami permasalahan gangguan mental. Bisa dikatakan, dirinya mengalami depresi akut dalam kurun waktu tersebut.
Kepada BANPOS, pria yang berasal dari Tangerang itu mengatakan bahwa gangguan kesehatan mental tersebut dialami akibat adanya permasalahan keluarga. Orang tuanya berpisah pada saat dirinya duduk di bangku SMA. Semenjak itu, ia meluapkan masalahnya dengan bertawuran. Sempat di-Drop Out karena masalah tawuran, sosialisasi dirinya semakin sempit setelah dirinya disekolahkan dengan metode homeschooling.
Keinginan untuk mengakhiri hidupnya semakin tinggi saat ia duduk di bangku kuliah. Ia yang pada dasarnya merupakan anak dari kalangan ekonomi menengah ke atas, semakin terguncang di perantauan dengan menurunnya perekonomian ibunya. Usai bercerai, ia memang memilih untuk tinggal dengan ibunya.
Namun, semua itu berhasil dilewati olehnya. Ia kembali bangkit, dan menjalani kehidupan seperti halnya dulu, sebelum kedua orang tuanya berpisah. Kini, Farqi bekerja sebagai seorang akuntan di salah satu perusahaan di Jakarta. Bahkan, ia mengaku tengah berjuang untuk membentuk keluarga kecilnya sendiri.
Kepada BANPOS, Farqi pun menceritakan, bagaimana dirinya bisa melalui kondisi ‘neraka’ tersebut. Menurutnya, ada dua hal yang menjadi alasan dia keluar dari gangguan kesehatan mental dan mengurungkan niat untuk mengakhiri hidupnya: agama dan teman sebagai support system.
“Jadi ketika pisau sudah dipegang, atau pistol sudah di dagu (pada saat itu), saya teringat ‘bagaimana nanti saya pada saat afterlife atau di akhirat?’. Alhamdulillah itu terus teringat, karena mungkin saya sudah dibekali pemahaman agama sejak kecil,” ujarnya kepada BANPOS.
Ketika situasi sudah sangat tidak dapat dikendalikan, dan tidak ada yang dapat dijadikan sebagai tempat bercerita, Farqi menuturkan bahwa dirinya ‘memaksakan’ diri untuk salat. Di sana, ia mencurahkan isi hatinya kepada Tuhan, pada saat sedang salat itu.
Lingkungan dirinya ketika tengah berkuliah pun cukup membantu dirinya keluar dari kondisi depresi. Teman-teman kuliah dirinya, dengan senang hati mendengarkan pelbagai masalah yang dirinya hadapi. Meskipun terkadang teman-temannya bercanda dalam menanggapi permasalahan yang ia ceritakan, bahkan ketika dirinya mengungkapkan keinginan untuk mengakhiri hidup, teman-temannya tidak ada yang menghakimi.
Ia pun berpesan kepada mereka yang saat ini tengah berjuang menghadapi situasi depresi hingga mengarah kepada keinginan untuk menyakiti diri sendiri bahkan mengakhiri hidup, untuk berpikir lebih jauh. Ia pun meminta kepada mereka, untuk tidak kehilangan harapan, dan terus berpikir bahwa akan ada hal keren yang mungkin mereka temui di hari esok.
“Karena perjalanan hidup belum selesai, kalian belum lihat secara keseluruhan. I Don’t Know, mungkin kalau saya dulu benar-benar mengakhiri hidup, saya gak bakal menjalani hidup saat ini, gak ada di sini (tempat kerja), gak akan ketemu orang-orang yang menurut saya keren,” ungkapnya.
Ps. Kaur Identifikasi Sat Reskrim Polres Pandeglang, Bripka Bayu Kurniawan, mengatakan bahwa berdasarkan data yang dilaporkan ke Polres Pandeglang, jumlah kasus kematian yang telah ditangani sepanjang tahun 2023 sebanyak 50 kasus.
“Data yang di register atau data yang dilaporkan ke kita selama tahun 2023, sebanyak 50 kasus kematian. Di antaranya gantung diri 6 kasus, meninggal biasa atau sakit 40 kasus dan pembunuhan sebanyak 4 kasus. Untuk data tahun 2022, arsipnya ada namun belum kita benahi di gudang karena bertumpuk dengan arsip yang lain,” kata Bripka Bayu Kurniawan kepada BANPOS, Kamis (19/10).
Dari sebanyak kasus bunuh diri yang ditangani, lanjut Bayu Kurniawan, berdasarkan hasil penyelidikan dan penanganan yang telah dilakukan, rata-rata kasus kematian faktor penyebabnya adalah ekonomi.
“Sekitar 75 persen kasus kematiannya permasalahan ekonomi dan 25 persen permasalahannya itu seperti yang bosan hidup dan seperti ada kelainan jiwa atau bunuh diri. Jadi rata-rata itu faktor ekonomi, menurut saksi yang kita wawancara itu karena dia punya hutang dan yang bunuh diri karena suaminya yang tidak mau kerja, dan yang 25 persen itu karena depresi kejiwaannya terganggu,” terangnya.
Sementara itu di Kota Cilegon, Polres Cilegon mencatat pada tahun 2022 terdapat tiga kasus mengakhiri hidup dengan gantung diri yang ditangani. Ketiga kasus tersebut motifnya berbeda. Kasus pertama diduga motifnya adalah masalah keluarga. Kemudian kasus yang kedua diduga motifnya adalah gangguan jiwa. Kasus yang ketiga diduga motifnya adalah masalah keluarga.
Kemudian pada tahun 2023, Polres Cilegon menangani dua kasus gantung diri. Yang pertama diduga motifnya adalah masalah keluarga. Kemudian kasus kedua diduga motifnya adalah masalah asmara.
Seperti yang disampaikan oleh Farqi, support system yang baik dapat menjadi jalan keluar bagi mereka yang tengah berjuang menghadapi permasalahan gangguan kesehatan mental. Hal itu yang membuat Dompet Dhuafa Banten membentuk lembaga bernama Aku Temanmu.
Diketahui, Aku Temanmu merupakan layanan konseling gratis, yang dapat dilaksanakan secara daring maupun luring. Berlokasi di Kota Serang, Aku Temanmu dibentuk berangkat dari kepedulian dan keprihatinan akan masalah sosial remaja yang marak terjadi.
Wafiq Ajizah, mahasiswa BK Untirta yang juga menjadi volunteer Aku Temanmu, mengatakan bahwa terdapat banyak program yang disiapkan oleh Aku Temanmu terkait dengan konseling kesehatan mental.
“Kegiatannya ada pelatihan konselor sebaya, kajian tentang kesehatan mental, pendampingan konselor sebaya ke sekolah-sekolah, kampanye kesehatan mental di berbagai tempat seperti Alun-alun Kota Serang, Kota Cilegon di CFD dan di kampus kolaborasi dengan mahasiswa,” ujarnya.
Ia mengatakan, pendaftaran konseling tersebut dibuka setiap hari Senin pada pukul 09.00 WIB hingga 16.00 WIB. “Hari Senin khusus untuk pendaftarannya, proses layanan konsultasi dilakukan setiap hari Selasa hingga Jumat dari pukul 09.00-15.00 WIB,” tuturnya.
Selain itu, pihaknya juga kerap melaksanakan sosialisasi terbuka berkaitan dengan kesehatan mental. Dalam waktu dekat, pihaknya pun akan menggelar Festival Kesehatan Mental yang puncaknya akan dilaksanakan pada 29 Oktober 2023.
“Ada event besar Festival Kesehatan Mental Aku Temanmu, puncak kegiatannya tanggal 29 Oktober, untuk panitianya kolaborasi dengan HMJ BK Untirta, oprek relawan juga untuk kegiatan festival kesehatan mental,” terangnya. (LUK/DHE/MUF/DZH)
Berdasarkan penelitian Kemenkes RI melalui publikasi Riset Kesehatan Daerah (Riskesda) tahun 2018, Provinsi Banten menempati urutan keenam secara nasional tingkat depresi tertinggi dengan persentase 8,67 persen. Sementara berdasarkan riset Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), 15 juta remaja Indonesia mengalami masalah kesehatan mental dalam satu tahun terakhir.
SEJAK tahun 1992, setiap tanggal 10 Oktober seluruh negara memperingati Hari Kesehatan Mental Se-Dunia. Hari tersebut menjadi penanda bahwa kesehatan mental merupakan hak asasi dari setiap manusia, yang untuk mendapatkannya diperlukan fasilitasi dari berbagai pihak.
Berdasarkan riset Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), didapati bahwa satu dari tiga remaja Indonesia (34,9 persen) mengalami gangguan kesehatan mental dalam setahun terakhir. Jumlah itu setara dengan 15,5 juta jiwa remaja. Selain itu dari hasil riset yang sama, didapati bahwa satu dari 20 remaja Indonesia (5,5 persen), mengalami gangguan kesehatan mental dalam satu tahun terakhir.
Usia remaja menjadi usia yang produktif dan merupakan masa keemasan atas fisik manusia. Namun dari data yang dimiliki Kemenkes, justru terjadi paradoks atas hal tersebut. Pasalnya, meskipun dalam kondisi yang paling prima, angka kesakitan dan kematian kelompok remaja meningkat hingga 200 persen. Tidak sehatnya mental para remaja, menjadi penyumbang terbesar peningkatan kesakitan dan kematian kelompok remaja itu.
Di Banten, tidak ada data terbaru yang dapat menggambarkan kondisi kesehatan mental warganya. Namun berdasarkan data Riset Kesehatan Daerah (Riskesda) tahun 2018, sebanyak 8,67 persen warga Provinsi Banten mengalami depresi. Nilai tersebut menempatkan Provinsi Banten dengan persentase warga mengalami depresi tertinggi ke 6 se-Indonesia. Sementara data untuk Gangguan Mental Emosional (GME), persentasenya sebesar 13,96 persen.
Kepala Dinkes Kabupaten Serang, Agus Sukmayadi, mengatakan bahwa kesehatan mental ini tidak hanya berhubungan dengan orang gila, tapi kesehatan mental ini juga berhubungan dengan kesehatan pada umumnya.
“Kita juga sedang mengupayakan bebas pasung dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk keluarga, atau masyarakat yang ada anggota keluarga menderita sakit jiwa berat untuk bisa langsung menghubungi puskesmas,” ujarnya.
Selain itu, dirinya juga menyampaikan bahwa pihaknya tengah melakukan sosialisasi kepada para tenaga pendidik untuk mengedukasi terkait dengan kesehatan mental.
“Kemudian yang berhubungan sosial, kita sudah mensosialisasikan kepada tenaga pendidik yang disosialisasikan oleh dokter spesialis jiwa. Kemudian, sosialisasi kepada para kader kesehatan jiwa melalui kader kesehatan, salah satunya untuk memberikan edukasi kesehatan jiwa dan mental kepada masyarakat,” terangnya.
Dirinya juga mengatakan bahwa saat ini di Provinsi Banten masih terkendala dengan tidak adanya Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Oleh karenanya, saat ini pihaknya dalam menangani masyarakat yang mengalami gangguan mental masih di rujuk ke Rumah Sakit yang ada di luar kota.
“Karena Provinsi Banten belum mempunyai RSJ, kita bekerjasama dengan Rumah Sakit di Jakarta. Jadi, bila ada pasien yang pasca pelepasan pasung memerlukan perawatan kita kirim ke RSJ di jakarta,” katanya.
“Kemudian, terhadap tenaga dokter dan perawat yang ada di puskesmas, kita lakukan peningkatan kapasitas dan kompetensi dalam peningkatan pelayanan,” tambahnya.
Dirinya menuturkan, bahwa salah satu penyebab yang sering mempengaruhi kesehatan jiwa ini berasal dari interaksi sosial yang kurang baik.
“Kesehatan jiwa ini penyebab pertama tentunya karena adanya gangguan interaksi sosial. Ini perlu melibatkan peran orang tua dan masyarakat sekitar. Kalau usia sekolah atau usia produktif tentunya dengan sebaya, dengan teman-teman sebaya dan melibatkan guru. Dinas pendidikan juga dilibatkan dalam sosialisasi tentang kesehatan mental dan jiwa di lingkungan sekolah,”katanya.
“Jadi ini cenderung mengalami tekanan sosial, atau stres. Sehingga menimbulkan penyakit yang berkelanjutan, ini perlu adanya pengobatan yang lebih lanjut,” lanjutnya.
Dirinya mengaku bahwa penanganan awal di Kabupaten Serang dilakukan oleh dokter dan perawat puskesmas dibawah bimbingan dari dokter yang berasal dari RS Dr.Drajat.
“Penanganan awal kita sudah melakukan pelatihan kepada 31 dokter di puskesmas dan kurang-lebih sekitar 60 perawat yang sudah memperoleh pelatihan penanganan awal kesehatan jiwa. Untuk konsultan di RS Dr.Drajat itu ada dua. Kalau dihitung dengan banyaknya kasus jiwa, dokter yang menangani kesehatan jiwa di Kabupaten Serang masih minim,” jelasnya.
Kepala Bidang Upaya Kesehatan Perorangan dan Upaya Kesehatan Masyarakat pada Dinkes Kota Cilegon Febri Naldo mengungkapkan bahwa berdasarkan data yang pihaknya miliki, jumlah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Kota Cilegon pada tahun ini mencapai 548 orang, terdiri dari laki-laki 375 dan perempuan 173. Faktor penyebabnya beragam, mulai dari depresi, masalah keluarga, ekonomi, masalah penggunaan narkoba hingga putus cinta.
Diketahui pada tahun 2021 Dinkes mencatat ada 580 dan 2022 ada 588 kasus. “Kalau usia yang paling banyak mengalami gangguan jiwa di usia produktif dan mayoritas penderitanya adalah pria,” katanya.
Febri menambahkan, salah satu langkah yang dilakukan Dinkes Cilegon dalam menyelesaikan persoalan gangguan jiwa di Kota Cilegon, yakni terus melakukan skrining ke setiap puskesmas serta pengobatan gratis dengan menghadirkan dokter spesialis jiwa.
“Untuk pelayanan jiwa di puskesmas itu sudah berjalan, ada program jiwa di setiap puskesmas. Kan setiap bulan itu ada pelayanan dari dokter spesialis jiwa, kita kerjasama dengan persatuan spesialis jiwa Banten. Jadi keliling seperti bulan ini di Puskesmas Jombang bulan besoknya di Puskesmas Purwakarta ada jadwalnya,” kata Febri kepada BANPOS, Kamis (19/10).
Sejauh ini kata dia, program tersebut tidak ada kendala karena pihaknya menggandeng dokter spesialis jiwa. “Pelayanan kesehatan jiwanya seperti ODGJ yang ringan, yang sedang yang berat. Itu semua dilayani dan ngambil obatnya juga di puskesmas gratis. Program ini Ini merupakan SPM juga, alhamdulillah nggak ada kendala. Karena kita kerjasama dengan dokter persatuan jiwa Banten,” paparnya.
Selain itu, kata dia di RSUD Cilegon juga sudah ada dokter spesialis jiwa dan juga ada poli jiwa. “Untuk di RSUD dokter spesialis jiwa sudah ada, poli jiwa juga ada jadwalnya. Tinggal rawat inap yang belum ada,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Serang Tata mengungkapkan bahwa kasus gangguan mental yang terjadi di Kota Serang, jika dilihat dari kasus yang ada pada tahun 2023 mengalami peningkatan. “Kalau lihat dari kasus, ada peningkatan,” ungkapnya.
Dalam upaya penanganan kasus kesehatan mental, Tata mengatakan bahwa pihaknya telah membuat program yang untuk menanganinya. Selain itu, pihaknya juga bekerjasama dengan rumah sakit di luar Kota Serang sebagai rujukan jika terdapat pasien yang perlu dilakukan perawatan yang lebih lanjut.
“Kita ada 16 puskesmas, itu ada program jiwa di setiap puskesmas. Termasuk juga kita ada kerjasama dengan Rumah Sakit rujukan. Jika ada kasus gangguan jiwa, kalau sampai ada yang harus dirujuk maka kita rujuk ke rumah sakit,” katanya.
Dalam menangani kesehatan mental, dirinya mengungkapkan bahwa peran pihak keluarga sangat penting. “Memang harus sama-sama untuk bagaimana mensupport, seperti rutin memberikan obat untuk yang gangguan mental berat,” ucapnya.
“Kita berkoordinasi dengan OPD terkait termasuk juga kecamatan dan kelurahan. Secara program tertangani, alurnya ini dari puskesmas atau klinik nanti ke RSUD Kota Serang, kalau harus ditangani lebih lanjut kita rujuk ke rumah sakit di Bogor, dan Grogol Jakarta,” tandasnya.
Tingginya angka gangguan kesehatan mental di kalangan remaja disebabkan oleh berbagai hal. Di antaranya terjadinya kekerasan terhadap mereka, maupun perundungan yang kerap terjadi di kalangan remaja. Menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF), dua dari tiga anak berusia 13 hingga 17 tahun pernah merasakan kekerasan setidaknya satu kali. Selain itu, dua dari lima anak berusia 15 tahun, mengalami tindak perundungan beberapa kali dalam sebulan.
Kepala DP3AKB Kota Serang, Anthon Gunawan, mengatakan bahwa hingga saat ini pihaknya terus membantu para anak dan remaja yang mengalami kekerasan baik secara fisik maupun mental. Bagi korban yang mengalami tekanan maupun depresi, pihaknya membantu dengan memberikan pelayanan langsung dari psikolog, agar bisa menangani korban yang mengalami kekerasan mental supaya segera pulih.
“Semua jenis kekerasan verbal, bagi yang mengalami tekanan maupun depresi, kita menyediakan psikolog untuk menanganinya. Sampai dia kembali lagi sembuh,” katanya.
Selain itu, pihaknya juga bekerjasama dengan beberapa rumah sakit jika diharuskan melakukan pengobatan secara medis.
“Prinsipnya kita menyediakan, kalaupun harus melalui pengobatan medis, kita bekerjasama dengan beberapa rumah sakit untuk menanganinya,” ucapnya.
Dalam upaya mengembalikan mental para korban, pihaknya juga menyediakan tempat-tempat untuk mereka mengadu dan menceritakan permasalahan yang mereka dalam hal ini para korban alami.
“Kita menyediakan pertama di kantor, di UPT dan juga rumah aman. Jadi bagi yang mau curhat itu kita sediakan tempatnya, dan jika mau privasi, kalau perlu kita samperin ke rumahnya. Itu langkah yang selalu kita lakukan,” ucapnya.
Anthon menuturkan, pada tahun 2023 ini, kasus yang pihaknya bantu sudah sebanyak 60 kasus, hampir mencapai banyaknya kasus pada tahun 2022 sebanyak 65 kasus. Padahal, saat ini baru sampai bulan Oktober dan masih ada rentang waktu dua setengah bulanan lagi untuk sampai akhir tahun.
“Dari 2022 hingga 2023, ada peningkatan kasus. Dari semester pertama saja sudah terlihat. Kalau dari jumlah angka, ini sudah meningkat. Dari semester satu kemarin sudah lebih dari 2022. Tahun 2023 ini, untuk satu semester sudah lebih tinggi dari sebelumnya sebesar 10 sampai 15 persen,” tuturnya.
Dirinya berharap, di tahun 2023 ini tidak lagi ada kasus-kasus yang membuat mental masyarakat Kota Serang terganggu. Selain itu, Anthon menuturkan bahwa peran dari semua pihak sangat dibutuhkan.
“Kita berusaha mengembalikan psikis korban karena banyak yang depresi karena adanya kekerasan seksual juga. Kalau kita pilah dari jenis kelamin paling banyak dari perempuan, malah kalau laki-laki kita belum menemukan anak laki-laki yang depresi karena dia jadi korban. Tingkat depresinya tidak sampai seperti perempuan yang sampai mengkhawatirkan. Tidak mau ketemu dengan orang luar, tidak mau sekolah dan melamun,” terangnya.
“Saya harap dengan upaya yang kita lakukan baik dari pemkot dan lembaga lainnya, kasus ini tidak bertambah dan pegiat lapangan juga bisa meminimalisir kasus-kasus kekerasan ini. Peran orang tua juga sangat dibutuhkan untuk mengontrol kegiatan anaknya,” lanjutnya.
JFT Bidang PA DP3AP2KB Lebak, Nina Septiana, mengatakan bahwa pihaknya melalui UPTD PPA memberikan layanan pengaduan dan curhat melalui hotline yang telah disediakan. Hal tersebut merujuk kepada tugas dan fungsinya masing-masing, dimana Dinas sebagai pencegahan dan UPTD PPA sebagai penanganan kasus.
Menurut Nina, banyak kasus bully yang harus berakhir dengan bunuh diri. Hal tersebut dikarenakan kurang matangnya mental mereka menghadapi tekanan. Apalagi, usia-usia remaja yang secara psikologis mereka masih sangat labil.
“Berkaitan dengan gangguan mental inilah yang mengakibatkan banyaknya kekerasan hingga perilaku hidup menyimpang. Mengapa? Karena biasanya korban kekerasan akan merekam apa yang mereka dapatkan. Ketika dewasa atau suatu hari ada pemicu, mereka akan mengingat kembali dan inilah yang disebut dengan trauma,” jelasnya.
Ia mengatakan, Pemerintah Kabupaten Lebak senantiasa melakukan sosialisasi baik kepada sekolah maupun masyarakat terkait berbagai hal seperti pencegahan bullying, berbagai jenis kekerasan hingga penyalahgunaan Napza.
“Kalau dari kami memang senantiasa memberikan sosialisasi ke tiap-tiap sekolah. Kalau dari Kesbangpol ada yang namanya Badan Narkotika Kabupaten (BNK) dan di Dinkes Satpol PP ada sosialisasi Kesehatan Jiwa,” kata Nina.
Plt Kepala DP3AP2KB Kota Cilegon, Agus Zulkarnain mengatakan untuk korban gangguan kesehatan mental terjadi karena adanya tindak kekerasan maupun perundungan yang dialami saat masih anak-anak dan remaja, pihaknya mengaku sudah menyiapkan program tersebut.
“Kita punya program psikoedukasi dan terapi kelompok yang dilakukan di sekolah apabila ada siswa yang menjadi korban kekerasan baik bullying maupun kekerasan lainnya. Atau di lingkungan masyarakat apabila ada masyarakat yang menjadi korban kekerasan,” ujarnya Agus kepada BANPOS, Kamis (19/10).
Kemudian saat ditanya terkait program atau saluran yang disediakan oleh DP3AP2KB, bagi mereka yang mengalami gangguan mental untuk ‘curhat’ mengungkapkan permasalahannya, Agus mengaku program tersebut ada.
“Sebetulnya kita ada Puspaga (pusat pembelajaran keluarga), nah itu adalah tempat untuk konseling atau konsultasi berkaitan dengan permasalahan keluarga yang lebih fokus kepada permasalahan anak sebetulnya tapi keluarga juga bisa,” ungkapnya.
Diketahui berdasarkan data dari DP3AP2KB Kota Cilegon dari Januari sampai September 2023, untuk kasus kekerasan anak dan perempuan mencapai 180 kasus. Meliputi psikis 90, fisik 34, seksual 35, penelantaran 15, TPPO 6.
“Yang masuk kategori psikis itu sebetulnya gangguan kejiwaan, gangguan mental yah. Kalau yang fisik gangguan secara badan, yang seksual kekerasan seksual, yang TPPO adalah tindak pidana perdagangan orang sama penelantaran,” tandasnya. (CR-01/MYU/LUK/DHE/DZH)
SERANG, BANPOS – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Banten bersama dengan Pemerintah Kota Serang menggelar kegiatan literasi media untuk kepala sekolah (Kepsek) dan guru, Sekolah Dasar (SD). dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), yang berada di wilayah Kota Serang.
Kegiatan yang digelar di Wisma Pusat Koperasi Pegawai Republik Indonesia (PKPRI) Kabupaten Serang ini, selain dihadiri ratusan Kepsek dan Guru SD/SMP se-Kota Serang, juga di hadiri Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Banten, Lesman Bangun, Ketua Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional (PRSSNI) Banten, Cahyono Adi, serta sejumlah Ketua PWI Kabupaten/Kota se-Provinsi Banten.
Kegiatan yang berlokasi di Kawasan Pasar Rau, Kota Serang ini juga menghadirkan tiga orang narasumber, yakni H. Agus Sandadirja, Tokoh Pers Banten, sekaligus Penasehat PWI Provinsi Banten, Nasrudin, Sekretaris PWI Banten, dan Cahyono Adi R Sukoco, Ketua Bidang Organisasi SMSI Pusat.
Ketua PWI Kota Serang, Teguh Akbar Idham, selaku Ketua Panitia Kegiatan Literasi Media menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh peserta yang hadir dalam kegiatan yang mengambil tema “Pemanfaatan Media di Era Digital” ini.
Dirinya tidak menyangka tingginya antuasiasme para pendidik terhadap kegiatan literasi ini.
“Kami tidak menyangka peserta membludak melebihi perkiraan kami. Artinya para guru di Kota Serang ini sangat peduli akan pentingnya literasi khususnya pers,” kata Akbar.
Untuk itu, dirinya meminta maaf atas segala kekurangan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Kata dia, dari kapasitas gedung, yang hanya mampu menampung 250 peserta, jumlah yang hadir lebih dari 300 orang.
“Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan ini. Kami jadikan ini sebagai evaluasi kedepan agar pelaksanaannya dapat berjalan lebih baik lagi,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua PWI Banten, Rian Nopandra, dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini digelar agar para kepala sekolah dan guru memahami pengetahuan dasar jurnalistik, sehingga menjadi mitra yang baik bagi kalangan pers, terutama menjadi narasumber yang mumpuni.
Karena itu, tambahnya, peserta mendapatkan materi tugas dan peran wartawan, organisasi profesi wartawan, regulasi pers, kode etik jurnalistik, sengketa pemberitaan, dan tips menjadi narasumber yang baik.
“Kami tidak bermaksud mengguruii para peserta, kami hanya ingin berbagi pengetahuan dan mengedukasi para tenaga pendidik agar memahami dasar-dasar jurnalistik,” ucapnya.
“Harapannya setelah mengikuti Literasi Media ini, mampu menjadi mitra strategis bagi kami sebagai insan pers,” katanya.
Rian juga mengapresiasi para kepsek dan guru yang telah meluangkan waktu untuk berdiskusi bersama dalam kegiatan itu. Kata dia, ditengah kesibukan mengajar dan mendidik para siswa, mereka masih menyempatkan diri untuk menghadiri kegiatan literasi ini.
“Ditengah padatnya kegiatan belajar dan mengajar di sekolah, bapak/ibu masih mau menyempatkan diri hadir disini. Tentunya ini jadi kebanggaan kami,” pungkasnya.
Dirinya berharap, setelah mengikuti kegiatan ini, para peserta dapat memahami peran dan tugas pers sebagai mitra pemerintahan. Selain itu, lanjutnya, dengan mengikuti literasi ini, kedepannya dapat terjalin kemitraan yang baik antara pers dan elemen pendidikan.
“Dengan kegiatan ini peserta dapat memahami hak dan kewajibannya sebagai narasumber. Dengan begitu akan terjalin hubungan saling menguntungkan,” pungkasnya.
Dikesempatan yang sama, Kepala Dinas Pendidikan Kota Serang, Tb. Suherman, menyampaikan, apresiasinya kepada seluruh jajaran PWI Provinsi Banten yang telah menginisiasi kegiatan tersebut. Kata dia, literasi ini adalah bentuk sinergitas Pemerintah Kota Serang dengan PWI Banten dalam memberi edukasi terkait peran dan fungsi pers dalam pembangunan di Kota Serang.
“Kegiatan ini murni inisiatif PWI dan direstui oleh Walikota Serang. Kami (Dinas Pendidikan, red) hanya menyediakan pesertanya saja,” ucapnya.
Lebih lanjut, Suherman mengatakan, kegiatan ini sangat penting bagi Kepala Sekolah dan Guru, dalam mensosialisasikan kegiatan-kegiatan yang sedang atau akan dilaksanakan oleh sekolahnya. Dengan adanya kegiatan ini, lanjut Suherman, sekolah tidak perlu lagi bingung dalam menghadapi wartawan yang datang.
“Kegiatan ini sangat penting bagi sekolah. Karena itu kami akan selalu mendukung semua kegiatan-kegiatan PWI yang positif seperti ini,” ucap Suherman, sekaligus membuka acara Literasi Media 2023 PWI Banten. (RED)
PULAU Lima sebagai bagian dari gugusan pulau di Teluk Banten, mengalami ‘krisis identitas’. Bagaimana tidak, pulau yang hanya berjarak kisaran 15 menit dari Pelabuhan Karangantu itu, diklaim melalui Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Kabupaten Serang, sebagai wilayah dari Kabupaten Serang. Hal itu pun sesuai dengan dokumen Laporan Kunjungan Lapangan Tim Komisi II DPR-RI ke Kabupaten Serang, Provinsi Banten (Rencana Pembentukan Kota Serang) tanggal 14 Maret 2007.
Meski demikian, terdapat beberapa klaim berbeda yang terjadi terhadap Pulau Lima, termasuk sejumlah pulau lainnya di Teluk Banten seperti Pulau Tiga dan Pulau Empat. Klaim tersebut lantaran SPPT PBB terhadap pulau-pulau itu, masih masuk ke dalam administratif Kota Serang. Bentrok kewenangan itulah yang membuat pengelolaan terhadap sejumlah pulau itu menjadi ‘acak adut’.
Plh Kepala BPKAD Kabupaten Serang, Roni Rohani, saat dikonfirmasi BANPOS mengatakan bahwa Pulau Lima merupakan aset negara. Namun, ia tidak tahu pasti masuk ke dalam administrasi mana Pulau Lima, apakah Kota Serang ataupun Kabupaten Serang.
“Info dari aset, itu tanah milik negara. Saya kurang begitu tahu pak (untuk administratif wilayah Pulau Lima), batas wilayah adanya di bagian tapem,” tuturnya.
Sementara itu, Lurah Banten, Acep, mengatakan bahwa memang dulunya Pulau Lima masuk ke wilayah administratif Kecamatan Kasemen, khususnya Kelurahan Banten. Namun, Pulau Lima telah lepas dari genggaman Kota Serang, setelah adanya Perda RZWP3K Kabupaten Serang.
“Udah enggak kalau sekarang mah. Dulunya iya. Terus ada Perda dari Kabupaten Serang yang memasukkan Pulau Lima, jadinya masuk ke wilayah Kabupaten Serang,” ujarnya.
Ia menuturkan, setelah adanya Perda RZWP3K Kabupaten Serang, maka Pemkot Serang sudah tidak lagi mengurusi persoalan di Pulau Lima. Kendati demikian, masih timbul permasalahan yakni ‘nyantolnya’ SPPT PBB pulau tersebut, ke Kota Serang.
“Memang itu masalahnya, pajaknya masih belum pindah, masih ada di kota. Tapi enggak tau itu, sekarang mah masuk kabupaten dari Kemendagri mah. Itu kalau untuk wilayah, tapi emang masalahnya itu pajaknya masih nyangkol ke kota,” ucapnya.
Salah satu sumber BANPOS di internal Pemkab Serang menuturkan, Pulau Lima memang tidak terpantau oleh Pemkab Serang. Alasannya, pulau tersebut dikuasai oleh pihak Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Bagaimana kita mau mengelola, orang yang menguasainya itu orang Kejaksaan Agung,” ujar salah satu sumber BANPOS saat tengah berdiskusi mengenai pengelolaan pulau-pulau di Kabupaten Serang.
Selain karena ‘dikuasai’ oleh pihak Kejaksaan, Pemkab Serang juga merasa malas mengurusi Pulau Lima, lantaran Pemkot Serang sempat main klaim mengenai kepemilikan pulau tersebut.
“Waktu Perda RZWP3K disahkan saja, mereka (Pemkot Serang) koar-koar mengenai kepemilikan pulau. Makanya kami juga malah mengurusinya,” tandas sumber BANPOS tersebut.
Kasubid Humas pada Kejaksaan Agung RI, Andrie Wahyu Setiawan, saat dimintai tanggapan oleh BANPOS melalui pesan WhatsApp, tidak memberikan respon mengenai hal tersebut. (MUF/DZH/ENK)
PARTONO, bukan nama sebenarnya, seorang nelayan asal Karangantu-Kota Serang, tengah melamun bersama dengan beberapa rekannya di Pulau Pisang yang juga dikenal sebagai Pulau Kambing. Pulau Pisang merupakan salah satu pulau, dalam gugusan pulau-pulau kecil yang berada di Teluk Banten. Jaraknya hanya sekitar 15 menit dari Pelabuhan Karangantu.
Partono melamun di pulau tersebut bukan tanpa alasan. Dirinya dan rekan-rekannya memikirkan, mengapa mereka yang merupakan masyarakat nelayan di Teluk Banten, tidak lagi boleh menjala ikan di Pulau Lima. Padahal, Pulau Lima merupakan salah satu tempat yang biasa mereka gunakan untuk menjala ikan.
“Aneh saya mah, kami penduduk asli di wilayah perairan Teluk Banten, malah tidak boleh untuk nyari ikan di Pulau Lima. Padahal tempat itu merupakan tempat kami mencari ikan sejak dulu,” ujarnya kepada BANPOS, sambil memandangi Pulau Lima. Memang, Pulau Pisang dan Pulau Lima bertetangga. Jaraknya kurang lebih hanya 100 meter saja.
Menurut dia, pelarangan masyarakat pesisir untuk bisa mendatangi Pulau Lima, sudah berlangsung kurang lebih setengah tahun. Terakhir kali mereka bisa menginjakkan kaki di Pulau Lima, adalah ketika perayaan Festival Teluk Banten yang dipusatkan di sana. Ia mengaku, pelarangan dilakukan oleh ‘pemilik’ pulau. Kendati demikian, dia tidak tahu persis siapa pemilik yang dimaksud.
Akibat pelarangan untuk mendarat di Pulau Lima, wisata menuju pulau itu pun ditutup. Nelayan yang kerap mengantarkan pelancong untuk pergi ke pulau, termasuk Pulau Lima, akhirnya membuka destinasi baru. Pulau Pisang lah yang akhirnya dijadikan sebagai destinasi alternatif dari Pulau Lima.
Pantauan BANPOS di Pulau Pisang, terlihat bahwa pulau tersebut seperti baru saja dibuka untuk dapat dijajaki oleh pelancong. Dari keseluruhan pulau, hanya sekitar 20 persen saja yang dapat disinggahi. Sisanya, masih berbentuk hutan belukar.
Terdapat kuburan yang dikeramatkan di sana. Keterangan dari nelayan yang mengantar BANPOS ke Pulau Pisang, makam tersebut merupakan makan dari Ki Pangsit, seorang sakti zaman kolonial dahulu. Kuburannya berada di tengah-tengah pulau dan kerap diziarahi oleh masyarakat.
Meski terbilang baru dijadikan sebagai objek wisata, Pulau Pisang terlihat cukup menjanjikan. Pantainya cukup luas untuk dapat digunakan oleh para wisatawan untuk bermain air. Beberapa kali, Pulau Pisang pun kerap dijadikan sebagai arena kemping oleh sejumlah wisatawan muda.
Kendati demikian, bagi masyarakat pesisir maupun pelaku usaha wisata, ditutupnya Pulau Lima menjadi hal yang sangat merugikan. Dari sisi wisata, Pulau Lima sudah selesai dari segi nama maupun infrastruktur, meskipun seadanya. Dari sisi tangkapan ikan, meski bertetangga, tangkapan ikan di Pulau Pisang lebih sedikit dibandingkan di Pulau Lima. Hal itu dinilai oleh para nelayan, karena Pulau Pisang berada lebih dekat dan terbuka, mengarah ke kawasan industri Bojonegara.
“Di sini kurang bagus untuk tangkapan ikan. Kemarin yang kita tangkap sedikit dan kecil-kecil. Mungkin karena mengarah kepada industri Bojonegara jadinya ikannya kurang,” terang dia.
Berdasarkan pantauan, saat ini Pulau Lima tengah dilakukan pembangunan. Dari Pulau Pisang, terlihat dua eskavator yang tengah dioperasikan. Satu berada di tepi pantai, yang satunya berada lebih menjorok ke dalam pulau. Selain itu, terlihat beberapa pondasi yang tengah disusun. Menurut salah satu rekan Partono, pondasi itu untuk sejumlah villa yang akan dibangun di sana.
“Kalau enggak salah ada puluhan villa yang akan dibangun di sana,” ujar rekan Partono. Dia melanjutkan, dari kabar yang dia dapatkan, pembangunan di Pulau Lima akan selesai pada tahun 2025. Namun, kabar yang lebih ‘mengerikan’ lagi menurutnya adalah, Pulau Lima setelah selesai dibangun, tidak akan dibuka untuk publik, melainkan lebih pada pulau privat.
“Sebenarnya mah untuk umum sih tetap, tapi kalau masuknya harus bayar mahal, terus untuk menikmatinya harus mengeluarkan biaya yang lebih besar lagi, kami-kami yang warga kurang berada mana bisa menikmatinya,” tutur dia.
Ia pun mengaku bahwa beberapa waktu yang lalu, para ‘bos besar’ datang ke Pulau Lima menggunakan kapal besar. Menurutnya, mereka tidak berangkat dari Pelabuhan Karangantu, melainkan langsung dari Jakarta.
“Enggak, bukan dari Karangantu. Langsung dari Jakarta itu. Karena di Karangantu enggak ada kapal besar seperti itu. Mesinnya mah sekitar 300 pk. Bawa para bos, buat lihat-lihat keadaan pulau kali ya,” ucapnya.
Kembali ke Partono. Dia menuturkan bahwa sebelum diambil alih oleh investor, Pulau Lima merupakan pulau yang dikelola oleh masyarakat. Pengelolaannya melalui kelompok nelayan dan masyarakat wisata Kecamatan Kasemen. “Dulu mah dikelola masyarakat. Sekarang sudah dibeli investor,” terangnya.
Salah satu pemudi asal Kecamatan Kasemen, Nadia, mengatakan bahwa sejak kecil dirinya sudah sering bermain ke berbagai pulau di Teluk Banten, termasuk Pulau Lima. Menurutnya, warga pesisir Karangantu sudah pasti sering merasakan bermain dan berpetualang di rangkaian pulau-pulau Teluk Banten.
Sehingga, pelarangan untuk bisa datang ke Pulau Lima menurutnya, merupakan hal yang sangat mengecewakan. Sebab, masa kecil dirinya berada di pulau yang memiliki kontur pasir pantai yang enak untuk bermain tersebut.
“Kalau sudah tidak dibuka untuk umum lagi, kasihan nanti anak-anak Karangantu khususnya, karena sudah tidak bisa merasakan keindahan Pulau Lima. Saya dari kecil juga sering main ke sana. Anak-anak pesisir mah pasti udah ngerasain ke Tunda, ke Panjang, apalagi Pulau Lima. Makanya ireng-ireng (berkulit hitam, red) ini. Saya terakhir kali ke sana waktu Festival Teluk Banten. Ramai di sana,” tuturnya.
BANPOS mencoba menelusuri siapa yang menguasai Pulau Lima saat ini. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Banten dan DPMPTSP Kabupaten Serang saat dikonfirmasi BANPOS, tidak tahu menahu terkait dengan investor di Pulau Lima.
Kepala DPMPTSP Provinsi Banten, Virgojanti, mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah mengurusi terkait dengan investasi di pulau-pulau kecil di Provinsi Banten. Menurutnya, investasi yang dia urus, hanya berkaitan dengan dunia usaha saja.
“Saya enggak ngurusin investasi pulau, kita enggak ada nyewa-nyewain pulau. Enggak ada, saya mah investasi seluruh Banten di dunia usaha, di Banten belum pernah ada,” ujarnya saat diwawancara di KP3B beberapa waktu yang lalu. Virgo pun melemparkan pertanyaan yang BANPOS ajukan, kepada Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten, Eli Susiyanti.
Namun, Eli juga mengaku tidak tahu berkaitan dengan investasi di pulau-pulau kecil. Pasalnya, persoalan investasi di pulau-pulau kecil, menjadi kewenangan Pemerintah Daerah tingkat pertama, yakni Kota/Kabupaten.
“Kewenangan pengelolaan pulau-pulau kecil itu ada di Kabupaten/Kota, bukan provinsi. Karena itu kewenangan Kabupaten/Kota. Kalau di Provinsi itu hanya ada jumlah pulau dan tipikal pulau saja, hanya menginventarisir saja,” tuturnya.
Meski disebutkan merupakan kewenangan dari kabupaten, DPMPTSP Kabupaten Serang justru ikut bingung dengan pernyataan dari pihak provinsi. Pasalnya, pemerintah kabupaten juga tidak memiliki kewenangan terkait dengan investasi di pulau-pulau kecil.
“Kami juga tidak tahu menahu, karena kewenangan kami kan sudah dibatasi,” ujar Kabid Penanaman Modal pada DPMPTSP Kabupaten Serang, Agus Sudrajat, saat diwawancara BANPOS di ruang kerjanya, Rabu (13/9).
BANPOS pun coba mencari informasi melalui cara lain, yakni melalui penelusuran Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dengan meminta data kepada Dinas PUPR Kabupaten Serang. Berdasarkan data yang dicari melalui sistem PBG milik Dinas PUPR, tidak ditemukan adanya pengajuan PBG dalam kurun waktu dua tahun ke belakang, di pulau-pulau Teluk Banten.
Pegiat Wisata Bahari Provinsi Banten, Dikri Gifari, mengaku heran dengan ketidakjelasan dalam pengelolaan pulau-pulau di Teluk Banten, khususnya Pulau Lima. Sebab, Pulau Lima menjadi salah satu destinasi wisata bahari termudah dan termurah untuk diakses melalui Pelabuhan Karangantu, yang menjadi favorit dari masyarakat.
“Tapi kok ketika ada yang menguasai dan membangun di sana, pemerintah seakan-akan tidak tahu-menahu mengenai hal tersebut. Memangnya tidak ada proses perizinan dan segala macamnya? Lalu nanti pengawasannya seperti apa. Jangan sampai pulau-pulau di Teluk Banten nanti dieksploitasi oleh oknum-oknum, sehingga merusak kelestariannya,” ujar Dikri.
Ia pun khawatir ke depannya, pulau-pulau yang ada di Provinsi Banten, khususnya di Teluk Banten, akan hilang satu persatu ke tangan swasta, lantaran minimnya pengawasan dari pemerintah terkait dengan pengelolaannya.
“Wisata bahari menjadi salah satu wisata yang digemari oleh masyarakat. Jika nanti semua pulau kecil dikuasai oleh swasta dan menjadi pulau privat, masyarakat menjadi tidak bisa lagi menikmati objek wisata pulau, dan itu harus dicegah agar tidak ada konflik dan pariwisata tetap berjalan secara berkelanjutan,” tandasnya. (MUF/DZH/ENK)
INVESTASI tengah digenjot oleh pemerintah saat ini. Tak sedikit investasi yang tengah dikejar, menimbulkan konflik dengan masyarakat. Mayoritas, konflik yang terjadi adalah konflik agraria dan dugaan perampasan ruang hidup masyarakat. Seperti yang terjadi di Pulau Rempang, Provinsi Kepulauan Riau, beberapa waktu yang lalu.
Konflik yang memuncak hingga terjadi bentrokan fisik dan jatuhnya korban luka itu, bermula dari keinginan swasta asing untuk berinvestasi di sana. Perusahaan asal China, Xinyi Group, disebut telah berkomitmen untuk menanamkan modal asing di Rempang, sebesar US$11,5 miliar atau sekitar Rp172 triliun. Rencananya, Pulau Rempang akan disulap menjadi Eco-city dan juga pabrik kaca terbesar kedua di dunia.
Singkatnya, masyarakat yang merasa bahwa Pulau Rempang merupakan tanah ulayat mereka, menolak untuk dilakukan relokasi atas warga pulau. Memang, rencana investasi itu membuat para warga Pulau Rempang harus direlokasi. Pada peristiwa pematokan tanah itulah terjadi bentrokan antara warga dengan Satpol PP hingga Kepolisian. Warga enggan kehilangan tanah tempat mereka dilahirkan.
Kekhawatiran akan investasi yang merampas ruang hidup masyarakat, juga dirasakan oleh sejumlah warga Pulau Tunda, Kabupaten Serang. Warga pulau yang letaknya paling luar dari gugusan pulau-pulau Teluk Banten itu, saat ini tengah merasakan diskriminasi dari pengembang, yang datang sejak dua tahun yang lalu.
Para warga di sana, mulai mengalami pelarangan untuk melakukan Aktivitas yang sebelumnya biasa mereka lakukan, seperti menangkap ikan. Sejumlah titik di Pulau Tunda memang biasa dijadikan tempat mencari ikan oleh warga, seperti di kawasan antara dermaga kayu dengan Pelabuhan Marina yang merupakan bagian dari kompleks villa megah yang dibangun oleh pengembang.
Seperti yang disampaikan oleh salah satu pemuda Pulau Tunda, Rasyid Ridho. Kepada BANPOS. Ocit, panggilan akrabnya, mengatakan bahwa pada 30 Agustus 2023 lalu, dirinya bersama dengan dua rekan lainnya tengah berenang di bagian barat daya pulau. Selain berenang, ia dan rekannya juga melakukan aktivitas menangkap ikan menggunakan alat tembak.
“Kami berenang dengan alat snorkling, senter, dan tangkap ikan dengan senapan biasa (digunakan untuk menangkap ikan). Kami berenang sampai ke ujung barat. Ketika mau ke arah utara, kami tidak jadi dan akhirnya kembali,” ujarnya.
Sebelum kembali, Ocit menuturkan bahwa dirinya memilih untuk beristirahat terlebih dahulu, di pesisir antara dermaga kayu dan Pelabuhan Marina. Mereka menyeduh susu jahe sembari menghisap rokok, untuk menghangatkan badan. Sebab, mereka baru selesai berenang sekitar pukul 11 malam.
“Pada saat itu, tiba-tiba datang motor NMax hitam yang ditunggangi oleh dua orang dengan inisial HD dan HR. Saat itu motor masih dihidupkan, mereka masih di atas motor, dan salah satunya berbicara dengan bahasa yang tidak enak didengar. Saya mah simpel, saya sampaikan kalau saya ini warga pulau,” katanya.
Disampaikan seperti itu, salah satu yang mendatanginya, HD, bertanya kepada rekannya yakni HR, apakah mengenal Ocit. Karena HR merupakan warga pulau, ia pun mengenal Ocit, begitu pula sebaliknya. Bahkan, Ocit menyampaikan jika mertua HR ketika sedang sakit, pernah dia antar untuk berobat ke Serang.
“Karena dia berbicara saja, maka saya sampaikan kepada HD, tolong kalau nanti ‘big boss’ datang ke sini, kabarkan kepada kami. Biar kami tidak menembak ikan di lokasi ini. Memang kan lokasinya ada banyak yah untuk menembak ikan dan berenang,” tuturnya.
Namun, HD justru malah naik pitam. Menurut Ocit, HD naik pitam lantaran dirinya ditugaskan untuk menjaga kawasan sekitar villa, khususnya antara Pelabuhan Marina dengan dermaga kayu. Termasuk melarang masyarakat untuk menembak ikan.
“Dia bilang ‘kamu ini, kamu itu dilarang nembak ikan di antara marina dan dermaga kayu. Masalahnya kita ini sedang menunggu investor, investor ini belum ada jawaban. Ikan-ikan di sini juga lagi kita kembang biakkan untuk pariwisata. Kamu dilarang menembak ikan di area ini’. Karena dia sedang emosi, makanya kami hanya jawab iya iya saja,” ucapnya.
Menurut Ocit, pelarangan untuk menjaring ikan bahkan sudah terjadi sejak setahun yang lalu. Hal itu dialami oleh salah satu nelayan Pulau Tunda, yang sedang menjaring ikan di kawasan tersebut. Saat tengah menjaring ikan, dia diusir dengan alasan dilarang menjaring ikan di kawasan itu. “Di lokasi yang sama, di Barat Daya Pulau Tunda,” terangnya.
Ia menuturkan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh para pengembang tersebut sudah sangat luar biasa di sana. Setiap bulannya, sang ‘big boss’ datang ke sana menggunakan helikopter yang mendarat pada helipad yang telah dibangun sebelumnya. Setiap pekan, speedboat dua kali datang dari arah Jakarta untuk melancong ke lokasi vila. Pengembang pun membawa berbagai alat berat untuk pembangunan seperti eskavator.
“Yang kami dapatkan informasinya, ini merupakan pengembang dari China, hasil konsorsium. Cuma mereka mau menjual lagi kepada investor, bahasanya seperti itu. Namun untuk perusahaannya apa dan siapa calon investornya, kami belum tahu,” ungkap dia.
Bahkan, Ocit mengaku bahwa aktivitas investasi yang tengah terjadi di Pulau Tunda, dikhawatirkan akan mengarah pada konflik sebagaimana yang terjadi di Pulau Rempang. Pasalnya, pihak pengembang dan investor, menjalankan kegiatan diskriminatif terhadap warga pulau, sekaligus melakukan kegiatan rayuan terhadap warga.
“Jadi kami khawatir ini seperti di Pulau Rempang. Soalnya kami didiskriminasi, namun juga sedang diupayakan untuk dininabobokan. Setiap bulannya pengembang memberikan sembako ke rumah-rumah. Kurang lebih sudah tiga kali mendapatkan sembako dari mereka. Nanti dikasih, dikasih, lama-lama ditendang kami,” tuturnya.
Ia mengaku bahwa hal itu sangat mungkin terjadi. Sebab, tanah di Pulau Tunda sudah mulai terkikis karena telah dibeli oleh pengembang. Bahkan menurutnya, sebanyak 70 persen tanah di Pulau Tunda, sudah tidak lagi dikuasai oleh warga Pulau Tunda.
“Karena dari Kampung Barat ke barat habis, dari Kampung Barat ke utara habis. Dari Kampung Timur ke utara sudah habis, tinggal tanjungan timur yang masih belum. Termasuk juga pembangunan dermaga Jetty yang kami rasa tidak ada izinnya juga, karena tidak ada dari DKP Provinsi yang datang, dari Dishub yang datang, atau ada sosialisasi kepada masyarakat. Akhirnya kami justru yang diusir,” katanya.
Ocit menegaskan bahwa warga Pulau Tunda sama sekali tidak alergi terhadap investasi. Jika memang investasi tersebut dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat pulau, maka pihaknya akan dengan senang hati menerimanya. Namun, ia menegaskan bahwa jangan sampai investasi yang hadir, justru malah menimbulkan konflik dan merampas ruang hidup masyarakat.
“Kami sesungguhnya tidak ingin membatasi investor, namun jangan sampai sampai hak-hak dari masyarakat dikebiri. Lalu jangan sampai kami dihadapkan oleh saudara-saudara kami sendiri (diadu domba). Kami juga ingin perhatian dari pemerintah daerah, seharusnya benar-benar memperhatikan persoalan izin dan administrasi lainnya. Karena kan untuk membuat bangunan, apalagi megah seperti itu, seperti bisa keluar begitu saja izinnya dan langsung dibangun. Atau jangan-jangan pemerintah kecolongan atau tutup mata,” tuturnya.
Oleh karena itu, ia berharap pemerintah daerah, baik itu Pemkab Serang maupun Pemprov Banten, dapat melakukan pengecekan terkait dengan kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pengembang itu. Hal tersebut untuk memastikan keabsahan dan legalitas daripada proyek pembangunan di sana.
“Lalu jika memang itu benar-benar telah mengantongi izin, pemerintah seharusnya melakukan sosialisasi, konsekuensinya apa sih terhadap masyarakat. Dan masyarakat itu apa sih yang diuntungkan dari pembangunan itu? Apalagi kami mayoritas hanya dijadikan sebagai penonton saja dari pembangunan tersebut,” jelasnya.
Namun yang paling penting menurutnya, adalah kepastian bahwa masyarakat Pulau Tunda tidak akan terusir dari tanah kelahirannya sendiri, seperti yang tengah menjadi polemik di Pulau Rempang. Apalagi, Pulau Tunda merupakan pulau yang strategis, yang dapat menjadi tempat transit menuju Jakarta, Sumatera, Kalimantan serta Pulau Jawa.
“Jadi itu sangat mungkin terjadi. Jangan sampai kami terusir dari kampung kami sendiri. Kalau memang mau ada investor, jangan serakah, biarkan saja pulau ini sebagaimana asalnya. Kalau mau ada pembangunan, harus dibatasi. Disitulah tugas dari pemerintah daerah,” tuturnya.
Sementara itu, hal yang berbanding terbalik disampaikan oleh mantan Kepala Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Wargasara-Pulau Tunda, Sahroni. Ia mengatakan bahwa investor yang telah masuk ke Pulau Tunda, sudah menyelesaikan permasalahan administrasi, mulai dari perizinan bahkan pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR).
“Perizinan sudah, membuat CSR sudah, sembako. Bahkan saya hari ini sedang berada di kampus Trisakti, mengantarkan putra daerah Pulau Tunda untuk kuliah yang dibiayai investor, belajar di bidang pariwisata,” ujarnya saat dihubungi BANPOS, Kamis (14/9).
Ia pun membantah bahwa para investor yang menanamkan modal di sana, merupakan investor asing. Ia mengaku jika para investor berasal dari Jakarta. “Dari Jakarta, PT-nya saya kurang jelas yah,” tutur Sahroni.
Dirinya mengaku mendukung pelaksanaan investasi di Pulau Tunda, yang berdasarkan penelusuran BANPOS di website Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum dan penuturan warga dilakukan sebuah perusahaan berinisial LGN. Menurutnya, investasi tersebut meningkatkan infrastruktur dari pulau, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat pulau.
“Mudah-mudahan dengan masuknya investor ini bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Contohnya masyarakat sudah ada yang diberikan diklat, ada masyarakat yang dikuliahkan di Trisakti untuk belajar pariwisata, juga pemberian sembako setiap bulannya,” kata Sahroni.
Menurutnya, hubungan antara masyarakat dan investor di sana cukup baik. Hal itu karena sang investor memberikan berbagai hal yang dibutuhkan oleh masyarakat. Selain pengembangan SDM, Sahroni menuturkan jika investor tersebut juga melakukan rehabilitasi bangunan madrasah dan juga menyediakan lapangan pekerjaan.
Sementara berkaitan dengan permasalahan yang disampaikan oleh Rasyid Ridho, Sahroni mengatakan bahwa sebenarnya investor dan pengembang tidaklah mengusir atau melarang masyarakat untuk berenang dan mengambil ikan. Namun, mereka hanya menyarankan kepada warga untuk saling menghargai.
“Karena mereka (pengembang) telah menjaga ekosistem (laut dan pantai) dengan baik, supaya para investor lainnya mau datang ke sana. Kemungkinan seperti itu. Jadi tidak dilarang, melainkan disarankan untuk tidak menarik perhatian para investor terhadap ekosistem yang ada,” jelasnya.
Begitu juga dengan kekhawatiran akan terjadinya peristiwa, seperti di Pulau Rempang. Sahroni menjamin bahwa tidak akan terjadi peristiwa seperti itu, lantaran setiap kegiatan para investor telah diketahui oleh RT, RW hingga Kepala Desa.
“InsyaAllah tidak, karena semua ditempuh melalui musyawarah. Semua diketahui oleh RT, RW hingga Kepala Desa. Bahkan ada tim pembagian sembako. Kalau memang ada yang kurang puas, mungkin pemahamannya belum sampai,” ucapnya.
Berdasarkan keterangan warga lainnya, disebutkan bahwa Sahroni merupakan salah satu ‘agen’ dari para investor, untuk menjadi seorang broker penjualan tanah di Pulau Tunda. Disebutkan bahwa Sahroni bertugas sebagai perantara investor, untuk membujuk masyarakat menjual tanahnya. Sahroni disebut berhasil melakukan tugasnya, karena banyak warga yang akhirnya menjual tanah mereka kepada investor, dengan harga yang cukup murah.
Berlatar belakang sebagai seorang mantan Ketua BPD Wargasara tiga periode dan juga menjabat sebagai Kepala Sekolah SD/SMP Satu Atap di Pulau Tunda, banyak masyarakat yang disebut akhirnya percaya dengan bujukan Sahroni.
Menanggapi hal tersebut, Sahroni mengaku bahwa tidak ada pemaksaan dalam penjualan tanah-tanah di Pulau Tunda kepada para investor. Menurutnya, tanah-tanah yang dijual pun bukan merupakan tanah produktif serta bukan tanah permukiman warga, melainkan lahan mati yang sudah tidak produktif, sehingga pemiliknya lebih memilih untuk menjualnya.
“Tidak ada pemaksaan harus seperti ini, seperti ini. Biasa saja. Kalau dia sepaham harganya, dia jual. Kalau tidak, ya tidak dijual. Variatif (harga tanah yang dia fasilitasi), ada yang Rp70 ribu, ada yang Rp80 ribu. Tergantung kelasnya. Kalau rawa itu murah, ada yang cuma Rp20 ribu, ada yang hingga Rp100 ribu. Tidak ada yang dijual tanah permukiman, saya juga melarangnya,” ungkapnya.
Salah satu warga yang mengaku telah menjual tanahnya kepada investor bernama Slamet. Kepada BANPOS, dia mengatakan bahwa dirinya telah menjual tanah seluas 7 hektare kepada investor, dengan harga per meternya Rp20 ribu.
“Jadi atas dasar musyawarah dengan keluarga, kami jual tanahnya kepada pak Hengki. Alasannya karena sudah tidak produktif, sudah tidak berbuah lagi kelapanya. Daripada tanahnya kering begitu saja. Dijualnya tahun kemarin,” tandasnya.
Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kabupaten Serang, Anas Dwi Satya, mengatakan bahwa dalam pengembangan pariwisata, khususnya melalui campur tangan investor, harus tetap memperhatikan berbagai hal. Salah satunya adalah permasalahan sosial yang berpotensi timbul di masyarakat.
“Kalau timbul masalah, misalnya ada masyarakat yang mungkin merasa tidak bisa bermain di situ atau melakukan pencarian ikan, tentunya itu sangat mungkin dikarenakan masih kurangnya koordinasi yang jelas dari pengembang kepada masyarakat. Maka dalam pelaksanaan investasi itu, harus melibatkan masyarakat, agar tidak timbul kesalahpahaman. Intinya seperti itu,” tandas Anas.(MUF/DZH/ENK)
DEPUTI Direktur PATTIRO Banten, Amin Rohani menyampaikan bahwa fenomena ini menunjukkan adanya kemunduran dalam menjalankan etika politik. Hal ini membuat adanya stigma bahwa politik itu kasar dan kotor seolah terbukti.
“Beberapa akan selalu beralasan tidak ada aturan formal yang dilanggar. Padahal secara etika, tindakan yang dilakukan oleh rekan-rekan yang mencalonkan diri sebagai caleg, namun tetap mendapatkan benefit seperti gaji dan tunjangan dari statusnya saat ini sebenarnya sudah melanggar etika,” ujar Amin.
Hal ini menurutnya akan sedikit memberikan miniatur atau gambaran kecil bagaimana jika para caleg tersebut terpilih. Dengan dalih tidak ada aturan yang dilanggar, akan tetapi secara moral sebenarnya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Dalam konteks perpolitikan masa kini, etika merupakan pedoman bagi para politikus dan penyelenggara negara untuk melakukan hal-hal yang baik dan menjauhi yang buruk. Setidaknya, ranah abu-abu itu jangan sampai disentuh,” terangnya.
Selain itu, Amin juga menyoroti kaderisasi partai yang masih belum maksimal. Hal ini mengakibatkan, banyak caleg yang sebenarnya tidak merintis di sebuah partai, namun karena ketokohan atau pengaruhnya, akhirnya dapat menjadi caleg.
“Saya yakin, baik ASN, honorer, pegawai BUMD/BUMN, TNI/Polri dan komisioner tersebut tidak dikader di partainya. Jadi selama ini partai memang kehilangan fungsi pendidikan politik, dan akhirnya masalah etika dalam politik juga menjadi hilang,” tuding Amin.
Menanggapi hal ini, ia berharap para ASN, honorer dan komisioner atau TNI/Polri aktif yang sudah masuk dalam DCS dapat segera memastikan pengunduran dirinya kepada atasan.
“Atau seminimalnya jika memang proses mundur tersebut membutuhkan waktu lama. Para caleg harus berkomitmen tidak menerima benefit dari anggaran negara maupun daerah,” tandasnya.
Dosen Fakultas Hukum dan Sosial Universitas Mathla’ul Anwar Banten, Eko Supriatno, menyampaikan bahwa Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) telah menerbitkan surat edaran nomor 6 Tahun 2023 yang menegaskan bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ingin mencalonkan diri sebagai bakal calon legislatif (Bacaleg) pada Pemilihan Umum 2024 harus mengundurkan diri sebelum penetapan Daftar Calon Tetap (DCT).
“Dalam surat edaran tersebut, tanggal 1 Oktober 2023 ditetapkan sebagai batas waktu terakhir bagi ASN untuk mengundurkan diri. Bagi ASN yang tidak memenuhi persyaratan ini, mereka akan dinyatakan batal sebagai calon legislatif,” paparnya.
Selain ASN, aturan yang ketat juga berlaku untuk Komisioner Komisi Informasi yang telah masuk Daftar Calon Sementara (DCS). Mereka diwajibkan untuk mengundurkan diri dari jabatan mereka jika mendaftar sebagai calon anggota legislatif (caleg) pada Pemilu 2024, baik di tingkat DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, maupun Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Aturan ini didasarkan pada Pasal 182 huruf k dan Pasal 240 Ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Selain itu, direksi, komisaris, dewan pengawas, serta karyawan BUMN dan BUMD juga harus mengundurkan diri jika maju sebagai caleg, dan mereka tidak diperbolehkan mengkampanyekan peserta pemilu.
“Semua ketentuan ini bertujuan untuk menjaga netralitas birokrasi dan meminimalisir penyalahgunaan jabatan dalam konteks politik. Pemisahan hak politik dari jabatan pejabat Negara ini juga sesuai dengan hukum dan prinsip demokrasi yang lebih besar,” tandasnya. (DHE/PBN)
DALAM persiapan menuju Pemilihan Umum 2024, berbagai permasalahan terkait kualifikasi calon legislatif (caleg) muncul di Banten. Salah satu yang disoroti adalah terkait persyaratan pengunduran diri dari pekerjaan sebelumnya yang harus dipenuhi oleh para caleg.
Diketahui bahwa KPU hanya akan menerima surat keterangan dari lembaga terkait sebagai bukti pengunduran diri, dengan pengecualian yang ada dalam regulasi lembaga tersebut. Hal ini menunjukkan perlunya penegakan aturan yang konsisten dalam mengawasi integritas para caleg di Banten.
Di samping itu, masalah juga muncul terkait pegawai Non PNS yang menjadi caleg di DPRD Kabupaten/Kota dan Provinsi, yang masih menerima gaji dari APBD Banten tahun 2023. Kasus ini memunculkan pertanyaan tentang ketaatan terhadap aturan, mengingat aturan yang mengharuskan pegawai Non PNS yang maju sebagai caleg untuk mengundurkan diri dari statusnya di pemerintahan.
Permasalahan ini menuntut tindakan tegas dalam menegakkan aturan dan pengawasan yang lebih ketat dalam persiapan Pemilihan Umum mendatang.
Terkait fenomena tersebut, Komisioner KPU Kabupaten Serang Idrus mengatakan, perihal bakal calon legislatif yang diharuskan mengundurkan diri dari pekerjaan sebelumnya ketika pencalonan, pihaknya hanya menerima surat keterangan dari lembaga yang bersangkutan
“Itu menyampaikan surat keterangan bahwa memang yang bersangkutan sudah mengundurkan diri dari lembaga. Nanti di pencermatan DCT, itu menyampaikan surat pengunduran dirinya,” katanya.
Dirinya menjelaskan, terkait adanya caleg yang telah ditetapkan pada DCS, itu bisa saja masih aktif karena setiap lembaga memiliki proses yang berbeda-beda.
“Ketika pencalonan, itu tidak mungkin langsung keluar surat pemberhentiannya. Itu di KPU ketentuannya menyampaikan surat keterangan dan tanda terima. Nanti pada saat pencermatan DCT baru kita periksa apakan sudah ada surat pemberhentiannya. Di KPU itu hanya berwenang menerima tanda terima yang dikeluarkan oleh lembaga yang bersangkutan dari bacaleg,” jelasnya.
“Ketika sudah lewat dari batas waktu (pada pencermatan DCS, red) nanti kita sampaikan pada parpolnya. Kita juga menghormati dari lembaga lain,” tambahnya.
Sementara itu diketahui, salah satu Komisioner Komisi Informasi (KI) Provinsi Banten, Lutfi, yang masuk dalam DCS Partai Golkar. Menanggapi hal tersebut, Ketua KI Provinsi Banten, Toni Anwar Mahmud mengatakan bahwa Lutfi telah mengajukan pengunduran diri sebagai anggota KI Banten.
“Pertama surat pengunduran dirinya sudah kita proses ke gubernur. Kedua, secara regulasi, di KI tidak setegas yang lain-lain. Tapi secara mekanisme, kita masih mengoptimalkan kinerja pak Lutfi sebelum adanya surat pemberhentiannya sebagai komisioner,” katanya.
Menurutnya, masih aktifnya Lutfi di KI Banten lantaran surat pengunduran dirinya yang juga sampai saat ini belum ada. Selain itu, juga karena belum adanya pengganti yang mengisi kekosongan di KI Banten Ketika Lutfi sebagai Komisioner hengkang.
“Karena yang menetapkan SK ini gubernur. Maka kita menunggu lahirnya surat keputusan pemberhentian pak Lutfi ini. Kenapa kita optimalkan dulu, karena kita butuh SDM. Melihat SDM komisioner hanya lima. Kedua, kita mau mengajukan PAW juga masih menunggu surat pemberitahuan dari gubernur,” ungkapnya.
Toni menyampaikan bahwa pengajuan berhentinya Lutfi dari komisioner KI Banten telah dilakukan oleh yang bersangkutan pada bulan Agustus lalu.
“Kalau sampai DCT belum keluar keputusannya, Mungkin di DCT dia gagal jadi calon. Jadi kita dialog dengan KPU bahwa tidak akan menjadi DCT jika surat pemberhentian tetap itu tidak lahir. Artinya dia gugur tidak menjadi calon tetap,” tandasnya.
Selain itu diketahui, sejumlah pegawai Non PNS dilingkungan Pemprov Banten terdaftar sebagai calon legislatif (Caleg) di DPRD Kabupaten/Kota dan Provinsi.
Tenaga honorer yang saat ini telah terdaftar di Daftar Calon Sementara (DCS) KPU kabupaten/kota dan provinsi hingga saat ini masih menerima gaji atau honor dari kegiatan APBD Banten tahun 2023.
“Sudah ada di DCS. Ada yang dari PKS, PDIP, Golkar,’ kata sumber di KP3B kepada BANPOS yang meminta identitasnya dirahasiakan, kemarin.
Majunya pegawai Non ASN Pemprov Banten itu pada umumnya dipaksa oleh salah seorang pengurus partai, dengan maksud memperoleh suara pada Pileg 2024 mendatang dan memenuhi jumlah kursi serta kuota perempuan.
“Tapi ada juga pegawai Non ASN yang maju sebagai caleg serius. Ini terbukti dari spanduk yang bertebaran di daerah pemilihannya,” ujarnya.
Padahal, sesuai aturan pegawai Non ASN maju sebagai caleg, harus mengundurkan dari statusnya di pemerintahan, kendati hanya pegawai sukarela.
“Kan mereka dapat semacam gaji dari APBD. Dari APBN pun tidak boleh,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia meminta kepada Pj Gubernur Banten Al Muktabar agar melakukan penelusuran jajaran dibawahnya melalui masing-masing OPD.
“Harus dipertegas. Pak Al Muktabar harus membenahi ini semua. Kalau hal seperti ini sulit ditata, bagaimana persoalan besar yang ada di Provinsi Banten dapat diperbaiki,” ujarnya.
Terpisah, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Pandeglang, menemukan puluhan perangkat desa dan guru masuk yang dalam Daftar Calon Sementara (DCS) bakal calon anggota legislatif (bacaleg) untuk pemilihan umum (Pemilu) 2024 wilayah setempat.
Ketua Divisi Hukum dan Sengketa Bawaslu Kabupaten Pandeglang, Iman Ruhmawan di Pandeglang, Rabu mengatakan temuan tersebut merupakan hasil pencermatan yang dilakukan pasca diumumkannya DCS oleh KPU setempat. Pencermatan sendiri, dilakukan sejak 19 hingga 28 Agustus.
“Hasil pencermatan kita tadi memang ada potensi beberapa anggota BPD aktif yang masih tercatat sebagai DCS. Yang kedua juga ada kepala desa yang tercatat di DCS, kemudian sekdes, dan guru,” katanya.
Atas temuan tersebut, Bawaslu Pandeglang meminta perangkat desa maupun guru yang masuk DCS mengundurkan diri dari jabatan yang dipegang saat ini sebelum penetapan daftar calon tetap atau DCT pada 3 Oktober mendatang.
Namun, Bawaslu Pandeglang masih memperkenankan bekerja sampai nanti diumumkan DCT, sebagaimana yang tertuang dalam peraturan KPU nomor 10 tahun 2023, tentang pencalonan anggota DPR/DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tangerang, juga menemukan keterlibatan unsur TNI/Polri pada pencalonan bakal calon anggota legislatif (bacaleg) di daerah itu untuk pemilihan umum (pemilu) 2024.
Ketua KPU Kabupaten Tangerang Muhammad Umar di Tangerang, mengatakan bahwa temuan indikasi keterlibatan TNI/Polri tersebut saat melakukan verifikasi berkas administrasi daftar calon sementara (DCS).
“Dari hasil verifikasi administrasi kemarin memang ada (keterlibatan unsur TNI/Polri, Red). Namun sudah dilengkapi surat pengunduran dirinya,” katanya.
Ia mengungkapkan, dari hasil penemuannya itu hanya satu bacaleg yang ditemukan dari unsur TNI/Polri aktif. Namun, saat ini bacaleg tersebut telah melengkapi surat pengunduran dirinya sebagai anggota TNI/Polri.
Umar juga mengklaim bila 778 bacaleg Kabupaten Tangerang untuk Pemilu 2024 mendatang sudah tidak bermasalah. Pasalnya, hingga penghujung kelengkapan daftar calon sementara itu, tidak menuai tanggapan dari masyarakat.
Umar mengaku, saat ini tengah melakukan tahap verifikasi daftar calon tetap (DCT). Hal itu mengingat batas kelengkapan bakal calon pada tahap DCS akan berakhir 14 September 2023 mendatang.
Menurut Umar, verifikasi DCT akan dimulai pada 14 September hingga 20 September. Pada tahap ini, partai politik (parpol) peserta Pemilu sudah tidak bisa lagi melakukan pergantian bacalegnya.
“Batas akhir DCS, yakni sampai 14 September. Setelah itu kita lakukan verifikasi sebelum ditetapkan menjadi DCT, kecuali jika ada aturan baru dari KPU RI,” ujar dia.(CR-01/RUS/PBN/ANT)