Kategori: POLITIK

  • Tatu-Pandji Borong Partai, DPP PKS Dukung di Pilkada Kabupaten Serang

    Tatu-Pandji Borong Partai, DPP PKS Dukung di Pilkada Kabupaten Serang

    JAKARTA, BANPOS – Bakal calon bupati dan wakil bupati Serang Ratu Tatu Chasanah-Pandji Tirtayasa (Tatu-Pandji) kembali mendapatkan dukungan partai. Terbaru, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) resmi mengusung Tatu-Pandji di Pilkada Kabupaten Serang.

    Penyerahan rekomendasi dilakukan Ketua DPP PKS Wilayah Daerah Jakarta-Jawa Barat-Banten, Ahmad Syaikhu kepada Tatu di Jakarta, Selasa (2/6).

    Sekadar diketahui, selain DPP PKS, pasangan Tatu-Pandji juga sudah mendapatkan rekomendasi pengusungan dari DPP PDI Perjuangan dan DPP Partai Golkar. Sementara di tingkat daerah, sudah direkomendasi oleh DPD Partai Hanura dan DPC PPP Kabupaten Serang.

    “Alhamdulillah, DPP PKS memutuskan untuk Pilkada Kabupaten Serang, kita memberi amanah kembali kepada Ibu Tatu dan Pak Pandji,” kata Musyrif DPP PKS Wilayah Banten, Budi Prajogo.

    Budi menjelaskan, kemajuan Kabupaten Serang di masa kepemimpinan Tatu-Pandji pada periode pertama menjadi pertimbangan DPP PKS. Terutama keberhasilan dalam meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM) dan indeksi makro kesejahteraan masyarakat.

    “PKS memutuskan, mengamanatkan kembali untuk melanjutkan kepemimpinan di periode kedua,” ujarnya.

    Menurut Budi, dalam amanatnya, Ahmad Syaikhu selaku Ketua DPP PKS mengintruksikan kepada fungsionaris dan kader PKS di Kabupaten Serang untuk segera melakukan proses pemenangan Tatu-Pandji.

    “Dan memastikan, Bu Tatu dan Pak Pandji lolos menjadi Bupati dan Wakil Bupati Serang,” ujarnya.

    Ketua DPD PKS Kabupaten Serang, Mansur Barmawi menyatakan siap menindaklanjuti keputusan DPP PKS. Dimulai dengan melakukan konsolidasi internal dan melakukan gerakan pemenangan.

    “Kita akan sosialisasikan dan mengajak kepada masyarakat Kabupaten Serang agar sama-sama mendukung Bu Tatu dan Pak Pandji untuk melanjutkan pembangunan,” ujarnya.

    Sementara itu, Ratu Tatu Chasanah menyampaikan terima kasih kepada jajaran DPP PKS, DPW PKS Banten, dan DPD PKS Kabupaten Serang.

    “Puji syukur kepada Allah SWT, dan ucapan terima kasih kepada seluruh jajaran pengurus PKS, yang telah memberikan kepercayaan kepada saya dan Pak Pandji untuk maju kembali di Pilkada Kabupaten Serang,” ujarnya.

    Tatu berharap, dengan diberikannya surat keputusan DPP PKS, jajaran pengurus PKS Kabupaten Serang dapat segera melaksanakan konsolidasi partai. “Dan bersama-sama berjuang untuk meraih kemenangan dalam Pilkada Kabupaten Serang,” ujarnya.(MUF/PBN)

  • Eki Kebut Pastikan Pendamping, Dapat Mandat Demokrat

    Eki Kebut Pastikan Pendamping, Dapat Mandat Demokrat

    SERANG, BANPOS – Bakal calon Bupati (Bacabup) Serang asal Partai Demokrat, Eki Baihaki, semakin gencar melakukan komunikasi politik kepada partai politik (Parpol) lainnya, agar dapat mendapatkan perahu untuk maju dalam Pilkada serentak Kabupaten Serang tahun 2020. Hal itu menyusul surat tugas DPP Partai Demokrat yang diterima oleh Eki pada Jumat (29/5), melalui Sekjen di Sekretariat DPP Partai Demokrat.

    “Iya, saya sudah menerima surat tugas langsung dari Sekjen kepada setiap calon, dan Kabupaten Serang diberikan kepada saya,” ujar Eki kepada BANPOS, Minggu (31/5).

    Dalam surat tugas tersebut, disebutkan bahwa Eki sebagai Bacabup Serang, diminta untuk melakukan komunikasi politik kepada Parpol lainnya, untuk memenuhi persyaratan dukungan mencalonkan diri sebagai calon Bupati Serang.

    “Saya juga diminta untuk mencari pendamping, jadi setelah menemukan partai koalisi dan pendamping, baru diajukan kepada DPP kembali, untuk dikeluarkan surat rekomendasi,” jelasnya.

    Sebelumnya, Eki melakukan komunikasi dengan Bappilu Demokrat Banten, DPOKK dan Sekjen Demokrat Banten, sehingga keluar surat tugas tersebut. Secara prioritas, kata Eki, memang Partai Demokrat mengusung kader internal untuk maju dalam Pilkada di semua daerah.

    “Sewaktu menerima surat tugas pun disebutkan seperti itu,” ucapnya.

    Sebelum menerima surat tugas pun, pihaknya telah melakukan komunikasi politik dengan berbagai Parpol. Menurutnya, selama surat rekomendasi dari partai belum turun ke salah satu calon, dianggap boleh Bacabup melakukan komunikasi politik. Dua hari kemarin, ia telah melakukan komunikasi dengan beberapa partai dan juga bersama para bakal calon Bupati Serang.

    “Belum bisa disebutkan kami berkomunikasi dengan siapa saja dan partai apa saja, nanti ada saatnya, jika sudah fiks semuanya, kami akan publikasikan melalui konferensi pers,” tuturnya.(MUF)

  • Ganti Lewat Pemilu

    Ganti Lewat Pemilu

    GRUP WhatsApp yang saya ikuti lagi ramai oleh tayangan video Kapten Ruslan Buton. Statement yang bersangkutan initinya adalah meminta Presiden mundur dari jabatannya.

    Dia, yang mengaku sebagai Panglima Serdadu Eks Trimatra Nusantara, beralasan bahwa saat ini tata kelola negara sulit dicerna. Kebijakan pemerintah dia anggap melukai kepentingan rakyat.

    Selain itu dia memandang ada ancaman atas lepasnya kedaulatan NKRI. Dia anggap negara dalam kondisi amburadul. Lalu menuduh nahwa Presiden tidak memiliki kemampuan.

    Tidak hanya itu. Dia menduga ada bisikan kepentingan, Presiden tersandera kepentingan elit politik. Atas dasar itulah dia meminta agar Presiden mengundurkan diri.

    Lebih jauh dia memandang bahwa Presiden belum memiliki kemampuan, yang menyebabkan kebijakan banyak yang jadi blunder.

    Menurutnya, bila Presiden tidak mundur, akan ada gelombang revolusi rakyat, yang akan memburu para pengkhianat. Pelengseran Orde baru dia jadikan sebagai contoh.

    Kapten, kita ini negara besar dengan demokrasi sebagai model pemerintahan dan telah menjadi kesepakatan bersama para pendiri bangsa.

    Dalam model demokrasi, pemimpin itu dipilih berdasarkan suara terbanyak. Siapa yang lebih banyak dipercaya oleh rakyat, maka dialah yang jadi pemimpin.

    Satu orang satu suara. Suara rakyat sama. Tidak memandang apakah dia pejabat negara ataukah rakyat jelata. One man on vote.

    Bahwa demokrasi itu memiliki kelemahan, itu benar. Diantaranya tidak setiap yang terpilih adalah yang paling mumpuni.

    Sejarah membuktikan, apa kurangnya Amin Rais saat dia maju sebagai calon Presiden? Sebagai tokoh reformasi yang digadang bisa membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.

    Tapi faktanya, rakyat lebih memilih yang lain. Ini menunjukkan bahwa kehendak rakyat mayoritas tidak bisa dikalahkan dengan dalih bahwa calon tertentu lebih berkualitas. Itulah resiko demokrasi.

    Saya kira tidak elok bila hanya karena persoalan yang menurutnya bermasalah, lantas meminta Presiden untuk mundur dari jabatannya.

    Dia hasil pilihan mayoritas lewat Pemilu yang sah. Biarkan Presiden bekerja dengan baik. Rentang lima tahun adalah baginya untuk bekerja mengelola negara.

    Bahwa ada persoalan dalam pengelolaan, ada banyak tersedia saluran dan cara untuk menyampaikan masukan, bahkan kritikan. Bukan malah menyuruh mundur! Cara konstitusional untuk mengakhirinya adalah Pemilu.

    Alih-alih menyuruh mundur diklaim sebagai langkah ksatria, malah bisa bermakna pecundang. Apalagi menyertainya dengan statement bernada ancaman; revolusi rakyat. Orasi itu bisa berubah makna menjadi provokasi.

    Lebih dari setengah penduduk negeri ini yang punya hak pilih memilihnya saat Pemilu lalu. Bila menggunakan ancaman dengan revolusi rakyat, tentu akan berhadapan dengan rakyat lainnya.

    Terakhir, bila menganggap bahwa kinerja pemerintah sekarang berpotensi terhadap perpecahan bangsa, saya kira justeru statement yang bersangkutan yang bisa memantiknya.

    Sabarlah! Masih ada waktu empat tahun ke depan, bila ada niat untuk mengganti pemerintahan. Menggantinya lewat Pemilu. Bukan mengganti dengan cara menyuruh mundur!

    Eh, dengar kabar, hari ini yang bersangkutan dijemput aparat ya? Apakah ini menandakan bahwa rezim dzolim? Terserah anda memaknainya!

  • Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2015

    Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2015

    Undang-Undang 8 / 2015 Banyak di Judicial Review

    ACHMADUDIN rajab dalam jurnal hukum & pembangunan 47 No. 3 (2016) : 196-213 dalam “Tinjauan Hukum Eksistensi Dari Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 Setelah 25 kali Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi Pada Tahun 2015” : UU 8/2015 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU 1/2015), keduanya adalah UU Pilkada yang dijadikan sebagai dasar hukum pelaksanaan Pilkada serentak pada tanggal 9 Desember 2015. UU 8/2015 ini merupakan perubahan dari UU 1/2015 yang lahir dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Perppu 1/2014). Adapun Perppu 1/2014 ini lahir seminggu setelah pada Paripurna tanggal 26 September 2014 disetujui bersama UU Pilkada yang mengatur pemilihan secara tidak langsung yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU 22/2014). Dinamika politik yang terjadi antara pembentukan UU 22/2014, UU 1/2015, hingga UU 8/2015 juga dipisahkan dari dampak Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 97/PUU-XI/2013 yang membawa angin revolusi bagi Pilkada yang dipisahkan dari rezim Pemilu.

    Dalam perkembangannya UU 8/2015 dilengkapi oleh peraturan teknis yang dibuat oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), terkait pencalonan yang seringkali menimbulkan permasalahan KPU menghadirkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota (PKPU 9/2015) dan perubahannya yakni Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 12 Tahun 2015 (PKPU 12/2015).

    Bahkan dalam rangka menyikapi Putusan Nomor 100/PUU-XIII/2015 mengenai pasangan calon tunggal, KPU pun menerbitkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Dengan Satu Pasangan Calon (PKPU 14/2015).

    Sejak UU 8/2015 berlaku telah terdapat 25 gugatan pengujian UU 8/2015 terhadap UUD NRI Tahun 1945 (judicial review) di MK. Tentunya banyaknya pengajuan judical review di MK ini merupakan fenomena yang menarik untuk didalami dan dikaji.
    Tiap perkara tersebut pun memiliki kharakteristik tertentu dan beberapa diantaranya mendapatkan reaksi yang beragam di masyarakat ketika terbitnya putusan tersebut, seperti misalnya dalam putusan dalam Perkara Nomor 33/PUU-XIII/2015 terkait dengan pembatalan norma yang semula membatasi dinasti politik, putusan dalam Perkara Nomor 42/PUU-XIII/2015 yang menghasilkan putusan yang memiliki pemaknaan sedikit berbeda dengan putusan MK sebelumnya yakni Putusan No. 4/PUU-VII/2009, bahkan yang terakhir Perkara Nomor 100/PUU-XIII/2015 yang menjawab mengenai polemik hanya terdapatnya 1 pasangan calon di suatu daerah yang menyelenggarakan Pilkada.

    53 Persen Daerah Melakukan Pemilu Kada Tahun 2015

    Dalam liputan6.com, 17 April 2015 “KPU Resmikan Pelaksanaan Pilkada Serentak 2015” : Komisi Pemilihan Umum (KPU) meresmikan pelaksanaan pemiihan umum kepala daerah (pilkada) secara serentak pada 2015. Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, pilkada serentak ini menjadi penting dan sebagai momen bersejarah bagi Indonesia. “Launching pilkada serentak ini penting bagi kita, karena jadi momentum bangsa kita untuk memilih kepala daerah secara masif yang terorganisir dan terstruktur,” ujar Husni dalam pidato peresmian pilkada serentak di Kantor KPU Pusat, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (17/4/2015).

    Husni mengatakan, Pilkada serentak gelombang pertama akan dilaksanakan pada 9 Desember 2015. Gelombang ini untuk kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memasuki akhir masa jabatan (AMJ) 2015 dan semester pertama 2016. Kemudian gelombang kedua dilakukan pada Februari 2016 untuk AMJ semester kedua tahun 2016 dan seluruh daerah yang AMJ jatuh pada 2017. “Sedangkan gelombang ketiga dilaksanakan pada Juni 2018 untuk yang AMJ tahun 2018 dan AMJ tahun 2019,” ucap Husni.

    Husni menambahkan, model pemilihan serentak ini merupakan yang pertama kali di Indonesia, bahkan di dunia. Indonesia harus dicatat dalam sejarah demokrasi dunia karena tercatat ada 269 daerah terdiri atas 9 provinsi, 36 kota, dan 224 kabupaten yang serentak memilih kepala daerah. Artinya, sekitar 53 persen dari total 537 jumlah provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia akan melaksanakan pilkada serentak gelombang pertama.

    Hal-hal Yang Baru Dalam Pemilihan GBW Tahun 2015
    Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Malik, menyatakan ada banyak hal baru lainnya dalam pilkada serentak kali ini. Mulai dari uraian kegiatan maupun jadwal atau tahapannya. Secara dasar hukum juga ada yang baru. Mulai dari UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, Peraturan KPU dari Nomor 2 sampai Nomor 12, dan Putusan MK Nomor 100/PUU-XII/2015 tentang Pilkada dengan Pasangan Tunggal yang kemudian diatur dalam PKPU Nomor 14.

    Berikut beberapa hal baru dalam pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota tahun 2015 :
    1. Pemilih harus punya KTP Elektronik (e-KTP)
    Surat domisili ataupun KTP manual, tak akan diterima sebagai identitas pemilih. Hanya KTP elektronik (e-KTP) yang diakui sebagai identitas resmi. Menurut Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh, Surat Keterangan Domisili bukanlah kartu identitas diri. Maka, pemegang kartu ini tidak serta merta mempunyai hak pilih.

    2. Hanya satu putaran
    Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1/2015 tentang Perppu 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, pilkada hanya akan berlangsung satu putaran. “Jangan harap ada putaran kedua. Begitu gol (pemungutan suara dan diketahui pemenangnya), pemilihan selesai,” kata Ketua KPU, Husni Kamil Manik, dikutip Viva.co.id.

    3. Bisa satu pasangan calon
    Pilkada kali ini juga dapat dilaksanakan dengan satu pasangan calon, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi No 100/PUU-XII/2015 tentang Pilkada dengan Pasangan Tunggal, yang kemudian diatur dalam Peraturan KPU No 14/2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 08 Tahun 2013 Tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Daerah.

    4. Rekapitulasi suara
    Rekapitulasi hasil penghitungan suara langsung di kecamatan. Panitia Pemungutan Suara (PPS) di desa/kelurahan tidak lagi melakukan rekapitulasi penghitungan suara. “Dari TPS langsung ke kecamatan,” kata anggota KPU, Arief Budiman, dilansir Viva.co.id. Ini sesuai Peraturan KPU No 11/2015 tentang Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat.

    5. Calon sesuai rekomendasi DPP Partai
    Pasangan calon yang maju bertarung ke dalam pilkada serentak, wajib mengantongi rekomendasi DPP (Dewan Pengurus Pusat) Partai yang mengajukannya. Ini untuk menghindari konflik antar pengurus dalam penentuan calon. Terkadang muncul masalah karena DPP merekomendasi calon tertentu, tetapi di tingkat DPD (Dewan Pengurus Daerah) setingkat provinsi, dan DPC (Dewan Pengurus Cabang) setingkat kabupaten/kota, merekomendasikan orang lain. Dasar aturan ini adalah Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No 9/2015 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

    6. Pemantau pemilu boleh menggugat
    Pilkada serentak ini mengizinkan calon tunggal, sehingga pilihannya hanya Setuju atau Tidak Setuju. Tapi calon tak bisa dengan mudah melenggang. Sebab, pemantau pemilu punya hak untuk menggugat. Dasarnya Peraturan MK (PMK) No 4/2015 mengenai penyelesaian sengketa pilkada untuk pasangan calon tunggal. PMK tersebut salah satunya secara detail mengatur soal siapa yang berhak atas legal standing untuk mengajukan gugatan pilkada calon tunggal ke MK. “Yang diberi legal standing atas pertimbangan yuridis, filosofis, dan sosiologis, kita beri akses pada yang setuju atau tidak setuju,” ujar Arief, Senin 26 Oktober 2015, demikian laporan Viva.co.id.

    7. Biaya ditanggung APBD
    Untuk menghelat pemungutan suara ini, biaya ditanggung masing-masing daerah. Presiden Joko Widodo mengatakan dana pilkada serentak yang mencapai Rp7 triliun seluruhnya ditanggung Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD). “Hanya biaya pengamanan dari kepolisian yang sepenuhnya tidak bisa dibiayai oleh APBD,” kata presiden saat memimpin rapat terbatas di Kantor Kepresidenan Jakarta, seperti dikutip Antaranews. Dasarnya, Undang-undang No 8/2015 tentang Pilkada. Biaya yang ditanggung termasuk biaya alat peraga. Akibatnya, ongkos pilkada jadi mahal untuk pemerintah daerah. Kabupaten Jember, Jawa Timur misalnya, mengeluarkan ongkos Rp71,6 miliar. Menurut Titi dari Perludem, perlu ditimbang alat peraga lain agar ongkos pilkada lebih efisien.

    8. Tidak Ada Sanksi Pidana bagi Politik Uang.
    Tentu saja politik uang, seperti menyogok, memberikan imbalan, dan membeli suara, dilarang. Ini tegas disebutkan dalam UU No. 8/2015 yang menjadi dasar bagi Pilkada 2015 ini. Tetapi, berbeda dengan pelanggaran-pelanggaran ketetentuan lain yang ditetapkan sanksi pidananya oleh UU ini, tak ada ketentuan tentang sanksi pagi pelanggaran ketentuan tentang politik uang. Jadi kalaupun ada yang tertangkap basah membagikan uang, menyuap, dan sebagainya, tidak ada ketentuan tentang hukuman bagi para pelaku itu. Peluang yang tersisa untuk menghukum pelaku politik uang addalah pidana dengan KUHP. “Tetapi prosesnya jauh lebih lama, dan tak dibatasi tenggat waktu,” kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokras Perludem, Titi Anggraini.

    Manfaat Pemilihan Kepala Daerah Serentak
    Nike K. Rumokoy dalam Jurnal hukum Unsrat Vol.22 No. 6 ulli 2016 “Pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Setelah Berlakunya UU No. 9 Tahun 2015” : Pada tahun 2014, DPR-RI kembali mengangkat isu krusial terkait pemilihan kepala daerah secara langsung. Sidang Paripurna DRI RI pada tanggal 24 September 2014 memutuskan bahwa Pemilihan Kepala Daerah dikembalikan secara tidak langsung, atau kembali dipilih oleh DPRD. Putusan Pemilihan kepala daerah tidak langsung didukung oleh 226 anggota DPR-RI yang terdiri Fraksi Partai Golkar berjumlah 73 orang, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berjumlah 55 orang, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) berjumlah 44 orang, dan Fraksi Partai Gerindra berjumlah 32 orang. Keputusan ini telah menyebabkan beberapa pihak kecewa. Keputusan ini dinilai sebagai langkah mundur di bidang “pembangunan” demokrasi, sehingga masih dicarikan cara untuk menggagalkan keputusan itu melalui uji materi ke MK.

    Pilkada serentak tahun 2015 ini sempat membuat polemik karena di beberapa wilayah hanya terdapat satu pasang calon kepala daerah, atau calon tunggal. Namun Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk memperbolehkan pemilihan kepala daerah bagi daerah yang hanya memiliki calon tunggal.

    Mahkamah Konstitusi beralasan, jika pilkada ditunda karena kurangnya calon, maka akan menghapus hak konstitusional rakyat untuk memilih dan dipilih. Mahkamah juga menilai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang pilkada juga tidak memberikan jalan keluar seandainya syarat-syarat calon tidak terpenuhi.

    Untuk proses pemilihan kepala daerah calon tunggal, surat suara akan dibuat berbeda. Surat suara khusus ini hanya akan berisi satu pasangan calon kepala daerah, dengan pilihan “Setuju” atau “Tidak Setuju” dibagian bawahnya. Apabila pilihan “Setuju” memperoleh suara terbanyak, maka calon tunggal ditetapkan sebagai kepala daerah yang sah.

    Namun jika pilihan “Tidak Setuju” memperoleh suara terbayak, maka pemilihan ditunda hingga pilkada selanjutnya. Berbagai analis menyatakan bahwa pilkada serentak memiliki manfaat, diantaranya:
    1. Efisiensi anggaran
    2. Efektivitas lembaga pemilihan umum
    3. Sarana menggerakkan kader partai politik secara luas dan gencar.
    4. Mencegah kutu loncat (gagal di satu wilayah, menyeberang ke wilayah lain) seperti Rieke yah Pitaloka (gagal di Jakarta dan Jawa Barat, jadi bakal calon di Depok)8 dan Andre Taulany (gagal di Tangerang Selatan, jadi bakal calon di Depok).

  • Beri Bantuan Beras ke DPRD Banten, Bank BJB Dituding Lakukan Gratifikasi

    Beri Bantuan Beras ke DPRD Banten, Bank BJB Dituding Lakukan Gratifikasi

    SERANG, BANPOS – Bantuan beras yang diberikan Bank BJB melalui Forum Corporate Sosial Responsibility (CSR) Provinsi Banten kembali disoal. Aktivis menilai, bantuan yang diberikan melalui anggota DPRD Banten itu terindikasi sebagai gratifikasi kepada penyelenggara negara.

    Diketahui, Bank BJB memberikan bantuan beras kepada seluruh anggota DPRD Banten, dimana setiap anggota dewan masing-masing menerima dua ton beras.

    Aktivis Pattiro Banten, Angga Andrias mengungkapkan, dalam pemberian bantuan beras tersebut, CSR BJB ada indikasi melakukan gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dalam hal ini Dewan atau DPRD. Jika pun diberikan untuk melakukan pendistribusian ke masyarakat maka CSR BJB juga salah sasaran karena tidak sesuai dengan fungsi dari DPRD.

    “Sesuai SE Mendagri no 440/2622/sj tentang Pembentukan gugus tugas percepatan penanganan coronavirus disease 2019 (covid-19) daerah yakni tugas pendistribusian merupakan tugas pemprov dalam hal ini dilaksanakan oleh gugus tugas dan fungsi DPRD hanyalah fungsi controlling, budgeting, legislasi dalam penanganan pandemi tersebut,” kata Angga dalam rilis yang diterima BANPOS, Kamis (28/5/2020).

    Angga menyebutkan, dalam UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam pasal 12 B menyebutkan bahwa setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

    “Dalam pasal itu disebutkan ketentuannya, yaitu yang nilainya sepuluh juta rupiah atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi. Sedangkan yang nilainya kurang dari sepuluh juta rupiah, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum,” ungkap Angga.

    Angga memaparkan, dalam UU tersebut patut dicurigai pemberian beras oleh CSR BJB ke DPRD merupakan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan denagn kewajiban atau tugasnya masuk ke dalam kegiatan gratifikasi. Jika disimulasikan pemberian beras 2 ton kepada masing-masing dewan yakni 85 orang dengan nilai beras Rp. 10.000 maka asumsinya pemberian bantuan beras kepada DPRD diperkirakan mencapai Rp1,7 miliar.

    Di sisi lain, di tengah pemberian bantuan tersebut ada pengajuan hak interpelasi kepada Pemerintah Provinsi Banten terkait pemindahan Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) dari Bank Banten ke Bank BJB. Sehingga ada konflik kepentingan yang dibuat antara Bank BJB dengan DPRD dalam masalah pengajuan hak interpelasi pemindahan RKUD.

    “Walaupun ada pengembalian Beras ke Forum CSR namun patut disoroti adalah adanya rencana potensi pelanggaran hukum yakni gratifikasi yang akan dilakukan dan kemudian ada penundaan pengajuan hak interpelasi kepada Pemerintah Provinsi oleh salah satu fraksi,” kata Angga.

    Forum CSR bagian dari gugus tugas, lanjut dia, juga lalai dalam menjalankan pelaksanaan penanganan covid-19 dengan membiarkan bantuan CSR BJB masuk ke dalam dewan yang tidak sesuai fungsinya dan bisa diduga disalahgunakan.
    Karena itu, Angga mendorong KPK dalam hal ini Koordinator Wilayah II Koordinasi dan Supervisi dan Pencegahan (Korsupgah) KPK harus tegas mengusut dan menyoroti bantuan tersebut. Karena menurutnya, ada pelanggaran etika dan penuh konflik kepentingan dalam pemberian bantuan tersebut dari CSR BJB ke DPRD.

    “Tidak hanya merekomendasikan mengembalikan bantuan tersebut (bukan disalurkan ke masyarakat) tapi juga masuk menjadi temuan baru yang bisa menjadi bahan evaluasi ke depan,” desaknya.

    Angga juga mendorong DPRD untuk menolak dan melaporkan pemberian beras tersebut ke KPK dalam jangka waktu 30 hari sesuai UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di sisi lain, DPRD tetap tidak menunda dan tetap mengajukan hak interpelasi untuk mencegah konflik kepentingan dari bantuan beras yang diberikan tersebut.

    “DPRD Menjalankan fungsinya sebagai perwakilan masyarakat yakni fungsi budgeting, controlling, legislasi. Dan khususnya menjalankan fungsi controlling dalam pelaksanaan penanganan pandemi covid-19 dengan membentuk pansus pengawasan pelaksanaan penanganan covid-19 di Provinsi Banten,” katanya.

    “Pemprov Banten juga harus transparan dalam pelaksanaan penanganan covid-19 khususnya dalam tranparansi anggaran dan logistik penanganan pandemi covid-19 dan mengendalikan bantuan-bantuan yang telah diperoleh baik dari Forum CSR maupun dari pihak ketiga,” imbuhnya.(ENK)

  • Pemilukada Tahun 2012

    Pemilukada Tahun 2012

    DUA Pasang Calon Independen di Pemilukada DKI
    Pada Tahun 2012 dilaksanakan sebanyak 73 Pemilukada, yang terdiri dari 6 Pemilukada Gubernur/Wakil Gubernur, 50 Pemilukada Bupati/Wakil Bupati, dan 17 Pemilukada Walikota/Wakil Walikota.

    Pada tulisan ini, penulis mengangkat dua pemilukada provinsi yang banyak menjadi perhatian publik di saat berlangsungnya pemilukada Tahun 2012 yaitu Pemilukada Provinsi Aceh dan Provinsi DKI Jakarta.

    Pada Pemilukada tahun 2012 di Provinsi DKI Jakarta muncul Calon independen atau perseorangan dalam pemilihan kursi orang nomor satu di ibukota itu, meski kemudian dimenangkan oleh pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama yang diusung partai politik namun kehadiran calon independen saat itu cukup menarik perhatian.

    Saat Pemilukada tahun 2012, Pemilukada DKI Jakarta diikuti oleh enam pasangan calon masing-masing Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli pasangan calon dari Partai Demokrat, Hendardji Supandji dan Ahmad Riza Patria pasangan calon dari jalur independen, Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama pasangan calon dari PDIP dan Gerindra, Hidayat Nurwahid dan Didik J Rachbini pasangan calon dari PKS dan PAN, Faisal Basri dan Biem Benyamin pasangan calon dari jalur independen dan Alex Noerdin dan Nono Sampono pasangan calon dari Golkar, PPP, dan PDS.

    Riana Afifah dalam Kompas.com, 19 Juli 2012 “Jokowi-Ahok Pemenang Pilkada Putaran Pertama” : Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta, Kamis 19 Juli 2012, menetapkan pasangan nomor urut tiga Joko Widodo-Basuki Tjahaja sebagai pemenang dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2012 putaran pertama.

    Pasangan Jokowi-Ahok memperoleh suara tertinggi di antara lima calon lainnya, Berdasarkan penghitungan suara keseluruhan, pasangan Jokowi-Ahok meraup suara sebanyak 1.847.157 atau sebesar 42,60 persen. Pasangan Foke-Nara di posisi kedua dengan jumlah suara 1.476.648 atau sebesar 34,05 persen. Posisi ketiga ditempati oleh pasangan nomor urut empat yaitu Hidayat-Didik dengan perolehan suara 508.113 atau sebesar 11,72 persen.

    Kemudian posisi pasangan Faisal-Biem ada di posisi keempat dengan perolehan suara 215.935 atau sebesar 4,98 persen. Dua posisi terakhir dihuni oleh pasangan Alex-Nono dengan perolehan suara 202.643 atau sebesar 4,67 persen. Juru kunci dipegang oleh pasangan Hendardji-Riza dengan perolehan suara 85.990 atau sebesar 1,98 persen.

    Dari hasil di atas, maka harus dilakukan putaran kedua karena belum ada pasangan calon gubernur dan wakil gubernur mencapai lebih dari 50% suara sebagaimana ketentuan perundang undangan yaitu pasangan calon No. 3 Joko Widodo – Basuki T. Purnama dan pasangan calon No. 1 Fauzi Bowo – Nachrowi Ramli.

    Kompas.com, 28 September 2012 Penulis Riana Afifah “Jokowi-Basuki Menangi Pilkada DKI Putaran II” : dalam rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara di tingkat provinsi oleh Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta (KPU DKI Jakarta), Jumat 28 September 2012, Jokowi-Basuki meraih 2.472.130 suara pada putaran kedua Pemilukada DKI Jakarta yang berlangsung pada Kamis 20 September 2012.

    Hal ini berarti pasangan nomor urut tiga tersebut menguasai 53,82 persen suara dari 4.592.945 suara sah. Sementara , pasangan nomor urut satu, Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli mengantongi 2.120.815 suara atau 46,18 persen dari jumlah suara sah.

    Partai Lokal Aceh Menangkan Pemilukada

    Pemilukada Aceh 2012 diselenggarakan pada tanggal 9 April 2012 serentak dengan Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Kota di 17 dari 23 kabupaten kota se-Provinsi Aceh. Berbeda dengan Pemilukada lainnya di Indonesia yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum, Pemilukada di Aceh diselenggarakan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh.

    Syarat yang sudah dikenal dalam Pemilukada ini oleh rakyat Aceh, adalah setiap Calon Kepala Daerah mengikuti tes baca Al Qur’an. Daerah yang memiliki jumlah pasangan terbanyak adalah Kota Langsa dengan 13 pasangan (8 perseorangan, 5 Partai Poiltik) dan Kabupaten Aceh Barat, juga 13 pasangan namun berbanding terbalik, yaitu 9 perseorangan, 2 Koalisi Partai, dan 2 Partai Politik.

    Dalam wikipedia.org “Pemilihan umum Gubernur Aceh 2012” : banyak insiden yang terjadi dalam pelaksanaan Pemilukada Aceh. Seperti yang terjadi di Kabupaten Gayo Lues, ditemukan kecurangan dalam penghitungan suara di Kecamatan Terangon, yang mengakibatkan Kantor KIP Gayo Lues dan lima kantor camat setempat yang dibakar oleh massa yang tidak terima dengan hasil Pemilukada di Kabupaten Gayo Lues.

    Hal ini juga terjadi di berbagai daerah di Aceh, tetapi tidak menimbulkan anarkisme yang fatal seperti yang terjadi di Kabupaten Gayo Lues. Selama kampanye Pemilukada Aceh, banyak terjadi intimidasi, penculikan terhadap anggota tim sukses Irwandi Yusuf – Muhyan Yunan, dan masih banyak lainnya. Namun, Pemilukada Aceh berjalan sukses.

    Dalam www.bbc.com berita indonesia 4 Mei 2012 “Meski kecewa, Irwandi Yusuf hormati putusan MK” : “Irwandi Yusuf menghormati putusan MK, walaupun sebenarnya ada sedikit kekecewaan.” Hal tersebut dikatakan kuasa hukum Irwandi Yusuf kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, melalui telepon 4 Mei 2012.

    Irwandi Yusuf melayangkan gugatan terkait Pemilukada Aceh Ke Mahkamah Konstitusi sebagai upaya pendidikan politik. Agar masyarakat Aceh bisa berpolitik secara santun dan beradab, karena pilkada 2012 menurut Iswandi Yusuf penuh teror, intimidasi dan kekerasan.

    Dalam putusan yang dibacakan Jumat 4 Mei 2012, MK menolak pokok permohonan pasangan Irwandi Yusuf-Muhyan Yunan yang menyebut telah terjadi pelanggaran dan kecurangan selama pemilukada Aceh.

    Alasannya, menurut hakim konstitusi yang dipimpin Mahfud MD, pihak pemohon tidak mampu membuktikan adanya pelanggaran dan kecurangan yang disebutkan berlangsung secara sistematis, masif dan terstruktur. “Dan tidak terbukti dilakukan dengan kerja sama sistematis antara pelaku kekerasan dengan termohon (KIP Aceh), pihak terkait, maupun aparat penegak hukum, baik dalam bentuk aktif maupun pasif (pembiaran),” kata hakim konstitusi lainnya, Hamdan Zoelfa.

    Lebih lanjut Hamdan mengatakan, tuduhan Irwandi Yusuf bahwa Partai Aceh memerintahkan upaya intimidasi terhadap calon pemilih juga tidak terbukti.

    Pemilukada Gubernur Aceh Tahun 2012 dimenangkan pasangan Zaini Abdullah-Muzakir Manaf, meraup suara 55,75% yang diusung oleh Partai Aceh, dimana Partai Aceh merupakan partai yang menghimpun bekas pimpinan dan kombatan Gerakan Aceh Merdeka.

    Disusul kemudian pasangan Irwandi Yusuf dan Muhyan Yunan, yang maju dari jalur independen, dengan perolehan suara 29,18%. Muhammad Nazar-Nova Iriansyah yang diusung Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan dan Partai SIRA berada posisi ketiga dengan perolehan suara 7,65 persen.

  • PKS Banten Salurkan Rp3 Miliar Untuk Penanganan Korona

    PKS Banten Salurkan Rp3 Miliar Untuk Penanganan Korona

    SERANG, BANPOS – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah menyalurkan bantuan untuk penanganan Covid-19 senilai Rp68,9 miliar per Selasa (25/5/2020) pukul 09.00 WIB.

    Untuk di Banten, DPW PKS Banten menyumbang sebesar Rp3,09 miliar. Sumbangan tersebut berasal dari potongan gaji para anggota DPRD, sumbangan kader serta simpatisan.

    “Sudah disalurkan dalam bentuk hazmart, APD, masker, handsanitizer, penyemprotan disinfektan dan sembako,” ujar Ketua DPW PKS Banten, Sanuji Pentamarta, Kamis (28/5).

    Ia berharap, dengan adanya bantuan ini, maka masyarakat dapat bertahan dalam kondisi pandemi Covid-19.

    “Insyaallah kita masih lanjut penggalangan dana. Semoga Covid-19 ini bisa segera selesai dan semoga pemerintah dapat lebih peduli terhadap kondisi masyarakat saat ini,” ungkapnya.

    Sebelumnya diberitakan RMCO.id, Ketua Gerakan Nasional Tanggap Bencana (Genta) PKS Naharus Surur menyebutkan, nilai bantuan yang diberikan oleh struktur PKS di seluruh provinsi dan struktur PKS di luar negeri akan terus bertambah mengingat penanganan Pandemi Covid 19 belum usai.

    Menurutnya, menghadapi Covid-19 ini seperti lari maraton, perlu energi lama sehingga kita harus pintar-pintar mengatur energi. Ia mengklaim, komitmen PKS akan terus terjun memberikan bantuan hingga pandemi ini selesai.

    “Bukan hanya berwujud materiil tetapi spirituil, juga bantuan tenaga yang libatkan relawan-relawan PKS, juga advokasi melalui kebijakan dan keberpihakan kepada seluruh kelompok masyarakat korban covid-19,” ungkap Naharus dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (26/5).

    Sekalipun dari sisi jumlah, itu belum dapat mengatasi masalah terkait covid-19, tapi Naharus berharap semoga itu dapat membantu meringankan beban, dan menyemangati warga serta pihak lain untuk membantu, juga untuk membantu Pemerintah melaksanakan kewajibannya kepada Rakyat Indonesia.

    “Kalau ukurannya sekedar jumlah tentu banyak elemen lain yang jauh lebih banyak. Kita ingin hadirkan energi kebersamaan. Donasi yang dikumpulkan olh kader-kader PKS dari tingkat pusat hingga tingkat ranting, membuktikan bahwa Partai tetap ada untuk bela kepentingan rakyat, bahkan di luar waktu Pilkada/Pileg/Pilpres. Apalagi Indonesia lagi terkena darurat kesehatan,” katanya.

    Dikatakan, kurva di Indonesia masih tinggi dan status Pandemi serta Bencana Nasional masih berlaku. Untuk itu dia mengingatkan, jangan pernah lelah berbuat baik untuk bangsa ini.

    “Kalau kita bergotong royong dan bareng-bareng Insyaallah bisa berkontribusi,” ungkap Naharus.(MUF/PBN)

  • Menghangat, Forum PAC PPP Dukung Maman Suherman Dampingi Ratu Ati di Pilkada Cilegon

    Menghangat, Forum PAC PPP Dukung Maman Suherman Dampingi Ratu Ati di Pilkada Cilegon

    CILEGON, BANPOS – Jelang Pilkada Kota Cilegon bakal calon walikota dan wakil walikota terus bermunculan. Kader PPP Cilegon secara terang terangan mendukung Maman Suherman, Sekretaris DPC PPP Cilegon untuk dipasangkan dengan Ratu Ati Marliati.

    Adalah Forum PAC PPP Kota Cilegon yg mendukung kader internal Maman Suherman untuk berpasangan dengan Ratu Ati.

    “Aspirasi dukungan dari Forum PAC PPP Cilegon untuk Maman Suherman sebagai kader terbaik partai berlambang Ka’bah telah kami sampaikan kepada Bu Ati. Harapan kami Bu Ati berkenan meminang kader terbaik dari PPP,” ujar Koordinator PAC PPP Cilegon, Hendra Wijaya, Rabu (27/5).

    Hendra menjelaskan dukungan kepada Maman Suherman sesuai dengan instruksi DPP PPP bahwa partai wajib mengutamakan kader internal, sebagaimana disampaikan Ketua DPW PPP Banten, Agus Setiawan saat Mukercab di Cilegon pada Desember 2019.

    Hendra mengungkapkan instruksi tersebut agar pada Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Cilegon 2020 mendatang, DPC PPP Kota Cilegon harus memprioritaskan mengusung calon internal dan tidak perlu membuka penjaringan untuk eksternal.

    “Nah pada Mukercab itu muncul dua nama yakni Syhabudin Sibly dan Maman Suherman. Saat ini Forum PAC sudah bulat mendukung Maman Suherman sebagai wakil untuk berpasangan dengan Bu Ati,” Terang Hendra.

    Dukungan yang sama kepada Maman Suherman disampaikan pengurus DPC PPP Cilegon, M Subhan.

    Ia menyatakan, pilihan dukungan kepada Maman Suherman sudah melalui kajian yang matang, dimana sosok Maman merupakan pengurus PPP yang sudah teruji baik untuk kebesaran partai dan peduli dengan masyarakat.

    “Beliau itu (Maman Suherman,red) adalah tokoh yang cocok untuk mendampingi Bu Ati. Dia pekerja keras dan loyal terhadap segala hal, baik di partai maupun kepada masyarakat,” ucap Subhan.

    Sementara itu, Maman Suherman yang dihubungi BANPOS berterimakasih atas kepercayaan rekan PAC PPP Cilegon yang telah mempercayakan kepada dirinya untuk maju pada pilkada mendatang dengan mendampingi Ratu Ati Marliati.

    Namun demikian, ia serahkan semua keputusan kepada Golkar dan Ratu Ati untuk menetapkan siapa calon pasangannya.

    “Secara pribadi saya apresiasi atas dukungan PAC kepada saya. Namun saya serahkan semua hal ini kepada Partai Golkar dan beliau (Ratu Ati,red) untuk menetapkan pilihan wakilnya yang terbaik.(BAR/PBN)

  • Pemilukada Tahun 2011

    Pemilukada Tahun 2011

    115 Daerah Dijadwalkan Pemilukada, 27 Daerah Tertunda
    Hasil Rapat Dengar Pendapat komisi II DPR RI dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Senin, 20 Februari 2012.

    Acara : Membahas Evaluasi Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2011 dan Persiapan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2012.

    KPU RI menyampaikan : Pemilukada 2011 dijadwalkan dilaksanakan di 115 daerah yang akan melakukan pemungutan suara, dan yang terlaksana hanya 87 daerah, 27 daerah ditunda di 2012, dan 1 daerah yang belum sama sekali dilaksanakan. Dari 87 daerah yang melaksanakan pemilukada tahun 2011, hingga Januari 2012 (berdasarkan laporan yang masuk ke KPU), bahwa baru 50 daerah dari 87 daerah yang melaksanakan pemilukada tahun 2011.

    Dari hasil pemilihan, pasangan calon terpilih semuanya merupakan pasangan calon yang diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik, dan untuk pasangan calon perseorangan masih belum memperoleh dukungan yang signifikan dari masyarakat.

    Partai-partai pengusung calon pasangan terpilih dari 50 daerah yang melaksanakan pemilihan kepala daerah tahun 2011, merupakan gabungan beberapa partai politik dan bervariasi bahkan dalam satu provinsi koalisinya tidak sama, hanya ada dua daerah yang pemenang pemilukadanya diusung oleh satu parpol.

    Penyelesaian Pelanggaran pemilukada : Penyelesaian melalui Mahkamah Konstitusi, berdasarkan data Mahkamah Konstitusi (per Desember 2011), terdapat 125 permohonan yang teregistrasi di Mahkamah Konstitusi.

    Yang dikabul oleh MK sebanyak 10 (sepuluh) permohonan (8%) yang terdiri atas 7 (tujuh) permohonan dikabulkan sebagian (5,60%) dan 3 (tiga) permohonan dikabulkan seluruhnya (2,40%), 2 (dua) permohonan ditarik kembali oleh pemohonnya (1,60%), 80 permohonan ditolak seluruhnya (64%), 26 permohonan tidka diterima (20,80%), 1 (satu) permohonan gugur (0,80%), 5 (lima) putusan sela (4%) dan 1 (satu) ketetapan (0,80%).

    Penyelesaian oleh KPU sesuai Peraturan KPU Nomor 31 Tahun 2008 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu, dengan sanksi peringatan lisan, peringatan tertulis, pemberhentian sementara dan pemberhentian, dengan terlebih dahulu dilakukan proses klarifikasi dan verifikasi oleh Dewan Kehormatan.

    Tiga Pemilukada Harus Lakukan Pemungutan Suara Ulang
    Berdasarkan hasil rapat kerja Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri yang dipimpin Ketua Komisi II DPR RI Agun Gunandjar Sudarsa, Senin 24 September 2012 : Pada Tahun 2011, sebanyak 87 Daerah melaksanakan Pemilukada, yakni 5 Pemilukada Gubernur/Wakil Gubernur, 71 Pemilukada Bupati/Wakil Bupati, serta 11 Pemilukada Walikota/Wakil Walikota.

    Dari 87 daerah yang melaksanakan Pemilukada pada Tahun 2011, dapat diperinci sebagai berikut:

    1. Delapan puluh dua Pemilukada berjalan lancar dan Kepala Daerahnya telah dilantik;

    2. Dua Pemilukada Kabupaten yang harus melaksanakan Pemilukada Putaran Kedua pada Tahun 2012, yakni Pemilukada Kabupaten Dogiyai (Papua) dan Pemilukada Kabupaten Bengkulu Utara (Bengkulu); dan

    3. Tiga Pemilukada Kabupaten yang berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi harus melaksanakan Pemungutan Suara Ulang pada Tahun 2012, yakni Pemilukada Kabupaten Pati (Jawa tengah), Pemilukada Kabupaten Buton (Sulawesi Tenggara) dan Pemilukada Kabupaten Yapen (Papua).

    Dalam pelaksanaan Pemilukada Tahun 2011, terdapat 78 Pemilukada yang digugat ke Mahkamah Konstitusi, dengan 131 registrasi perkara, dengan hasil sebagai berikut: (1) Tiga belas perkara dikabulkan, (2) Delapan puluh tujuh perkara di tolak, (3) Dua puluh sembilan perkara tidak diterima dan (4) dua perkara ditarik kembali.

    Berdasarkan data penyelenggaraan Pemilukada Tahun 2011 yang ditemukan oleh Bawaslu, terdapat 1.718 pelanggaran Pemilukada selama Tahun 2011, dengan rincian: (1) 781 kasus atau 45 % tidak ditindaklanjuti, (2) 937 kasus atau 55 % tidak ditindaklanjuti, yang terdiri dari : (a) 372 kasus pelanggaran pidana, (b) 365 kasus pelanggaran administratif dan (c) 200 kasus lainya.

    Bawaslu Temukan 1.718 Pelanggaran
    Dalam Kompas.com 20 Desember 2012 Ary Wibowo menulis : Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sepanjang 2011 menerima 1.718 laporan pelanggaran dalam pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada). Laporan itu dicatat oleh Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) dari data pelanggaran yang diberikan oleh 58 Kabupaten atau kota di Indonesia.

    Koordinator Divisi Hukum dan Penanganan Pelanggaran Bawaslu Wirdyaningsih, dalam jumpa pers “Evaluasi Pengawasan Pemilu Kada di Indonesia 2011”, di Kantor Bawaslu, Jakarta, Selasa, 20 Desember 2011, mengatakan : laporan itu tidak semua dapat ditindaklanjuti, karena beberapa tidak cukup bukti untuk dinyatakan sebagai pelanggaran.

    Dari 1.718 laporan itu, 781 laporan tidak diteruskan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Kepolisian karena tidak ditemukan bukti yang cukup. sebanyak 565 laporan diteruskan ke KPU karena memenuhi unsur pelanggaran administrasi. Dari 565 tersebut pelanggaran paling besar adalah pelanggaran kampanye (296 laporan), Pemuktakahiran data pemilih (103 laporan), pemungutan suara dan rekap (95 laporan), pra-kampanye (42 laporan), dan masa tenang (29 laporan). “Dan berdasarkan data yang dihimpun Bawaslu, dari 565 kasus pelanggaran administrasi yang diteruskan KPU yaitu sebanyak 313 laporan, sementara 252 laporan lainnya tidak ditindaklanjuti oleh KPU dengan beberapa alasan.

    Dari 1.718 laporan itu, 998 diantaranya dikategorikan sebagai laporan tindak pidana. Dari total 998 pelanggaran tersebut, sebanyak 372 laporan kemudian diteruskan ke kepolisian karena memenuhi unsur tindak pidana. Kemudian, dari 372 pelanggaran tersebut, yang oleh kepolisian diteruskan kejaksaan sejumlah 16 pelanggaran.(*)

  • PPP Merapat ke Koalisi PAN-Demokrat?

    PPP Merapat ke Koalisi PAN-Demokrat?

    SERANG, BANPOS – Dinamika Pilkada Kabupaten Serang terasa masih cair. Hal ini terlihat dari adanya perwakilan PPP dalam pertemuan penjajakan koalisi antara Partai Demokrat dengan PAN.

    Diketahui sebelumnya, PPP Kabupaten Serang memberikan surat rekomendasi kepada petahana Ratu Tatu Chasanah. Sedangkan Partai Demokrat mengajukan Eki Baehaki dan PAN mengajukan Masrori sebagai penantang petahana.

    Ketua DPC PPP Kabupaten Serang, Heri Azhari menyampaikan bahwa pihaknya masih menunggu keputusan DPP PPP.

    Meski demikian, ia menegaskan akan turut serta dalam koalisi, jika DPP PPP menetapkan pasangan yang akan diusung oleh koalisi tersebut.

    “Kami sedang menunggu keputusan DPP PPP. InsyaAllah PPP Kabupaten Serang, akan ikut dalam koalisi ini, bila DPP PPP nanti menetapkan pasangan yang diusung dalam koalisi ini,” ujarnya.

    Hadir dalam pertemuan tersebut, tiga Ketua DPC dan DPD partai yang akan membangun koalisi. Diantaranya, Heri Azhari Ketua DPC PPP Kabupaten Serang, Wahyu Megahita Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten serang, Jaynudin Ketua DPD PAN Kab Serang, dan Masrori Ketua DPW PAN Banten. (MUF)