SERANG, BANPOS – Pemasangan CCTV oleh Polda Banten di kantor Bawaslu, disindir oleh akademisi Universitas Serang Raya, Fikri Habibi. Ia heran mengapa polisi mengawasi Bawaslu yang merupakan pengawas dalam kontestasi pemilu.
Hal itu disampaikan olehnya pada saat menjadi pemateri pada kegiatan sosialisasi partisipatif yang digelar oleh Bawaslu Kota Serang, yang melibatkan 7 organisasi kemahasiswaan pada Rabu (15/11). Kegiatan itu juga berfokus pada isu netralitas ASN dalam gelaran 5 tahunan tersebut.
“Kemarin merebak pemberitaan soal pemasangan CCTV di kantor Bawaslu oleh aparat penegak hukum. Pengawas kok malah diawasi,” ujarnya.
Sementara terkait dengan netralitas ASN, Fikri menjelaskan bahwa hal itu menjadi salah satu isu konflik dan pelanggaran yang mungkin muncul pada Pemilu 2024.
“Soal ASN, yang lebih parahnya, sekarang mereka membuka diri terhadap politisasi yang dilakukan oleh kandidat,” tutur dia.
Dosen Universitas Esa Unggul, Surya Muhammad Nur, yang juga menjadi pemateri dalam kegiatan tersebut menganalisa bahwa ASN masih dipercaya sebagai pendulang suara yang efektif.
Karena itu, langkah Menpan RB untuk memperketat regulasi perlu diapresiasi. “Salah satunya pengaturan tentang pose berfoto bagi para ASN,” ucapnya.
Aktivis GMNI Serang, Ibnu, pada sesi dialog mempertanyakan kebijakan soal lembaga pendidikan yang diperbolehkan menjadi tempat kampanye.
Ia menyampaikan, pada bagian lain, ASN dilarang ikut kampanye. Tapi sisi lain, lembaga pendidikan boleh jadi tempat kampanye.
“Bagaimana memastikan ASN yang ada di kampus itu tidak terlibat kampanye, misalkan,” tanya Ibnu.
Ketua Bawaslu Kota Serang, Agus Aan Hermawan, mengatakan bahwa sepanjang tahun 2023 ini, sudah ada tiga ASN di lingkungan Pemkot Serang yang telah dinyatakan melanggar netralitas.
“Satu orang pada tahapan pencalonan, dua lagi pada tahapan sosialisasi kampanye,” ungkapnya.
Divisi Penanganan Pelanggaran, Data dan Informasi Bawaslu Kota Serang, Fierly Murdlyat Mabrurri, menyampaikan bahwa berdasarkan pasal 280 ayat 2 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, ada 11 profesi yang dilarang ikut serta dalam kegiatan kampanye.
Dalam pasal 494 UU 7/2017, dari 11 profesi dimaksud, 6 di antaranya akan berbuah ancaman pidana pemilu jika mereka bertindak sebagai pelaksana dan tim kampanye.
“Mereka adalah ASN, TNI, Polri, kepala desa, perangkat desa, dan Badan Permusyawaratan Desa. Pidananya satu tahun penjara dan denda Rp12 juta,” tandasnya. (MUF/DZH)