Kategori: VOX POPULI

  • Kasus Vina, Kita Butuh dr. Baek Beom!

    Kasus Vina, Kita Butuh dr. Baek Beom!

    Oleh: Diebaj Ghuroofie Dzhillilhub, Wartawan Banten Pos

    SIAPA yang tidak tahu kasus Vina Cirebon? Rasanya, siapapun yang punya media sosial maupun televisi, sudah pasti tahu tentang kasus yang terjadi pada tahun 2016 lalu itu.

    Kasus yang divonisnya sebagai pembunuhan berencana plus pemerkosaan itu, saat ini memasuki babak baru, setelah 6 terpidana kasus tersebut melakukan Peninjauan Kembali (PK) atas vonis penjara mereka yang seumur hidup.

    Sebelum 6 terpidana, satu orang terpidana lainnya yang telah bebas yakni Saka Tatal, sudah terlebih dahulu melakukan PK. Saka didampingi oleh Farhat Abbas dan timnya, dalam melakukan PK itu.

    Sebagai orang yang mengikuti persidangan PK Saka Tatal dan para terpidana lainnya, ada hal menarik yang akhirnya mengingatkan saya pada Drama Korea berjudul ‘Partner in Justice’.

    Drama itu menceritakan tentang Baek Beom, seorang dokter forensik di Badan Forensik Nasional (BFN) Korea Selatan. Baek Beom bisa dibilang, dokter forensik paling hebat di cerita tersebut.

    Apa yang membuat saya akhirnya mengingat drama tersebut? Yakni soal hasil visum et repertum korban Vina dan Eki. Hasil visum itu beberapa kali sempat diperdebatkan dalam persidangan. Baik itu soal pendarahan yang terjadi pada Vina, maupun luka-luka lainnya.

    Dalam satu momen persidangan PK Saka Tatal, tim kuasa hukum pemohon menghadirkan ahli yakni Budi Suhendar, seorang dokter foreksik. Dia menunjukkan keahliannya sebagai seorang dokter forensik, bahkan hingga memberikan analisis berdasarkan bukti foto.

    Budi mengintepretasikan sejumlah luka itu dari foto, dan meyakini bahwa luka-luka itu merupakan luka ‘lecet-geser’. Hasil analisisnya mengarah pada kesimpulan jika luka itu bukanlah luka akibat pukulan, karena luka pukulan (yang juga ia contohkan dalam persidangan), tidak akan lecet-geser seperti itu.

    Lalu, dalam visum et repertum kedua hasil ekshumasi, didapati di dalam tubuh Vina, sperma seseorang. Mengapa saya tulis seseorang? Karena memang tidak diketahui, sperma siapa itu. Temuan sperma tersebut yang menjadikan munculnya tuntutan soal pemerkosaan.

    Selama menonton persidangan, maka saya membayangkan bagaimana jika Baek Beom yang melakukan visum. Ia pasti sudah melakukan sejumlah langkah dalam penentuan kematiannya.

    Pertama, ia akan melihat sperma siapa yang ada di sana. Kedua, ia akan melihat apakah luka-luka yang ada, itu luka akibat penganiayaan atau bukan. Atau bahkan jika ia baru bisa melakukan visum saat ini, ia tetap bisa melakukannya, sebagaimana ia memvisum ‘mumi’ pada musim 1 episode 6.

    Tapi ya, itu hanya drama. Meskipun potensi kasus ini pun hanya sekadar drama, juga ada. Intinya, kenapa sih gak saintifik amat ini penyelidikan kasusnya sejak awal? Huft. (*)

  • Kartu Truf, Para Pelanduk

    Kartu Truf, Para Pelanduk

    JAKARTA, BANPOS – Beberapa ketua umum parpol tidak bebas menentukan pilihan. Karena, “kartu truf” mereka dipegang pihak tertentu. Akibatnya, para ketum tersebut tak bebas menentukan pilihannya.

    Pernyataan Hasto ini terkait dengan terpilihnya Gibran sebagai cawapres Prabowo.

    Pernyataan mengejutkan tersebut disampaikan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. Hasto mengaku mendengar soal “kartu truf” tersebut dari ketua umum parpol.

    “Kartu truf” hanya salah satu dari “peluru” yang ditembakkan PDIP. Banyak peluru lainnya yang sudah ditembakkan yang kian memanaskan suhu politik. Kartu truf adalah kartu yang sangat penting, yang bisa menentukan menang atau kalah.

    Seperti satu napas, bakal calon wakil presiden Mahfud MD, juga mengatakan hal senada saat diwawancarai CNN Indonesia yang ditayangkan Selasa (31/10).

    Mengembalikan citra hukum di negeri ini, kata Mahfud, cukup sulit. Karena, salah satu syaratnya membutuhkan kepemimpinan yang bersih, tidak kolutif, berani, serta tidak tersandera.

    Apakah pernyataan itu menyiratkan adanya pemimpin yang tersandera kasus korupsi? Apakah ada pemimpin yang tidak bebas menentukan pilihan karena ada kepentingan untuk menyelamatkan diri? Apakah “kartu truf” itu ada di semua parpol dan pimpinan parpol?

    Setahun lalu, ada istilah menarik yang menduga adanya politisi yang menjadi “pasien rawat jalan lembaga hukum seperti KPK dan Kejaksaan Agung”.

    Apakah istilah ini memiliki benang merah dengan pernyataan Hasto dan Mahfud? Jawabannya tentu tidak sederhana. Seperti biasa, ada pro kontra. Ada yang mengatakan iya, ada yang mengatakan tidak. Beberapa petinggi parpol juga sudah membantah pernyataan Hasto.

    Bagi rakyat, harapannya sederhana saja: bangsa ini tidak dibangun di atas fondasi yang keropos dan lemah. Tidak dibangun sembari “bermain kartu”. Tidak pula dibangun segelintir elite yang saling kunci serta saling sandera yang dilatari kasus-kasus korupsi.

    Kalau ini terjadi, maka bangsa ini akan berjalan di atas haluan kepentingan yang sangat personal. Hitam putihnya bangsa ini hanya ditentukan segelintir orang yang saling menyadera dengan kepentingan pribadi masing-masing. Bukan untuk kepentingan rakyat.

    Kita berharap, bangsa ini membangun budaya serta rel peradaban politik yang baik dan luhur. Bukan karena permainan kartu atau kepentingan segelintir elite.

    Karena, dengan mata air peradaban politik yang baik, maka kejernihan akan mengalir sampai ke jantung pemerintahan. Akan menyirami sendi-sendi kehidupan rakyat.

    Dengan demikian, akan lahir kebijakan-kebijakan yang pro rakyat. Bukan kebijakan dangkal yang mengatasnamakan rakyat, tapi sesungguhnya menopang kepentingan segelintir orang.

    Karena itu, penting untuk mengingat kembali: kalau “gajah bertarung melawan gajah, maka pelanduk mati di tengah-tengah”.

    Ini perlu dihindari dan dicegah. Jangan sampai terjadi. Akan sangat berbahaya dan mengkhawatirkan. Apalagi “para pelanduk” tak punya kartu truf.

    Rakyat hanya punya harapan. Kepada para pemimpin yang memikirkan rakyat, bangsa dan negara. Bukan yang bermain kartu.(RMID).

    Berita Ini Telah Tayang di RMID https://rm.id/baca-berita/vox-populi/195179/kartu-truf-para-pelanduk/2.

  • Adem dari Luar, Busuk di Dalam, Rusak di Atas

    Adem dari Luar, Busuk di Dalam, Rusak di Atas

    SERANG, BANPOS – KEMARIN, sekitar pukul 15.00 WIB, cuaca di Kota Serang cukup panas. Rasanya rebahan di ruangan ber-AC menjadi hal yang sangat mengasyikan kala itu. Kebetulan saat itu, saya tengah berada di depan ruangan ber-AC. Sayangnya, kunci untuk masuk ke dalam ruangan itu belum ada, jadi keinginan untuk ngadem di dalam sana harus tertunda, sampai kunci ruangan itu datang.

    Sembari menunggu, saya pun menyantap makanan yang memang sudah dibekali dari rumah doi. Isinya telur ceplok ditambah sambal kacang, tapi tidak pedas. Memang saya ini keturunan sunda yang kurang suka dengan makanan pedas, bikin mules.

    Selang 15 menit berlalu, makanan pun habis saya lahap. Tepat selesai makan, kunci untuk membuka ruangan ber-AC itu pun datang. Alhamdulillah, habis makan langsung ngadem di ruangan ber-AC, enak banget pasti. Pikir saya kala itu.

    Namun alangkah kecewanya saya, ketika membuka ruangan ber-AC itu, ternyata ruangan itu diselubungi oleh aroma busuk. Pertama mencium, saya curiga bahwa aroma busuk itu datang dari bangkai binatang, antara cicak, tikus, atau biawak. Memang di tempat itu, masih banyak biawaknya.

    Meskipun baru menyantap makanan, saya bertekad menemukan sumber aroma busuk itu. Berbagai barang yang ada di ruangan itu, saya geser-geser, guna mencari terduga bangkai. Bagian lantai saya sisir sekitar 10 menit, dan tidak ada sosok bangkai yang menimbulkan bau busuk.

    Saya pun beralih untuk menyisir bagian tembok ruangan, yang memang terdapat banyak barang yang berpotensi ‘nyelip’ jasad bangkai. Dicari selama 10 menit, tetap tidak ditemukan. Berpikir bahwa itu hanyalah bau busuk ‘biasa’, saya pun mencoba menyemprotkan pengharum ruangan. Tapi ternyata tidak mempan.

    Sudah 20 menit totalnya, saya berada di ruangan beraroma busuk itu. Anehnya, bau itu lama-lama tidak terlalu terasa oleh saya, meskipun awalnya sangat menusuk hidung. Kata salah satu teman yang juga ada di lokasi, hidung saya sudah menyesuaikan diri dengan bau busuk itu. Masuk akal sih.

    Karena hampir setengah jam tidak berhasil menemukan sumber bau busuk itu, akhirnya saya menyerah dan meminta bantuan teman saya, untuk mencari dimana lokasi sang bangkai itu.

    Sekitar 10 menit berselang, datanglah teman saya itu. Berbincang sebentar, saya dan teman saya pun masuk lagi ke dalam ruangan untuk kembali mencari lokasi bangkai berbau busuk itu. Namun kagetnya saya, ternyata hidung saya kembali resisten terhadap bau busuk. Hanya beberapa detik di dalam sana, sudah membuat kepala saya pusing. Ternyata 10 menit di luar ruangan busuk itu, cukup untuk menormalkan kembali penciuman saya.

    Dengan ilmu di luar nalarnya, teman saya akhirnya berhasil mengetahui dimana letak sumber bau bangkai itu. Ternyata, bangkai tersebut yang merupakan tikus, berada di atas plafon ruangan. Pantas saja meskipun hanya satu bangkai, bisa menyebarkan bau busuk merata ke seluruh ruangan. Posisinya yang berada di atas sangat strategis untuk menyebarkan kebusukan, sehingga upaya penyelesaian bau busuk yang dilakukan di bawah, jadi enggak efektif deh. (*)

  • Lintah Darat Diperwakilan Masyarakat Antah Berantah

    Lintah Darat Diperwakilan Masyarakat Antah Berantah

    SERANG, BANPOS – Disuatu perkumpulan masyarakat di negeri antah berantah, berkembang dengan subur dan pesat lintah darat alias rentenir.

    Rentenir di tempat itu tumbuh dengan sangat baik. Saking pesatnya, rentenir itu berjaya. Sasarannya, pegawai rendahan sampai atasan, pelaku usaha bahkan sampai kelompok perwakilan masyarakat di negeri tersebut.

    Umumnya, kelompok perwakilan masyarakat menggunakan jasa lintah darat, ketika ada perkumpulan atau yang dikemas dalam kegiatan bertemu masyarakat.

    Kelompok perwakilan masyarakat yang memakai jasa rentenir, bahkan sampai rela harus mengeluarkan borok atau bunga sebesar 30 persen.

    Mereka mengaku kalau pinjaman ke rentenir prosesnya tidak sulit, dan ribet. Hanya jaminan selembar surat kejelasan kegiatan, maka uangnya langsung cair, dikirim melalui rekening istilahnya ‘Daripada susah mencari pinjaman ke luar, terpaksa pinjam uang ke rentenir.

    Keterpaksaan pinjaman dengan borok besar itu terpaksa dilakoni, lantaran kelompok perwakilan masyarakat telah mengikat perjanjian berupa program bertemu rakyat di negeri antah berantah.

    Tak hanya satu dua, hampir 50 persen kelompok perwakilan masyarakat terlibat rentenir. Dan ternyata, di negeri tetangga juga banyak praktik kelompok perwakilan masyarakat dengan lintah darat.

    Namun, seiring dengan aturan baru yang sudah dikeluarkan oleh pusat negeri antah berantah, sepertinya rentenir akan tumbang atau berkurang jumlahnya.

    Setidaknya, dengan pemberlakuan aturan terbaru dari pusat negeri, ruang gerak lintah darat, tidak leluasa lagi. Lantaran target dan sasarannya sudah tidak lagi kepada kelompok perwakilan masyarakat.

    Gelagat aturan baru tersebut, rupanya tidak membuat rentenir di negeri antah berantah hilang semangat. Para rentenir masih melihat peluang baru atau akan menyasar ke kalangan pegawai rendahan sampai pengusaha.

    Mereka, para rentenir akan membidik kalangan pelaku usaha dan pegawai, walaupun borok yang diterima tidak besar.

    Penarifan besaran borok ke pengusaha selama ini hanya berlaku 10 sampai 20 persen. Bahkan tak sedikit hanya 7 persen. Dengan catatan uang harus kembali paling lambat satu pekan.

    Bahkan pemberian borok tidak sampai 10 persen, dianggap sama dengan memberikan borok 30 persen, lantaran uang yang diputar lebih cepat. Jika dihitung sama dengan borok dari kelompok perwakilan masyarakat.(*)

  • Ngopi Seteko Ketiduran Mah Lanjut

    Ngopi Seteko Ketiduran Mah Lanjut

    SERANG, BANPOS – Kopi merupakan minuman yang disukai semua kalangan, baik yang muda maupun orang tua. Minum kopi dikenal banyak orang sebagai salah satu cara menghilangkan rasa mengantuk terutama saat sedang bekerja.

    Namun, menutur saya kopi bukan obat penghilang ngantuk. Tapi hanya sebatas minuman yang diminum untuk menemani saat bekerja dan bersantai.

    Kenapa saya bilang begitu, karena saya membuat kopi satu gelas besar pun seperti tidak berefek dalam menghilangkan kantuk. Saya pun menyimpulkan, sebanyak apapun kopi yang diminum bukan rasa ngantuk yang hilang, akan tetapi kembung yang dirasa kala kebanyakan minum kopi.

    Kopi memang mengandung kandungan kafein yakni zat yang digunakan untuk meredakan rasa kantuk, sehingga seseorang dapat tetap terjaga. Selain itu, kafein juga sering ditemukan di dalam obat untuk meredakan migrain. Walaupun dapat mengurangi rasa kantuk, perlu diingat bahwa kafein tidak bisa menggantikan waktu tidur yang hilang.

    Ketiduran, itu yang sering saya alami. Katanya dengan meminum kopi rasa ngantuk bisa hilang, tapi ketiduran tetaplah ketiduran. Ngantuk tetap lah ngantuk. Mau sebanyak apapun dan sepahit apapun kopinya kita minum, rasa mengantuk tetap datang.

    Dari situlah saya simpulkan, bahwa minum kopi bukan cara yang efektif menghilangkan rasa ngantuk. Dan meminum kopi bukan cara terbaik untuk lepas dari rasa mengantuk. Obat terbaik untuk menghilangkan rasa ngantuk yaitu dengan tidur.

  • Akhir Duel Prabowo vs Jokowi

    Akhir Duel Prabowo vs Jokowi

    SERANG, BANPOS – KONTESTASI Pilpres makin mengerucut. Tiga pasangan ganda putra sudah resmi diusung oleh tiga kelompok koalisi. Pertempuran sesungguhnya pun dimulai dari sini.

    Pasangan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka menjadi ganda terakhir yang dideklarasikan ke publik sebagai bakal calon Presiden RI periode 2024-2029.

    Terlepas dari semua kontroversinya, duo beda generasi ini menjadi kontestasi sepertinya bakal berlangsung seru.

    Sebelum Prabowo-Gibran, pasangan Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar disusul Ganjar Pranowo – Mahfud MD sudah lebih dulu terbentuk. Bahkan, kedua ganda putra itu sudah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai Bakal calon Presiden dan Wakil Presiden.

    Terbentuknya tiga koalisi parpol di pemilihian Presiden, mengakhiri era duel yang terjadi dalam dua periode sebelumnya. Dalam pemilihan Presiden 2014 dan 2019, pertarungan head to head sealalu terjadi antara Prabowo Subianto versus Joko Widodo.

    Di Pilpres 2014, Prabowo yang berpasangan dengan Hatta Rajasa dikalahkan JOkowi yang berpasangan dengan Jusuf Klla. Demikian pula di tahun 2019, Prabowo

    yang berganti pasangan dengan Sandiaga Uno dikalahkan Jokowi yang juga mengganti pasangannya dengan KH Ma’ruf Amin.

    Berkaca dari dua duel itu, polarisasi antar anak bangsa begitu terasa dan nyata. Kemunculan istilah cebong, kampret, kadal gurun, dan lain-lain, menggambarkan bagaimana perbedaan pandangan memicu perpecahan.

    Di era reformasi, terjadi duel dalam kontestasi Pilpres memang hanya terjadi di era Jokowi vs Prabowo.

    Sebelumnya, Pilpres diikuti tiga pasangan calon, bahkan pernah sampai lima pasangan calon.

    Di akhir era duel Jokowi vs Prabowo ini, Jokowi pun tak lagi berseberangan dengan Prabowo. Bahkan, Gibran Rakabuming Raka yang merupakan putra sulung Jokowi, kini berpasangan dengan mantan kompetitornya dalam pilpres.

    Politik memang tak bisa diprediksi. Tetapi itulah yang terjadi dan harus kita terima dan jalani sebagai realita.

    Namun, yang pasti, setidaknya kekhawatiran akan terjadinya polarisasi dalam ajang pilpres kali ini bisa ditekan. Karena pilihannya bukan soal kelompokku atau
    kelompokmu, karena masih ada kelompok mereka yang berkompetisi di ajang ini.

    Akhir era duel antar Jokowi vs Prabowo pun harus ditandai sebagai akhir dari polarisasi yang meresahkan. Sebagai anak bangsa yang sama-sama hidup di alam
    demokrasi, ayo kita memilih dan berkompetisi dengan fair dan asik.

    Karena pada akhirnya, sebagian besasr dari kita akan kembali ke dunia nyata setelah kontestasi ini berakhir. Kita akan kembali menjadi warga Negara Indoensia yang gemar bergotong royong dan dikenal dunia karena keramahannya.

    Tinggal mereka yang memenangi pertarungan antara ganda putra itulah yang akan menunaikan tugasnya, dan menuntaskan janji-janjinya. (*)

  • Wajah Caleg Di Banner Dan Aslinya Ko Beda

    Wajah Caleg Di Banner Dan Aslinya Ko Beda

    SERANG, BANPOS – Ketika seseorang mencalonkan dirinya dalam sebuah kontestasi politik. Setiap orang pasti akan memasang foto terbaiknya untuk memikat masyarakat untuk memilihnya.

    Namun, terkadang foto yang terpampang di alat peraga kampanye seperti banner yang saat ini menghiasi setiap sudut kota bahkan sampai kepada pemukiman warga memiliki wajah yang berbeda dengan wajah asli para calon yang mengikuti pesta politik tersebut.

    Masyarakat awam pun meyakini wajah yang terpajang di alat peraga kampanye sebagai wajah para calon saat ini. Padahal, banyak dari para calon legislatif yang memajang foto lamanya yang mungkin itu merupakan foto satu tahun bahkan lima tahun sebelumnya.

    Saat seorang caleg terjun langsung ke lapangan untuk melakukan gerakan menarik hati masyarakat terkadang terdapat masyarakat yang bertanya-tanya siapa orang itu padahal spanduk besar terpajang setutur jalan dengan berbagai jenis dan ukuran.
    Mungkin untuk kasus ini, dibilang penipuan pun itu bukan penipuan karena memang itu mereka yang mencalonkan diri walaupun ada ketidakmiripan wajah asli yang sekarang dengan wajah yang ada di spanduk caleg.
    Akan tetapi memang hal itu seperti penipuan. Karena sosok yang diharapkan yang terpajang di spanduk-spanduk para caleg tidak sama dengan wajah asli yang saat ini.

    Bisa dibilang hal ini sama dengan bait lagu yang di bawakan salah satu artis yakni Tegar yang menyanyikan lagu dengan kalimat ‘ku yang dulu bukanlah yang sekarang’.

  • Di Dunia Tipu-tipu…

    Di Dunia Tipu-tipu…

    SERANG, BANPOS – SIAPA di antara kita yang tidak kenal dengan lagu yang didendangkan oleh Yura Yunita tersebut. Lagu yang berdasarkan statistik YouTube video musiknya sudah diputar lebih dari 27 juta kali itu, kerap disetel di berbagai tempat, mulai dari kafe hingga pusat perbelanjaan.

    Lagu tersebut bercerita tentang mereka yang selalu ada, mengerti, memahami, bikin nyaman dan segala hal baik lainnya, di dunia yang katanya penuh tipu-tipu. Mereka bisa saja pasangan, orang tua, adik, kakak, anak, sahabat maupun orang lain.

    Lirik mendalam lagu tersebut benar-benar menyentuh. Secara utuh menggambarkan bahwa manusia, memang merupakan makhluk sosial. Se-nolep alias anti-sosial akut apapun klaim yang disampaikan, seminimalnya ada satu orang yang menjadi tumpuan ketika terjadi sesuatu.

    Tanpa merusak makna dari lagu tersebut, saya coba bawa Point of View (PoV) yang berbeda. Kalau lagu itu bercerita dari sudut pandang orang yang mencoba bertahan di dunia yang penuh tipu-tipu, lalu bagaimana dengan sudut pandang orang yang membuat dunia menjadi penuh tipu-tipu itu sendiri?

    Berdasarkan hasil kajian dan observasi, cie elah, ternyata lagu itu juga bisa jadi ‘pengingat’ bagi mereka yang tukang tipu-tipu, bahwa mereka butuh tempat bertumpu untuk menjalankan aksinya.

    Misalkan, kelompok pemeras ‘elit’ akan membutuhkan minimal dua tim tambahan, sebagai pihak ‘mediator’ yang akan menjadi tim negosiasi, dan pihak ‘eksekutor’ yang menjadi tim penekan dengan berbagai hal. Jika mediator sulit mendapatkan harga yang cocok, eksekutor akan semakin kencang menekan. Begitu seterusnya hingga muncul harga yang pas.

    Contoh lain, seorang penipu ketika ingin menduduki jabatan tertentu, juga butuh tempat bertumpu. Tumpuan yang dibutuhkan, biasanya berasal dari tim-tim formal yang dibentuk untuk melakukan seleksi terhadap jabatan yang tengah diperebutkan.

    Susupkan saja rekan penipunya ke dalam tim tersebut, lalu berbagai tahapan seleksi dapat dengan mudah dilewati. Sebagai penipu, mengaku kompeten meskipun tidak, merupakan hal yang mudah untuk dilakukan. Bertindak solo terkadang hanya dilakukan oleh mereka yang berada di level ‘Mythical Glory’ saja, meski terkadang yang kepepet pun melakukan demikian.

    Di dunia tipu-tipu ini, bahkan Clyde Chestnut Barrow membutuhkan Bonnie Elizabeth Parker sebagai tumpuannya, untuk melancarkan berbagai aksi perampokan di masa depresi besar dalam sejarah Amerika Serikat.

    Di dunia tipu-tipu ini, saya pun membutuhkan Muflikhah untuk ‘menipu’ oknum yang melakukan pemalakan, dengan berpura-pura menjadi pihak yang dipalak, sebagai tumpuan untuk bisa mendapatkan reportase investigasi. Sebagai penutup, selamat ulang tahun Muflikhah. (*)

  • Istri-istri Pejabat Ngemall di Jam Kerja, Apa Salahnya?

    Istri-istri Pejabat Ngemall di Jam Kerja, Apa Salahnya?

    SERANG, BANPOS – BEBERAPA hari yang lalu, saya bersama keluarga sempat mengunjungi pusat perbelanjaan di Kota Serang. Niatnya, ingin mengajak anak-anak menonton film yang baru dirilis. Saat itu, waktu menunjukan sekitar pukul 13.30 WIB, saya ingat betul. Karena saya memang mengejar film yang tayang pada pukul 13.40 WIB.

    Baru menaiki lantai dua, sekilas saya melihat sekelompok wanita muda yang mengenakan baju putih dengan logo Pemkot Serang di lengannya. Sekilas pula saya mengenali sebagian dari mereka, mereka diantaranya tak lain istri dari pejabat pemerintahan di wilayah Provinsi Banten.

    Disatu sisi, memang tidak ada salahnya sih mereka berstatus istri pejabat kemudian mungkin berbelanja atau menonton film di bioskop. Tapi , masalahnya, istri pejabat ini juga sebenarnya juga adalah pejabat. Apakah datang ke Mall ini karena ada kebutuhan kantor yang mereka beli? Atau memang mereka bolos kerja?. Karena seingat saya, mereka lebih dari empat orang dan berseragam putih dengan logo pemerintah daerah.

    Saya kemudian bersama keluarga masuk ke dalam loket pembayaran untuk menonton film. Disini, ternyata ada sekelompok ibu-ibu muda berseragam putih dengan logo pemda di lengannya yang sama-sama bertransaksi untuk membayar tiket juga. Diantara mereka, saya sangat mengenal betul. Dia adalah istri pejabat penting di wilayah provinsi Banten.

    Masalahnya, bukan karena dia istri pejabat lalu saya permasalahkan. Masalahnya adalah dia juga pejabat di lingkungan pemerintah daerah. Kok bisa-bisanya di jam kerja begini asik-asikan Ngemall dan nonton?

    Apa karena mereka ini bersuami pejabat teras? Lalu dengan seenaknya tidak disiplin dalam pekerjaan?. Atau memang pekerjaan mereka sudah selesai sehingga bisa ngemall dan nonton?. Wah, pertanyaan semacam ini berkecamuk di pikiran saya. Kalau saya sebut pejabatnya, kira-kira apa ya respon mereka?.

    Apakah akan membiarkan kelakuan seperti ini? Atau akan turut mendisiplinkan agar mereka tidak melakukan hal-hal yang buruk seperti bolos kerja atau nge-mall saat jam kerja. Di benak hati saya yang lain, berkecamuk juga berbagai pernyataan. Salah satunya, Heii para pejabat, kami ini yang bekerja di swasta, sangat ingin menjadi pegawai negeri. Dan sampai saat ini masih bekerja sungguh-sungguh. Kenapa kalian yang sudah menjadi pegawai negeri seenaknya saja bolos kerja. Kalian itu digaji dari pajak rakyat.

    Saya juga melihat, nyaris tidak ada kegiatan pendisiplinan para ASN di lingkungan pemerintah daerah di wilayah Banten beberapa tahun terakhir ini. Sehingga, jangan heran kalau di siang bahkan di pagi hari sudah banyak ASN yang ngemall. Yah, mungkin karena memang penegakan aturannya sudah kendor. (*)

  • Mimpi Perempuan Banten Belum Tercapai

    Mimpi Perempuan Banten Belum Tercapai

    SERANG, BANPOS – Akun Facebook saya baru saja mengingatkan tentang kenangan tepat 6 tahun yang lalu. Ini adalah foto aksi mahasiswa dengan judul “Kado Pahit Sweet Seventeen Banten.” Saat itu, para mahasiswa fokus pada banyaknya konflik agraria yang terjadi di Banten. Saya yakin bahwa massa yang berpartisipasi dalam demonstrasi tersebut memiliki impian besar, yaitu melihat Banten menjadi lebih baik di masa depan.

    Namun, sungguh disayangkan, walaupun kita merayakan HUT ke-23 Provinsi Banten dengan semangat tinggi, mimpi-mimpi kita untuk membangun Banten yang lebih baik masih belum sepenuhnya terwujud. Tingkat pengangguran yang tinggi dan ketimpangan ekonomi yang semakin parah adalah masalah yang masih menghantui Banten.

    Tidak lagi merupakan rahasia bahwa saat ini tingkat pengangguran tertinggi di seluruh Indonesia berada di Provinsi Banten. Meskipun ada klaim tentang penurunan angka pengangguran, kita tidak boleh mengabaikan kenyataan bahwa banyak penduduk Banten masih berjuang keras untuk mencari pekerjaan dan mewujudkan impian mereka. Ketimpangan antara wilayah Selatan dan Utara Banten juga tetap terasa dalam setiap langkah pembangunan kita.

    Akan tetapi, selain masalah ketimpangan antara wilayah, kita juga dihadapkan pada tugas penting lainnya, yaitu mengatasi ketimpangan pembangunan sumber daya manusia antara laki-laki dan perempuan.

    Jika kita melihat Indeks Pembangunan Gender (IPG) Provinsi Banten pada tahun 2022, perempuan di Banten masih tertinggal dibandingkan dengan laki-laki dalam hal pendidikan, ekonomi, ketenagakerjaan, dan upah.

    Dalam sektor pendidikan, rata-rata lama sekolah bagi perempuan hanya sebesar 8,72 tahun, sedangkan laki-laki mencapai 9,48 tahun. Di bidang ekonomi, pengeluaran per kapita perempuan hanya sekitar Rp10.497 ribu, sementara laki-laki mencapai Rp17.503 ribu.

    Selain itu, dalam hal tingkat pengangguran terbuka (TPT), perempuan juga mengalami ketimpangan. Jika kita mempertimbangkan tingkat pendidikan tertinggi yang dimiliki, pada kelompok SMP ke bawah, TPT perempuan mencapai 7,2 persen, sedangkan laki-laki sebesar 6,0 persen. Angka TPT perempuan kemudian melonjak pada kelompok SMA Umum, mencapai 14,0 persen, sementara laki-laki hanya 9,0 persen. Bahkan yang lebih mencolok, pada lulusan SMK, TPT perempuan mencapai 15,0 persen, sementara laki-laki sebesar 12,9 persen. Hal yang sama juga terjadi pada kelompok Universitas, di mana TPT perempuan adalah 6,6 persen, sedangkan laki-laki hanya 2,9 persen.

    Tentu saja, kita melihat tanda-tanda positif dengan berkurangnya diskriminasi terhadap perempuan di bidang pekerjaan, terutama bagi mereka yang memiliki keahlian dan masuk dalam kelompok Diploma I/II/III. TPT perempuan dalam kelompok ini adalah 3,5 persen, sedangkan laki-laki adalah 3,7 persen.

    Namun, permasalahan perempuan yang menganggur juga ditambah dengan kenyataan bahwa upah perempuan masih di bawah upah laki-laki, dengan rasio upah perempuan terhadap laki-laki sebesar 0,80. Secara rinci, upah perempuan hanya mencapai Rp3,72 juta, sementara laki-laki mendapatkan Rp4,67 juta.

    Kita harus mengakui bahwa perjuangan untuk mencapai kesetaraan gender dan membangun Banten yang lebih baik masih panjang. Diperlukan kerja keras dan kolaborasi dari semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha, untuk mengatasi tantangan ini dan menciptakan masa depan yang lebih cerah untuk Banten.

    Setiap langkah yang kita ambil dalam mengatasi ketimpangan gender dan permasalahan ekonomi di Banten akan membawa kita lebih dekat ke tujuan kita. Namun, kita juga harus memahami bahwa perubahan memerlukan waktu, kesabaran, dan konsistensi.

    Pemerintah Provinsi Banten memiliki peran sentral dalam memimpin upaya ini. Mereka perlu mendorong reformasi kebijakan yang mendukung kesetaraan gender dan pembangunan ekonomi. Hal ini mencakup penyediaan layanan pendidikan yang berkualitas, pelatihan keterampilan, dan dukungan bagi perempuan yang ingin terlibat dalam berbagai sektor ekonomi.

    Selain itu, pemerintah perlu melakukan pemantauan dan evaluasi rutin terhadap implementasi kebijakan dan program yang telah dibuat. Dengan pemantauan yang baik, kita dapat mengidentifikasi hambatan dan perubahan yang diperlukan untuk mencapai tujuan kesetaraan gender.

    Dunia usaha juga memiliki peran penting dalam upaya ini. Perusahaan-perusahaan dapat memainkan peran aktif dengan menciptakan peluang kerja yang adil dan merata bagi perempuan serta mendukung program pelatihan keterampilan. Mereka juga dapat mengadopsi praktik-praktik yang inklusif dan berkomitmen untuk mengatasi ketimpangan upah.

    Masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah juga memiliki peran dalam membangun kesadaran tentang pentingnya kesetaraan gender. Kampanye pendidikan dan advokasi dapat membantu mengubah pandangan dan sikap masyarakat terhadap isu-isu perempuan.

    Sementara itu, perempuan sendiri memiliki peran besar dalam mendorong perubahan. Mereka harus terus berusaha untuk meningkatkan keterampilan mereka, mengambil peluang yang ada, dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan ekonomi Banten.

    Kita semua, sebagai warga Banten, memiliki tanggung jawab bersama untuk membangun provinsi ini menjadi tempat yang lebih adil, setara, dan makmur bagi semua penduduknya. Dengan kesatuan tekad dan kerja sama yang erat, kita dapat mengatasi ketimpangan gender dan mencapai mimpi kita untuk Banten yang lebih baik.

    Saat ini kita merayakan HUT Banten yang ke 23 tahun, mari kita ingat bahwa perjuangan ini adalah investasi untuk masa depan yang lebih cerah. Bersama-sama, kita bisa menciptakan Banten yang lebih baik untuk generasi-generasi mendatang.(*)