Tag: aksi

  • DPRD Nilai Aksi ADKASI Tidak Elegan

    DPRD Nilai Aksi ADKASI Tidak Elegan

    SERANG, BANPOS – Asosiasi Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) berencana melakukan aksi damai di Jakarta, 20 Februari 2023 mendatang. Mereka bakal menemui Kemenkeu, Kemendagri dan DPR RI. Dalam surat undangan dan surat pemberitahuan ke Kapolri yang beredar, tujuan aksi damai ke Jakarta, menyikapi dinamika peran DPRD terkait pemberlakuan Peraturan Presiden No 33 Tahun 2020 lalu.

    Perpres itu, intinya mengurangi biaya-biaya terkait kegiatan dinas luar daerah baik untuk legislatif, eksekutif maupun lembaga negara lainnya. Namun, ajakan aksi tersebut dinilai oleh DPRD tidak elegan.

    Politisi PPP Lebak Musa Weliansyah mengaku dirinya tidak tahu menahu maksud dan tujuannya. Menurut mantan pegiat sosial di Lebak ini, bahwa gerakan aksi tersebut juga sifatnya klaim yang justru lembaga tersebut banyak tidak diketahui oleh semua sejawatnya.

    “Justru saya baru tahu sekarang kalau ada asosiasi DPRD Kabupaten seperti itu. Makanya Saya sampai saat ini belum tau apa maksud dan tujuannya seperti itu. Padahal jika ada persoalan yang menyangkut tuntutan itu kan bisa disalurkan lewat partai atau fraksinya masing-masing di DPR RI. Jadi sekali lagi saya tak tahu maksud arah teman-teman yang tergabung di ADKASI itu?” ujar Musa kepada BANPOS, Minggu malam (29/1).

    Menurut Musa, sebagai wakil rakyat seharusnya memberikan contoh kepada konstituen terutama dalam menyuarakan aspirasi secara elegan.

    “Iya walaupun aksi demo itu ada aturan undang-undangnya, tetapi di sini kita harus bisa sadar posisi. Kita ini juga sebagai wakil rakyat yang tentunya jika menyampaikan sesuatu harus berdasar etika dan tauladan. Kan DPRD itu lembaga negara, kita punya saluran masing-masing secara hierarkis lho. Kenapa harus berdemo seperti itu, apa maksudnya?,” ungkap Musa.

    Pada bagian lain, politisi Lebak yang dikenal paling kritis ini mengaku tidak akan ikut aksi tersebut. Terangnya, kalau ingin menyampaikan tuntutan itu tidak perlu juga dengan cara demi begitu,

    “Saya yang sudah hampir 4 tahun menjabat DPRD ini sudah mulai paham soal berbagai mekanisme aturan, penyampaian aspirasi dan juga terkait berbagai opsi kebijakan. Kita ini sudah biasa terdidik dengan rapat yang tertib tanpa harus bikin ramai-ramai secara terbuka. Kalau dalam rapat kita adu argumen secara keras dan ngotot pun itu justru lebih beradab, dan kita pun mesti legowo jika keputusan tidak berpihak. Karena kita sudah terdidik dalam organisasi. Apalagi kalau masih ada saluran yang mesti dipakai, kenapa harus demo. Jadi untuk hal ini saya tidak mau ikutan,” tandas Musa.

    Anggota DPRD yang pernah kuliah di FISIP Unma Banten ini menyebut, jika dirinya dan mungkin juga kawan-kawan sejawatnya di DPRD Lebak belum ada respon berjamaah terkait undangan aksi itu.

    “Saya dan fraksi saya di PPP, termasuk kawan-kawan di fraksi lain hingga saat ini belum ada yang membahas ini. Mungkin teman-teman juga satu pemahaman dengan saya. Jadi saya belum dapat informasi kalau dari DPRD Lebak ada yang ikut aksi tanggal 20 Februari nanti,” tuturnya.

    Pada bagian akhir Musa mengamati bahwasanya aksi tersebut adalah bagian dari ketidakpuasan soal Perpres No 33 Tahun 2020.

    “Kalau diamati itu ketidakpuasan saja bagi yang lain, kalau kita lihat dari gaji maupun honor dan anggaran lain saya rasa itu sudah cukup lah untuk anggota dewan saat ini. Justru yang terpenting saat ini adalah bagaimana harus lebih dekat dengan rakyat, menyerap masukan dan jemput bola dengan rakyat, bukan malah menuntut sesuatu untuk kepuasan personil para politisi itu,” paparnya.

    Senada, Anggota DPRD Kabupaten Serang Fraksi Demokrat, Aep Syaefullah, mengaku belum menerima instruksi dari pimpinan berkaitan dengan adanya informasi aksi damai yang digagas oleh Asosiasi Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) pada tanggal 20 Februari 2023. Menurutnya, secara resmi surat dari kelembagaan DPRD Kabupaten Serang pun belum ada.

    “Secara resmi dari kelembagaan belum ada, adapun informasi tersebut tersebar di media sosial (Medsos) berbentuk pamflet. Kalau secara resmi dari kelembagaan memang belum ada,” ujarnya.

    Ketua Komisi I pada Lembaga DPRD Kabupaten Serang ini menyampaikan bahwa sah-sah saja apabila ingin menyampaikan aspirasi, terlebih apabila hal itu adalah kesepakatan organisasi atau forum ADKASI. Meskipun demikian, Aep mengaku belum mengetahui secara rinci aspirasi apa yang akan disampaikan, sebab pihaknya belum mendapatkan surat resmi dari Lembaga saat ini dirinya bernaung.

    “Kita juga pastinya butuh legalitas seperti surat, kalaupun memang itu berdasarkan kesepakatan secara organisasi, forum ADKASI, menyampaikan aspirasi sih sah-sah saja. Terkait dengan apa-apanya saya belum tahu, kalau kita baca dari selebaran itu kan mengenai Perpres Nomor 33 tahun 2020,” jelasnya.

    Saat ditanya apakah dirinya akan turut serta dalam aksi damai nanti, ia mengatakan 3 prinsip. Pertama, secara kelembagaan terdapat pimpinan daripada ADKASI yang ada di Kabupaten Serang yaitu ex-officio, Ketua DPRD.

    Kedua, pihaknya sampai saat ini belum menerima secara legal surat instruksi. Ia memandang tidak baik, ketika bekerja secara kelembagaan, tapi suratnya hanya berseliweran dan belum ada surat tertulis untuk anggota DPRD.

    “Tergantung situasi, kalau saya prinsipnya begitu. Dan yang ketiga, ketika memang betul ada ajakan, kalau saya pribadi, karena memang saya di lembaga juga di bawah naungan fraksi, menunggu instruksi fraksi juga,” tandasnya.

    Sedikit berbeda, Ketua Fraksi Partai Golkar Pandeglang, yang juga sebagai Ketua Komisi IV DPRD Pandeglang, M. Habibi Arafat mengatakan bahwa aksi tersebut menjadi sebuah dilema untuk dilakukan. Akan tetapi, pada kenyataannya pemberlakuan Perpres tersebut harus disampaikan.

    “Ini sebetulnya menjadi sebuah dilema bagi kita, di satu sisi pemberlakuan peraturan tersebut sangat memberatkan bagi kita. Akan tetapi disisi lainnya, pandangan negatif rakyat terhadap anggota dewan akan timbul,” kata Habibi kepada BANPOS.

    Menurutnya, dalam Perpres tersebut untuk satuan harga yang ditetapkan dijelaskan secara rinci. Sehingga ketika dilaksanakan di lapangan, kenyataannya penetapan satuan harga tersebut tidak sesuai dengan jarak tempuh dan anggaran yang dikeluarkan oleh anggota dewan saat dilapangan.

    “Pada intinya sih kita bukan ingin melakukan pemborosan dengan penetapan harga satuan tersebut, akan tetapi ketika di lapangan ada anggaran yang harus dikeluarkan lagi ketika kita di lapangan,” terangnya.

    Namun begitu, lanjut Habibi, sebagai bentuk solidaritas antar anggota dewan, pihaknya akan mengikuti apa yang disampaikan oleh DPN Adkasi terkait pemberitahuan aksi damai tersebut.

    “Insyaallah nanti kita akan ikut. Untuk jumlah peserta yang ikut, saya belum bisa memastikannya mengingat waktunya juga masih lama,” ungkapnya.

    Seperti diketahui, terdapat surat pemberitahuan aksi damai dari ADKASI yang tersebar di media sosial tertuju pada Kapolri. Dalam surat tersebut berisikan bahwa Dewan Pengurus Nasional ADKASI akan menggelar aksi damai yang pesertanya adalah pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten se-Indonesia yang diestimasikan sebanyak 10.000 orang di Kemenkeu, Kemendagri dan DPR RI kaitannya dengan pemberlakuan PERPRES Nomor 33 tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional. (DHE/MUF/WDO/PBN)

  • Istighosah untuk Penolakan Proyek Geothermal Padarincang

    Istighosah untuk Penolakan Proyek Geothermal Padarincang

    PADARINCANG, BANPOS – Ratusan masyarakat dan para santri kembali menggelar Istighosah penolakan Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Geothermal, di Gunung Prakasak kecamatan Padarincang Kabupaten Serang, Jumat (28/2).

    Karena membludaknya massa yang mengikuti istighosah yang digelar di pinggir Kampung Nengger, Kecamatan Padarincang Kabupaten Serang, sempat membuat kemacetan jalur arus lalu lintas yang dari dan menuju Serang –Cinangka.

    Salah satu Tokoh Perempuan Padarincang, Umi Eha dalam orasinya mengatakan, istighosah dilakukan untuk kehancuran geothermal dan merupakan upaya untuk menjaga kelestarian alam Padarincang. Sebab, pihaknya tidak menginginkan siapapun merusak tanah kelahirannya.

    “Kami mengadakan istigosah yang dilakukan di pinggir jalan ini, piken kehancuran geothermal (untuk kehancuran geothermal-red). Kita harus menjaga kelestarian alam kita, jangan sampai ada satu orang pun merusak tanah kelahiran kita,” ujarnya dengan lantang.

    Jika ada yang ingin merusak dan menghancurkan alam disini, kata Umi Eha, harus dilawan dan dihancurkan. Ia menegaskan akan melawan hingga titik darah penghabisan.

    “Siapa saja yang akan menghancurkan alam kita, kita tidak akan tinggal diam! Kita akan terus melawan sampai titik darah penghabisan,” tegasnya.

    Di tempat yang sama, salah satu santri dari Padarincang yang mengikuti Istighosah, Khois juga mengecam adanya proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) yang dianggap akan menimbulkan banyak menimbulkan permasalahan untuk daerahnya.

    “Kita jangan sampai diam, dan jangan sampai kita terusik dalam belajar. Kita sebagai santri Padarincang, dan jangan sampai pula kita terganggu dalam tidur kita, semoga ALLAH SWT mencabut nyawa orang-orang yang mau menghancurkan alam kita.” tandasnya. (MUF/PBN)

  • Tolak Kenaikan Iuran, Buruh Gruduk Kantor BPJS

    Tolak Kenaikan Iuran, Buruh Gruduk Kantor BPJS

    Ratusan Buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SPSI) melakukan aksi unjuk rasa didepan kantor BPJS Cabang Tigaraksa, menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Kamis (14/11).

    CIKUPA, BANPOS – Ratusan Buruh melakukan aksi unjuk rasa didepan kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) cabang Tigaraksa di Jalan Raya Pemda, Desa Sukamulya, Kecamatan Cikupa, Kamis (14/11). Ratusan buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SPSI) menolak kenaikan iuran BPJS dan meminta perbaikan pelayanan BPJS

    Ketua Dewan Pimpinan Cabang Federasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia, Imam Sukarsa mengatakan, dalam aksi kali ini, pihaknya menolak kenaikan iuran BPJS. Menurutnya, keputusan itu sangat membebani masyarakat, ditambah dengan adanya denda dan penagihan secara paksa seperti finance yang menggunakan depkolektor.

    “Ada 150 buruh yang sedang melakukan unuk rasa. Hari ini saya sampaikan terkait kenaikan iuran BPJS yang dimulai pada 01 Januari 2020 mendatang, kami merasa sangat keberatan. Ditambah adanya isu bilamana ada masyarakat yang tidak mampu bayar akan ditarik oleh kolektor, “ kata Imam, Kamis (14/11).

    Imam menuding, pola pembiayaan BPJS akan sama dengan finance swasta atau leasing sehingga akan menimbulkan masalah dikemudian hari. Selain itu, peserta BPJS juga terkadang dikesampingkan oleh pihak RS, agar hal itu tidak terjadi lagi, pihaknya meminta BPJS diperbaiki dan melakukan evaluasi, agar RS bisa memberikan pelayanan yang baik kepada peserta BPJS.

    “Jangan jadikan BPJS kesehatan sebagai agen asuransi yang mengeploitasi pesertanya, tanpa memberikan pelayanan terbaik. Kami menuntut adanya perbaikan terhadap pelayanan BPJS Kesehatan. Memang terkait kebijakan tersebut BPJS cabang Tigaraksa tidak bisa memutuskan, paling tidak ada hal yang perlu diperbaiki, “ tegasnya.

    Salah satu anggota SPSI, Susilo, menambahkan, menurutnya percuma bayar tetapi seakan-akan seperti tidak membayar iuran. Pasalnya peserta BPJS tidak dilayani dengan baik oleh RS, Susilo menceritakan, bahwa pernah terjadi peristiwa yang menimpa anak kerabatnya yang meninggal karena tidak dilayani ketika menggunakan kertu BPJS.

    “Ada kejadian anggota kami. Anaknya ini meninggal karena tidak terlayani dengan memakai BPJS Kesehatan dengan alasan NICU tidak ada. Tetapi ketika membayar menggunakan uang cash pribadi baru dilayani, maka dari itu perlu dilakukan evaluasi terhadap pelayanan dari RS dan respon dari BPJS Kesehatan, “ katanya.

    Sementara itu, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Cabang Tigaraksa, Shanti Lestari membenarkan terkait adanya kenaikan tariff iuran BPJS Kesehatan. Namun menurutnya, hal itu masih dalam pembahasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

    Shanti juga membatantah, terkait isu penarikan penunggakan iuran BPJS menggunakan kolektor. Pasalnya, BPJS Kesehatan membentuk kader Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk mensosialisasikan BPJS Kesehatan, Mengingatkan masyarakat tentang iuran BPJS dan membantu pendaftaran peserta BPJS Kesehatan.

    “Hal itu masih dibahas oleh DPR RI, kita tunggu saja perkembangannya. Terkait Kader JKN merupakan petugas yang ditunjuk dari desa dan mereka bukan collector. Dan kami juga punya bekerjasama dengan pihak serikat buruh dalam keanggotaan JKN, kami punya group dengan serikat pekerja agar kalau ada keluhan dari pihak buruh atau anggota bisa kami respon dengan maksimal, “ kata Shanti (bnn/pbn)

  • Disebut Gerakan Moral, Akademisi Banten Dukung Aksi Mahasiswa

    Disebut Gerakan Moral, Akademisi Banten Dukung Aksi Mahasiswa

    Akademisi Banten mendukung gerakan moral mahasiswa

    Aksi mahasiswa mendapatkan berbagai dukungan dari kalangan akademisi kampus. Beberapa dosen tercatat mengizinkan mahasiswanya untuk turut serta dalam aksi demonstrasi, seperti yang dilakukan oleh akademisi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

    Abdul Hamid

    Akademisi Fisip Untirta Abdul Hamid mengatakan, kondisi saat ini dapat menjadi salah satu laboratorium bagi mahasiswa yang mengambil mata kuliahnya untuk dapat mengamati secara langsung dinamika demokrasi di Indonesia.

    “Saya tidak mengerahkan anak-anak untuk demo, tapi saya ingin anak-anak memiliki sensitifitas dan kemudian bisa melihat dan belajar, mulai dari tuntutan mahasiswa itu apa, dan mengorganisasi massa itu bagaimana, itu hal yang menarik untuk diamati,” ujar dosen pengajar mata kuliah Pengantar Ilmu Politik tersebut.

    Ketika ditanyakan, apakah mendukung gerakan mahasiswa terkait penolakan beberapa RUU yang sedang dibahas saat ini. Pria yang akrab dipanggil Abah tersebut mengatakan, mahasiswa menjadi pelaku sejarah dalam menyuarakan aspirasi masyarakat.

    “Saya berharap mahasiswa tersebut dapat memahami substansi dari aksi tersebut, sebagai bentuk partisipasi politik murni karena kegelisahan mereka terhadap tindakan DPR di akhir masa jabatan yang terkesan terburu-buru dalam menetapkan beberapa UU,” jelas pria yang akrab dipanggil Abah tersebut.

    Ia menjelaskan, beberapa RUU yang ditetapkan juga cenderung bertentangan dengan harapan masyarakat, seperti revisi UU KPK dan yang lainnya.

    “Prinsipnya, saya senang ketika mahasiswa turut andil dalam gerakan moral ini,” jelasnya.

    Dodi Firmansyah

    Sementara itu, tersebar status WA dari Akademisi FKIP Untirta Dodi Firmansyah yang menyatakan bahwa mahasiswa yang ingin melakukan demonstrasi untuk tidak usah meminta izin kepadanya, namun berangkat saja, dan diakhiri dengan pernyataan selamat berjuang.

    “Pagi tadi, ketua BEM dan DPM FKIP Untirta datang menghadap saya, dan meminta izin untuk berangkat aksi. Saya nyatakan, tidak usah meminta izin, dan langsung saja berangkat, karena aksi ini bagus untuk menambah kepekaan mereka terhadap isu-isu yang berkembang di masyarakat,” ujar Dodi.

    Senada dengan Abdul Hamid, Dodi menyatakan, tidak dalam konteks mengerahkan mahasiswa untuk berdemonstrasi. Namun, mengingat mahasiswa harus dapat memahami dan peka terhadap isu di masyarakat, maka perlu untuk turut serta menjadi bagian aksi tersebut.

    “Ini juga mendukung secara akademik. Dalam status saya selanjutnya, saya meminta kepada mahasiswa untuk saatnya meninggalkan hal-hal yang tidak menunjang akademisnya, seperti game online, kemudian turut belajar menyuarakan aspirasi masyarakat,” tegasnya. (PBN)