Tag: Aksi Pengeroyokan

  • Bukan Disabilitas, Polsek Cadasari Sebut Korban Pengeroyokan di Sukajaya Gangguan Jiwa

    Bukan Disabilitas, Polsek Cadasari Sebut Korban Pengeroyokan di Sukajaya Gangguan Jiwa

    SERANG, BANPOS – Kanit Reskrim Polsek Cadasari menyebut remaja korban pengeroyokan yang terjadi di Desa Sukajaya, Anta, bukanlah penyandang disabilitas. Akan tetapi, pihaknya menyebut Anta sebagai orang dengan gangguan kejiawaan (ODGJ).

    “Anta (korban) itu tepatnya gangguan jiwa yah, bukan disabilitas. Kami sudah periksa dan bawa ke psikiater, hasilnya itu gangguan jiwa berat,” ujar Kanit Reskrim Polsek Cadasari, Aiptu Aap, saat dihubungi oleh awak media, Kamis (20/8).

    Ia mengungkapkan bahwa pihaknya sudah tiga kali melakukan gelar perkara. Aap menjelaskan, pihaknya susah untuk mengungkapkan kasus yang dialami oleh Anta. Karena menurutnya persoalan yang terjadi pada Anta bukanlah persoalan individu, melainkan persoalan khusus.

    “Kalau antar kampung itu biasanya lebih mudah untuk diungkap karena dapat dimintai keterangan. Sedangkan kasus Anta itu berbeda dari yang biasanya,” katanya.

    Bahkan menurutnya, kasus Anta ini sangat menghabiskan waktu dan tenaga dari pihaknya. Karena dalam proses tersebut, dilakukan secara ekstra.

    “Sampai jam 11 malam, bahkan saya pernah memeriksa orang 1X24 jam karena untuk mencari duduk permasalahan dan ingin mengetahui kejadian sebenarnya,” terangnya.

    Namun hingga saat ini pihaknya masih terus bekerja. Namun apabila kasus ini tidak dapat diselesaikan oleh Polsek Cadasari, maka pihaknya melimpahkan berkas ke Polres Pandeglang untuk dapat ditangani dengan semaksimal mungkin.

    “Perkara ini nantinya akan diambil oleh Polres. Jadi kalau kami belum bisa menemukan titik terang, akan diambil oleh Polres. Karena tenaganya lebih banyak dan profesional,” tandasnya. (DZH)

    Berita sebelumnya: https://banpos.co/2020/07/28/4-bulan-kasus-tunagrahita-diamuk-warga-tak-kunjung-jelas/

  • 4 Bulan Kasus Tunagrahita Diamuk Warga Tak Kunjung Jelas

    4 Bulan Kasus Tunagrahita Diamuk Warga Tak Kunjung Jelas

    PETIR, BANPOS – Kasus penganiayaan terhadap salah satu anak penyandang disabilitas asal Kampung Sanding, Desa Sanding, Kecamatan Petir, Kabupaten Serang bernama Anta yang terjadi di Desa Sukajaya, Kabupaten Pandeglang, hingga kini tidak kunjung menemukan titik temu.

    Padahal berdasarkan keterangan orang tua korban, peristiwa pengeroyokan tersebut terjadi empat bulan yang lalu atau 25 Maret 2020. Menurut orang tua korban, pihak kepolisian sulit menemukan pelaku lantaran tidak ada warga yang mengaku melakukan pengeroyokan dan tidak ada saksi dalam pengeroyokan itu.

    Ayah korban, Romi Gusmadona, menceritakan kronologis kejadian pengeroyokan tersebut. Pada 25 Maret lalu sekitar pukul 18.00 WIB, Anta meninggalkan kediamannya. Romi mengaku tidak berfikiran negatif dengan perginya Anta dari rumah. Sebab, meskipun disabilitas dengan kategori Down Syndrome, Anta memang sudah terbiasa keluar rumah.

    “Anak saya meskipun Down Syndrome itu tetap bisa bermain keluar. Dia juga bisa untuk beli jajanan sendiri tanpa ditemani. Jadi kami tidak berfikiran macam-macam ketika anak saya keluar rumah, kiranya dia ingin bermain saja atau ke warung tetangga,” ujarnya kepada BANPOS, Senin (27/7).

    Namun sekitar pukul 19.00 WIB, ada salah satu warga yang mengabarkan kepada dirinya bahwa ia melihat Anta sedang berada di sekitar Desa Cikentrung yang lokasinya sekitar 3 kilometer dari tempatnya tinggal.

    “Saya pun akhirnya mendatangi anak saya untuk menjemputnya pulang. Namun ternyata ketika kami datangi, anak saya kabur ke dalam hutan. Memang kalau dalam kondisi hatinya sedang tidak enak, dia tidak mau didekati oleh siapapun, termasuk saya,” terangnya.

    Romi pun meminta bantuan kepada adik iparnya serta warga sekitar, untuk mencari Anta. Namun hingga pukul 22.30 WIB, Anta tidak kunjung ditemukan. Akhirnya, Romi beserta adik iparnya pun pulang ke rumah karena ada keperluan kerja.

    “Sebenarnya anak saya itu memang sudah biasa pergi jauh. Pernah ke Petir sendirian, sekitar 2 kilometer jaraknya dari rumah, dan itu bisa pulang sendiri. Kami juga berpikir bahwa toh ini desa tetangga, ada yang kenal dan bisa untuk pulang sendiri juga,” tuturnya.

    Namun pada pukul 02.00 WIB, Romi mendapatkan kabar dari Kepala Desa Sanding, Heri Suherman, bahwa anaknya ditemuka di Desa Sukajaya, Kabupaten Pandeglang. Tanpa pikir panjang, Romi dan Heri pun akhirnya berangkat ke Desa Sukajaya.

    “Saya beserta pak kades akhirnya berangkat ke Desa Sukajaya untuk menjemput anak saya. Tapi ternyata saat kami sudah sampai di lokasi, ternyata anak saya sudah habis babak belur dihakimi oleh warga,” jelasnya.

    Saat ditanya mengapa Anta dikeroyok, warga setempat mengatakan bahwa Anta dicurigai sebagai seorang maling. Namun pada saat ditanya bukti dari tuduhan tersebut, warga tidak bisa membuktikannya.

    “Anak saya anak yang berkebutuhan khusus. Walaupun diteriaki maling oleh warga, itu tidak akan melawan (membantah). Kalaupun dia dihajar habis-habisan, tidak akan melawan. Karena memang anak saya itu yah berkebutuhan khusus,” katanya.

    Romi mengaku telah melakukan pelaporan pada hari yang sama saat anaknya ditemukan dalam kondisi babak belur. Namun hingga saat ini, kasus tersebut masih belum menemukan titik terang. Sebab, tidak ada warga setempat yang mengaku telah melakukan pengeroyokan.

    “Laporan saya buat di Polsek Cadasari pada 26 Maret kemarin. Tapi sampai sekarang belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian. Alasannya tidak ada yang mengaku. Kan gak mungkin juga tersangkanya mengaku, kalau begitu penjara penuh. Memangnya tidak ada cara lain,” tuturnya.

    Romi juga mengatakan bahwa dalam kasus ini, pihaknya tidak mendapatkan pendampingan sama sekali. Ia pun mempertanyakan mengapa dari pihak pemerintah tidak ada yang menurunkan pendampingan hukum bagi Anta dalam menyelesaikan kasus tersebut.

    “Tidak ada. Saya itu hanya ditemani oleh saudara saya yang memang berprofesi sebagai pengacara. Tapi saudara saya itu tidak menjadi kuasa hukum saya, hanya sebatas menemani saja. Saya juga bingung, kenapa dari pemerintah tidak ada yang tahu terkait kejadian ini, padahal dari pemerintah Desa sendiri sudah tahu, tapi kok Pemkab atau Kecamatan seolah-olah tutup mata,” tegasnya.

    Sementara itu, Kanit Reskrim Polsek Cadasari, Aiptu Aap, menerangkan bahwa pihaknya hingga kini masih melakukan pemeriksaan saksi. Bahkan menurutnya, pemeriksaan yang telah dilakukan oleh pihaknya sudah hampir mencapai satu kampung di lokasi kejadian.

    “Belum ada yang mengakui dan saksi yang melihat, bahkan saksi yang didatangkan korban juga keteranganya sama, tidak melihat. Karena datang setelah kejadian,” ujarnya saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp.

    Ia pun menerangkan bahwa salah satu saksi yang dibawa oleh pelapor maupun beberapa pihak yang terfoto dalam foto yang beredar, telah dilakukan pemeriksaan. Bahkan pihak kepolisian tidak mengijinkan orang-orang tersebut untuk pulang selama 1×24 jam. Namun tidak ada satu pun pihak yang mau mengaku.

    “Semua sudah diperiksa bahkan saya tidak pulangkan selama 1×24 jam. Tapi tetep belum menerangkan tentang pemukulan. Kalau sudah ada yang bisa ditahan, saya tahan bos. Karena perkara ini cukup menguras energi, siang-malam kami di sana. Karena kalau kami panggil (pihak terkait) kadang-kadang datangnya susah, karena ketakutan (dengan) alasan kerja dan lain-lain,” ungkapnya.

    Ditanya terkait indikasi adanya intimidasi agar tidak ada yang berbicara, Aap mengaku masih belum melihat hal tersebut. Hanya saja, pihaknya melihat adanya indikasi solidaritas antar warga meskipun masih belum pasti.

    Selain itu, di tempat tinggal mereka saat itu sedang marak kejadian pencurian karena banyaknya PHK akibat Covid-19. Kebetulan pada saat itu pukul 02.00 WIB dini hari ada seorang yakni Anta yang masuk ke kampung dan tidak dikenali oleh warga setempat sehingga dikira akan mencuri.

    “Tapi sampai saat ini tetap masih saya dalami dan saya sudah dua kali gelar (perkara) di Polres. Sampai saat ini kami masih melaksanakan arahan dan petunjuk dari Polres, jangan sampai kami salah menentukan orang. Langkah berikutnya setelah semua arahan dari Polres kami kerjakan, nanti kami akan gelar (perkara) lagi,” tandasnya. (DZH)

  • Polresta Tangerang Amankan 10 Remaja Pengeroyok Pelajar

    Polresta Tangerang Amankan 10 Remaja Pengeroyok Pelajar

    TANGERANG, BANPOS – Kepolisian Resor Kota (Polresta) Tangerang Polda Banten berhasil mengamankan 10 remaja yang masih berstatus pelajar, usai terlibat aksi pengeroyokan terhadap OK (17), di Cisereh, Tigaraksa, Tangerang.

    Aksi pengeroyokan tersebut mengakibatkan OK tewas, setelah mengalami luka lebam di bagian punggung dan kepala, serta luka bacok di bagian dada hingga urat nadi korban putus.

    Kapolda Banten Irjen Pol Drs. Tomsi Tohir, M.Si melalui Kapolres Kota Tangerang Ajun Komisaris Besar Polisi Ade Ary Syam Indradi mengatakan, asal mula tawuran tersebut setelah adanya sikap saling ejek antara dua kelompok remaja itu. Kemudian berujung pertemuan antar kedua kelompok untuk melakukan aksi tawuran.

    “Pertamanya ini karena saling ejek soal adu kekuatan kelompok sehingga mereka merecanakan aksi ini. Bahkan mereka sudah menyiapkan senjata seperti golok, stik golf dan juga kayu,” katanya di Mapolsek Tigaraksa, Selasa, 3 Desember 2019.

    Saat itu, kekuatan kelompok korban dan pelaku berbanding jauh. Kelompok korban ini sangat sedikit dibanding pelaku. Melihat itu, kelompok pelaku menggunakan kesempatan untuk menyerang secara membabi buta.

    “Di sini yang menjadi incaran adalah OK karena dia tak sempat lari hingga akhirnya tewas usai luka yang cukup parah di urat nadi,” ujarnya.

    Dalam kasus ini, polisi menangkap 10 remaja. Satu di antaranya berinisial YOR harus ditahan setelah terbukti sebagai pelaku pembacokan, serta perencanaan aksi tawuran.

    “Satu pelaku kita tahan, dan yang lainnya ini kita lakukan pendampingan karena statusnya masih di bawah umur alias anak berhadapan dengan hukum,” ujarnya.

    Untuk YOR, pihak kepolisian mengenakan pasal 80 ayat 3 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak dan pasal 170 KUHPidana dengan ancaman di atas 15 tahun penjara.

    Ditempat berbeda Kabid humas Polda Banten Kombes Pol Edy Sumardi Priadinata, S.I.K, M.H kepada para pelajar untuk tidak berbuat hal-hal yang negatif seperti main hakim sendiri, tawuran, pengeroyokan, serta penyalahgunaan narkoba.

    “Untuk para pelajar mari berlomba-lomba dalam menggapai prestasi yang baik hindari hal-hal yang negatif, pelajar adalah harapan bangsa indonesia untuk bisa memajukan indonesia ke hal yang lebih baik.” Pungkasnya. (RUL)