Tag: Anggaran Pemprov Banten

  • Bankeu Kota Serang Naik 90 Persen

    Bankeu Kota Serang Naik 90 Persen

    SERANG, BANPOS –  Bantuan keuangan (Bankeu) delapan kabupaten/kota dari Pemprov Banten mengalami kenaikan hampir 90 persen. Angka tersebut nantinya akan dibagikan kepada masing-masing daerah dengan angka berbeda-beda.

    Dokumen pada Rancangan APBD Banten tahun 2024 yang sudah diserahkan pemprov ke DPRD Banten besaran Bankeu di slot sebesar Rp291,42 miliar. Jumlah tersebut lebih besar dari Bankeu  berjalan yakni,
    tahun 2023 dianggarkan tidak lebih dari Rp200 miliar, atau tepatnya di angka Rp199,28 miliar.

    Ketua Komisi III DPRD Banten yang juga Anggota Badan Anggaran (Banang), M Faizal dihubungi melalui telpon genggamnya, Selasa (31/10) membenarkan jika untuk  Bankeu pemprov kepada seluruh kabupaten/kota
    se-Banten 2024 lebih besar ditimbang tahun 2023. “Iya,” kata Faizal saat ditanya mengenai Bankeu Kabupaten/Kota pada rancangan APBD 2024.

    Ia menjelaskan, besarnya Bankeu di tahun 2024 tersebut dikarenakan banyak infrastruktur dan kebutuhan masyarakat masih sangat diperlukan. 

    “Itu kan untuk layanan dasar. Jadi menurut saya, kalau bisa ditambah lagi. Kalau memang kemampuan keuangan di kita (Pemprov Banten) sangat memungkinkan, saya setuju ditambah,” katanya.

    Namun kata dia, rancangan Bankeu Rp291,42 miliar yang telah dibahas bersama antara Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dengan Banggar, akan diberikan, tidak merata.

    “Angka persisnya, nanti kita lihat lagi. Yang jelas setiap kabupaten/kota itu kebutuhan dan keperluannya berbeda-beda. Jadi angkanya tidak semua sama di kabupaten/kota,” ujarnya.

    Faizal mengungkapkan, kenaikan Bankeu dari 2023 ke 2024 juga masih dianggap wajar. Dan akan berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi (LPE) serta indek pembangunan masyarakat (IPM) “Imbas dari pemenuhan dan melengkapi layanan dasar ini berpengaruh pada LPE. Ini  merupakan suatu indikator ekonomi makro yang
    menggambarkan seberapa jauh keberhasilan pembangunan suatu daerah dalam periode waktu tertentu. Indikator ini dapat pula dipakai untuk menentukan arah kebijakan pembangunan yang akan datang,” ungkapnya.

    Untuk IPM, lanjut Faizal, mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Melalui pendekatan tiga dimensi dasar yang mencakup umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan layak. Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka harapan hidup waktu lahir.

    “Jadi program di kabupaten/kota ini dapat menunjang percepatan pembangunan dan pemenuhan dasar masyarakat kepada provinsi. begitupun provinsi, untuk melihat capaian secara nasional nantinya,”
    pungkasnya.

    Wakil Ketua TAPD yang juga Kepala BPKAD Banten, Rina Dewiyanti saat dihubungi melalui pesan tertulisnya mengenai Bankeu Kabupaten/Kota pada RAPBD 2024, hingga berita ini diturunkan belum
    membalas.(RUS/ENK)

  • Pemprov Banten Tidak Prioritaskan Masyarakat

    Pemprov Banten Tidak Prioritaskan Masyarakat

    SERANG, BANPOS – Kritikan terhadap kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten dalam melakukan pemangkasan terhadap alokasi anggaran belanja modal pada APBD Perubahan Tahun Anggaran 2023 semakin meluas.

    Sebelumnya, salah seorang anggota Komisi IV DPRD Provinsi Banten dari Fraksi Gerindra, Muhammad Nizar melontarkan kritikan terkait kebijakan pemangkasan anggaran itu dengan mengatakan bahwa perencanaan anggaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten buruk.

    Kini hal senada juga disampaikan oleh Deputi Direktur PATTIRO Banten, Amin Rohani.
    Amin berpandangan dengan adanya kebijakan pemangkasan alokasi anggaran belanja modal membuktikan bahwa, Pemprov Banten belum sepenuhnya memprioritaskan kepentingan masyarakat.

    “Dapat dimaknai bahwa pemerintah masih belum memprioritaskan kepentingan masyarakat atau publik di atas kepentingan pemerintah itu sendiri,” ungkapnya kepada BANPOS.

    Menurutnya, Pemprov Banten seharusnya mengambil kebijakan penambahan jumlah porsi anggaran belanja modal, bukan malah sebaliknya

    Alasannya karena belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah yang dapat dirasakan langsung kebermanfaatannya oleh masyarakat.

    Lain halnya dengan belanja operasional yang dinilainya tidak dirasakan langsung oleh masyarakat dampak dari kebermanfaatannya.

    “Idealnya belanja modal mesti lebih besar dibandingkan belanja operasional, karena belanja modal lah yang akan disalurkan untuk urusan-urusan yang langsung berkaitan dengan kepentingan pembangunan masyarakat,” ujarnya.
    Terlebih lagi saat ini, masih banyak permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat yang harus segera ditangani oleh Pemprov Banten.

    Seperti misalnya, pemerataan kualitas pendidikan yang dianggap belum sepenuhnya mampu dirasakan oleh masyarakat di Provinsi Banten.

    “Ketimpangan pendidikan masih terjadi, sebaran Sekolah Menengah Atas (SMA) masih belum merata,” terangnya.
    Tidak hanya di sektor pendidikan, permasalahan di sektor kesehatan seperti stunting dan kematian ibu dan anak juga tidak boleh luput dari perhatian Pemprov Banten.

    “Angka stunting masih di Kisaran 20 persen, begitu juga dengan angka kematian ibu dan bayi yang juga masih cukup tinggi,” imbuhnya.

    Oleh karena itu Amin menilai, berdasarkan permasalahan yang terjadi, maka tidak tepat jika Pemprov Banten memutuskan untuk memangkas alokasi anggaran belanja modal yang yang sejatinya diperuntukan untuk kepentingan masyarakat.

    “Jelas itu kebijakan yang tidak tepat,” tegasnya.

    Ia pun menambahkan, seharusnya dipangkas itu bukanlah belanja modal melainkan tunjangan pegawai pemerintahan yang dialokasikan dalam belanja operasional.

    “Belanja operasional Pemprov Banten dapat ditekan melalui pemangkasan tunjangan kinerja yang menurut sebagian besar masyarakat masih terlalu tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya,” tandasnya.

    Sebelumnya, Partai Gerindra, Muhammad Nizar menyalahkan perencanaan Pemprov Banten yang dinilai tidak matang.
    Menurutnya, Pemprov Banten dalam menyusun perencanaan anggaran, terlalu tinggi memasang target SiLPA di APBD Murni 2023.

    Karena hal itulah kemudian menurutnya turut berdampak terhadap rencana pembiayaan belanja daerah di RAPBD Perubahan tahun ini.

    “Menurut saya itu adalah salah perencanaan terkait dengan penganggaran 2023. Karena ternyata SiLPA nya yang dipasang terlalu besar. Padahal waktu saya ingat tidak segitu yang dipasang, akhirnya berakibat kepada kekurangan anggaran, kan?” kata Nizar kepada BANPOS pada Selasa (19/9).

    Nizar menyebutkan SiLPA yang ditargetkan oleh Pemprov Banten di tahun 2023 angkanya mencapai Rp615 miliar, namun menurut keterangannya dari target yang ditetapkannya itu hanya mampu direalisasi sekitar Rp400 miliar.

    “SiLPA yang dipasang di 2023 Rp615 miliar, sementara SiLPA yang tercapai hanya sekitar Rp400 miliar lebih. Jadi hampir Rp200 miliar itu SiLPA yang ngawang-ngawang,” tuturnya.

    Di samping itu ia juga bertanya-tanya, mengapa Pemprov Banten berani memasang target yang tinggi terhadap SiLPA di APBD Murni Tahun Anggaran 2023.

    Ia menaruh curiga, barangkali memang sebenarnya Pemprov Banten sengaja merencanakan hal tersebut.

    “Seharusnya bukan SiLPA yang dipasang begitu tinggi. Kalau kayak gitu kan semacam SiLPA yang direncanakan,” ujarnya.

    Oleh karenanya, ia mengkritik keras keras kebijakan tersebut dengan mengatakan bahwa perencanaan Pemprov Banten buruk.

    “Inikan berarti perencanaannya yang buruk. Kok bisa berani pasang SiLPA yang begitu besar,” tandasnya.(CR-02/PBN)