LEBAK, BANPOS – Aparat Penegak Hukum (APH) didesak untuk bertindak tegas dalam menangani perkara dugaan pemerkosaan anak di bawah umur, yang terjadi di Bayah. APH, dalam hal ini Kepolisian, juga diminta untuk bisa menjamin keamanan korban dan keluarganya, usai pihak korban melaporkan kasus itu ke Polres Lebak.
Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Cilangkahan (IMC), Jaka Eriyandi, kepada BANPOS menegaskan bahwa APH, dalam hal ini Polres Lebak, untuk profesional dalam menangani kasus pemerkosaan tersebut.
“Melihat persoalan itu sudah menjadi rahasia umum bahwa kasus pelecehan seksual sering kali terjadi. Apalagi ini dialami seorang remaja berusia 13 Tahun, tentu ini akan menjadi perhatian khusus pihak kami,” ujarnya, Kamis (12/10).
Pihaknya meminta, aparat jangan terpancing untuk diarahkan pada perdamaian dan tetap konsisten menjalankan delik hukum. “Kami meminta dalam waktu dekat kasus ini segera dibereskan oleh APH selaku pemangku kebijakan di Lebak, dan para pelaku agar segera ditindak,” ungkap Jaka.
Pada bagian lain, mahasiswa FHS Unma Banten ini mendorong pula APH agar menyisir maraknya peredaran obat-obatan terlarang di kawasan Lebak Selatan.
“Obat-obatan terlarang yang didagangkan secara ilegal termasuk miras sangat marak dijual di Lebak selatan. Saya menduga faktor itulah yang jadi pemicu munculnya kelakuan-kelakuan amoral para pemuda itu, ya seperti perbuatan asusila itu,” terangnya.
Oleh karenanya, IMC dan Ormawa lain di kawasan Baksel akan segera menggelar aksi solidaritas secara besar-besaran ke Polres Lebak, seandainya kasus ini tidak ditangani serius bahkan berujung perdamaian.
“Pastikan Kasus ini ditangani serius. Bersama organ lain Kami dalam waktu dekat akan konsolidasi untuk menggelar aksi bersama agar kasus ini dituntaskan secara hukum,” tandas Jaka.
Sementara itu, Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Kabupaten Lebak, Mastur Huda, menuntut berbagai pihak untuk menjamin perlindungan dan keamanan bagi korban maupun keluarga korban.
Menurutnya, hal tersebut harus diperhatikan lantaran hal-hal yang tidak terduga bisa saja terjadi. Karena diketahui sebelumnya, kasus tersebut telah sepakat berdamai dan akhirnya batal setelah keluarga menyadari bahwa itu bukanlah keadilan.
“Pilihan keluarga dan korban sudah tepat untuk melaporkan kasus ini dengan tidak damai. Nah saya harap baik pihak Kepolisian maupun Pemerintah dapat menjamin keamanan korban karena bisa saja dendam atau mungkin ada yang tidak terima (pelaku) hingga berbuat kejahatan lain,” kata Mastur kepada BANPOS, Kamis (12/10).
Mastur menjelaskan, perlu diperhatikan pula hak-hak korban yang terdapat di dalam Pasal 5 Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Sanksi dan Korban juncto Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban adalah hak legal korban yang diberikan oleh undang-undang.
“Di sana tertuang bahwa haknya ialah memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan perlindungan dan dukungan keamanan,” jelas Mastur.
Ia menerangkan, dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau UU 12 tahun 2022 pasal 69 pula dijelaskan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual, di antaranya yakni hak penyediaan informasi mengenai hak dan fasilitas perlindungan, hak penyediaan akses terhadap informasi penyelenggaraan perlindungan, hak perlindungan dari ancaman atau kekerasan pelaku dan pihak lain serta berulangnya kekerasan, hak perlindungan atas kerahasiaan identitas, perlindungan dari sikap dan perilaku aparat penegak hukum yang merendahkan korban.
Serta hak perlindungan dari kehilangan pekerjaan, mutasi pekerjaan, Pendidikan, atau akses politik dan pidana atau gugatan perdata atas tindak pidana kekerasan seksual yang telah dilaporkan.
Lanjut Mastur, apalagi dalam kasus tersebut korban merupakan anak dibawah umur yang memang sudah jelas harus mendapatkan perlindungan khusus yang telah ditetapkan pemerintah.
“Jangan sampai pihak Aparat Penegak Hukum dan Pemerintah membiarkan hal-hal ini terjadi lagi. Tidak ada kata damai untuk pemerkosaan dan pelecehan seksual,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, terkait kasus Kekerasan Seksual yang dilakukan oleh lima orang pemuda terhadap seorang gadis dibawah umur yang terjadi beberapa waktu lalu di wilayah Lebak Selatan yang berakhir dengan damai (Musyawarah Mufakat), pada Rabu (11/10) Korban bersama keluarga dan pendamping datang ke Polres Lebak untuk membuat laporan terkait hal tersebut.
Diketahui, kesepakatan damai dalam kasus itu batal setelah pihak keluarga menyadari bahwa tidak ada hak korban yang terpenuhi dalam penyelesaian secara damai tanpa proses hukum.
Seperti yang diungkapkan oleh Paman Korban. Kesepakatan penyelesaian kasus secara damai dianggap tidak memikirkan kondisi korban dan seolah menyepelekan korban. Maka dari itu, katanya, pihak korban melakukan pelaporan kepada Polres Lebak.
“Bukan perdamaian yang ada, malah timbul kejanggalan. Makanya kita ingin mencari keadilan untuk korban,” katanya kepada Wartawan didepan Gedung Satreskrim Polres Lebak. (MYU/WDO/DZH)