TANGERANG, BANPOS —Pemkot Tangerang memastikan tahun ini tidak akan melakukan pembangunan fisik. Seluruh anggaran yang berada di orgaisasi perangkat daerah (OPD) konstruksi seperti Dinas PUPR dan Dinas Perkim bahkan dialihkan guna penanganan Covid-19.
“Dengan sangat terpaksa dan dengan anggaran yang terbatas sekarang kita fokus pada pelayanan publik, pendidikan kesehatan dan pelayanan publik lainnya. Untuk pembangunan sifatnya hanya perbaikan saja,” ujar Walikota Tangerang Arief R Wismansyah, usai menggelar rapat dengan seluruh unsur Forkopimda Kota Tangerang di Puspemkot Tangerang, Rabu (29/4).
Arief menjelaskan, seluruh OPD memang memangkas anggaranya mulai dari Dinas Pendidikan hingga PUPR dan Perkim. “Tapi itu sementara, makanya kita berharap dukungannya dari masyarakat agar hal itu bisa mempercepat pemutusan rantai Covid-19 dan ekonomi segera pulih sehingga kita bisa melakukan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat lebih optimal,” harapnya.
Sementara, Ketua DPRD Kota Tangerang Gatot Wibowo menyampaikan, untuk anggaran DPRD Kota Tangerang juga sudah dilakukan rasionalisasi hampir Rp 28 miliar. “Angkanya persisnya Rp 27 sekian miliar,” ujarnya di tempat yang sama.
Pria yang juga Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Tangerang ini melanjutkan, kegiatan kunjungan kerja yang biasanya menjadi agenda rutin wakil rakyat selama pandemi Covid-19 ditiadakan. “Sekarang kalau lihat setiap hari dewan stand by di kantor,” jelasnya.
Gatot menambahkan, pendapatan Pemkot Tangerang secara keseluruhan juga mengalami penurunan drastis akibat melemahnya ekonomi. Kas daerah yang siap berdasarkan informasi yang dia terima pun disebut hanya Rp 320-an miliar lebih.
“Biasanya pendapatan Pemkot tiap hari itu sebesar Rp 6 miliar, ini cuma Rp 600 juta saja,” jelasnya. Sehingga ia memaklumi bila tahun ini tidak dilaksanakan pembangunan fisik. “Yang penting negara hadir untuk menjamin hak-hak dasar warganya, jangan sampai ada yang meninggal gara-gara masyarakatnya kelaparan seperti yang baru-baru ini ramai diberitakan,” ujarnya.(BNN/PBN)
LEBAK, BANPOS – Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Lebak, Budi Santoso menyatakan, Pemerintah Kabupaten Lebak siapkan anggaran Rp116,7 miliar untuk percepatan penanganan virus Covid-19.
Menurut Budi, anggaran itu dialokasikan juga untuk jaring pengaman sosial dan penanganan dampak ekonomi hingga bulan Oktober 2020.
“Secara bertahap sesuai pengajuan Gugus Tugas/Dinkes sudah kita keluarkan melalui manajemen kas daerah yang sebagian besar untuk APD dan disinfektan,” kata Budi saat dihubungi BANPOS, Kamis (9/4).
Ia menjelaskan, anggaran tersebut sesuai dengan Instruksi Mendagri kepada Kepala Daerah untuk melakukan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran kegiatan tertentu (Refocusing) dan perubahan alokasi anggaran melalui optimalisasi penggunaan belanja tidak terduga (BTT) yang tersedia dalam APBD 2020.
“Refocusing dari Bankeu Rp5 miliar, refokusing dari kegiatan Dinkes Rp2,3 miliar dan penambahan BTT dari Rp5 miliar ditambah Rp94,4 miliar menjadi Rp99,4 miliar,” jelasnya.
Belanja Tidak Terduga (BTT) kata Budi menegaskan, dipergunakan secara fleksibel sesuai dengan pengajuan rencana kebutuhan belanja (RKB) organisasi perangkat daerah (OPD) yang mengajukan.
Sesuai dengan Instruksi dan Permendagri, refocusing Belanja Tidak Terduga secara umum digunakan untuk tiga poin penanganan prioritas.
“Penanganan kesehatan dan hal-hal lain terkait kesehatan, penanganan dampak ekonomi dan penyediaan jaring pengaman sosial,” tandasnya.(CR-01/PBN)
SERANG, BANPOS – Berdasarkan rancangan APBD 2020 yang diajukan oleh Pemkot Serang, tercatat anggaran rehabilitasi untuk rumah dinas kepala dan wakil kepala daerah sebesar Rp912 juta.
Namun, seperti diketahui, untuk Kota Serang masih belum memiliki rumah jabatan untuk walikota dan wakil walikota. Dan dalam APBD 2020 tidak diajukan untuk pembangunan rumah dinas yang besar kemungkinan memakan biaya lebih besar.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Wachyu Budi Kristiawan, menyatakan, ketiadaan rumah jabatan tersebut sudah terantisipasi dalam Permendagri No. 33 tahu 2019 tentang penyusunan APBD 2020.
Sedangkan dalam PP 109/2000 tentang kedudukan keuangan kepala daerah dan wakil kepala daerah, untuk kepala daerah dan wakil kepala daerah disediakan rumah jabatan.
“Jadi kalau pemda belum punya rumah jabatan, maka bisa sewa,” ujar Wachyu melalui pesan singkat kepada awak media, Kamis (21/11).
Adapun untuk penyewaan rumah jabatan tersebut, untuk Pemda Kota Serang bisa menyewa rumah pribadi Walikota dan Wakil Walikota Serang.
“Jadi dalam alokasi rehabilitasi juga bisa untuk belanja sewa. Bisa juga untuk menyewa rumah pak Syafrudin dan rumah pak Subadri, karena harus atas nama pribadi,” jelasnya.
Sedangkan, walaupun nanti ada anggaran rehabilitasi dan sewa, rumah tersebut tidak tercatat sebagai aset daerah.
“Perlakuan akuntansinya hanya sebagai belanja sewa bukan belanja modal,” paparnya.
Ia mengarahkan, untuk lebih memperjelas dapat menghubungi ke Sekretariat Daerah sebagai pengusul dan pengelola anggaran.
Ketika dicoba hubungi, Asda III Kota Serang Bidang Umum, Komarudin, menyatakan, saat ini masih mempertimbangkan terkait pembangunan rumah jabatan bagi walikota dan wakil walikota.
“Tapi untuk itu, harus melalui proses appraisal dulu,” ujarnya.
Ia mengatakan, untuk tahun 2020, belum ada pengajuan pembangunan tersebut.
“Kita lagi minta bantuan appraisal dulu, jadi belum ada nilainya,” tandasnya.
Wakil Walikota Serang, Subdri Ushuludin, membenarkan bahwa rumah dinas saat ini masih menggunakan sistem sewa. Hal ini dikarenakan Pemkot Serang masih belum mampu untuk melakukan pengadaan rumah dinas.
“Kan itumah amanah kepala daerah agar mendapatkan rumah dinas. Karena Pemkot Serang belum bisa mengadakan rumah dinas, maka disewakan atau dikasih tunjangan perumahan,” ujarnya.
Menurutnya, dalam hal penentuan besaran anggaran sewa rumah dinas, Pemkot Serang menggunakan jasa appraisal dan disesuaikan dengan standar satuan harga (SSH).
“Acuannya jadi mengikuti SSH. Kalau berbicara kapan akan ada rumah dinas, itu masih dipikir-pikir dulu kedepannya,” tandas Subadri. (DZH/AZM)
TIGARAKSA, BANPOS — Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Tangerang menyebutkan, serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2019 sampai bulan November baru mencapai 58,61 persen.
Kondisi itu langsung mendapat kritik dari anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yang menyebut ada indikasi Pemkab Tangerang ingin menabung Silpa.
Sekretaris BPKAD Kabupaten Tangerang, Ahmad Hidayat mengungkapkan, untuk data sementara realisasi APBD tahun 2019, yakni pendapatan sudah terealisasi terealisasi Rp 4,2 Triliun atau sebesar 74,65 persen dari total target Rp 5,6 triliun.
Sedangkan untuk belanja dibagi menjadi dua, yaitu belanja langsung berupa pembangunan infrastruktur dan belanja tidak langsung berupa pembayaran gaji pegawai, belanja hibah dan belanja Bantuan Sosial (Bansos).
“Untuk belanja tidak langsung sudah terealisasi Rp 2,1 triliun atau 76 persen. Kalau belanja langsung baru 58,61 persen, dari pagu Rp 3,6 triliun terealisasi Rp 2,1 triliun. Nah ini keseluruhannya, APBD Pemda baru terserap 58,61 persen,” kata Ahmad Hidayat, Senin (11/11).
Saat ini pimpinan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang, kata Hidayat, sudah melakukan evaluasi untuk mencari solusi atau langkah-langkah percepatan. Sehingga penggunaan APBD berjalan secara optimal, khususnya di penggunaan belanja langsung.
Kata dia, Pemkab menargetkan Silpa di tahun 2019 ini hanya mencapai Rp 500 miliar, karena terakhir di 2018 Silpa Kabupaten Tangerang mencapai Rp 792 miliar.
“Makanya kemarin pimpinan, Pak Sekda (Sekretaris Daerah) dan Pak Asda (Asisten Daerah) I melakukan evaluasi. Jadi mau dicari kendalanya apa, solusinya kita cari yang lebih efektif seperti apa. Diharapkan sih kita optimal, karena target Pak Bupati itu setiap tahun silva kita semakin rendah. Kita ingin targetkan tahun ini turun, syukur-syukur bisa mencapai Rp 500 miliar saja,” katanya.
Hidayat mengatakan, di dua bulan terkhir ini akan dilakukan penuntasan penggunaan anggaran. Kata dia, pimpinan akan melakukan road show atau mengumpulkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang berpotensi silva tinggi, untuk mencari solusi agar tidak terjadi silva tinggi.
“Hambatan utama biasanya adalah dalam pengadaan barang. Kemudian di pengadaan tanah yang belum adanya kesepakatan harga saat pembebasan lahan atau prosesnya belum selesai, dan sebagainya. Jadi yang mendominasi sebenarnya itu dari tahun ke tahun,” tambahnya.
Sementara itu, Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daeeah (DPRD) Kabupaten Tangerang, Ahmad Supriyadi mengatakan, dia sangat menyesalkan APBD 2019 baru terserap 58,61 persen. Menurutnya, di bulan November anggaran seharusnya sudah terserap 90 persen. Bahkan dia sempat menyinggung jika Pemda terindikasi ingin menabung Silpa.
“Itu hal yang patut disesalkan, karena harusnya di posisi bulan November sudah mendekati 90 persen. Pemda tidak fokus dalam upaya penyerapan anggaran dan ada indikasi mau nabung Silpa,” tukasnya.
Supriyadi berharap, di tahun 2020, APBD Kabupaten Tangerang bisa terserap secara optimal. Karena sesuai dengan semangat Mentri Dalam Negeri Indonesia. “Sesuai dengan semangat Mendagri yang baru, serapan anggaran Pemda harus optimal,” harapnya.
Terpisah, Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA) Kabupaten Tangerang, Slamet Budhi Mulyanto mengatakan, anggaran belanja langsung yang belum terserap 100 persen, dikarenakan saat ini masih dalam proses pembangunan dan belum dilakukan pembayaran kepada pihak pengembang atau kontraktor.
Menurutnya, ketika pihak pengembang sudah menyelesaikan tugasnya 100 persen, maka pihaknya akan menurunkan tim untuk melakukan uji kualitas beton. Setelah terpenuhi, akan dibayar berdasarkan item yang terpasang.
“Sebenarnya bukan kendala, tetapi masa kontraknya berakhir itu pada akhir November dan pertengahan Desember. Jadi kita bayar setelah dia mengerjakan pekerjaan 100 persen,” tandasnya.
Budhi mengatakan, untuk saat ini ada 81 titik pengerjaan yang dilakukan DBMSDA Kabupaten Tangerang dan 57 titik pembangunan jembatan dan jalan. Sementara sisanya 24 merupakan kegiatan Sumber Daya Air (SDA), diantaranya normalisasi, pemasangan U-ditch dan sejenisnya. Pihaknya juga sudah menegus beberapa pengembang yang dinilai kurang optimal dalam pengerjaan.
“Kemarin yang belum mencapai progresnya kita keluarkan surat teguran. Misalnya seharusnya hari ini sudah prosentasenya sudah 75 persen, namun baru 60 persen, ya kita buat surat teguran agar dilakukan percepatan. Insya Allah, di akhir tahun semua kegiatan yang sudah tersusun selesai semua,” tandasnya. (bnn/pbn)
SERANG, BANPOS – Soal lemahnya serapan anggaran dari OPD, Ketua DPRD Kota Serang Budi Rustandi menyatakan, akan memanggil OPD-OPD yang paling lemah dalam menyerap anggaran tersebut. Selain itu, ia menegaskan bahwa Walikota Serang harus melakukan evaluasi yang menyeluruh tentang lemahnya kinerja anggarannya.
“Harus ada tindakan tegas setelah dievaluasi. Copot Kepala Dinas yang serapannya rendah,” ujar Budi disela-sela diskusi publik Pokja Wartawan Kota Serang (PWKS), Kamis (31/10).
Ia menyatakan, DPRD hanya memiliki fungsi pengawasan dan penganggaran, sehingga tidak memungkinkan untuk memberi sanksi langsung kepada kepala OPD yang lemah kinerjanya tersebut.
“Tapi kita bisa saja untuk memberikan pengurangan anggaran untuk periode selanjutnya, jadi tidak ada serapan anggaran yang lemah,” ujarnya.
Sebelumnya diketahui, serapan anggaran Triwulan III Pemda Serang masih belum maksimal dan didominasi oleh Belanja Tidak Langsung atau Belanja Operasional saja.
Secara presentase, serapan Belanja Daerah Kota Serang baru mencapai 47,90 persen terdiri dari Belanja Tidak Langsung (BTL) sebesar 58,39 persen, sedangkan untuk Belanja Langsung (BL) baru mencapai 37,4 persen. (PBN)
SERANG, BANPOS – Serapan anggaran Triwulan III Pemda Serang masih belum maksimal dan didominasi oleh Belanja Tidak Langsung atau Belanja Operasional saja.
Secara presentase, serapan Belanja Daerah Kota Serang baru mencapai 47,90 persen terdiri dari Belanja Tidak Langsung (BTL) sebesar 58,39 persen, sedangkan untuk Belanja Langsung (BL) baru mencapai 37,4 persen.
Menurut Asda II bidang Ekonomi Pembangunan Kota Serang Djoko Sutrisno, jika melihat dari kinerja penyerapan anggaran ini, memang akan terdapat beberapa hal yang butuh usaha lebih keras agar mencapai target yang ditetapkan.
“Memang jika melihat dari progress dan waktunya, ini sangat jauh. Sedangkan sekarang tinggal menyisakan 3 bulan lagi hingga Desember,” ujar Djoko saat ditemui di ruangannya.
Menurut Djoko, dalam evaluasi triwulan III yang telah dilakukan beberapa waktu yang lalu, para OPD yang ada telah menyampaikan beberapa alasan sehingga penyerapan belanja, khususnya pada belanja langsung masih belum maksimal.
“Menurut beberapa OPD, ada yang sedang dalam proses konstruksi dan ada yang sudah selesai, namun dalam proses PHO (serah terima pekerjaan sementara,red) dan belum dicairkan dari keuangan,” ungkapnya.
Selain itu menurutnya, ada beberapa pekerjaan juga yang baru selesai tender atau lelang. Sehingga pekerjaan baru bisa dimulai.
“Tapi mereka nyatakan, waktu yang tersedia masih cukup, jadi bisa selesai,” papar mantan Kepala Bappeda Kota Serang tersebut.
Ia menyatakan, Dinas Pekerjaan Umum (PU) adalah dinas yang paling rendah penyerapan anggarannya, sehingga banyak tertinggal dari OPD lainnya. Menurutnya, hal ini dikarenakan proses perencanaan dan pelelangan dilakukan pada tahun yang bersamaan.
“Jadi misalnya, harusnya dilakukan DED dulu, baru tahun berikutnya konstruksi. Namun sekarang, dilakukan di tahun yang bersaman,” jelasnya.
TANGERANG, BANPOS — Pemkot Tangerang menepis kritikan dari DPRD dengan cara berbeda. Pemkot Tangerang menghitung alokasi anggaran dengan menggabungkan antara belanja langsung dengan belanja tidak langsung, sehingga melebihi batas minimal 10 persen anggaran yang ditetapkan oleh UU Kesehatan.
Sedangkan fraksi Gerindra dan fraksi PDI-Perjuangan menghitung dengan basis presentase belanja langsung, yang menunjukkan angka di bawah 10 persen, atau tepatnya 8 persen.
Pasal 171 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36/2009 tentang Kesehatan menyebutkan, Besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal 10 % (sepuluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja daerah di luar gaji.
Dalam pidatonya, Wakil Walikota Tangerang Sachrudin menegaskan bahwa Pemerintah Kota Tangerang sudah sesuai aturan mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar Rp 613,63 miliar pada RAPBD tahun anggaran 2020.
“Alokasi untuk anggaran kesehatan pada RAPBD tahun anggran 2020 sebesar Rp 613,63 miliar atau 12,79 persen. Ini sudah sesuai ketentuan aturan yang ada, yaitu sekurang-kurangnya 10 persen,” ujarnya.
Disebutkan anggaran kesehatan Rp 613,63 miliar terbagi atas belanja tidak langsung sebesar 228,66 miliar dan belanja langsung sebesar Rp 385,17 miliar.
Untuk diketahui, pada sidang paripurna sebelumnya, Fraksi Gerindra menyoroti anggaran kesehatan yang dialokasikan Pemkot Tangerang pada APBD tahun anggaran 2020 sebesar Rp 385 miliar. Jumlah itu dinilai Fraksi Gerindra sangat kecil yakni hanya 8 persen dari total proyeksi APBD tahun 2020 sebesar Rp 4,79 triliun.
“Ini artinya masih 8 persen, padahal dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 harusnya minimal 10 persen,” ujar juru bicara Fraksi Gerindra, Junadi sebelumnya.
Terkait belum banyaknya puskesmas rawat inap yang menjadi bagian pertanyaan dewan, Sachrudin mengaku, saat ini Pemerintah Kota Tangerang baru memiliki empat puskesmas rawat inap. Kendati demikian, terdapat 41 puskesmas dengan layanan 24 jam dan 41 puskesmas non rawat inap.
“Di tahun 2020 direncanakan pembangunan Puskesmas Sudimara Pinang dan Puskesmas Batusari,” ujarnya.
Sachrudin melanjutkan, pada tahun 2020 direncanakan peningkatan kompetensi bagi tenaga kesehatan puskesmas pada program pengembangan sumber daya kesehatan.
Nantinya Dinas Kesehatan Kota Tangerang akan bekerjasama dengan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Tangerang.
“Mengenai keseimbangan jumlah penduduk dengan kamar rawat inap, bahwa jumlah tempat tidur rumah sakit pada tahun 2018 sebanyak 2.989 buah. Menurut standar WHO rasio ideal tempat tidur rumah sakit terhadap jumlah penduduk adalah 1 tempat tidur untuk 1.000 orang. Jika dibandingkan dengan rasio di Kota Tangerang 1,72 perseribu penduduk jumlahnya sudah mencukupi,” ujar Sachrudin. (Bnn/pbn)
TANGERANG, BANPOS – DPRD Kota Tangerang menggelar rapat Paripurna terkait penyusunan RAPBD yang diajukan Pemerintah Kota Tangerang. Dalam rapat paripurna yang digelar di Gedung DPRD Kota Tangerang pada, Selasa (24/9), Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi Gerindra DPRD Kota Tangerang mengkritisi perihal penyusunan RAPBD 2020 yang diajukan.
Juri bicara Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Tangerang Sumarti mengatakan bahwa pihaknya meminta penjelasan tentang perbedaan penyebutan jumlah anggaran pendidikan.
“Apakah Rp1,64 triliun sebagaimana nota keuangan yang disampaikan atau Rp761 miliar seperti data dalam lampiran. Sebab, sebagaimana yang diamanahkan dalam UU Sisdiknas Pasal 49 bahwa anggaran mutu dan kualitas pendidikan harus teralokasikan minimal 20 persen dalam APBD,” ujar Sumarti.
Selain mengkritisi sektor pendidikan, Fraksi PDI Perjuangan juga mengkritisi dalam rancangan bidang kesehatan yang dianggarkan sebesar Rp385 miliar.
“Fraksi PDIP mendorong pemerintah untuk serius mewujudkan pelayanan prima terhadap penyelenggaraan jaminan sosial dan kesehatan kepada masyarakat di Puskesmas ataupun rumah sakit,” katanya.
Sumarti juga mengatakan, ihwal target Pemkot Tangerang dalam mengentaskan kemiskinan sebesar 4,26 persen pada 2020, diketahui bersama model pertumbuhan ekonomi masih menjadi paradigma dalam strategi mengurangi kemiskinan. Padahal, kata Sumarti, persoalan kemiskinan di perkotaan adalah tingginya ketimpangan kepemilikan aset ekonomis.
“Oleh sebab itu, kami akan mendorong terus agar Pemerintah kota Tangerang untuk fokus dalam mewujudkan pemerataan ekonomi masyarakat dengan memaksimalkan program-program SKPD terkait. Agar tepat sasaran, karena PDIP berkepentingan untuk memastikan pemerataan ekonomi terwujud dalam penggunaan APBD 2020,” imbuh Sumarti.
Selain itu, PDI Perjuangan juga mendorong agar Pemerintah kota Tangerang agar lebih cepat dalam mengkoordinasikan program di antara OPD. Perlu adanya leading sektor agar tidak terjadi duplikasi program pengentasan kemiskinan di lebih satu instansi. Hal ini agar terukur kualitas manfaat dan target program.
“Contoh antara UKM dengan Dinsos masing-masing memiliki program pembinaan kesehatan masyarakat,” tuturnya.
Hal senada juga disampaikan oleh juru bicara dari Fraksi Gerindra DPRD Kota Tangerang Junadi, bahwa pihaknya mempertanyakan tentang anggaran kesehatan yang rencananya hanya dialokasikan 8 persen. Hal ini tidak sesuai dengan UU 23/2014 yang seharusnya 10 persen.
Kami mempertanyakan pendataan aset daerah Kota Tangerang, khususnya terhadap bangunan Posyandu pada proram 1.000 Posyandu yang telah direalisasikan, “namun sangat disayangkan dikarenakan telah berubah fungsi, salah satu contohnya yang di wilayah Poris Indah,” ucapnya.
Selain itu, Gerindra juga mendorong Pemkot Tangerang untuk melakukan percepatan pembangunan Puskesmas di setiap tingkat wilayah kecamatan, karena kondisi masyarakat sangat membutuhkan pelayanan rawat inap.
Disamping itu Gerindra juga akan mendorong agar warga yang berkebutuhan khusus juga diperhatikan agar menerima pelayanan pendidikan.
“Kami sampaikan juga tentang penambahan-penambahan rambu-rambu lalu lintas di titik jalan raya yang sering menimbulkan kemacetan dan kecelakaan. Selain itu, kami berharap agar fasilitas parkir dapat dikelola dengan baik sehingga menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan bertambah,” ujarnya. (sug/pbn)
TANGERANG, BANPOS — Kinerja serapan anggaran Pemerintah Kota Tangerang masih sangat rendah. Mendekati akhir tahun, serapan anggaran yang dilakukan seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) baru 40-an persen.
Padahal dalam waktu dekat ini antara Pemkot Tangerang dengan DPRD Kota Tangerang sudah akan membahas Rancangan APBD murni untuk tahun 2020. Plt Asisten daerah II Asep Suparma mengatakan, serapan anggaran yang baru mencapai 40-an persen mendekati akhir tahun ini dikarenakan masih banyaknya proyek-proyek di sejumlah SKPD yang masih berjalan, terlebih juga masih adanya proses lelang yang belum selesai.
Seperti di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUPR), sejumlah proyek pembangunan konstruksi sampai saat ini masih terus berjalan. Sama halnya dengan dengan Dinas Perumahan dan Permukiman, sejumlah proyek pekerjaan masih berjalan, sehingga dua dinas ini yang paling lamban menyerap anggaran.
“Karena pembangunannya baru sekarang dilaksanakan. Kan harus menunggu pekerjaan selesai baru anggaran dapat terserap,” ujarnya ditemui di gedung DPRD Kota Tangerang, kemarin.
Sementara itu, Dinas Perpusatakaan adalah dinas dengan penyerapan anggaran hampir mencapai 100 persen. “Karena (penyerapan anggaran Dinas perpusatakaan-red) relatif lebih awal pelaksanaan pekerjaannya,” tuturnya.
Asep mengatakan, Pemkot Tangerang terus berupaya memaksimalkan penyerapan anggaran, salah satunya dengan gencar melaksanakan rapat evaluasi. “Sekarang selalu ada rapat evaluasi. Kami dorong (seluruh SKPD-red) bisa menyelesaikan (menyerap anggaran-red) karena waktunya sudah sangat mepet,” jelasnya.
Asep berharap, sebelum dimatangkannya RAPBD murni yang dalam waktu dekat akan dibahas, penyerapan anggaran terus meningkat di semua SKPD. Kendati akan dilakukan pemaksimalan penyerapaan anggaran, pihaknya juga memperhatikan upaya efesiensi anggaran, sehingga menurutnya antara memaksimalkan penyerapan anggaran dengan efesiensi anggaran berimbang dapat berimbang.
“Jadi tidak harus seratus persen (penyerapan anggarannya-red), kalau memang bisa dilakukan efisiensi anggaran, kami lakukan,” ujarnya. (Bnn/pbn)
SERANG , BANPOS – Rendahnya realisasi target PAD, pada triwulan ketiga yang telah ditetapkan, membuat Walikota Serang, Syafrudin, menyidak beberapa OPD yang memiliki raport merah pada tahun anggaran kemarin. OPD tersebut adalah Dinas Pertanian (Distan) dan Dinas Perhubungan (Dishub).
Berdasarkan hasil sidak tersebut, diketahui bahwa kedua OPD tersebut dalam merealisasikan target retribusi, masih sangat minim. Diketahui, realisasi target PAD pada Distan hanyalah 16 persen saja. Sedangkan untuk Dishub, hanya satu nilai di atas Distan, yaitu 17 persen. Padahal, Pemkot Serang telah menargetkan bahwa dalam triwulan ketiga ini, realisasi PAD seluruh OPD harus mencapai minimal 60 persen dari target.
Berdasarkan data yang dimiliki BANPOS, terjadi penurunan yang signifikan atas realisasi target PAD dari kedua OPD tersebut, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini.
Untuk Distan, pada tahun 2016 berhasil merealisasikan target PAD sebesar 59,17 persen. Realisasi tersebut menurun pada tahun 2017 yaitu menjadi sebesar 32,51 persen, dan kembali menurun pada tahun 2018 menjadi 20,18 persen.
Sedangkan untuk Dishub, pada tahun 2016 berhasil merealisasikan target PAD sebesar 78,72 persen. Lalu pada tahun 2017, menurun secara signifikan menjadi 47,37 persen, dan terus anjlok pada tahun 2018 menjadi sebesar 26,68 persen.
“Ternyata PAD dari dua dinas ini hampir sama. Yang di dinas pertanian itu baru mencapai 16 persen, kemudian yang di Dishub baru mencapai 17 persen komasekian,” ujar Syafrudin, kepada wartawan, usai sidak, Selasa (17/9).
Syafrudin menekankan Distan, agar dapat lebih meningkatkan PAD Kota Serang. Penekanan ini juga dikarenakan sudah terbitnya Peraturan Walikota (Perwal) yang mengatur biaya sewa lahan, dengan nilai yang lebih tinggi.
“Dengan sudah terbitnya Perwal yang diterbitkan oleh Pemkot Serang, yang sebelumnya biaya sewa per hektar Rp500 ribu, sekarang sudah menjadi Rp1,4 juta per hektar,” tuturnya.
Sementara untuk Dishub, lanjut Syafrudin, berkaitan dengan retribusi parkir yang masih belum maksimal, dinilai olehnya karena memang secara teknis petugas parker dari Dishub belum intens, dalam melakukan pemungutan atas retribusi parkir.
“Saya berharap untuk jemput bola. Jangan menunggu di kantor saja. Kendalanya seperti apa. Apa ada kebocoran atau tidak, atau bagaimana keberadaan di lapangan. Sebab kalau tidak jemput bola ini PAD dari retribusi parker akan susah tercapai,” tegasnya.
Ia pun menjelaskan, seharusnya realisasi target PAD pada setiap OPD per bulan September ini, sudah mencapai angka di atas 60 persen.
“Minimal pada bulan September sudah di atas 60 persen. Ini baru 17 persen. Dari target Rp1,8 miliar. Kalau yang pertanian kalau tidak salah Rp2,2 miliar. Baru tercapai 16 persen,” tandasnya. (DZH/AZM)