Tag: banjir bandang kota serang

  • PT-TUN Jakarta ‘Selamatkan’ BBWSC3, Penyintas Banjir Bandang Kota Serang Diputus Kalah

    PT-TUN Jakarta ‘Selamatkan’ BBWSC3, Penyintas Banjir Bandang Kota Serang Diputus Kalah

    SERANG, BANPOS – Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta ‘membebaskan’ Balai Besar Wilayah Ciujung-Cidanau-Cidurian (BBWSC3) dari putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Serang, yang memutus BBWSC3 bersalah dalam peristiwa banjir bandang Kota Serang 2022 lalu.

    Dalam putusan banding yang diajukan oleh BBWSC3 selaku pihak pembanding, PT TUN Jakarta menerima eksepsi yang diajukan oleh BBWSC3, yang pada pokoknya menyatakan bahwa penyintas banjir bandang, dalam hal ini sebagai pihak terbanding (sebelumnya penggugat), gugatannya telah lewat tenggat waktu atau daluarsa.

    Adapun dalam pertimbangan yang dijadikan landasan Majelis Hakim PT TUN dalam menerima eksepsi BBWSC3 adalah seharusnya, penyintas banjir bandang melakukan gugatan terhadap BBWSC3 dimulai sejak 5 hari pasca-banjir bandang terjadi, dan maksimal 90 hari sejak dimulainya masa tenggang waktu.

    “Maka seharusnya setelah melewati tenggang waktu 5 hari kerja dari 1 Maret 2022, Terbanding/semula Penggugat sudah harus menggugat ke Pengadilan dan tidak perlu menggunakan upaya administratif apabila merasa dirugikan atas Tindakan Pemerintahan Berupa Perbuatan Tidak Bertindak (Omission),” tulis pertimbangan Majelis Hakim dalam amar putusannya.

    Kendati demikian, PT TUN Jakarta tidak mempertimbangkan hal-hal lainnya yang masuk dalam pokok perkara gugatan pada pengadilan tingkat pertama, seperti pertimbangan mengenai Omission yang disampaikan dalam gugatan awal.

    Hal itu lantaran eksepsi BBWSC3 mengenai daluwarsa, diterima oleh Majelis Hakim. Sehingga pokok perkara menjadi tidak perlu lagi dipertimbangkan oleh Majelis Hakim yang diketuai oleh Budhi Hasrul tersebut.

    Dengan demikian, putusan PTUN Serang Nomor 50/G/TF/2023/PTUN.SRG pun dibatalkan. Majelis Hakim juga menghukum penyintas banjir bandang Kota Serang untuk membayar biaya perkara baik di pengadilan tingkat pertama maupun tingkat banding, sebesar Rp250.000.

    Direktur LBH Pijar Harapan Rakyat yang juga kuasa hukum penyintas banjir bandang Kota Serang, Rizal Hakiki, mengatakan bahwa pihaknya cukup kecewa dengan putusan yang dikeluarkan oleh PT TUN Jakarta.

    “Yang pasti kami merasa kecewa atas putusan tersebut,” ujarnya saat dihubungi BANPOS melalui sambungan telepon, Rabu (12/6).

    Menurutnya, Majelis Hakim PT TUN Jakarta yang mengadili perkara tersebut, bertindak kaku dalam mengambil keputusan dan melihat fakta-fakta hukum yang berlaku, serta kondisi sosiologis di masyarakat.

    “Ini pertimbangannya menurut kami (Majelis Hakim) kaku dalam melihat fakta hukum yang berlaku dan bekerja di masyarakat. Karena PT TUN melihat hak dari penyintas bisa mengajukan gugatan itu hanya 5 hari setelah banjir terjadi,” katanya.

    Rizal menegaskan bahwa hal tersebut sangatlah tidak mungkin. Sebab, para penyintas banjir bandang sudah pasti tidak memikirkan hal-hal seperti melakukan gugatan ke pengadilan, setelah tertimpa bencana yang sangat besar, bahkan dalam sejarah Kota Serang.

    “Padahal kita semua tahu pada umumnya ketika terjadi bencana, warga tidak mungkin sibuk mengurusi hak yang ditelantarkan oleh pemerintah, karena mereka pasti sibuk untuk memulihkan diri. Karena pemulihan para penyintas, bisa berbulan-bulan lamanya,” ucapnya.

    Maka dari itu, ia menilai bahwa putusan tersebut sangatlah kaku dan tidak mempertimbangkan fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Pihaknya pun akan mengajukan kasasi atas putusan tersebut, ke Mahkamah Agung (MA).

    “Hakim sangat kaku dalam memutus perkara, karena tidak melihat fakta yang terjadi secara sosiologis di masyarakat. Sehingga kami akan melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung,” tandasnya. (DZH)

  • Putusan PTUN: Banjir Bandang Kota Serang 2022 Kelalaian BBWSC3

    Putusan PTUN: Banjir Bandang Kota Serang 2022 Kelalaian BBWSC3

    SERANG, BANPOS – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Serang memutus bahwa peristiwa banjir bandang Kota Serang tahun 2022 lalu, merupakan kelalaian dari Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian (BBWSC3) selaku pengelola Bendungan Sindangheula.

    Putusan tersebut disampaikan oleh Majelis Hakim PTUN Serang pada Rabu (3/4) melalui e-Court. Dalam putusannya, Majelis Hakim mengabulkan sebagian dari tuntutan penggugat, dan menolak sisanya.

    Adapun tuntutan yang dikabulkan oleh Majelis Hakim yakni:

    Menyatakan Tindakan Pemerintahan Berupa Perbuatan Tidak Bertindak (Omission) untuk melakukan pengelolaan bendungan Sindangheula yang berlokasi di Desa Sindang Heula, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Provinsi Banten, sehingga menyebabkan banjir di Serang – Banten pada tanggal 1 Maret 2022 yang dilakukan oleh Tergugat (BBWSC3) merupakan perbuatan melawan hukum oleh badan/pejabat pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad).

    Putusan tersebut mengamini dalil yang disampaikan oleh penggugat bahwa BBWSC3 tidak memberikan ruang tampungan di wadung Sindangheula, untuk mencegah hujan yang turun, langsung ‘Run Off’ ke Sungai Cibanten.

    Adapun tuntutan lainnya yang ditolak oleh PTUN Serang di antaranya permintaan ganti rugi sebesar Rp26.610.000 dan permintaan maaf dari BBWSC3 kepada masyarakat Kota Serang.

    Atas putusan tersebut, BBWSC3 dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan dibebankan biaya perkara sebesar Rp339.000. (DZH)

  • Ramai-ramai Kecam BBWSC3

    Ramai-ramai Kecam BBWSC3

    SERANG, BANPOS – Sikap Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau Ciujung Cidurian (BBWSC3) yang tidak membuka kepada publik terkait dengan kerusakan pada Bendungan Sindangheula, mendapat kecaman dari berbagai pihak. Pasalnya, kerusakan pada Bendungan Sindangheula merupakan informasi yang menyangkut hajat hidup orang banyak, dan seharusnya tidak ditutup-tutupi.

    Di sisi lain, BBWSC3 pun akan digeruduk oleh Pergerakan Pemuda Peduli Banten (P3B) pada Senin (14/8) hari ini. Aksi tersebut akan dilakukan lantaran P3B menduga adanya tindak pidana korupsi (Tipikor), dalam pelaksanaan pembangunan Pengamanan Pantai KEK Tanjung Lesung.

    Deputi Pusat Studi dan Informasi Regional (PATTIRO) Banten, Amin Rohani, mengaku kecewa dengan sikap BBWSC3, yang terkesan telah melakukan pembohongan dan terkesan menutup-nutupi informasi perihal kerusakan yang terjadi pada Bendungan Sindangheula.

    Padahal, berdasarkan dokumen Kerangka Acuan Kerja (KAK) Bendungan Sindangheula yang telah tersebar luas di internet menyebutkan, memang telah terjadi kerusakan pada bagian katup pemancar air atau hollow jet bendungan tersebut.

    Akibat kerusakan itu berdampak pada terjadinya banjir di Kota Serang dan mengakibatkan kerugian materil yang terbilang cukup besar. Oleh karenanya, Amin Rohani meminta kepada BBWSC3 untuk bertanggung jawab atas seluruh kerugian yang telah ditimbulkan akibat peristiwa tersebut. Terlebih, BBWSC3 telah mengakui bahwa memang terjadi kerusakan, meskipun sebelumnya mengklaim tidak ada kerusakan.

    “Maka sudah seharusnya BBWSC3 bertanggung jawab atas seluruh kerugian yang ditimbulkan akibat banjir bandang yang terjadi tersebut,” kata Amin Rohani kepada BANPOS pada Minggu (13/8).

    Menurut Amin, informasi mengenai adanya kerusakan pada bagian bendungan Sindangheula bukanlah merupakan informasi yang dikecualikan. Sehingga menurutnya, BBWSC3 tidak pantas untuk menutup-nutupi fakta sebenarnya perihal kondisi bendungan Sindangheula kepada masyarakat.

    “Jika ada informasi yang ditutup-tutupi dan informasi tersebut tidak masuk ke dalam informasi yang dikecualikan, sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang KIP, maka ada konsekuensi hukum bagi badan publik yang tidak memberikan informasi,” tegasnya.

    Kepala Pelaksana BPBD Kota Serang, Diat Hermawan, saat dikonfirmasi BANPOS pun mengaku bahwa dirinya tidak mengetahui jika terjadi kerusakan pada komponen Bendungan Sindangheula. Bahkan, dirinya baru mengetahui terkait dengan hal tersebut.

    “Ini mah fakta aja ya, saya tidak ada tendensi apa-apa, enggak ada pemberitahuan tentang bendungan seperti apa, kondisi bendungan seperti apa, air bendungan seperti apa. (Sebelum banjir bandang) enggak ada laporan elevasi air berapa,” ujarnya saat diwawancara BANPOS.

    Menurut Diat, dirinya selaku penanggungjawab kebencanaan di Kota Serang, baru mengetahui bahwa air di Bendungan Sindangheula melimpas deras, beberapa jam setelah air banjir bandang mulai tinggi di Kota Serang.

    “Jadi saya tahu justru setelah kejadian bahwa air melimpas melalui spillway pada malam hari. Subuh tahu-tahu banjir saja. Jadi tidak ada yang namanya early warning system, saya sudah berkali-kali meminta supaya ada seperti itu. Bahkan Jakarta saja ada pos pemantaunya di Bogor,” ungkap Diat.

    Diat mengatakan bahwa peristiwa banjir bandang Kota Serang benar-benar tidak terprediksi. Jika memang dalam pemantauannya terdapat sistem yang jelas untuk memberitahukan potensi-potensi bencana, tragedi Maret 2022 seharusnya dapat diminimalisir kerugian serta korbannya.

    “Rumah saya pun kebanjiran itu jam 03.40 subuh, garasi rumah saya kena. Kalau saya sudah tahu, ya malu juga kok rumah Kalaksa BPBD kerendem. Jadi memang itu mendadak dan tidak ada pemberitahuan,” terangnya.

    Salah satu penyintas banjir bandang Kota Serang, Hadiroh, mengaku kecewa dengan BBWSC3. Pasalnya, mereka menutup-nutupi informasi penting terkait dengan kerusakan bendungan, dan membiarkan warga Kota Serang menjadi korban.

    “Kalau mereka mengakui jika terjadi kerusakan, kenapa masih juga mengklaim bahwa mereka tidak salah. Kan harusnya kalau memang rusak, segera perbaiki dong. Terus juga seharusnya kasih tau kepada masyarakat, ada kemungkinan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan gitu. Ini kan enggak, mereka juga enggak mau disalahkan,” ujarnya.

    Mantan aktivis HMI MPO ini pun menegaskan bahwa hujan merupakan rahmat. Pengetahuan dalam pengelolaan hujan pun sudah ada, salah satunya dengan membuat sebuah bendungan. Namun ketika terjadi kesalahan dalam pengelolaannya, seharusnya mereka yang bertugas di sana, jantan untuk mengakui kesalahan.

    “Kalau diminta bersyukur, iya kami pasti bersyukur kalau berfungsi dengan baik. Kalau tidak berfungsi, buat apa ada bendungan,” tegasnya.

    Terpisah, P3B turut menyoroti kinerja dari BBWSC3, khususnya dalam hal pembangunan pengaman pantai KEK Tanjung Lesung dan Pantai Carita-Anyer. P3B menduga, terdapat kongkalingkong dan praktik bancakan dalam pembangunan proyek senilai kurang lebih Rp500 miliar tersebut.

    Koordinator P3B, Arip Wahyudin, dalam keterangan tertulisnya menjelaskan bahwa terdapat dugaan Tipikor dalam sejumlah paket pekerjaan yang dilaksanakan oleh BBWSC3. Di antaranya Pengamanan Pantai KEK Tanjung Lesung Paket I sebesar Rp353.579.402.000,00, Pengamanan Pantai KEK Tanjung Lesung paket II sebesar Rp214.689.496.000,00, dan Pengamanan Pantai Anyer-Carita Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang (Pasca Tsunami) sebesar Rp47.144.220.000.

    “Diduga mulai dari usulan, pengkondisian lelang, pembangunan yang asal-asalan dan banyak lagi permasalahan lainnya. Asumsi kami bahwa pekerjaan tiga proyek itu adalah ajang bancakan oknum-oknum di lingkungan Kementerian PUPR (BBWSC3) SNVT Sumber Air Cidanau-Ciujung-Cidurian Provinsi Banten dan para oknum-oknum kontraktor yang memenangkan lelang,” ujarnya.

    Oleh karena itu, pihaknya mendesak kepada pemerintah pusat untuk meninjau ulang kegiatan pembangunan tersebut. Selain itu, pihaknya juga mendesak Aparat Penegak Hukum (APH), untuk mengusut dugaan tipikor pada proyek bernilai ratusan miliar rupiah itu.

    “Polri, Kejagung, dan KPK harus segera menangkap para oknum-oknum Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia, serta menguji forensik semua dokumen-dokumen pemenang tender di Kementerian PUPR dari mulai tahun 2019 sampai dengan tahun 2023 untuk proyek-proyek yang ada di Provinsi Banten, khususnya di Kabupaten Pandeglang,” tandasnya. (MG-01/DZH/ENK)

  • Akhirnya BBWSC3 Buka Suara, Akui Bendungan Sindangheula Memang Rusak

    Akhirnya BBWSC3 Buka Suara, Akui Bendungan Sindangheula Memang Rusak

    SERANG, BANPOS – Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian (BBWSC3) akhirnya mengakui jika terjadi kerusakan pada Bendungan Sindangheula, khususnya pada komponen hidromekanikal Hollow Jet Valve atau katup pemancar air, pada saat banjir bandang terjadi di Kota Serang. Meski demikian, BBWSC3 tetap membantah bahwa banjir bandang yang terjadi, merupakan akibat dari bendungan Sindangheula.

    Di sisi lain, salah satu pegiat pengelolaan air, Djoko Suryanto, yang juga merupakan penulis dari sejumlah buku seperti ‘Tanah Airku Salah Kelola Hujan’ dan Banjir Jakarta: Hujan Itu Rahmat Bukan Musibah’, sempat melakukan pengkajian terhadap pengelolaan Bendungan Sindangheula pada 16 Juli 2022.

    Hasil pengkajian itu dipublikasikan olehnya melalui video pada kanal YouTube dia dengan judul: TIGA BUKTI KESALAHAN FATAL OPERASI BENDUNGAN SINDANGHEULA. Dalam video tersebut, terdapat sejumlah penilaian yang dia sebut sebagai kesalahan, dalam pengelolaan Bendungan Sindangheula.

    Pertama, ia menyebut bahwa pengoperasian Bendungan Sindangheula, tidak sesuai dengan standar internasional pengoperasian bendungan. Pasalnya, tinggi muka air normal bendungan tersebut, sejajar dengan pelimpah atau spillway.

    Padahal menurutnya, berdasarkan standar internasional, tinggi muka air normal bendungan seharusnya tidak sama tingginya dengan pelimpah. Sebab seharusnya, terdapat rentang ketinggian air, yang difungsikan sebagai kolam banjir. Hal itu ia paparkan dengan berbagai jenis bendungan, yang seluruhnya mengikuti standar tersebut.

    “Ini manual baku secara internasional. Normal Water Level (tinggi muka air normal) itu selalu di bawah spillway,” ungkapnya.

    Menurut Djoko, dia berani menyatakan bahwa pengoperasioan Bendungan Sindangheula tidak sesuai dengan standar baku internasional, berdasarkan pada data teknis yang dimiliki olehnya. Ia mengaku jika data tersebut merupakan data milik BBWSC3.

    “Untuk data teknis Bendungan Sindangheula, muka air normalnya sama dengan spillway atau pelimpah. Bukti data teknis, elevasi muka air normal 106,613 El.m, sama dengan elevasi puncak pelimpah 106,613 El.m, dan elevasi muka air banjirnya 108,613 El.m. Jadi selama belum terjadi banjir kemarin, pengoperasiannya seperti ini, akhirnya terjadi banjir. Begitu hujan turun, run off, debitnya langsung melimpah. Jadi fungsi bendung tidak berguna sebagai pengendali banjir,” jelasnya sambil memaparkan presentasi data.

    Djoko dalam videonya, juga menunjukkan data monitoring tinggi muka air Bendungan Sindangheula sejak awal tahun 2022, hingga 1 Maret 2022 yang merupakan waktu terjadinya banjir bandang Kota Serang.

    Dalam data yang paparkan, terlihat bahwa sejak awal tahun 2022, tinggi muka air Bendungan Sindangheula kerap berada di atas muka air normal. Sebelum peristiwa banjir bandang terjadi, sempat terjadi lonjakan elevasi muka air pada kisaran 22 Januari 2022 hingga awal bulan Februari 2022. Posisi tinggi muka air berada di angka 107 El.m.

    Ketinggian itu menurun pada 5 Februari, dan berada di kisaran tinggi muka normal hingga pada 26 Februari mulai terlihat ada kenaikan melebihi tinggi normal, dan membeludak pada 1 Maret 2022 dengan ketinggian melebihi tinggi muka air banjir 108,613 El.m.

    “Ini data real dari Kepala BBWSC3. Muka air normal setelah banjir bandang selalu berada di bawah spillway. Namun sebelum banjir, muka air normal selalu 106,613 El.m. Setelah tanggal 16 (Maret) memang mulai ada perubahan, setelah adanya evaluasi. Ini yang benar. Jadi kalau musim hujan atau kering pun, muka air normal itu harus berada di bawah spillway,” terangnya.

    Pada Kamis (10/8), BANPOS diundang oleh BBWSC3 untuk melakukan klarifikasi terkait dengan dugaan kerusakan Bendungan Sindangheula, yang sebelumnya telah diterbitkan oleh BANPOS dalam edisi Indepth beberapa waktu yang lalu.

    BANPOS ditemui oleh beberapa pihak dari BBWSC3, di antaranya Kepala Satker Bendungan BBWSC3, Arbor Reseda dan Pelaksana Teknis Bendungan, Rommy Hamzah. Keduanya menjawab sejumlah pertanyaan BANPOS, termasuk dengan kajian yang disampaikan oleh Djoko Suryanto.

    Arbor Reseda kepada BANPOS, mengatakan bahwa tidak dibukanya Hollow Jet Valve oleh pihaknya pada saat banjir bandang, merupakan hal yang disengaja. Menurutnya, kondisi di aliran sungai Cibanten sudah sangat parah, sehingga jika dibuka akan memperburuk keadaan.

    “Kalau tidak ada bendungan, lebih parah atau tidak? Silakan dinilai secara logika. Kalau hollow jet dibuka, airnya keluar pasti lebih banyak. Otomatis, genangan akan makin tinggi. Jadi itu alasannya tidak dibuka,” ujarnya.

    Menurut dia, Bendungan Sindangheula telah menjalankan fungsinya untuk mengendalikan banjir. Akan tetapi, kapasitas bendungan tidak dapat menampung debit hujan yang turun, sehingga air melimpah melalui spillway.

    Selain itu, ia mengakui bahwa terkait dengan dugaan kerusakan Hollow Jet Valve yang merupakan bagian dari bendungan Sindangheula, memang benar. Ia mengatakan, Hollow Jet Valve memang mengalami kerusakan, karena alat tersebut berkaitan dengan air yang terdiri dari berbagai material.

    “Kenapa harus diperbaiki? Ya karena rusak. Kenapa rusak? Karena hollow jet itu kan barang hidromekanikal. itu kan menjalankan fungsi, buka-tutup kemasukan air. Air itu bukan kayak air keran atau air lain, tapi air catchment area, luasnya 75 KM persegi. Di atas masuk semua, ada hutan, ada perumahan, ada sedimen. Setelah beberapa tahun pasti rusak. Kalau tidak diperbaiki kan tidak berfungsi,” ungkapnya.

    BANPOS pun menanyakan kapan pastinya Hollow Jet Valve tersebut rusak, apakah sebelum banjir bandang atau setelah banjir bandang. Pelaksana Teknis Bendungan, Rommy Hamzah, menjawab bahwa kerusakan terjadi sebelum banjir bandang terjadi.

    “Itu terdeteksi memang sebelum banjir, baru terdeteksi. Dan waktu itu kita mengoperasikan itu bukan tidak maksimal. Saat kejadian itu kan, seminggu sebelumnya hujan lebat. Pada saat itu tepat hollow jet kita tutup, karena air limpas. Hal itu biar tidak menambah genangan air,” ungkapnya.

    Ia pun menjawab terkait dengan hasil kajian dari Djoko Suryanto. Ia menuturkan bahwa pihaknya telah melakukan penurunan muka air normal hingga tersedia kolam penampungan banjir, sejak Oktober 2021. Namun menjelang akhir tahun 2021, ia menuturkan bahwa terdapat potensi bencana hidrologi, yang berlangsung hingga awal tahun 2022.

    “Di situ malah kami sudah menurunkan lebih dari yang disampaikan tadi, elevasi itu sudah di bawah 106. Kemarin kalau tidak salah di 104 kita turunkan. Tapi kan kita tetap mempertahankan itu. Karena di hilir juga masih butuh air, apalagi irigasi sama air baku. Seiring berjalannya waktu, hujan di Maret itu kan tinggi, puncaknya pas banjir itu,” katanya.

    Menurutnya, BBWSC3 telah menyediakan kolam banjir setinggi dua meter lebih, dengan kapasitas hingga dua juta meter kubik lebih cadangan ruang untuk menampung banjir. Hal tersebut jika dibandingkan dengan data yang dipaparkan oleh Djoko Suryanto, tidak sesuai. Pasalnya, data yang dipaparkan oleh Djoko Suryanto menggambarkan bahwa tren ketinggian muka air sejak Januari 2022, selalu berada di kisaran 106,613 El.m, tidak pernah di bawah 106 El.m seperti yang diklaim oleh BBWSC3.

    Namun ketika BANPOS meminta data terkait dengan riwayat tinggi muka air Bendungan Sindangheula sejak awal tahun 2022 hingga peristiwa banjir bandang, pihak BBWSC3 enggan memberikan dan mengarahkan untuk melakukan permohonan informasi.

    Di akhir, Arbor Reseda pun sempat menanyakan dari mana data yang dimiliki oleh BANPOS terkait dengan kerusakan Bendungan Sindangheula. Menurutnya, data tersebut seharusnya rahasia, dan hanya dimiliki oleh kontraktor saja. BANPOS pun menjawab bahwa data tersebut didapatkan dari internet, tanpa tahu siapa pengunggahnya.

    Selain itu, Arbor juga menuturkan kepada BANPOS untuk menyampaikan kepada Djoko Suryanto, referensi standar internasional bendungan apa yang dirinya gunakan. Ia mengatakan, jika memang Bendungan Sindangheula tidak sesuai standar, seperti apa pengoperasian yang sesuai dengan standar dalam pengoperasian bendungan.(DZH/PBN)

  • Menanti Jawaban BBWSC3

    Menanti Jawaban BBWSC3

    SUDAH hampir satu bulan lamanya, dugaan kerusakan Bendungan Sindangheula yang disebut menjadi penyebab banjir bandang Kota Serang mengemuka. Namun, selama itu pula Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau Ciujung Cidurian (BBWSC3) bungkam dan tidak memberikan statemen apapun, terkait dengan hal itu.

    Beberapa kali BANPOS berupaya untuk mengkonfirmasi hal tersebut kepada pihak BBWSC3, sejak edisi Indepth BANPOS yang terbit pada Senin 10 Juli lalu. Namun, tidak ada jawaban dari pihak BBWSC3 mengenai dugaan itu.

    Teranyar, BANPOS mendatangi kantor BBWSC3 yang beralamat di Jalan Ustad Uzair Yahya Nomor 1, Kelurahan Cipare, Kecamatan Serang, Kota Serang pada Kamis (20/7). Sekitar pukul 14.40 WIB, BANPOS tiba di kantor tersebut, dan bertemu dengan pria yang mengaku sebagai Humas BBWSC3.

    Saat mengetahui bahwa wartawan yang datang berasal dari BANPOS, pria itu terdengar marah, dan mengatakan bahwa karena BANPOS, ia dan Sekretaris BBWSC3, Hadian, dimarahi oleh Kepala BBWSC3. Ia mengatakan, seharusnya BANPOS tidak menerbitkan berita tersebut, karena pihak BBWSC3 belum memberikan konfirmasi.

    Menurutnya, persoalan itu sangatlah sensitif sehingga harus menunggu jawaban dari pihaknya sebelum berita diterbitkan. Kecuali menurutnya, berita itu terkait dengan agenda-agenda BBWSC3 seperti senam bersama dan lain-lain. Berita tanpa konfirmasi menurutnya, juga boleh dilakukan hanya untuk berita yang bagus-bagus saja buat BBWSC3. Bahkan, ia sempat menyampaikan bahwa apabila BANPOS tetap menerbitkan berita sebelum pihaknya memberikan konfirmasi, maka BANPOS akan di-blacklist dari BBWSC3, dan dilaporkan. Meskipun tidak disampaikan kemana dirinya akan melapor.

    Wartawan BANPOS sempat menyampaikan bahwa BANPOS sudah beberapa kali berupaya untuk melakukan konfirmasi, namun konfirmasi yang diberikan justru telat diberikan. Selain itu, konfirmasi itu tidak menjawab pertanyaan terkait dengan kerusakan yang berakibat pada banjir bandang di Kota Serang. Kendati telat, jawaban dari pihak BBWSC3 tetap diterbitkan oleh BANPOS pada edisi selanjutnya.

    BANPOS pun menyampaikan bahwa kedatangannya itu, untuk mengonfirmasi terkait dengan dugaan kerusakan, yang juga diperkuat dalam dokumen Kerangka Acuan Kerja (KAK) pekerjaan Bendungan Sindangheula yang tengah dilakukan saat ini.

    Ia pun menghubungi Hadian untuk berkoordinasi terkait dengan itu. Hadian pun mengarahkan untuk berkoordinasi dengan Kepala Bidang PJSA, David Partonggo Oloan Marpaung. Namun sayangnya, David tidak bisa memberikan konfirmasi saat itu, dan meminta dijadwalkan pada pekan depan.

    Untuk diketahui, sebelum edisi Indepth terbit, BANPOS sempat memberikan surat kepada pihak BBWSC3 terkait dengan permohonan konfirmasi. Dalam surat tersebut, BANPOS menuliskan bahwa berita akan ditayangkan pada Jumat 7 Juli. Lantaran tidak mendapatkan konfirmasi, BANPOS sempat menunda penayangan menjadi Senin 10 Juli. Melalui pesan WhatsApp kepada Hadian pun, BANPOS menegaskan bahwa penayangan berita akan dilakukan pada 10 Juli. Akan tetapi, konfirmasi yang seharusnya diberikan maksimal pada Minggu 9 Juli, baru dikirimkan pada 10 Juli. Sementara terkait dengan dugaan kerusakan, tidak dijawab hingga berita ini ditulis.

    Terpisah, Pengurus Daerah (PD) Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Serang menyayangkan sikap bungkamnya BBWSC3, terkait dugaan kerusakan bendungan yang mengakibatkan terjadinya banjir bandang di Kota Serang. Bahkan, mereka mengancam akan melakukan aksi unjuk rasa, apabila BBWSC3 tidak membuka kebenaran terkait dengan hal itu.

    Ketua Umum PD KAMMI Serang, Roja Rohmatulloh, dalam keterangan tertulis mengatakan bahwa BBWSC3 harus bertanggungjawab jika memang berbohong soal penyebab banjir bandang Kota Serang pada Maret 2022 lalu. Kebohongan yang dimaksud yakni bahwa penyebab banjir bandang adalah murni akibat alam, bukan karena Bendungan Sindangheula.

    “Karena memang ini yang bertanggung jawab adalah BBWSC 3, jadi mereka harus bertanggung jawab seandainya terjadi kebohongan,” ungkap Roja dalam keterangan tertulis.

    Berdasarkan data yang pihaknya miliki, terdapat dokumen yang menyatakan jika terdapat kerusakan pada Bendungan Sindangheula. Salah satunya yaitu kerusakan pada hollow jet valve, yang merupakan pintu air utama bendungan.

    “Kabar yang kami dapat juga menyatakan kalau pintu air itu rusak sebelum banjir bandang terjadi. Artinya meluapnya air bendungan itu diduga kuat karena rusaknya pintu air, bukan seperti klaim BBWSC3 yang menyatakan kalau itu murni peristiwa alam,” tegasnya.

    Roja pun mengatakan, para pihak terkait beserta penegak hukum harus segera melakukan koordinasi, agar kebenaran akan hal ini bisa segera ditemukan, dan dapat segera dipertanggungjawabkan apabila memang terdapat kelalaian yang berakibat pada kerugian harta benda maupun hilangnya nyawa.

    “Itu kan sudah satu tahun lalu, pada awal tahun 2022, pihak-pihak terkait seperti pemkot terus kemudian penegak hukum harus mencari tahu kebenarannya. Selain itu juga harus mencari jalan untuk pertanggungjawaban atas hal ini,” tegasnya.

    Ia pun mengungkapkan bahwa jika benar adanya kebohongan dari BBWSC3, pihaknya akan mendorong semua yang terlibat hal itu agar segera memberikan klarifikasi dan pertanggungjawaban.

    “Kalau seandainya memang hal itu betul terjadi, karena ini juga cukup besar kerugiannya. KAMMI Serang mendorong agar pihak terkait klarifikasi terhadap tanggapan masyarakat atas kebohongan yang terjadi setahun ini,” ujarnya.

    Terakhir ia pun menegaskan bahwa KAMMI Serang akan segera turun ke jalan jika tidak ada kejelasan dari pihak-pihak terkait, terkhusus BBWSC3 selaku pengelola bendungan. “Jika memang pihak BBWSC3 tidak mau memberikan klarifikasi, maka kami tidak segan untuk turun ke jalan menuntut kebenaran yang diduga telah ditutup selama ini,” tandasnya.

    Sementara itu, usai rapat paripurna, Walikota Serang, Syafrudin, menegaskan bahwa sejak awal dirinya meyakini jika memang ada kejanggalan pada tragedi banjir bandang yang terjadi pada Maret 2022 lalu. Pasalnya, tidak pernah Kota Serang terjadi banjir sampai setinggi 5 meter, sebelum Bendungan Sindangheula berdiri.

    “Saya juga sependapat. Banjir bandang yang terjadi kemarin itu, akibat dari meluapnya Bendungan Sindangheula karena pengaturannya (pengelolaannya) yang tidak diatur sedemikian rupa,” ujarnya di Gedung DPRD Kota Serang.

    Menurut Syafrudin, banjir bandang yang menimpa Kota Serang pada tahun 2022, menjadi gambaran bahwa terjadi kesalahan manajemen dalam pengelolaan bendungan berkapasitas 9 juta meter kubik tersebut. “Ya pastilah. Ini secara teknis penataannya, pengelolaannya kurang bagus,” tegasnya.

    Di waktu yang sama, Wakil Ketua DPRD Kota Serang, Hasan Basri, kembali menegaskan bahwa BBWSC3 harus terbuka berkaitan dengan kebenaran akan isu kerusakan bendungan yang mengakibatkan banjir bandang di Kota Serang. Ia pun menuturkan bahwa pada saat banjir bandang terjadi, memang beredar banyak isu berkaitan dengan dugaan kerusakan di Bendungan Sindangheula.

    “Ada banyak rumor kan termasuk katanya ada terpantau dari CCTV lah macam-macam gitu ya itu, dan kita juga waktu juga rapat di Kantor BPBD kota Serang, terus juga rapat di Forkopimda. Saya mengusulkan ada evaluasi dalam hal pengelolaan Sindangheula itu,” ujarnya.

    Menurut Hasan, bendungan Sindangheula yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN), seharusnya memiliki perencanaan pengelolaan yang matang. Apalagi jika terjadi kesalahan dalam pengelolaan, memiliki efek yang sangat berbahaya.

    Ia pun mengaku pada saat banjir bandang terjadi, pihaknya mendatangi bendungan Sindangheula untuk mengecek kabar bahwa bendungan jebol. Namun ternyata, bendungan itu tidak jebol, hanya overload saja. Akan tetapi, dirinya tidak tahu bahwa justru permasalahan bendungan itu ada pada katup pemancarnya.

    “Karena kita juga baru tahu kalau pintu airnya itu kan di bawah, bukan seperti kayak Pamarayan gitu kan. Ya artinya sangat mungkin terjadi tekanan air itu dia sudah tidak bisa dikendalikan karena ada kerusakan pada katup, sehingga overload,” ungkapnya.

    Hasan mengatakan, temuan yang didapati oleh BANPOS perlu kiranya ditindaklanjuti. Pertama, BBWSC3 harus menjawab jujur terkait dengan dugaan kerusakan katup pemancar air. Kedua, aparat penegak hukum (APH) dan pihak-pihak terkait pun bisa turun tangan untuk melakukan penyidikan.

    Apalagi alibi yang disampaikan oleh BBWSC3 atas banjir bandang tersebut, kerap diarahkan untuk menyalahkan masyarakat, yang mendirikan bangunan di bantaran sungai. Meski hal tersebut memang menjadi salah satu faktor, namun faktor utama dalam pengelolaan bendungan itulah yang seharusnya menjadi fokus utama.

    “BBWSC3 harus jujur. Kalau ada temuan yang seperti itu, bukan hanya penyelidikan tapi juga harus penyidikan. Jangan ditutup-tutupi. Ini pelajaran besar bahwa ini proyek nasional, seharusnya perencanaan pengelolaannya matang,” tegasnya.

    Untuk diketahui, dugaan kerusakan di Bendungan Sindangheula mengemuka setelah adanya informasi dari salah satu sumber BANPOS. Berdasarkan keterangan sumber BANPOS, kerusakan yang terjadi di Bendungan Sindangheula, merupakan imbas dari peristiwa banjir bandang tahun lalu. Menurutnya, terdapat kerusakan seperti keretakan, pada bendungan yang mampu menampung air hingga sembilan juta meter kubik.

    “Pekerja di dalam (bendungan) bilang kalau ada kerusakan di bendungan. Memang ini awalnya karena air di bendungan surut, kering tiba-tiba. Akhirnya karena saling bertanya, ada lah pegawai-pegawai yang akhirnya ngasih tahu,” ujarnya kepada BANPOS, beberapa waktu yang lalu.

    Menurut dia, kerusakan yang terjadi bukan hanya pada konstruksi bangunan dari bendungan saja, namun juga pada sistem otomatis dari pintu saluran irigasi. Ia mengatakan, kerusakan yang terjadi mengakibatkan pintu tersebut macet.

    “Kan kalau di sini, pintu saluran irigasi yang mengarah ke sungai Cibanten itu sistemnya otomatis. Enggak kayak di bendungan Pamarayan yang harus manual. Jadi di sini katanya pakai remot, tinggal pencet jadi bisa kebuka dan ketutup. Nah itu rusak sistemnya,” terang dia.

    Hal itulah yang menurutnya, mengakibatkan terjadi banjir bandang di Kota Serang pada Maret 2022 kemarin. Sebab, kerusakan sistem itu sudah terjadi sejak tahun lalu, yang mengakibatkan kontrol pintu saluran irigasi tidak berjalan dengan baik.

    “Ya memang karena tidak berfungsi dengan baik sistemnya, jadilah Kota Serang banjir waktu itu. Memang kan karena kontrol air di sini tidak baik, makanya tumpah semua ke sana,” tuturnya.

    Keterangan sumber BANPOS itu diperkuat oleh pernyataan dari salah satu warga setempat, sebut saja Roni. Kepada BANPOS, Roni yang ditemui di instalasi katup lubang pancar saat hendak mencari ikan mengatakan bahwa pada saat sebelum dan sedang berlangsungnya banjir bandang di Kota Serang, katup tersebut tidak dibuka oleh pihak pengelola bendungan.

    “Saya mah orang awam yah mas, tapi saya tahu dari awal bendungan ini dibangun seperti apa. Nah pada saat kejadian waktu itu, pintu air (katup pemancar) ini kering, enggak dibuka. Iya ditutup, kering ini alirannya,” ujar dia.

    Menurut dia, pada saat para pimpinan daerah datang ke Bendungan Sindangheula pascabanjir bandang, seingat dia tidak ada yang menyampaikan perihal hal tersebut. Para pimpinan yang hadir, yakni Andika Hazrumy yang pada saat itu masih menjabat sebagai Wakil Gubernur, dan Walikota Serang, Syafrudin, datang hanya untuk mengonfirmasi apakah bendungan itu jebol atau tidak.

    “Ramai kan waktu atasan dari provinsi maupun Kota Serang ke sini. Ya kenyataanya gitu, bukan jebol, tapi airnya tumpah ke sana semua (spillway), karena di sini di tutup total. Kering (aliran) ini mah. Tumpah di sana, sampai ngelewatin batas itu,” ungkapnya.

    Namun, ia tidak tahu pasti mengapa katup pemancar air itu tidak dibuka pada saat hujan lebat yang terjadi selama empat hari itu. Akan tetapi ia mengaku bahwa dirinya dan sejumlah warga sempat memberikan saran kepada pihak pengelola, agar tidak menutup katup air tersebut. Sebab apabila terjadi hal yang tidak diinginkan, Kota Serang akan terdampak sangat parah.

    “Gak tau sih, namanya saya mah bukan tugasnya. Tapi padahal kan dari awal sudah saya kasih saran.  Hujan berhari-hari, ini ditutup total (katup pemancar). Bahaya, yang kasiannya itu rumah sakit daerah, karena ada di atas aliran Cibanten. Eh bener aja kejadian. Padahal kalau ini dibuka, aliran di sana (spillway) cuman ngalir biasa aja, paling 1 atau 2 jengkal aja, nggak bakal meluap gitu,” tuturnya. (MG-01/DZH/ENK)