Tag: bank banten

  • Sulit Selamatkan Bank Banten

    Sulit Selamatkan Bank Banten

    SERANG, BANPOS – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengunci posisi Bank Banten dalam pengawasan khusus, ketika pandemik melanda. Untuk mencabut status tersebut, perseroan diperkirakan membutuhkan suntikan dana sekitar Rp2,8 triliun.

    Pemprov Banten memang telah menetapkan pemberian bantuan kepada bank Banten dengan nilai mencapai Rp1,9 triliun. Namun, bukannya memberikan suntikan modal berupa dana segar, tambahan modal yang diserahkan adalah catatan piutang. Itu pun sulit untuk ditarik karena status Bank Banten yang ditetapkan OJK.

    Pengamat ekonomi Untirta Serang Elvin Bastian saat dihubungi mengatakan, yang dibutuhkan Bank Banten dalam proses penyehatan sekarang itu adalah fresh money. Jika fresh money itu tidak bisa segera dilakukan sampai waktu 21 Juli seperti yang diberikan OJK, kemungkinan besar likuditas Bank Banten tidak bisa diselamatkan. Artinya Bank Banten sudah dinyatakan failed.

    “Sebagai ekonom, saya melihatnya realistis saja berdasarkan data dan realita yang ada, itu akan terasa sulit untuk menyelamatkan Bank Banten, kecuali ada politikal will dari Gubernur Banten untuk menyuntikan fresh money-nya dalam jumlah yang cukup besar,” katanya.

    Terpisah, Komisaris Bank Banten Media Warman, Selasa (30/6) membenarkan bahwasannya dana kas daerah (kasda) yang dikonversi menjadi penyertaan modal untuk Bank Banten hanya dalam bentuk catatan piutang yang masuk dalam pembukuan Bank Banten.

    “Ya, benar. Fresh money-nya nggak ada, karena dana itu dalam catatan piutang,” katanya.

    Ia menjelaakan, status dana kasda yang sebesar Rp1,9 triliun itu sudah digunakan perseroan untuk modal fasilitas kredit yang diberikan kepada nasabah.

    “Jadi karena core bisnis perbankan itu keuangan, setiap dana yang masuk ke Bank Banten kami putar untuk fasilitas kredit. Hal itu dilakukan karena keuntungan perbankan salah satunya dari perputaran uang tersebut. Tapi karena banyaknya terjadi kredit yang macet, perputaran uang itu akhirnya tidak bisa berjalan dengan baik,” katanya.

    Selain dari sektor kredit, lanjutnya, karena Bank Banten merupakan Perseroan Terbatas (PT), maka bisa mencari dukungan dana publik melalui proses right issue yang akan dilakukan dalam waktu dekat setelah status dari OJK itu dicabut.

    “Oleh karena itu saya minta doanya kepada teman-teman agar proses ini berjalan dengan lancar,” harapnya.

    Berdasarkan data PT Banten Global Development (BGD) selaku induk usaha Bank Banten, pada saat hearing dengan komisi III DPRD Banten beberapa waktu lalu menyebutkan, total kredit macet yang dialami oleh Bank Banten mencapai Rp225 miliar dengan rincian dari kredit komersial bermasalah sebesar Rp188 miliar dari total dana outstanding sebesar Rp742 miliar dan kredit konsumer bermasalah sebesar Rp37 miliar dari total dana outstanding sebesar Rp2,7 triliun.

    Pandemi ini, menurut Media, memberikan dampak yang cukup besar terhadap likuditas keuangan perseroan. Tercatat pada saat sebelum dilakukan pemindahan RKUD oleh Gubernur Banten, telah terjadi rush money yang dilakukan oleh nasabah.

    “Bahkan ada salah satu nasabah kita yang dalam sehari melakukan penarikan sebesar Rp900 miliar. Ini tentu sangat berdampak pada kondisi keuangan bank Banten,” katanya.

    Media mengakui, dana cadangan saja tidak sampai segitu. Sehingga pada saat itu kita cari dana untuk dicairkan kepada nasabah yang bersangkutan. Setelah proses pencairan itu dilakukan, kemudian Pemprov Banten mengajukan penarikan dana untuk kebutuhan penyaluran JPS Covid-19 salah satunya.

    “Namun pencairan itu tidak bisa dilakukan karena dana kami tidak ada yang stand by pada saat itu,” ujarnya.(RUS/ENK)

  • Gugatan Bank Banten, Ichsanudin Noorsy ‘Digoda’ Tim WH

    Gugatan Bank Banten, Ichsanudin Noorsy ‘Digoda’ Tim WH

    SERANG, BANPOS – Penggugat Bank Banten kecewa dengan tindakan yang dilakukan oleh pihak Wahidin Halim (WH) selaku tergugat 1, yang mendekati saksi ahli penggugat yakni Ichsanudin Noorsy dan memintanya untuk menjadi saksi ahli tergugat. Penggugat menilai tindakan itu tidak etis untuk dilakukan.

    Salah satu penggugat, Moch Ojat Sudrajat, mengatakan bahwa dirinya kaget ketika saksi ahli mereka, Ichsanudin Noorsy, menelepon dan memberitahu bahwa dirinya didekati oleh orang yang mengaku ‘orangnya Gubernur Banten’ dan ‘adiknya Gubernur Banten’.

    “Bapak Ichsanudin Noorsy, dari pukul 07.00 sampai dengan 08.00 dihubungi oleh dua orang yang diduga dan mengaku ‘orangnya Gubernur Banten’ dengan inisial A dan yang diduga dan mengaku adik dari Gubernur Banten dengan inisial W,” ujarnya, Jumat (19/6).

    Ojat mengatakan, menurut penuturan Ichsanudin Noorsy, kedua orang yang tersebut meminta agar dirinya bersedia untuk menjadi saksi ahli untuk Gubernur Banten dalam persidangan di Pengadilan Negeri Serang.

    “Kami selaku para penggugat meyakini informasi ini benar. Karena menurut pak Ichsanudin Noorsy ada bukti (pesan) WhatsApp (WA) mereka ke WAnya Pak Ichsanudin Noorsy,” terangnya.

    Menurut Ojat, hal tersebut dapat dilihat sebagai dugaan upaya membajak saksi ahli para penggugat. Pihaknya juga menilai hal itu sebagai suatu tindakan yang tidak etis dilakukan oleh pihak lawan mereka.

    “Kami bersyukur dengan tindakan profesional yang dilakukan oleh pak Ichsanudin dengan tetap bersedia menjadi saksi ahli bagi para penggugat,” katanya.

    Ojat menegaskan, pihaknya telah mendeklarasikan kepada publik melalui diskusi terbatas pada Minggu (14/6) yang lalu dan melalui media massa, bahwa Ichsanudin Noorsy telah bersedia menjadi saksi ahli mereka selaku penggugat.

    “Sengaja kami umumkan karena hal tersebut memang dimintakan oleh pak Ichsanudin Noorsy sendiri pada saat pertemuan dengan kami pada hari Sabtu tanggal 13 Juni 2020 di kantor beliau,” tuturnya.

    Mewakili para penggugat, Ojat meminta kepada pihak tergugat 1 khususnya ataupun tergugat dan para pihak yang turut tergugat lainnya untuk dapat saling menghormati dan menjaga sikap, agar jalannua persidangan nanti tidak terganggu hal yang tak subtantif.

    “Yang kami ketahui, pihak tergugat sudah menyampaikan kesiapannya dalam menghadapi gugatan yang para penggugat ajukan. Untuk itu kami berharap tidak ada lagi tindakan-tindakan yang dilakukan yang kami nilai tidak etis,” tandasnya. (DZH)

  • Wacana Pansus BGD Saingi Interpelasi Bank Banten

    Wacana Pansus BGD Saingi Interpelasi Bank Banten

    SERANG, BANPOS – Ditengah polemik Bank Banten, muncul upaya legislator di DPRD Banten untuk mengusung hak interpelasi. Naun, belakngan muncul wacana saingan yang menganggap DPRD Banten lebih perlu membentuk panitia khusus (Pansus) PT Banten Global Development (BGD) ketimbang melakukan interpelasi.

    Salah satu pihak yang mengusulkan agar dibentuknya Pansus BGD yakni Fraksi PPP. Anggota Fraksi PPP pada DPRD Provinsi Banten, Ubaidillah, mengatakan bahwa untuk menyelesaikan polemik Bank Banten tidak cukup hanya dengan melakukan interpelasi atas pemindahan RKUD saja.

    Ubaidillah beranggapan bahwa pemindahan RKUD dari Bank Banten ke Bank BJB merupakan sebuah akibat. Maka dari itu, dibutuhkan Pansus BGD untuk mencari tahu penyebab Bank Banten mengalami permasalahan hingga puncaknya pada pemindahan RKUD.

    “Kalau fraksi PPP itu sebenarnya menginginkan pembentukan Pansus BGD ini agar semua persoalan bisa jelas. Jangan sampai terpotong-potong dalam penyelesaiannya. Karena pemindahan RKUD ini kan akibat yah, kita harus cari tahu sebabnya itu apa,” ujarnya saat dikonfirmasi oleh BANPOS.

    Dengan demikian, secara tegas Fraksi PPP mendorong agar DPRD Provinsi Banten membentuk Pansus BGD dengan segera. Bahkan menurutnya, ia tidak sepakat dengan interplasi yang hanya mempertanyakan terkait pemindahan RKUD saja.

    “Pansus ini agar semua bisa diselesaikan. Karena kalau bukan akarnya yang diselesaikan, itu sulit. Kalau dibentuk pansus, kita jadi tahu mengapa waktu itu Pemprov Banten membeli bank yang tidak sehat untuk dijadikan sebagai Bank Banten. Dari situ kita bisa menyelesaikan satu persatu permasalahannya,” ucapnya.

    Dengan pansus itu juga, Ubaidillah mengatakan bahwa dapat diketahui mengapa pembelian Bank Pundi pada saat itu harus melalui PT BGD, tidak langsung dibeli saja. Hal ini menurutnya patut dicari tahu, karena terdapat indikasi bahwa beradanya Bank Banten di bawah manajemen PT BGD menjadi penyebab tidak berkembangnya Bank Banten.

    “Jadi begini, ada analisa dari para ahli bahwa ketika Bank Banten untuk, BGD mengambil keuntungan tersebut. Tapi ketika rugi, BGD tidak mau tahu menahu. Nah ini yang menurut kami salah. Ini juga berakibat ketika Bank Banten merugi, BGD pun ikut merugi. Ini yang salah,” jelasnya.

    Ia pun mendorong agar Bank Banten dapat berdiri sendiri sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), bukan sebagai anak perusahaan atau unit usaha dari BUMD yang ada yakni PT BGD. Dengan demikian, pengelolaan dan manajemennya pun dapat lebih leluasa dalam bertindak.

    “Kalau memang ini ingin dilanjutkan, berdisi sendiri lah. Lihat saja di Serang itu ada BPR Serang yang akan menjadi Bank Serang. Itu berdiri sendiri tanpa di bawah pihak lain. Jadi dalam menentukan kebijakan itu bisa dilakukan sendiri,” tegasnya.

    Sementara itu, Anggota Fraksi Demokrat, Nawa Said Dimyati, mengatakan bahwa beberapa waktu yang lalu memang sempat muncul wacana pihaknya untuk membentuk Pansus BGD. Akan tetapi, wacana tersebut diurungkan lantaran pihaknya lebih fokus pada langkah penyehatan Bank Banten.

    “Fokus Demokrat bagaimana penyehatan Bank Banten. Wacana Pansus BGD memang pernah muncul, tapi saat ini momentumnya tidak tepat. Karena upaya penyehatan Bank Banten lagi intensif dilakukan yang dikomandoi oleh OJK,” ujarnya saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Selasa (16/6).

    Namun saat ditanya apakah pihaknya akan kembali melanjutkan wacana pembentukkan Pansus BGD apabila Bank banten sudah kembali sehat,ia mengaku tidak mau berandai-andai dulu. “Fokus pada penyehatan aja dulu mas, enggak mau berandai-andai,” ungkap pria yang akrab disapa Cak Nawa itu.

    Sementara itu, Sekretaris Fraksi PKB, Umar Bin Barmawi, mengaku bahwa dirinya baru mendengar adanya wacana pembentukkan Pansus BGD. Namun ia mengaku akan berkomunikasi kepada seluruh anggota fraksi untuk mendiskusikan hal tersebut. Ia juga akan membuka komunikasi dengan Fraksi PPP selaku fraksi yang dengan jelas mendukung hal itu.

    “Saya baru dengan malahan. Saya akan berbicara dengan seluruh anggota fraksi dulu yah terkait dengan wacana tersebut. Karena memang belum masuk pembahasan soal Pansus BGD itu. Nanti lah saya akan diskusikan. Coba nanti saya coba tanya juga kepada Fraksi PPP,” katanya.

    Terpisah, Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP), Uday Suhada, mengatakan bahwa wacana pembentukan Pansus BGD merupakan hal yang cukup penting dilakukan. Sebab dengan dibentuknya pansus, maka pembahasannya dapat lebih spesifik.

    “Soal pansus, ini menjadi penting karena pansus itu lebih spesifik, lebih khusus. Tidak apa-apa itu, itu merupakan mekanisme yang harus difungsikan oleh DPRD. Kita semua selaku masyarakat Banten harus mendukung itu,” ujarnya seusai menghadiri dialog publik di salah satu kafe di Kota Serang.

    Selain itu, ia juga mempertanyakan terkait dengan fungsi PT BGD selama ini. Menurutnya, banyak kerjasama operasi (KSO) PT BGD yang bermasalah. Seperti halnya yang terjadi pada KSO pertambangan di Bayah yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp5,2 miliar.

    “Nah ini satu tanda, jangan-jangan ada banyak KSO di BGD (yang bermasalah). Ini yang harus dijelaskan oleh BGD, apa saja sih KSO itu. Apa saja yang mereka lakukan. Digunakan untuk apa saja uang yang dititipkan oleh Pemprov Banten kepada BGD itu,” tandasnya.(DZH)

  • Apa Kabar Bank Banten?

    Apa Kabar Bank Banten?

    SEBULAN sudah berlalu sejak penandatangan Letter of Inten (LOI) antara Gubernur Banten dengan Gubernur Jawa Barat pada tanggal 23 April 2020 dalam rangka merger Bank Banten dengan Bank BJB.

    Seyogyanya LOI tersebut segera diikuti dengan proses due diligence oleh kedua bank tersebut tetapi hingga saat ini tidak terdapat tanda-tanda due diligence sudah, sedang atau akan dilakukan. Bahkan terdapat informasi bahwa belakangan telah dilaksanakan penandatangan Memorandum of Understanding (MoU) antara PT Banten Global Development (BGD) dengan Bank BJB dalam rangka merger Bank Banten dengan Bank BJB Syariah (BJBS). Tidak diketahui apakah MoU tersebut sudah mendapatkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena substansi MoU berbeda dengan LOI yang sebelumnya telah mendapat persetujuan OJK.

    Perubahan rencana merger Bank Banten dengan Bank BJB Syariah nampaknya didasarkan pada pertimbangan banyaknya aspirasi tokoh masyarakat, ormas-ormas islam yang menghendaki bank syariah, sebagaimana halnya usulan mereka pada saat awal proses pembelian bank untuk menjadi Bank Banten.

    Pertimbangan lain mungkin dilihatnya sudah tidak ada pilihan lain, yang penting dengan merger tersebut masalah hukum tentang Bank Banten selesai.

    Perubahan rencana tersebut nampaknya sejalan dengan tulisan saya sebelumnya berjudul “Quo Vadis Bank Banten” tertanggal 28 April 2020 di berbagai media online, merger Bank Banten dengan Bank BJB bukan pilihan yang tepat.

    Bank BJB tidak segera menindak lanjuti LOI dengan due diligence karena nampaknya ada keengganan untuk menanggung kerugian Bank Banten yang akan berdampak pada penurunan Laba dan harga saham Bank BJB.

    Hal ini akan dapat meningkatkan risiko strategik dan risiko reputasi Bank BJB dimata investor. Sebaliknya, bagi Bank Banten, merger dengan Bank BJB akan berarti hilangnya nama dan operasional Bank Banten karena digabungkan/dimasukkan kedalam Bank BJB.

    Tepatkah BJB Syariah?
    Pertanyaan selanjutnya apakah merger bank Banten dengan Bank BJB Syariah, sekalipun nantinya akan berubah nama menjadi Bank Banten Syariah, merupakan langkah yang tepat?. Belum tentu!.

    Pertama, Kedua bank tersebut memiliki sistem operasional yang berbeda. Bank Banten adalah bank konvensional, sedangkan bank BJB Syariah adalah bank syariah. Penggabungan Bank Banten ke Bank BJB Syariah akan berakibat pada hilangnya saham Bank Banten di Bursa Efek Indonesia (BEI), sementara Bank BJB Syariah bukan perusahaan yang sahamnya terdaftar dan diperjual belikan di BEJ.

    Kedua, Bank BJB Syariah memiliki total Aset yang setara dengan Bank Banten dan memiliki pertumbuhan bisnis yang lambat. Dalam kurun waktu hampir 10 tahun, Aset BJBS hanya naik sebesar Rp5,7 triliun, yaitu dari Rp2 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp7,7 triliun pada tahun 2019. Laba yang diperoleh hanya naik Rp10 miliar, yaitu dari Rp5 miliar pada tahun 2010 menjadi Rp15 miliar pada tahun 2019. Laba sebesar ini tentu tidak akan mampu menyerap kerugian Bank Banten sebesar –Rp137 miliar pada tahun 2019.

    Ketiga, merger Bank Banten dengan BJBS akan mengulangi persoalan yang sama seperti yang dialami Bank Banten selama ini, yaitu berupa konsolidasi dan streamlining atau penutupan kantor-kantor operasional sebanyak 50 kantor, termasuk pemutusan kerja karyawannya, yang ada di wilayah Jawa Barat. Relokasi kantor pusat dan kantor cabang ke wilayah Banten juga menambah persoalan sehingga dapat mengganggu konsentrasi manajemen untuk mengembangkan bisnisnya.

    Keempat, proses merger membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang cukup besar.

    Kelima, dalam suatu kesempatan silaturahim, Gubernur mengatakan bahwa OJK meminta agar Bank Banten disehatkan dahulu sebelum di merger dengan BJB Syariah. Jika Bank Banten sehat maka tidak ada artinya kemudian merger dengan BJBS, tetapi akan lebih realistis dan praktis bank Banten langsung dikonversi menjadi Bank Banten Syariah.

    Alternatif Solusi Terbaik
    Persoalan utama Bank Banten sebenarnya tidak dipenuhinya sisa komitmen pemenuhan modal sebesar Rp300 miliar sejak tahun 2017 hingga saat ini. Pada tahun 2017, Bank Banten telah mampu meningkatkan bisnis dan efisiensinya sehingga dapat menekan kerugian secara signifikan menjadi –Rp76 miliar dari –Rp405 miliar pada tahun 2016.

    Pada tahun 2018, Bank Banten masih mampu meningkatkan bisnisnya tapi pendapatan bunga menurun dan tingkat inefisiensi meningkat lagi sehingga ruginya meningkat menjadi –Rp100 miliar.

    Namun demikian, total kerugian dalam 2 tahun (2017 dan 2018) sebesar –Rp176 miliar masih jauh lebih kecil dari kerugian 1 tahun pada tahun 2016.

    Artinya, Bank Banten sebenarnya memiliki potensi untuk berkembang, tetapi karena jumlah modal yang tidak mencukupi dan tidak pernah diatasi, maka Bank Banten mengandalkan dana masyarakat yang berbiaya mahal berupa deposito.

    Disisi lain, Bank Banten masih menanggung beban aset kredit tidak produktif (tidak menghasilkan pendapatan bunga) yang nilainya cukup besar dari ex Bank Pundi. Oleh karena masalah utama Bank Banten adalah kurangnya permodalan sejak awal, maka solusi terbaiknya adalah memenuhi sisa komitmen pemenuhan modal ditambah kebutuhan likiditas lain akibat penarikan dana kasda dan dampak pandemik covid-19.

    Beberapa alternatif cara yang dapat dilakukan untuk memenuhi komitmen tersebut, antara lain:

    Mengajukan APBD Perubahan kepada DPRD, Menjual saham Pemprov Banten di bank BJB dan BJB Syariah, yang hasilnya digunakan untuk memenuhi komitmen diatas, atau mengajukan permohonan penyertaan modal negara atau penempatan dana pemerintah ke dalam Bank Banten dalam rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) penyelamatan akibat covid-19 berdasarkan PP No.23/2020.

    Sementara itu, perlu dilakukan upaya mitigasi risiko hukum yang selama ini dikhawatirkan oleh Pemprov, yaitu melakukan pembahasan bersama dengan OJK, Kemendagri, Kejaksaan dan KPK untuk mendudukkan persoalan komitmen pemenuhan modal tersebut secara proporsional sehingga baik bank Banten maupun Pemegang Sahamnya tidak lagi tersandera oleh masalah hukum, sebagaimana yang telah berjalan selama 3 tahun ini, yang telah menjadikan Bank Banten sebagai korban.

    Ini artinya kepentingan pembangunan ekonomi dan masyarakat Banten juga ikut menjadi korban. Pemprov sendiri juga tidak dapat menjadikan Bank Banten sebagai katalisator pembangunan daerah dan sebagai alternatif sumber pendapatan asli daerah.

    Sejalan dengan upaya pemenuhan permodalan dan kebutuhan likiditas, Bank Banten selanjutnya dikonversi menjadi Bank Banten Syariah selaras dengan slogan Provinsi Banten “Iman, Taqwa dan Akhlaqul Karimah” dan sesuai dengan aspirasi masyarakat Banten yang religius sehingga Pemprov secara langsung ikut menyediakan sarana/fasilitas bagi masyarakatnya untuk menjalankan aktifitas ekonomi dan keuangannya secara syariah sebagai upaya mewujudkan ajaran islam secara kaffah dalam kehidupan sehari-hari.

    Wallahu a’lam bissawab.

      Karawaci, 27 Mei 2020.

      *) – Wakil Ketua Umum Perkumpulan Urang Banten (PUB)
      Wakil Ketua Umum ICMI Prov Banten
      MUI – KPEU Prov Banten

  • WH Surati Jokowi, Ada Poin yang Misterius

    WH Surati Jokowi, Ada Poin yang Misterius

    DENGAN dalih menyelamatkan penyelenggaraan pemerintahan, pada 23 April lalu, Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) memindahkan rekening kas umum daerah (RKUD) dari Bank Banten ke Bank Jabar Banten (BJB), serta berniat melakukan merger antara Bank Banten dan BJB. Dan dampak yang terjadi masyarakat berbondong-bondong mengambil uang secara besar-besaran dan terjadilah rush money dan kepercayaan masyarakat seketika itu sirna terhadap Bank Banten.

    Belum lama ini, WH juga menyampaikan pemberitahuan kepada DPRD Banten terkait dengan rencana pinjaman daerah ke BJB sebesar Rp800 miliar tanpa bunga. Dan ini juga yang menyebabkan kegaduhan kedua, kebijakan WH selama bulan suci Ramadan. Yang pertama adalah, pemindahan RKUD, terjadi rush money disaat pandemik Covid-19.

    Dan langkah WH yang dianggap sensasional dan terkesan terburu-buru atau panik ditengah tidak ada kejelasan keinginannya melakukan merger Bank Banten dan BJB, dengan berkirim surat langsung kepada Presiden Jokowi. Surat tertanggal 29 April itu ditembuskan kepada Menteri Keuangan yang juga selaku Ketua KSSK, Mendagri, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Gubernur Jawa Barat, Gubernur Bank Indonesia dan Ketua DPRD Banten.

    Dalam surat yang dikirim WH terdapat 10 point, namun tidak tercantum point 5. Dari 4 langsung ke point 6. Dalam surat bernomor 580/933-BPKAD/2020, Perihal progress pasca Letter of Intent (LOI) antar Gubernur Banten dan Gubernur Jawa Barat.

    Dalam surat tersebut, WH bercerita bahwa kondisi Bank Banten saat ini sudah dianggap memiliki beban dan tangunggan yang harus ditunaikan, termasuk WH menyebutkan Bank Banten pada posisi loan to deposito ratio (LDR) 105,17 persen. Disebutkan juga bahwa Bank Banten memiliki pinjaman PKUB yang berasal dari bank-bank pembangunan daerah lainya sebesar Rp340 miliar.

    ‘Memohon kepada Bapak Presiden melalui fasilitasi Otoritas Jasa Keuangan untuk dapat merealisasikan kesepakatan LOI dałam menyelamatkan dana Pemprov dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari serta menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap Bank Banten dan membantu kelancaran pelaksanaan LoI melalui pendelegasian Peraturan OJK sebagaimana dimaksud dałam pasał 23 ayat (2) Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), yang didalam diharapkan terdapat norma-norma yang memudahkan dałam proses merger atau kerjasama di bidang perbankan,” demikian point 10 isi surat WH yang dikirim ke Jokowi.

    Sekretaris Komisi IV pada DPRD Provinsi Banten, Fitron Nur Ikhsan ‘menguliti’ surat tersebut. Pada poin pertama surat tersebut, dituliskan bahwa telah dilakukan pembahasan antara pihak Bank Banten dan pihak Bank BJB serta pihak Pemprov Banten yang difasilitasi oleh OJK dalam rencana penggabungan (merger) antara Bank Banten dengan Bank BJB. Menurut Fitron, hal ini aneh lantaran Pemprov Jabar tidak dilibatkan dalam pembahasan itu.

    “Pembahasan tidak melibatkan Pemprov Jabar. Padahal LOI adalah antara Pemprov Jabar dan Pemprov Banten. Gubernur Banten ngebet banget merger ke BJB. Tapi Gubernur Jabar kayaknya gak peduli,” katanya.

    Dalam poin kedua, Fitron mengatakan bahwa Bank BJB tidak bisa sekadar menjawab mau merger atau akuisisi sebelum mereka melakukan proses uji tuntas atau Due Diligent (DD), yang mencakup financial DD, operational DD dan legal DD. Hasil dari DD tersebut akan disampaikan kepada seluruh pemegang saham BJB dalam rangka mengambil keputusan apakah feasible dan menguntungkan jika merger dengan BB.

    “Proses DD ini biasanya dilakukan dengan penunjukan auditor yang independen. Rasanya Gubernur Jabar tidak bisa mengambil keputusan sendiri, karena mereka hanya memiliki 38 persen saham di BJB. Sementara BJB adalah perusahaan TBK. Biasanya keputusan strategis seperti ini harus masuk di RUPS sehingga quorum mayoritas pemegang saham,” terangnya.

    Pada poin ketiga, WH menuliskan bahwa Bank Banten telah melakukan komunikasi secara intens dengan OJK untuk membantu pemenuhan likuiditas dari bank BJB dapat segera terealisasi. Fitron mengatakan, secara jelas dalam poin itu WH mengemis kepada bank BJB untuk membantu likuiditas dari Bank Banten.

    “Bank Banten bertepuk sebelah tangan dan membuktikan bahwa LOI bukan sesuatu yang direncanakan dan diminati kedua belah pihak, melainkan keterpaksaan di pihak bank BJB. Saya lagi mikir harga diri sebagai warga Banten,” terangnya.

    Poin 4 huruf a dan point b disebut Fitron sangat jelas alasannya dan masuk akal. Tapi juga sekaligus membuktikan bank BJB tidak berminat mengambil risiko memasukan uangnya ke Bank Banten. Bahkan ia kembali menyebut bahwa WH bertepuk sebelah tangan dan harus mengemis walaupun ada LOI.

    “Huruf c, bank BJB menyarankan Bank Banten untuk minta bantuan likuiditas ke LPS. Kenapa Gubernur gak pernah coba lakukan ini? Dari awal harusnya Gubernur lakukan ini. Faktanya tidak pernah ada kajian untuk minta bantuan LPS. Bahkan di surat ini pun tidak ada tembusan ke LPS,” ungkapnya.

    Lucunya, Fitron mengatakan bahwa pada surat resmi yang disampaikan kepada Presiden Jokowi ternyata terdapat keteledoran. Sebab, terdapat satu poin yang longkap, yakni poin nomor 5.

    “Nomor 5 kok gak ada yah? Dari 4 langsung ke 6. Teledor ini surat ke presiden seperti ini,” ucapnya.
    Poin 6 dan 7 dikritisi secara singkat oleh Fitron. Dalam poin 6, disebutkan bahwa bank BJB menyatakan bahwa proses take over kredit ASN akan berlangsung agak lama. Sedangkan pada poin 7 disebutkan hanya melaporkan progres pemindahan data.

    “(Seharusnya) proses take over kredit ASN bisa cepat dilakukan kalau bank BJB (memang) berminat bantu likuiditas Bank Banten. Poin 7 hanya melaporkan progres pemindahan data,” ujarnya.

    Fitron mengatakan, pada poin 8 menjelaskan kondisi likuiditas Bank Banten sangatlah buruk. Hal ini menurutnya mencerminkan manajemen yang buruk serta ada permasalahan pada pengawasan Bank Banten.

    “Potret global Bank Banten membutuhkan Rp1,5 triliun untuk menormalisasi jalannya perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya. Dalam proses DD, perhitungan kebutuhan dana akan lebih detail termasuk juga perhitungan berapa besar kredit macet yang ada di Bank Banten. Info terkini kredit macet di Bank Banten ada sekitar Rp2 triliun. Jadi kasarnya, kebutuhan dana penyehatan Bank Banten sekitar Rp3,5 triliun,” jelasnya.

    Poin 9, Fitron menegaskan bahwa apabila melalui pendekatan bisnis to bisnis, bank BJB tidak akan mau mengambil alih Bank Banten atau melakukan merger. Sehingga saat ini, WH sedang mengharapkan penyelamatan secara gratis dari Presiden Jokowi.

    “Dengan pendekatan bisnis to bisnis, tidak mungkin BJB mau ngambil alih Bank Banten atau melakukan penggabungan karena sudah pernah dijajaki oleh BRI dan CT Corpora dan hasilnya batal masuk. Gubernur sedang berharap penyelamatan gratis dari presiden,” tegasnya.

    Pada statement penutupan, Fitron mengatakan bahwa WH terlihat begitu frustasi dan khawatir kalau merger tidak terealisasi. Kalau bisa merger gratis, Gubernur berharap kecerobohannya akan bisa ditutupi.

    “Kalau sampai gagal realisasi, Bank Banten akan terpuruk tanpa peminat dan kemungkinan dilikuidasi (tutup). Kalau Bank Banten tutup, pemprov harus menyiapkan dana besar untuk menutupi kewajiban kepada pihak ketiga,” katanya.
    Secara tegas, Fitron menyebutkan bahwa surat gubernur kepada presiden menunjukkan bukti bahwa proses merger bukanlah sesuai yang direncanakan dan diinginkan. Pihak bank BJB pun menjadi korban karena dipaksa menerima penggabungan dengan dalih Covid-19.

    “Padahal saya menduga ini adalah langkah panik OJK karena kecolongan atas kecerobohan pememindahan RKUD tanpa melakukan kajian yang proper. Saya juga dari awal sudah meminta dilakukan penyehatan, bukan pembiaran,” ucapnya.
    “Kalaulah Bank Banten bukan bank milik pemerintah, langkah gubernur sudah tepat. Tapi karena Bank Banten milik kita (orang) Banten, langkah yang harusnya dilakukan bukan seperti sekarang,” tandasnya.

    Sementara, Wakil Ketua Komisi III DPRD Banten, Ade Hidayat menilai kebijakan yang telah diambil oleh WH selama Ramadan ini menyulitkan pemerintahan. Dengan memindahkan RKUD Bank Banten ke BJB dan rencana merger bank, membuat pemprov panik. Dan akhirnya berkirim surat ke Jokowi mengenai kondisi daerahnya.

    “Saya pikir karena tidak ada komitmen dari gubernur yang pada bebarapa waktu lalu membiarkan kondisi Bank Banten tidak semakin sehat. Andai saja saat penyertaan modal yang pertama dianggarkan untuk Bank Banten, saya rasa ceritanya akan berbeda, tapi karena tidak ada keinginan gubernur, yang ada sekarang malah melakukan pinjaman daerah Rp800 miliar ke BJB tanpa ada bunga. Ini kan bertambah aneh. Pinjam uang ratusan miliar kepada BJB yang merupakan perusahaan TBK atau terbuka, tanpa ada bunga. Ini ada apa loh? Jangan-jangan ini memang sudah direncanakan jauh-jauh hari,” ungkapnya.

    Oleh karena itu lanjut Ahi (sapaan Ade Hidayat), pihaknya dalam waktu beberapa hari akan memanggil Kepala BPKAD Banten, Rina Dewiyanti guna mempertanyakan mengenai pinjaman daerah tersebut.

    “Pekan ini kita undang Kepala BPKAD, kalau tidak Rabu atau hari Kamis, suratnya akan kami kirim Senin besok (hari ini, red),” ungkap Ahi seraya mengingatkan Rina untuk datang, jika tidak pihaknya juga akan memanggil Sekda Banten, Al Muktabar.

    Menyinggung surat WH yang disampaikan ke Jokowi pada akhir bulan April itu diakuinya terkesan terburu-buru. Hal ini dapat dilihat dari point per point yang hilang satu.

    “Kalau surat itu saya pribadi menilainya hanya curhatan gubernur. Dan untuk proses merger itu tidak mudah. Saya rasa pemprov hanya bertepuk sebelah tangan saja yang berharap merger Bank Banten ke BJB,” imbuhnya.(DZH/RUS/ENK)

  • Mahasiswa Kritik WH, Pemindahan RKUD ke BJB Jadi Sorotan

    Mahasiswa Kritik WH, Pemindahan RKUD ke BJB Jadi Sorotan

    SERANG,BANPOS – Polemik Pemindahan Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) Bank Banten ke Bank Jabar dan Banten ( BJB) oleh Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) diprotes Organisasi Pergerakan Mahasiswa. Mereka mempersoalkan langkah yang diambil Pemprov itu.Jika dirunut, ada dugaan kesengajaan untuk mematikan bank kebangaan masyarat Banten tersebut.

    Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) PKC Banten, Salahudin, Kamia (7/5) mengungkapkan ke tidak sehatan Bank Banten merupakan kegagalan WH dalam mengelola kebijakan. Tidak adanya penyertaan modal ke Bank Banten melalui PT BGD, mengindikan mematikan bank tersebut.

    “Ketidaksehatan Bank Banten juga sebagai bentuk kegagalan pemerintah dalam mengelola kebijakan daerah, Kalau sudah begini, nasib Bank Banten sebagai kebanggaan masyarakat Banten akan tenggelam,” katanya.

    Ia menuding WH tidak mempunyai itikad baik untuk membenahi ketidaksehatan Bank Banten. WH bahkan dinilai tidak menjalankan undang-undang.

    “Dalam perjalanannya Gubernur nggak punya itikad baik buat benahi Bank Banten sebagai bank daerah, kalau langkah-langkah yang dilakukan gubernur sebagai pemerintah tidak sejalan dengan Perda maupun RPJMD, berarti gubernur selain tidak menjalankan UU 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah, juga telah inkonstitusi karena tidak menjalankan amanat perda,” paparnya.

    Dirinya juga meminta agar DPRD menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat. Pihaknya mendukung dewan melakukan hak interpelasinya. Pihaknya juga akan segera menkonsolidasikan dengan organisasi pergerakan mahasiswa lainnya.

    “Kita akan konsolidasikan dengan teman-teman gerakan untuk sikapi persoalan ini,” imbuhnya.

    Senada diungkapkan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (DPD GMNI) Banten Indra Patiwara. Ia menyayangkan atas langkah yang diambil WH memindahkan RKUD ke Bank BJB yang menimbulkan kekisruhan di Banten.

    “Ada beberapa solusi yang seharusnya diterapkan jika memang Bank Banten dianggap bank tidak sehat,” ujarnya.

    Apalagi lanjut Indra, dengan memindahkan kas daerah ke perbankan lain dapat menghambat pencairan Bantuan Sosial kepada masyarakat Ditengah pandemi ini. Dirinya juga mengaku akan segera membuat kajian di bersama pengurus GMNI lainnya di Banten dalam menyikapi persoalan ini.

    Ketua Himpunan Mahaiswa Islam (HMI) Cabang Serang Faisal Dudayef Payumi Padma menuding pemindahan RKUD ke Bank BJB hanya akal-akalan pemprov untuk mendapatkan pinjaman dana dari Bank BJB.

    Pihaknya juga Mengaku langkah Gubernur patut dicurigai. Menurut Faisal, lembaga penegak hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus melihat persoalan ini. “Saya lihat prosesnya, tak ubah seperti akal-akalan saja. Mulai merger Bank Banten ke Bank bjb sampai pengajuan pinjaman,” ungkapnya.

    Menurut Faisal juga keterlibatan KPK dalam proses pengawalan langkah pemprov yang memicu kegaduhan ini sangat penting dilakukan. Terlebih, masyarakat Banten tengah fokus mengantisipasi wabah Covid-19. Ia pun mendorong agar proses berjalan transparan dan tak melanggar hukum. “Bank Banten dalam proses pembentukkan diwarnai kasus korupsi. Sekarang, dalam proses merger diakhiri peminjaman bernilai Rp800 miliar. KPK harus hadir,” ujarnya.

    Faisal juga mengungkapkan, selama tiga tahun kepimpinan Gubernur Banten WH dan Wakil Gubernur Banten Anduka Hazrumy, belum pernah melakukan upaya menyehatkan seperti, melakukan penyertaan modal bagi Bank Banten yang sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda)

    “Setahu saya, Pak Wahidin dan Pak Anduka belum pernah menyuntik dana ke Bank Banten. Tiba-tiba, mau menjadi penyelamatan. Kan semua bertanya-bertanya,” akunya.

    Keluarga Mahasiwa Lebak (Kumala) Perwakilan Serang, Rusmini juga mengaku kecewa dengan WH yang tidak ada upaya menyehatkan Bank Banten. Pada tahun 2018 dan 2019 Pemprov melanggar Perdanya sendiri dengan tidak menyertakan modal ke Bank Banten melalui BGD.

    “Jelas di Perda sudah ada, seharusnya dilakukan, bukan malah membiarkan Bank Banten mati, Bank Banten tidak sehat dengan gagal likuiditas itu karena tidak punya anggaran, seharusnya di berikan anggaran itu oleh Pemprov sebelum pandemi ini, jangan malah pada saat pendemi Bank Banten malah ditinggalkan seperti anak tiri,” katanya.

    Pihaknya juga mengaku akan segera mendiskusikannya dengan pengurus kumala lainnya, bahkan akan segera berkoordinasi dengan pengurus Koordinator untuk membahas persoalan ini. “Tentu kami akan mendiskusikan ini sudah tidak bisa dibiarkan, kami juga akan berkoordinasi dengan pengurus koordinator,” pungkasnya. (RUS)

  • WH Tak Digubris, Rush Money Bank Banten Terus Berlanjut

    WH Tak Digubris, Rush Money Bank Banten Terus Berlanjut

    SERANG, BANPOS – Sudah hampir satu pekan ini, di semua kantor cabang dan anjungan tunai mandiri (ATM) Bank Banten se-Provinsi Banten ramai dikunjungi oleh nasabah yang menarik uangnya secara besar-besaran (Rush Money). Janji Gubernur Banten, Wahidin Halim bahwa dana nasabah Bank Banten dijamin pemerintah, tak digubris dan menyebabkan antrian panjang di kantor cabang maupun anjungan tunai mandiri (ATM) Bank Banten.

    Berdasar pantauan BANPOS, para nasabah Bank Banten menarik uangnya secara bertahap. Lantaran penarikan nasabah di ATM dibatasi hanya Rp5 juta per nasabah per hari. Akibatnya antrean yang panjang dan pemandangan gerombolan warga tak terelakkan.

    Apalagi untuk wilayah Tangerang Raya seperti Kota/Kabupaten Tangerang dan Tangerang Selatan (Tangsel) yang saat ini menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) akibat pandemi virus korona (Covid-19).

    Salah seorang warga Kota Serang, Mila mengaku sudah mengantre selama dua jam tetapi masih banyak orang yang mengantri di depannya. “Saya di ATM KP3B sudah berjam-jam antre. Dan sekarang antrean masih banyak. Yah sabar saja, namanya juga untuk menyelamatkan uang. Dari pada nanti uang yang ada d ATM Bank Banten saya hangus karena bank nya akan tutup,” katanya.

    Diakuinya, dirinya lebih mempercayai akal sehat ketimbang mendengarkan apa yang disampaikan oleh Pemprov Banten beberapa.waktu lalu yang dibacanya melalui pemberitaan.

    “Saya sih terserah, kalau Pak Gubernur Wahidin bilang masyarakat jangan panik dan jangan melakukan penarikan uang di Bank Banten, karena dijamin uangnya nggak akan hilang. Hari gini kita dikasih janji-janji,” ujarnya.

    Senada diungkapkan oleh Zinul. Menurut dia, sudah lima hari ini dirinya mengambil yang di ATM diwilayah Cileduk Kota Tangerang.

    “Nggak ada PSBB di setiap ATM dan kantor Bank Banten. Semua warga memilih menyelamatkan uangnya dari pada nanti hangus. Nasabah rela antre walaupun resikonya taruhan nyawa karena potensi tertular koronanya besar,” ujarnya.

    Setiap hari ia bersama sang istri secara bergantian menarik jutaan rupiah uang dari ATM, walaupun harus mengantre. “Pernah kita antre sudah tiga jam. Setelah giliran saya, uang yang ada di mesin ATM sudah habis. Sedangkan antrean nasbah masih panjang. Sedih rasanya kalau sudah begini. Kita seperti diombang-ambing. Sebelumnya pemerintah mengkampanyekan menabung di Bank Banten. Dan sekarang bank nya malah bangkrut,” ujarnya.

    Ketua Komisi III DPRD Banten, Gembong R Sumedhi menyesalkan belum adanya jalan keluar bagi permasalahan yang terjadi di Bank Banten termasuk nasabahnya. Rush money yang terjadi selama satu pekan ini dikarenakan kebijakan Gubernur WH yang memindahkan rekening kas umum daerah (KUD) Ke Bank Jabar Banten (BJB). Ditambah lagi program penanganan dan pencegahan Covid-19 seakan terabaikan. Padahal anggaran dari APBD untuk hal tersebut sudah dikeluarkan banyak.

    “Iya kita menyesalkan juga sih, padahal kan pemprov sudah menghabiskan banyak untuk penganggaran Covid-19 ini, akhirnya malah PSBB nya dilanggar. Solusinya, baik pemprov dan pihak Bank Banten harus lebih masif lagi mensosialisasikan terkait penjaminan dana nasabah tersebut,” ungkap Gembong.

    Sementara itu, walaupun rencana interpelasi Anggota DPRD Banten atas kebijakan Gubernur Banten memindahkan Rekening kas umum daerah (KUD) tak bakal didukung Fraksi Golkar, namun dua fraksi akan tetap mengusung wacana itu. Mereka adalah Fraksi PKS dan PDIP.

    Informasi dihimpun, fraksi-fraksi di DPRD Banten mewacanakan untuk interpelasi terkait kebijakan gubernur yang menutup rekening KUD dari Bank Banten ke Bank Jawa Barat Banten (BJB). Mereka ingin meminta keterangan langsung dari WH secara utuh terkait keputusannya tersebut.

    Ketua Fraksi PKS DPRD Banten Juheni M Rois,Rabu (29/4) mengatakan, rencana untuk menggunakan hak interpelasi masih belum surut. Kini, pihaknya masih melihat perkembangan yang dilakukan pemprov.

    “Makanya melihat perkembangan ke depan, kalau ada perbaikan ya berarti tidak dilanjut. Tapi kalau sekiranya tidak ada perbaikan, ya kita lanjutkan. Selama untuk memperbaiki kinerja birokasi kita dukung,” katanya.

    Ia menjelaskan, Fraksi PKS juga masih menunggu jawaban lengkap dari gubernur dari rapat konsultasi yang akan disampaikan secara tertulis. “Jadi sebetulnya bukan masalah interpelasinya tapi bagaimana gubernur atau birokrasi ini menyelesaikan permasalahan Bank Banten. Ini yang menjadi bank kebanggan masyarakat Banten,” ujarnya.

    Sementara, Ketua Fraksi PDIP DPRD Banten Muhlis mengatakan, meski telah ada rapat konsultasi antara DPRD dengan gubernur pada awal pekan ini, namun rencana interpelasi tetap dilanjut. Bahkan pihaknya telah mengkoordinasikannya ke Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP Banten.

    “Kita sampaikan terlebih dahulu (hasil rapat kosultasi) kemarin dengan Pak Gubernur kepada induk (DPD,red). Kalau mekanisme di kita tentunya induk partai tidak boleh dikesampingkan,” kata Muhlis.

    Koordinasi dengan partai juga dilakukan karena dalam rapat konsultasi tersebut terjadi perubahan konstalasi politik. Kondisi tersebut tentu harus mendapat pertimbangan dari DPD dan selanjutnya diteruskan ke Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP.
    Ia menjelaskan, adapun perubahan konstalasi politik yang dimaksudkannya adalah adanya fraksi yang mengubah pandangan politiknya. Kondisi tersebut dinilainya harus mendapat perhatian.

    “Ini yang perlu kami laporkan terlebih dahulu. Mungkin dalam waktu dekat kita akan melaksanakan rapat konsultasi antara DPD dengan fraksi. Pokoknya kita melaporkan, tentunya keputusan ada di DPD sebagai induk,” ungkapnya.(RUS/ENK)

  • Bank Banten di Ambang ‘Kematian’, Harus Segera Diselamatkan

    Bank Banten di Ambang ‘Kematian’, Harus Segera Diselamatkan

    SERANG, BANPOS – Ketua komisi III DPRD Banten Gembong R Sumedi, menyayangkan jika Bank Banten sampai bangkrut dan mati. Mengingat, sudah cukup besar APBD Banten yang digelontorkan untuk menyehatkan usahanya.

    Dari amanah Perda, Pemprov Banten wajib memberikan penyertaan modal sebesar Rp950 miliar. Hingga kini, yang sudah digelontorkan hampir mencapai Rp650 miliar. Pihak Bank Banten sangat berharap sisa kewajiban penyertaan modal bisa terealisasi dalam APBD 2019 dan 2020.

    “Namun hal itu belum juga dilakukan, mengingat kondisi usaha Bank Banten sedang tidak sehat. Sisa dana itu sebenarnya sangat kecil. Kalau pun diberikan hanya akan mampu memperpanjang usia Bank Banten untuk beberapa saat saja, tidak akan mampu memulihkan usahanya,” ungkapnya.

    Akan tetapi, Gembong menyebutkan, disisi lain ada jalan right issue yang bisa dilakukan oleh para direksi Bank Banten. Hal ini, tentu akan menambah suntikan dana yang diterima, sehingga diharapkan akan mampu menstabilkan kondisi usaha Bank Banten.

    “Right issue sendiri, bisa dilakukan jika ada modal aman sebesar Rp300 miliar yang berasal dari sisa penyertaan modal Pemprov Banten. Namun jika Pemprov menghentikan sementara penyertaan modalnya, akan sangat berat bagi direksi untuk melakukan right issue,” tuturnya.

    Jalan lain yang bisa dilakukan adalah mempertimbangkan sesegera mungkin tawaran Rp1/lembar saham Bank Banten yang dilakukan oleh bos CT Corp, Chairul Tanjung (CT). Meskipun CT sendiri, pasti akan mempertimbangkan dengan matang dan mempunyai beberapa persyaratan untuk ikut menyehatkan Bank Banten ini, namun ia mengaku siap menggelontorkan dananya untuk menyehatkan Bank Banten.

    “Tapi itu tergantung Pemprov. Jika kebijakan itu dirasa tepat, maka segera lakukan kajian dan jemput bola. Kajian itu perlu dilakukan mengingat tawaran ini sangat rendah, dikhawatirkan ada permainan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar,” katanya.

    Diungkapkan olehnya, hal itu semata-mata dilakukan karena melihat kondisi Bank Banten, kini diambang jurang kematian. Langkah tegas Pemprov selaku pemilik saham mayoritas harus segera dilakukan.

    “Jika ingin masih diselamatkan, maka Pemprov harus segera mencairkan penyertaan modal yang dialokasikan pada APBD 2019 yang hanya tinggal menunggu hitungan hari akan berakhir. Jika tidak, maka kemungkinan besar Bank Banten akan menghentikan seluruh operasionalnya karena bangkrut,” tegasnya.

    Diselamatkan atau tidak, kata dia, keduanya mempunyai konsekuensi masing-masing. Jika diselamatkan, butuh penyertaan modal tambahan yang lebih besar untuk menyehatkan anak perusahaan BUMD BGD ini.

    “Sedangkan penyertaan modal yang ada hanya Rp131 miliar dari APBD 2019 yang belum dicairkan, sedangkan pada APBD 2020 Pemprov sudah mengunci untuk tidak memberikan sisa penyertaan modalnya karena sedang menunggu hasil rekomendasi dari otoritas jasa keuangan (OJK) dan kokisi pemberantas korupsi (KPK) agar tidak menjadi masalah di kemudian hari,” terangnya.

    Ia melanjutkan, rekomendasi dari OJK itu diperkirakan akhir November lalu. Akan tetapi, hingga saat ini pihaknya belum menerima hasil laporannya seperti apa.

    “Padahal sisa waktu penggunaan anggaran 2019 tinggal beberapa hari ke depan saja,” katanya.

    Gembong beranggapan bahwa, diberikan atau tidaknya penyertaan modal itu tidak akan mampu menyehatkan kondisi Bank Banten. Sebab, kini kondisinya sudah kronis stadium empat. Butuh suntikan modal yang cukup besar dan Pemprov tidak akan mungkin bisa memberikannya karena terbentur aturan yang berlaku.

    “Jika Pemprov masih ingin menyelamatkan Bank Banten, maka Pemprov harus segera jemput bola. Hal-hal lain yang menjadi pertimbangan, segera diselesaikan, supaya Bank Banten ini bisa mendapatkan suntikan modal,” tandasnya.(MUF)