Tag: BBWSC3

  • DPRD Kota Serang Dorong Investigasi Sindangheula

    SERANG, BANPOS – Penyebab banjir di Kota Serang yang terjadi pada 2022 silam hingga kini seolah menjadi misteri. Banjir yang menimpa Kota Serang pada waktu itu tentu terjadi bukan tanpa sebab.

    Ada yang menduga bahwa Bendungan Sindangheula merupakan penyebab dari terjadinya peristiwa tersebut. Seiring berjalannya waktu, rupanya dugaan itu semakin diperkuat dengan bocornya data Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang memuat perihal penyempurnaan konstruksi bendungan Sindangheula.

    Dalam dokumen tersebut dijelaskan bahwa, telah terjadi kerusakan sejumlah infrastruktur penunjang bendungan Sindangheula. Kerusakan tersebut kemudian disinyalir menjadi penyebab terjadinya banjir di Kota Serang.

    “Pada tanggal 1 Maret 2022, terjadi banjir di Daerah Aliran Sungai Cibanten. Hal ini dikarenakan setelah hujan datang secara terus menerus dalam 4 hari dengan peningkatan intensitas hujan yang sangat signifikan. Yang mengakibat kan beberapa infrastruktur penunjang pada Bendungan Sindang Heula seperti access road ( jalan akses ke bendungan Sindang Heula) dan jalan operasional ke v- notch mengalami longsor pada bagian bahu jalan,”

    “terganggunya instrumentasi pada bendungan Sindang heula, terjadi permasalahan pengoperasian pada komponen hidromekanikal (Hollow Jet) sehingga membutuhkan penanganan yang segera agar supaya tidak bertambah kerusakannya apabila terjadi curah hujan yang cukup tinggi yang akan berakibat pada terkendalanya petugas operasi dan pemantauan dalam melaksanakan tugas rutin lapangan. Pekerjaan pada paket ini memiliki ruang lingkup pekerjaan besar, mempunyai tingkat resiko tinggi. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan dan penggantian pada bagian infrastruktur yang rusak dan atau dimakan usia operasional bendungan Sindang Heula,” kutip BANPOS dari dokumen tersebut pada Rabu (26/7).

    Saat BANPOS berusaha untuk meminta keterangan atas informasi tersebut, pihak Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian (BBWSC3) hingga kini belum juga memberi tanggapan atas hal itu.

    Sementara itu di sisi lain, Wakil Ketua DPRD Kota Serang, Hasan Basri saat dimintai keterangan mengenai penyebab banjir yang terjadi beberapa waktu silam, ia mengatakan bahwa permasalahan itu sebenarnya sudah lama dibahas oleh pihaknya.

    Bahkan, politisi PKS itu pun menjelaskan, kendati sudah disampaikan hingga ke tingkat provinsi, namun permasalahan itu terkesan tidak ditanggapi oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten.

    “Tempo hari sudah ada diskusi itu. Saya ada dua rapat waktu itu di kantor BPBD kita juga sampaikan, terus dengan rapat Forkopimda ada pak Wali, ada pak Sekda, ada pak Kapolres, ada pak Dandim, kita sampaikan juga. Dan itu kemudian disampaikan juga sama pak Wali ketika rapat dengan pak Gubernur, tapikan tindak lanjutnya tidak ada,” katanya pada Rabu (26/7).

    Di samping itu, ia juga turut menyinggung soal bocornya dokumen yang memuat bukti adanya kerusakan infrastruktur pada bendungan Sindangheula yang kemudian diduga menjadi penyebab terjadinya banjir itu.

    Menurut Hasan Basri, temuan itu bisa menjadi bahan pembuktian untuk dapat menjelaskan penyebab terjadinya banjir yang selama ini ditutup-tutupi oleh pihak terkait.

    “Jadi, nah ini gambaran umum nya itu kan jelas ternyata, penyempurnaan ini tuh ada kaitannya sama banjir tahun kemarin. Nah kalau ada, ya itu kan berarti ada nokum ya, ada bukti baru lah begitu. Ya silahkan saja, siapa yang sekarang berkepentingan proses saja secara hukum, kan begitu,” ucapnya.

    Selama ini opini yang dibangun mengenai penyebab banjir adalah disebabkan oleh kebiasaan masyarakat yang tidak disiplin dalam mengelola dan memanfaatkan sungai.

    Namun dengan adanya dokumen tersebut, maka tidak secara langsung anggapan selama ini yang terbangung terpatahkan.
    Ia juga mendukung kepada pihak-pihak yang ingin melakukan investigasi terhadap adanya dugaan kerusakan bendungan Sindangheula yang ditutup-tutupi oleh pihak pengelola bendungan.

    “Saya setuju aja sih kalau misalnya itu ada investigasi lagi. Supaya tadi ke depan kita lebih hati-hati dan di situ ya, harus lebih baik penanganannya,” tandasnya. (MG-01/PBN)

  • Menanti Jawaban BBWSC3

    Menanti Jawaban BBWSC3

    SUDAH hampir satu bulan lamanya, dugaan kerusakan Bendungan Sindangheula yang disebut menjadi penyebab banjir bandang Kota Serang mengemuka. Namun, selama itu pula Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau Ciujung Cidurian (BBWSC3) bungkam dan tidak memberikan statemen apapun, terkait dengan hal itu.

    Beberapa kali BANPOS berupaya untuk mengkonfirmasi hal tersebut kepada pihak BBWSC3, sejak edisi Indepth BANPOS yang terbit pada Senin 10 Juli lalu. Namun, tidak ada jawaban dari pihak BBWSC3 mengenai dugaan itu.

    Teranyar, BANPOS mendatangi kantor BBWSC3 yang beralamat di Jalan Ustad Uzair Yahya Nomor 1, Kelurahan Cipare, Kecamatan Serang, Kota Serang pada Kamis (20/7). Sekitar pukul 14.40 WIB, BANPOS tiba di kantor tersebut, dan bertemu dengan pria yang mengaku sebagai Humas BBWSC3.

    Saat mengetahui bahwa wartawan yang datang berasal dari BANPOS, pria itu terdengar marah, dan mengatakan bahwa karena BANPOS, ia dan Sekretaris BBWSC3, Hadian, dimarahi oleh Kepala BBWSC3. Ia mengatakan, seharusnya BANPOS tidak menerbitkan berita tersebut, karena pihak BBWSC3 belum memberikan konfirmasi.

    Menurutnya, persoalan itu sangatlah sensitif sehingga harus menunggu jawaban dari pihaknya sebelum berita diterbitkan. Kecuali menurutnya, berita itu terkait dengan agenda-agenda BBWSC3 seperti senam bersama dan lain-lain. Berita tanpa konfirmasi menurutnya, juga boleh dilakukan hanya untuk berita yang bagus-bagus saja buat BBWSC3. Bahkan, ia sempat menyampaikan bahwa apabila BANPOS tetap menerbitkan berita sebelum pihaknya memberikan konfirmasi, maka BANPOS akan di-blacklist dari BBWSC3, dan dilaporkan. Meskipun tidak disampaikan kemana dirinya akan melapor.

    Wartawan BANPOS sempat menyampaikan bahwa BANPOS sudah beberapa kali berupaya untuk melakukan konfirmasi, namun konfirmasi yang diberikan justru telat diberikan. Selain itu, konfirmasi itu tidak menjawab pertanyaan terkait dengan kerusakan yang berakibat pada banjir bandang di Kota Serang. Kendati telat, jawaban dari pihak BBWSC3 tetap diterbitkan oleh BANPOS pada edisi selanjutnya.

    BANPOS pun menyampaikan bahwa kedatangannya itu, untuk mengonfirmasi terkait dengan dugaan kerusakan, yang juga diperkuat dalam dokumen Kerangka Acuan Kerja (KAK) pekerjaan Bendungan Sindangheula yang tengah dilakukan saat ini.

    Ia pun menghubungi Hadian untuk berkoordinasi terkait dengan itu. Hadian pun mengarahkan untuk berkoordinasi dengan Kepala Bidang PJSA, David Partonggo Oloan Marpaung. Namun sayangnya, David tidak bisa memberikan konfirmasi saat itu, dan meminta dijadwalkan pada pekan depan.

    Untuk diketahui, sebelum edisi Indepth terbit, BANPOS sempat memberikan surat kepada pihak BBWSC3 terkait dengan permohonan konfirmasi. Dalam surat tersebut, BANPOS menuliskan bahwa berita akan ditayangkan pada Jumat 7 Juli. Lantaran tidak mendapatkan konfirmasi, BANPOS sempat menunda penayangan menjadi Senin 10 Juli. Melalui pesan WhatsApp kepada Hadian pun, BANPOS menegaskan bahwa penayangan berita akan dilakukan pada 10 Juli. Akan tetapi, konfirmasi yang seharusnya diberikan maksimal pada Minggu 9 Juli, baru dikirimkan pada 10 Juli. Sementara terkait dengan dugaan kerusakan, tidak dijawab hingga berita ini ditulis.

    Terpisah, Pengurus Daerah (PD) Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Serang menyayangkan sikap bungkamnya BBWSC3, terkait dugaan kerusakan bendungan yang mengakibatkan terjadinya banjir bandang di Kota Serang. Bahkan, mereka mengancam akan melakukan aksi unjuk rasa, apabila BBWSC3 tidak membuka kebenaran terkait dengan hal itu.

    Ketua Umum PD KAMMI Serang, Roja Rohmatulloh, dalam keterangan tertulis mengatakan bahwa BBWSC3 harus bertanggungjawab jika memang berbohong soal penyebab banjir bandang Kota Serang pada Maret 2022 lalu. Kebohongan yang dimaksud yakni bahwa penyebab banjir bandang adalah murni akibat alam, bukan karena Bendungan Sindangheula.

    “Karena memang ini yang bertanggung jawab adalah BBWSC 3, jadi mereka harus bertanggung jawab seandainya terjadi kebohongan,” ungkap Roja dalam keterangan tertulis.

    Berdasarkan data yang pihaknya miliki, terdapat dokumen yang menyatakan jika terdapat kerusakan pada Bendungan Sindangheula. Salah satunya yaitu kerusakan pada hollow jet valve, yang merupakan pintu air utama bendungan.

    “Kabar yang kami dapat juga menyatakan kalau pintu air itu rusak sebelum banjir bandang terjadi. Artinya meluapnya air bendungan itu diduga kuat karena rusaknya pintu air, bukan seperti klaim BBWSC3 yang menyatakan kalau itu murni peristiwa alam,” tegasnya.

    Roja pun mengatakan, para pihak terkait beserta penegak hukum harus segera melakukan koordinasi, agar kebenaran akan hal ini bisa segera ditemukan, dan dapat segera dipertanggungjawabkan apabila memang terdapat kelalaian yang berakibat pada kerugian harta benda maupun hilangnya nyawa.

    “Itu kan sudah satu tahun lalu, pada awal tahun 2022, pihak-pihak terkait seperti pemkot terus kemudian penegak hukum harus mencari tahu kebenarannya. Selain itu juga harus mencari jalan untuk pertanggungjawaban atas hal ini,” tegasnya.

    Ia pun mengungkapkan bahwa jika benar adanya kebohongan dari BBWSC3, pihaknya akan mendorong semua yang terlibat hal itu agar segera memberikan klarifikasi dan pertanggungjawaban.

    “Kalau seandainya memang hal itu betul terjadi, karena ini juga cukup besar kerugiannya. KAMMI Serang mendorong agar pihak terkait klarifikasi terhadap tanggapan masyarakat atas kebohongan yang terjadi setahun ini,” ujarnya.

    Terakhir ia pun menegaskan bahwa KAMMI Serang akan segera turun ke jalan jika tidak ada kejelasan dari pihak-pihak terkait, terkhusus BBWSC3 selaku pengelola bendungan. “Jika memang pihak BBWSC3 tidak mau memberikan klarifikasi, maka kami tidak segan untuk turun ke jalan menuntut kebenaran yang diduga telah ditutup selama ini,” tandasnya.

    Sementara itu, usai rapat paripurna, Walikota Serang, Syafrudin, menegaskan bahwa sejak awal dirinya meyakini jika memang ada kejanggalan pada tragedi banjir bandang yang terjadi pada Maret 2022 lalu. Pasalnya, tidak pernah Kota Serang terjadi banjir sampai setinggi 5 meter, sebelum Bendungan Sindangheula berdiri.

    “Saya juga sependapat. Banjir bandang yang terjadi kemarin itu, akibat dari meluapnya Bendungan Sindangheula karena pengaturannya (pengelolaannya) yang tidak diatur sedemikian rupa,” ujarnya di Gedung DPRD Kota Serang.

    Menurut Syafrudin, banjir bandang yang menimpa Kota Serang pada tahun 2022, menjadi gambaran bahwa terjadi kesalahan manajemen dalam pengelolaan bendungan berkapasitas 9 juta meter kubik tersebut. “Ya pastilah. Ini secara teknis penataannya, pengelolaannya kurang bagus,” tegasnya.

    Di waktu yang sama, Wakil Ketua DPRD Kota Serang, Hasan Basri, kembali menegaskan bahwa BBWSC3 harus terbuka berkaitan dengan kebenaran akan isu kerusakan bendungan yang mengakibatkan banjir bandang di Kota Serang. Ia pun menuturkan bahwa pada saat banjir bandang terjadi, memang beredar banyak isu berkaitan dengan dugaan kerusakan di Bendungan Sindangheula.

    “Ada banyak rumor kan termasuk katanya ada terpantau dari CCTV lah macam-macam gitu ya itu, dan kita juga waktu juga rapat di Kantor BPBD kota Serang, terus juga rapat di Forkopimda. Saya mengusulkan ada evaluasi dalam hal pengelolaan Sindangheula itu,” ujarnya.

    Menurut Hasan, bendungan Sindangheula yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN), seharusnya memiliki perencanaan pengelolaan yang matang. Apalagi jika terjadi kesalahan dalam pengelolaan, memiliki efek yang sangat berbahaya.

    Ia pun mengaku pada saat banjir bandang terjadi, pihaknya mendatangi bendungan Sindangheula untuk mengecek kabar bahwa bendungan jebol. Namun ternyata, bendungan itu tidak jebol, hanya overload saja. Akan tetapi, dirinya tidak tahu bahwa justru permasalahan bendungan itu ada pada katup pemancarnya.

    “Karena kita juga baru tahu kalau pintu airnya itu kan di bawah, bukan seperti kayak Pamarayan gitu kan. Ya artinya sangat mungkin terjadi tekanan air itu dia sudah tidak bisa dikendalikan karena ada kerusakan pada katup, sehingga overload,” ungkapnya.

    Hasan mengatakan, temuan yang didapati oleh BANPOS perlu kiranya ditindaklanjuti. Pertama, BBWSC3 harus menjawab jujur terkait dengan dugaan kerusakan katup pemancar air. Kedua, aparat penegak hukum (APH) dan pihak-pihak terkait pun bisa turun tangan untuk melakukan penyidikan.

    Apalagi alibi yang disampaikan oleh BBWSC3 atas banjir bandang tersebut, kerap diarahkan untuk menyalahkan masyarakat, yang mendirikan bangunan di bantaran sungai. Meski hal tersebut memang menjadi salah satu faktor, namun faktor utama dalam pengelolaan bendungan itulah yang seharusnya menjadi fokus utama.

    “BBWSC3 harus jujur. Kalau ada temuan yang seperti itu, bukan hanya penyelidikan tapi juga harus penyidikan. Jangan ditutup-tutupi. Ini pelajaran besar bahwa ini proyek nasional, seharusnya perencanaan pengelolaannya matang,” tegasnya.

    Untuk diketahui, dugaan kerusakan di Bendungan Sindangheula mengemuka setelah adanya informasi dari salah satu sumber BANPOS. Berdasarkan keterangan sumber BANPOS, kerusakan yang terjadi di Bendungan Sindangheula, merupakan imbas dari peristiwa banjir bandang tahun lalu. Menurutnya, terdapat kerusakan seperti keretakan, pada bendungan yang mampu menampung air hingga sembilan juta meter kubik.

    “Pekerja di dalam (bendungan) bilang kalau ada kerusakan di bendungan. Memang ini awalnya karena air di bendungan surut, kering tiba-tiba. Akhirnya karena saling bertanya, ada lah pegawai-pegawai yang akhirnya ngasih tahu,” ujarnya kepada BANPOS, beberapa waktu yang lalu.

    Menurut dia, kerusakan yang terjadi bukan hanya pada konstruksi bangunan dari bendungan saja, namun juga pada sistem otomatis dari pintu saluran irigasi. Ia mengatakan, kerusakan yang terjadi mengakibatkan pintu tersebut macet.

    “Kan kalau di sini, pintu saluran irigasi yang mengarah ke sungai Cibanten itu sistemnya otomatis. Enggak kayak di bendungan Pamarayan yang harus manual. Jadi di sini katanya pakai remot, tinggal pencet jadi bisa kebuka dan ketutup. Nah itu rusak sistemnya,” terang dia.

    Hal itulah yang menurutnya, mengakibatkan terjadi banjir bandang di Kota Serang pada Maret 2022 kemarin. Sebab, kerusakan sistem itu sudah terjadi sejak tahun lalu, yang mengakibatkan kontrol pintu saluran irigasi tidak berjalan dengan baik.

    “Ya memang karena tidak berfungsi dengan baik sistemnya, jadilah Kota Serang banjir waktu itu. Memang kan karena kontrol air di sini tidak baik, makanya tumpah semua ke sana,” tuturnya.

    Keterangan sumber BANPOS itu diperkuat oleh pernyataan dari salah satu warga setempat, sebut saja Roni. Kepada BANPOS, Roni yang ditemui di instalasi katup lubang pancar saat hendak mencari ikan mengatakan bahwa pada saat sebelum dan sedang berlangsungnya banjir bandang di Kota Serang, katup tersebut tidak dibuka oleh pihak pengelola bendungan.

    “Saya mah orang awam yah mas, tapi saya tahu dari awal bendungan ini dibangun seperti apa. Nah pada saat kejadian waktu itu, pintu air (katup pemancar) ini kering, enggak dibuka. Iya ditutup, kering ini alirannya,” ujar dia.

    Menurut dia, pada saat para pimpinan daerah datang ke Bendungan Sindangheula pascabanjir bandang, seingat dia tidak ada yang menyampaikan perihal hal tersebut. Para pimpinan yang hadir, yakni Andika Hazrumy yang pada saat itu masih menjabat sebagai Wakil Gubernur, dan Walikota Serang, Syafrudin, datang hanya untuk mengonfirmasi apakah bendungan itu jebol atau tidak.

    “Ramai kan waktu atasan dari provinsi maupun Kota Serang ke sini. Ya kenyataanya gitu, bukan jebol, tapi airnya tumpah ke sana semua (spillway), karena di sini di tutup total. Kering (aliran) ini mah. Tumpah di sana, sampai ngelewatin batas itu,” ungkapnya.

    Namun, ia tidak tahu pasti mengapa katup pemancar air itu tidak dibuka pada saat hujan lebat yang terjadi selama empat hari itu. Akan tetapi ia mengaku bahwa dirinya dan sejumlah warga sempat memberikan saran kepada pihak pengelola, agar tidak menutup katup air tersebut. Sebab apabila terjadi hal yang tidak diinginkan, Kota Serang akan terdampak sangat parah.

    “Gak tau sih, namanya saya mah bukan tugasnya. Tapi padahal kan dari awal sudah saya kasih saran.  Hujan berhari-hari, ini ditutup total (katup pemancar). Bahaya, yang kasiannya itu rumah sakit daerah, karena ada di atas aliran Cibanten. Eh bener aja kejadian. Padahal kalau ini dibuka, aliran di sana (spillway) cuman ngalir biasa aja, paling 1 atau 2 jengkal aja, nggak bakal meluap gitu,” tuturnya. (MG-01/DZH/ENK)

  • Menguak Tabir Bendungan Sindangheula

    Menguak Tabir Bendungan Sindangheula

    INGATAN akan tragedi banjir bandang yang melanda Kota Serang pada Maret 2022 kemarin, masih terekam jelas pada memori masyarakat. Peristiwa yang mengakibatkan ribuan rumah rusak, hancurnya sarana dan prasarana masyarakat, hingga menelan sejumlah korban jiwa itu menjadi sejarah tersendiri bagi Kota Serang, karena banjir itu merupakan yang terparah dalam 20 tahun terakhir.

    Bendungan Sindangheula sempat menjadi bulan-bulanan masyarakat, atas terjadinya banjir bandang itu. Pasalnya, banjir bandang tersebut baru terjadi setelah bendungan yang menjadi proyek mercusuar pemerintah pusat itu berdiri.

    Namun, tudingan tersebut dibantah oleh Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Cidurian-Ciujung (BBWSC3), I Ketut Jayada. Menurutnya, justru Bendungan Sindangheula menjadi faktor banjir yang terjadi di Kota Serang, tidak lebih parah.

    Kini, kurang lebih setahun tiga bulan terlewati pascabanjir bandang terjadi. Isu miring terkait dengan penyebab banjir bandang Kota Serang kembali berhembus. Pusat isunya, tetap pada keberadaan Bendungan Sindangheula.

    Isu tersebut kembali mengemuka setelah bendungan Sindangheula dikeringkan, sejak awal tahun 2023. Masyarakat yang ‘kepo’ dengan keringnya bendungan Sindangheula, saling kasak-kusuk antar sesama. Hingga akhirnya, terjadi ‘kebocoran’ informasi dari pekerja bendungan Sindangheula. Kabarnya, terjadi kerusakan pada bendungan senilai Rp480 miliaran tersebut.

    Kondisi bendungan Sindangheula yang surut. Diduga akibat adanya kerusakan pada bendungan tersebu. (Muflikhah/BantenPos)

    Tindakan pengeringan bendungan dilakukan, agar kerusakan tidak semakin parah, dan agar perbaikan dapat segera dilakukan. Betul saja, beberapa waktu kemudian, pekerjaan konstruksi kembali dilakukan di bendungan tersebut. Mulai dari pengiriman bebatuan, hingga kendaraan eskavator.

    Berdasarkan keterangan sumber BANPOS, kerusakan yang terjadi di bendungan Sindangheula, merupakan imbas dari peristiwa banjir bandang tahun lalu. Menurutnya, terdapat kerusakan seperti keretakan, pada bendungan yang mampu menampung air hingga 9 juta meter kubik.

    “Pekerja di dalam (bendungan) bilang kalau ada kerusakan di bendungan. Memang ini awalnya karena air di bendungan surut, kering tiba-tiba. Akhirnya karena saling bertanya, ada lah pegawai-pegawai yang akhirnya ngasih tahu,” ujarnya kepada BANPOS, beberapa waktu yang lalu.

    Menurut dia, kerusakan yang terjadi bukan hanya pada konstruksi bangunan dari bendungan saja, namun juga pada sistem otomatis dari pintu saluran irigasi. Ia mengatakan, kerusakan yang terjadi mengakibatkan pintu tersebut macet.

    “Kan kalau di sini, pintu saluran irigasi yang mengarah ke sungai Cibanten itu sistemnya otomatis. Enggak kayak di bendungan Pamarayan yang harus manual. Jadi di sini katanya pakai remot, tinggal pencet jadi bisa kebuka dan ketutup. Nah itu rusak sistemnya,” terang dia.

    Hal itulah yang menurutnya, mengakibatkan terjadi banjir bandang di Kota Serang pada Maret 2022 kemarin. Sebab, kerusakan sistem itu sudah terjadi sejak tahun lalu, yang mengakibatkan kontrol pintu saluran irigasi tidak berjalan dengan baik.

    “Ya memang karena tidak berfungsi dengan baik sistemnya, jadilah Kota Serang banjir waktu itu. Memang kan karena kontrol air di sini tidak baik, makanya tumpah semua ke sana,” tuturnya.

  • Klaim Cegah Banjir Serang Lebih Besar, BBWSC3 Dituding Cari Pembenaran

    Klaim Cegah Banjir Serang Lebih Besar, BBWSC3 Dituding Cari Pembenaran

    SERANG, BANPOS – Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian (BBWSC3) selaku pengelola bendungan Sindangheula disebut mencari pembenaran. Hal ini dikarenakan penolakannya terkait pandangan bahwa bendungan Sindangheula merupakan penyebab banjir bandang di Kota Serang pada 1 Maret lalu.

    Bahkan dinyatakan oleh balai di bawah naungan Kementerian PUPR itu, banjir Kota Serang bisa lebih parah jika tanpa bendungan tersebut.

    Demikian disampaikan Kepala BBWSC3, I Ketut Jayada, usai mengunjungi Pemkot Serang untuk melakukan koordinasi pasca bencana banjir di Kota Serang. Dalam rapat koordinasi tersebut, sejumlah hal diajukan oleh Pemkot Serang untuk dapat dilakukan oleh BBWSC3, terkait dengan sungai Cibanten.

    Ketut mengatakan, saat ini publik seolah-olah menuduh bahwa bendungan Sindangheula merupakan penyebab dari banjir bandang di Kota Serang kemarin. Padahal menurutnya, keberadaan bendungan Sindangheula dibangun untuk mereduksi banjir di daerah yang dilalui sungai Cibanten, salah satunya Kota Serang.

    “Karena ini terminologinya dibikin penyebab banjir itu bendungan Sindangheula. Padahal justru bendungan Sindangheula itu membantu mengurangi dampak banjir,” ujarnya di Puspemkot Serang, Selasa (22/3).

    Diketahui, sejumlah pihak seperti Relawan Banten hingga Walikota Serang, menyebutkan bahwa penyebab banjir bandang di Kota Serang selain curah hujan, salah satunya adalah bendungan Sindangheula yang dituding pengelolaannya kurang baik.

    Ketut mengatakan, yang namanya bendungan tentu salah satunya memiliki fungsi untuk mereduksi banjir dan mengurangi dampak dari banjir. Namun memang, setiap bendungan memiliki kemampuan untuk menampung air yang berbeda-beda.

    “Kemampuan mereduksi banjir ini setiap bendungan berbeda-beda. Ada yang besar kemampuan tampungannya, ada yang kecil. Nah tergantung dari kapasitas tampung yang memang di anugerah tuhan, cekungan alam itu (sungai), berapa kapasitasnya. Seperti Sindangheula, ini 9 juta (meter kubik),” jelasnya.

    Sehingga, ia mengaku heran dengan pihak-pihak yang menyalahkan bendungan Sindangheula atas bencana banjir bandang yang terjadi di Kota Serang kemarin. Ia mengklaim, jika tidak ada bendungan Sindangheula, banjir yang terjadi di Kota Serang kemarin, akan memiliki dampak yang lebih parah.

    “Nah terminologinya kenapa penyebabnya bendungan Sindangheula. Padahal dia sudah membantu mengurangi dampak banjir. Artinya kalau tidak ada bendungan Sindangheula, lebih besar lagi. Karena sudah ada 9 juta kubik air sudah ditahan di sana,” ungkapnya.

    Di sisi lain, Ketut menuturkan bahwa sejumlah permintaan dari Pemkot Serang dalam penanganan masalah banjir di Kota Serang yakni berkaitan dengan normalisasi sungai Ciujung, saat ini masih dalam tahap pengajuan. Belum pasti apakah pihaknya akan menyetujui keinginan dari Pemkot Serang tersebut.

    “Saya belum bisa men declare apakah ini nanti akan menormalisasi, ataukah membuat tanggul, atau merelokasi penduduk, itu berdasarkan hasil studi nanti. Namun setelah saya menerima surat usulan dari pak Walikota ini, kami akan segera melakukan koordinasi ke Jakarta (Kementerian),” ucapnya.

    Sementara itu, Walikota Serang, Syafrudin, mengatakan bahwa pihaknya sengaja mengundang BBWSC3 untuk menyalurkan aspirasi kepada Kementerian PUPR melalui BBWSC3, terkait dengan pemulihan pasca-bencana banjir bandang.

    Syafrudin mengatakan, sejumlah hal diajukan oleh pihaknya, termasuk bantuan untuk memperbaiki sejumlah infrastruktur yang rusak akibat banjir bandang seperti jalan, jembatan dan rumah warga. Termasuk melakukan normalisasi sungai Cibanten.

    “Yang paling signifikan adalah sedimentasi sungai Cibanten yang menjadi tanggung jawab BBWSC3. Jadi saya mohon tidak harus menunggu DED, karena statusnya sudah jelas. Mohon kepada Kepala Balai untuk dapat segera melakukan normalisasi di sungai Cibanten untuk mengantisipasi banjir berikutnya,” katanya.

    Menanggapi pernyataan BBWSC3, Relawan Banten, Lulu Jamaludin, mengatakan bahwa pihak BBWSC3 hanya mencari pembenaran saja atas permasalahan yang terjadi. Menurutnya, banjir bandang yang terjadi kemarin pun salah satu penyebabnya ialah kegagalan BBWSC3 dalam memprediksi debit air.

    “Saya rasa itu hanya pembenaran saja. Mencari cara bagaimana menyalahkan sungai. Padahal seharusnya pihak pemerintah dan BBWSC3 juga harus bisa memprediksi, bagaimana ketika sungai Cibanten itu meluap, apa langkah-langkah yang akan dilakukan,” ujarnya.

    Lulu mengaku, sampai saat ini pihaknya melihat BBWSC3 hanya bisa menyalahkan kondisi sungai yang penuh dengan sampah, dangkal dan bantaran sungainya yang penuh dengan bangunan. Padahal seharusnya, BBWSC3 harus bisa memberikan solusi sekaligus langkah preventif apabila terjadi bencana.

    “Harus diingat, sungai Cibanten itu ada sebelum bendungan dibangun. Jadi jangan salahkan sungai Cibantennya. Kita juga kemarin menyoroti langkah dari BBWSC3 yang dalam hal koordinasi masih buruk, sehingga tidak ada langkah pencegahan terjadinya bencana seperti banjir bandang kemarin,” tandasnya.(DZH/PBN)

  • Soal Penanganan Banjir, Pemerintah Enggan Belajar dari Sejarah?

    Soal Penanganan Banjir, Pemerintah Enggan Belajar dari Sejarah?

    BANJIR yang terjadi di Banten, khususnya di Kota Serang, dinilai sebagai bentuk enggannya pemerintah untuk belajar dari sejarah. Pasalnya, kalimat langganan banjir, siklus hujan tahunan, dan kalimat-kalimat yang menggambarkan peristiwa itu sebagai peristiwa normal untuk terjadi di waktu-waktu tertentu, kerap dilontarkan oleh pemerintah.

    Seorang penyintas Banjir di Kampung Benggala Tengah, Kelurahan Cipare, Kecamatan Serang, Danie Abdullah mengisahkan bahwa banjir serupa pernah terjadi di wilayah itu pada tahun 1974. Dia mendapat menceritakan banjir itu dari orangtuanya yang ikut mengalami banjir besar tersebut.

    “Orang-orang tua di Benggala menjadi saksi waktu banjir pada tahun 1974 yang parahnya sama dengan banjir tahun 2022. Artinya, tak menutup kemungkinan banjir serupa bisa terjadi di masa depan,” kata Danie yang juga merupakan ketua RT di lingkungannya.

    Sekretaris Yayasan Saung Hijau Indonesia (SAHID), Ridho Ali Murtadho, menyayangkan bahwa hingga saat ini, pemerintah baik di tingkat kota/kabupaten maupun provinsi yang enggan belajar dari sejarah.

    “Jika memang bahasanya adalah ini kerap terjadi, maka jangan dibuat sebagai alasan untuk membuat peristiwa itu sebagai peristiwa yang normal. Harusnya mencari solusi untuk bagaimana kejadian ini tidak kembali terulang, bukan berlindung dibalik kata langganan, siklus dan lain sebagainya,” ujar Ridho.

    Menurutnya, pemerintah saat ini seolah-olah bergerak berkebalikan dari upaya pengantisipasian bencana langganan tersebut. Sebab, yang dilakukan oleh pemerintah justru merubah tata ruang yang seharusnya menjadi pencegah terjadinya banjir, menjadi perumahan dan industri.

    “Kita bisa lihat banyak sekali kavling-kavling yang dibangun di daerah yang seharusnya menjadi daerah resapan air. Pada akhirnya, air yang seharusnya bisa tertahan, meluncur bebas ke Kota Serang yang merupakan dataran rendah,” tuturnya.

    Apalagi Pemprov Banten membangun Banten International Stadion (BIS) yang berada di Kecamatan Curug. Padahal menurutnya, Kecamatan Curug termasuk daerah resapan air dan pencegah terjadinya banjir.

    “Mungkin pak Gubernur sengaja membangun BIS untuk menjadi bukti kemegahan Banten. Namun percuma saja jika pembangunannya justru menjadi petaka bagi Kota Serang dan sekitarnya. Ini menjadi bukti bahwa pemerintah tidak pernah mau belajar dari sejarah bencana yang pernah terjadi,” ungkapnya.

    Ketua DPRD Kota Serang, Budi Rustandi, mengatakan bahwa pihaknya sudah berkali-kali meminta agar sungai Cibanten dapat segera dinormalisasi. Namun ternyata, permintaan dari pihaknya tidak kunjung dilakukan, hingga terjadilah banjir pada Selasa lalu.

    “Saya sudah berkali-kali meminta agar Cibanten ini segera dilakukan normalisasi. Tapi ternyata tidak dilakukan juga. Padahal dari tahun-tahun sebelumnya saya sudah tegaskan, banjir ini karena terjadi pendangkalan di sungai Cibanten,” ujarnya.

    Budi mengatakan, sebenarnya pemerintah pun sudah tahu bahwa pendangkalan sungai merupakan salah satu penyebab terjadinya banjir. Akan tetapi, normalisasi sungai yang merupakan upaya untuk menyelesaikan masalah pendangkalan malah tidak kunjung dilakukan.

    “Kalau seperti ini, kita berkali-kali diingatkan dengan adanya banjir, namun permasalahannya tidak kunjung diselesaikan. Artinya ada yang salah dalam menangkap pelajaran dari setiap bencana yang terjadi,” tegasnya.

    Terpisah, Bupati Pandeglang, Irna Narulita, juga meminta agar sungai Ciliman dan Cilemer untuk dapat dilakukan normalisasi. Hal itu dikarenakan kedua sungai tersebut mengalami pendangkalan, sehingga mengakibatkan banjir terjadi di Pandeglang.

    “Saya mohon bantuan dari Kepala Balai agar segera menormalisasi sungai Ciliman dan Cilimer, karena untuk sungai kewenangannya ada di Pemerintah Pusat,” kata Bupati Pandeglang, Irna Narulita saat meninjau lokasi Banjir di Kecamatan Patia beberapa waktu lalu.

    Menurutnya, BWSC3 mempunyai tugas untuk melaksanakan pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai, sehingga untuk melakukan normalisasi memiliki kewenangan. “Dengan adanya normalisasi dapat meminimalisir terjadinya banjir karena sudah tidak ada lagi pendangkalan, sehingga masyarakat kami bisa lebih nyaman tinggal disini,” ungkapnya.

    Sementara itu, Camat Patia, Entus Maksudi mengatakan, ada sekitar kurang lebih lima desa di wilayah Kecamatan Patia, terendam banjir. “Yang paling parah itu ada tiga desa yaitu Desa Idaman, Surianen dan Desa Babakan Ciawi,” katanya.

    (MG-01/DHE/DZH)

  • Menolak Banjir dengan Doa

    Menolak Banjir dengan Doa

    DALAM menghadapi bencana banjir yang terjadi saat ini di sejumlah daerah di Provinsi Banten, Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy, meminta para tokoh alim ulama mendoakan Provinsi Banten agar terhindar dari segala malapetaka, bencana alam serta wabah penyakit.

    “Permohonan ini saya sampaikan mewakili Pemerintah Provinsi dan masyarakat Banten mengingat kita di Banten, khususnya di Serang, baru saja mengalami musibah banjir yang skalanya besar dan pertama dalam sejarah,” kata Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy saat menghadiri peringatan Isra Mi’raj di Ponpes Jami’atul Ikhwan, Tunjungteja, Kabupaten Serang, Kamis (3/3) malam.

    Andika mengulas, banjir di Kota Serang dan sekitarnya yang terjadi pada Selasa (1/3) lalu disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi, yang dalam catatan ilmu cuaca disebut sebagai hujan besar siklus 200 tahunan.

    Akibatnya, Bendungan Sindangheula yang menampung air untuk aliran Sungai Cibanten yang melintasi Kota Serang menjadi kelebihan kapasitas. Kapasitas maksimal Bendungan Sindangheula sebesar 9 juta kubik, namun akibat hujan intensitas tinggi yang terjadi mengakibatkan volume air di bendungan tersebut menjadi 11 juta kubik.
    “Nah, kelebihan 2 juta kubiknya itu mengalir secara alami ke aliran Sungai Cibanten,” imbuhnya.

    Aliran air yang meningkat tersebut pun mengalir ke badan Sungai Cibanten yang mengalami penyempitan, sehingga tidak mampu mengalirkan secara aman kelebihan volume air di Bendungan Sindangheula ke muara sungai di perairan laut Kota Serang.

    “Jadi kemarin banyak yang bilang Bendungan Sindangheula jebol. Bukan jebol itu, tapi kelebihan kapasitas yang sebetulnya jika aliran sungainya tidak mengalami penyempitan, banjir tidak akan terjadi,” kata Andika.

    Untuk itu, lanjutnya, Pemprov Banten telah mendorong agar Pemerintah Pusat melalui BBWSC3 sebagai pihak yang berwenang atas Sungai Cibanten, untuk menormalisasi badan Sungai Cibanten.

    “Kami sedang menunggu DED (detail enginering design) dari BBWSC3, nanti tiba pelaksanaanya, kami Pemprov Banten akan mendorong Pemkot Serang untuk melakukan penertiban DAS (daerah aliran sungai) di Cibanten,” papar Andika.

    Sebelumnya saat meninjau Bendungan Sindangheula, Kepala BBWSC 3 I Ketut Jayada menerangkan kepada Andika dan Syafrudin, bahwa pada malam hari sebelum terjadinya banjir di Kota Serang tersebut, wilayah Kota Serang dan wilayah hulu aliran Sungai Cibanten di Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang diguyur hujan deras dengan intensitas tinggi dan di luar kebiasaan.

    “Curah hujannya mencapai 243 mm dengan durasi yang sangat lama, dan (hujan) ini yang disebut dengan hujan kala ulang yang siklusnya 200 tahunan. Ini luar biasa sekali,” kata Ketut.

    Akibat curah hujan yang luar biasa tinggi tersebut, Bendungan Sindangheula mengalami kelebihan volume air sebanyak 2 juta kubik dari kapasitas maksimumnya yang sebesar 9 juta kubik. Kelebihan volume air sebesar 2 juta kubik itu lah, kata Ketut, yang kemudian secara alami mengalir ke sungai Cibanten.

    “Masalahnya Sungai Cibanten kondisinya mengalami penyempitan dan sedimentasi sehingga tidak mampu secara aman mengalirkan kelebihan daya tampung Bendungan Sindangheula yang sebesar 2 juta kubik tersebut ke wilayah hilir Sungai Cibanten di perairan laut di Kota Serang dan Kabupaten Serang,” paparnya.

    Pada kesempatan itu Ketut meminta masyarakat dan pemerintah daerah untuk dapat memperlakukan sungai bukan sebagai halaman belakang sehingga kemudian tidak memperdulikan kondisi sungai.
    “Nanti kalau sudah kita tata, mari kita jaga sungai bersama-sama. Jadikan sungai itu sebagai beranda, sebagai teras depan rumah sehingga kita ingin mempercantik dan menjaganya terlihat baik,” kata Ketut.

    (RUS/ENK)