Tag: Bendungan Sindangheula

  • Pemerintah Belum Maksimal Dalam Penanganan Kekeringan

    Pemerintah Belum Maksimal Dalam Penanganan Kekeringan

    MESKI pemerintah daerah telah menyiapkan sejumlah program antisipasi dan mitigasi terkait bencana kekeringan dan gagal panen, namun usaha tersebut dinilai masih belum maksimal dan masih harus ditingkatkan.

    Sekretaris Komisi II DPRD Provinsi Banten Oong Syahroni menilai, langkah-langkah antisipasi yang dilakukan oleh Pemprov Banten terhadap sejumlah lahan pertanian di Banten masih terbilang belum begitu optimal.

    ”Sejauh ini program itu ada tetapi belum optimal,” ucapnya saat ditemui oleh BANPOS di ruangannya pada Kamis (24/8).

    Kurang optimalnya pelaksanaan program mitigasi itu menurutnya, disebabkan oleh masih rendahnya anggaran yang disediakan oleh Pemerintah Provinsi Banten.

    Anggaran yang disediakan selama ini hanya berkisar di angka 3,2 persen dari total APBD. Idealnya menurut Oong, anggaran untuk penanganan masalah di sektor pertanian berkisar di angka 6-7 persen dari total APBD.

    ”Anggaran sektor pertanian ini minimal di kisaran 6 persen sampai 7 persen,” tuturnya.

    Oleh karena itu di pembahasan perubahan APBD tahun ini, Komisi II DPRD Provinsi Banten akan mendorong adanya peningkatan anggaran untuk pelaksanaan program di sektor pertanian.

    ”Tentunya kita di hak budgeting, kita akan berusaha menambah alokasi anggaran untuk beberapa kegiatan yang menurut kita penting,” tandasnya.

    Anggota dewan sekaligus Ketua Komisi II DPRD Kota Cilegon Faturohmi, mengaku telah mendorong sejumlah instansi pemerintah untuk mengentaskan krisis air bersih di wilayah perbukitan di Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon. Menurutnya, DPRD selalu intens membahas persoalan tersebut dalam setiap rapat bersama organisasi perangkat daerah.

    Sementara menyikapi kondisi krisis air bersih yang terjadi di Lingkungan Cipala, Kelurahan Lebak Gede, Kecamatan Pulomerak, Faturohmi meminta PDAM ataupun OPD lain untuk segera mengirimkan bantuan demi memenuhi kebutuhan air bersih di wilayah perbukitan tersebut. “Jadi memang setiap rapat soal itu jadi pembahasan kami, kalau menyikapi kondisi di Cipala kami meminta PDAM untuk segera mengirimkan bantuan air bersih bagi warga di sana,” ujar Faturohmi.

    Dia menyampaikan, bantuan air bersih memang disediakan oleh pemerintah melalui PT Krakatau Tirta Industri yang memasok air untuk PT Indonesia Power di Suralaya. Meski begitu, diakuinya, ada beberapa kendala sehingga memperlambat penyaluran bantuan kepada warga. “Memang ada mobil tangka yang disediakan pemerintah untuk menyalurkan air bersih, tapi mungkin kemarin ada kendala,” terang Politisi Partai Gerindra ini.

    Faturohmi berujar, problematika kekurangan air bersih memang bersifat klasik sehingga perlu ada tindakan nyata dari pemerintah untuk mengentaskan persoalan tersebut. Ia juga kembali menegaskan, bahwa hal tersebut sering menjadi pembahasan saat rapat bersama OPD. “Ini sebenarnya masalah klasik yang dari dulu sudah ada, jadi perlu ketegasan pemerintah dalam mengentaskan persoalan ini,” katanya.

    Kepala Distan Banten, Agus M Tauchid, mengungkapkan, untuk menanggulangi semakin meluasnya kerugian akibat kekeringan yang saat ini terjadi, Distanak telah menyiapkan sejumlah program pengentasan masalah, salah satu di antaranya adalah program AUTP atau asuransi usaha tanaman padi.

    Program asuransi tersebut diperuntukkan bagi petani yang lahan pertaniannya mengalami gagal panen akibat musim kemarau seperti saat ini.

    Berdasarkan penuturannya, para petani dibebankan premi sebesar Rp36 ribu per hektar per musim. Dari premi yang dibayarkan itu para petani mendapatkan klaim asuransi sebesar Rp6 juta.

    ”Kalau yang 20 hektar yang berat masuk ke dalam AUTP (asuransi usaha tanaman padi) mereka mendapat klaim asuransi satu hektar Rp6 juta,” jelasnya.

    Hanya saja dalam pelaksanaannya, tidak semua petani di Provinsi Banten bersedia untuk ikut bergabung ke dalam program tersebut.

    Oleh karenanya, perlu dilakukan edukasi secara terus menerus kepada para petani tentang betapa pentingnya tergabung dalam program asuransi petani. Dengan begitu, menurutnya, kerugian akibat dampak kekeringan dapat diminimalisir.

    ”Melihat potret gambaran ini kalau seandainya mereka masuk kepada AUTP, ya mungkin dengan berita acara dan sebagainya, tingkat kerugian bisa ditekan,” terangnya.

    Selain menyiapkan program asuransi, Distanak Provinsi Banten juga memberlakukan program-program lainnya seperti pemberian bibit gratis, bantuan pompanisasi, hingga pembuatan sumur bor.

    ”Melalui APBD perubahan ingin memberikan bantuan sumur pantek atau sumur bor,” tandasnya.

    Selain itu, lanjutnya, Distan Provinsi Banten juga telah memiliki Petugas Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) yang tersebar di seluruh Kecamatan di Provinsi Banten. Dimana posisi mereka sebagai garda terdepan dalam menerima dan memberikan laporan daerah mana saja yang terjadi bencana kekeringan maupun banjir.

    “Mereka selalu melaporkan secara rutin kepada kami ketika terjadi bencana kekeringan atau banjir di wilayah binaannya masing-masing,” ucapnya.

    Upaya pemulihan sawah atau padi yang sudah ditanam lanjut Agus membuahkan hasil. “Periode Mei sampai Juni saja,  sawah masyarakat terdampak kekringan yang dapat dipulihkan sebanyak 649 hektar dan yang panen 29 hektar.

    “Upaya ini terus kami dengan pemerintah kabupaten/kota dan seluruh jajaran agar sawah terdampak dapat dipulihkan,” jelas Agus.

    Kepala Pelaksana BPBD Banten Nana Suryana mengaku  telah menyusun langkah strategis untuk mengantisipasi dampak El Nino yang diprediksi mengalami puncaknya pada bulan Agustus hingga Oktober 2023. “Di antara fokus perhatian adalah ketersediaan air bersih untuk masyarakat  dan pompanisasi untuk keberlanjutan produksi padi,” katanya.

    Nana menuturkan sejumlah dampak yang mungkin terjadi akibat fenomena El Nino, diantara kekeringan air, kebakaran hutan dan lainnya. Sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut, Bapak Pj Gubernur Banten telah mengarahkan OPD terkait untuk melaksanakan langkah-langkah strategis yang terdapat pada rencana aksi yang telah ditentukan.

    “Semua pihak terlibat dalam mengantisipasi akibat fenomena El Nino,  seperti TNI/Polri, Kementerian PUPR, Kementerian Pertanian, BMKG, serta unsur Organisasi Perangkat Daerah Dinas Pertanian, Dinsos, Dinas ESDM, Dinas PUPR, BPBD, Dinas PRKP dan instansi-instansi terkait lainnya,” katanya.

    Selanjutnya, terkait dengan kekurangan air bersih, pihaknya telah menyiapkan sejumlah sarana prasarana seperti 10 armada yang digunakan untuk mendistribusikan air bersih ke sejumlah wilayah yang mengalami kekeringan sehingga dapat membantu masyarakat.

    “Untuk mobil angkutan air bersih, Provinsi Banten memiliki 10 unit dan setidaknya di setiap Kabupaten/Kota juga memiliki 10 sampai dengan 25 unit, mudah-mudahan itu dapat dioptimalkan,” jelasnya.

    Tidak hanya itu, pihaknya juga telah melakukan koordinasi dengan Disperindag Banten untuk berkomunikasi dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki armada pengangkut air bersih untuk membantu dalam pendistribusian ke wilayah yang mengalami kekurangan air bersih.

    “Kita juga berkoordinasi dengan Disperindag Provinsi Banten untuk meminta perusahaan swasta yang memiliki angkutan itu agar dapat membantu akibat dampak kekeringan,” imbuhnya.

    Pihaknya juga telah menyiapkan sistem pompanisasi untuk mengantisipasi dampak kekeringan di wilayah persawahan.

    “Kita juga menyiapkan pompanisasi, baik itu di BPBD Provinsi atau Kabupaten/Kota yang biasa kita gunakan itu saat banjir, pada saat ini kita bisa gunakan untuk menyedot air dari sumber yang nantinya dapat mengairi persawahan,” tuturnya.

    Kabid Pertanian dan Penyuluhan Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan Kota Serang, Andriyani mengungkapkan, upaya yang pihaknya lakukan, selain melakukan pemetaan atau mapping atau identifikasi yang menyeluruh secara terus menerus, juga melakukan beberapa penyelesaian permasalahan.

    “Misal, apabila gagal panen seperti itu, maka kita mengajukan gagal panen karena kekeringan yang tidak bisa disematkan. Lalu kita usulkan adanya bantuan benih untuk musim yang akan datang. Kemudian bilamana ada daerah-daerah yang airnya mencukupi, maka dilakukan percepatan tanam,” ujarnya.

    Kemudian, bilamana sumber airnya ada dan bisa dilakukan upaya-upaya atau sebagai solusi permasalahan pihaknya juga melakukan pengeboran untuk menyiapkan pompa air.

    “Itu beberapa yang sedang kami lakukan. Kemudian sedang kami terus-menerus konsolidasikan di lapangan bersama penyuluh dan POPT. Kemudian yang akan kita lakukan adalah kita mencoba ke BPPTH (balai perbenihan tanaman hutan) atau Dinas Pertanian Provinsi Banten untuk memohon bantuan benih untuk mengganti panen yang gagal. Di musim kedua sekitar bulan Mei, Juni Atau Agustus, ini untuk penanamannya berikutnya sudah ada benih. Dengan catatan sudah musim hujan.” ucapnya.

    Dengan luas tanam Kota Serang, yakni seluas 3000 hektar dan yang terkena puso sekitar 18 hektar. Menurutnya, hal tersebut hanya sepersekian persen saja dari total keseluruhan dan tidak akan begitu berdampak besar terkait ketersediaan pangan.

    “Insyaallah tidak mempengaruhi ketersedian pangan. Karena banyak yang sudah panen,” tandasnya.

    Fungsikan Bendungan Sindangheula

    Wakil Ketua DPRD Kota Serang, Hasan Basri mengungkapkan bahwa terkait dengan efek dari El Nino, yakni kekeringan dan bahkan sampai adanya gagal panen, hal tersebut di luar dari kuasa manusia.

    “Karena ini kan alam, tapi semoga kedepan bisa lebih baik. Kalau pun ada peran dari pemerintah daerah, terutama dinas pertanian, ini aga sulit partisipasinya karena ini alam,” ungkapnya, Kamis (24/8).

    Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa disaat timbulnya masalah kekeringan seperti saat ini. Seharusnya bendungan Sindangheula bisa dipergunakan untuk kebaikan masyarakat.

    “Yang lain mungkin kita juga berharap, Bendungan Sindangheula bisa segera dipergunakan agar terlihat perannya. Mestinya itu juga bisa ada manfaatnya untuk masyarakat kota serang. Terutama disaat kekeringan seperti ini. Agar bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Karena kan sepanjang Kali Cibanten ini melintasi Kota Serang. Ketika disana dibendung, manfaat untuk Kota Serang apa. Terutama saat kering seperti ini,” tandasnya.

    Namun demikian, dirinya menuturkan bahwa memang saat ini dalam pengelolaan air juga masih dirasa belum maksimal. Secara teknologi memang El Nino ini terprediksi, karena terkait perubahan iklim dan lainnya.

    Hasan juga menyayangkan terkait proyek perbaikan irigasi yang saat ini dikerjakan pada saat musim yang panas ini. Pasalnya, hal tersebut membuat aliran air yang ada di irigasi tidak tersalurkan karena di bendung.

    “Sehingga mestinya jadwal perbaikan irigasi dan sebagainya menyesuaikan. Tidak pas kalau sekarang pas kering-keringnya malah perbaikan, sehingga akibatnya kemana-mana,” ujarnya. (MG-01/CR-01/MYU/RUS/LUK/DZH/PBN)

  • Ramai-ramai Kecam BBWSC3

    Ramai-ramai Kecam BBWSC3

    SERANG, BANPOS – Sikap Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau Ciujung Cidurian (BBWSC3) yang tidak membuka kepada publik terkait dengan kerusakan pada Bendungan Sindangheula, mendapat kecaman dari berbagai pihak. Pasalnya, kerusakan pada Bendungan Sindangheula merupakan informasi yang menyangkut hajat hidup orang banyak, dan seharusnya tidak ditutup-tutupi.

    Di sisi lain, BBWSC3 pun akan digeruduk oleh Pergerakan Pemuda Peduli Banten (P3B) pada Senin (14/8) hari ini. Aksi tersebut akan dilakukan lantaran P3B menduga adanya tindak pidana korupsi (Tipikor), dalam pelaksanaan pembangunan Pengamanan Pantai KEK Tanjung Lesung.

    Deputi Pusat Studi dan Informasi Regional (PATTIRO) Banten, Amin Rohani, mengaku kecewa dengan sikap BBWSC3, yang terkesan telah melakukan pembohongan dan terkesan menutup-nutupi informasi perihal kerusakan yang terjadi pada Bendungan Sindangheula.

    Padahal, berdasarkan dokumen Kerangka Acuan Kerja (KAK) Bendungan Sindangheula yang telah tersebar luas di internet menyebutkan, memang telah terjadi kerusakan pada bagian katup pemancar air atau hollow jet bendungan tersebut.

    Akibat kerusakan itu berdampak pada terjadinya banjir di Kota Serang dan mengakibatkan kerugian materil yang terbilang cukup besar. Oleh karenanya, Amin Rohani meminta kepada BBWSC3 untuk bertanggung jawab atas seluruh kerugian yang telah ditimbulkan akibat peristiwa tersebut. Terlebih, BBWSC3 telah mengakui bahwa memang terjadi kerusakan, meskipun sebelumnya mengklaim tidak ada kerusakan.

    “Maka sudah seharusnya BBWSC3 bertanggung jawab atas seluruh kerugian yang ditimbulkan akibat banjir bandang yang terjadi tersebut,” kata Amin Rohani kepada BANPOS pada Minggu (13/8).

    Menurut Amin, informasi mengenai adanya kerusakan pada bagian bendungan Sindangheula bukanlah merupakan informasi yang dikecualikan. Sehingga menurutnya, BBWSC3 tidak pantas untuk menutup-nutupi fakta sebenarnya perihal kondisi bendungan Sindangheula kepada masyarakat.

    “Jika ada informasi yang ditutup-tutupi dan informasi tersebut tidak masuk ke dalam informasi yang dikecualikan, sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang KIP, maka ada konsekuensi hukum bagi badan publik yang tidak memberikan informasi,” tegasnya.

    Kepala Pelaksana BPBD Kota Serang, Diat Hermawan, saat dikonfirmasi BANPOS pun mengaku bahwa dirinya tidak mengetahui jika terjadi kerusakan pada komponen Bendungan Sindangheula. Bahkan, dirinya baru mengetahui terkait dengan hal tersebut.

    “Ini mah fakta aja ya, saya tidak ada tendensi apa-apa, enggak ada pemberitahuan tentang bendungan seperti apa, kondisi bendungan seperti apa, air bendungan seperti apa. (Sebelum banjir bandang) enggak ada laporan elevasi air berapa,” ujarnya saat diwawancara BANPOS.

    Menurut Diat, dirinya selaku penanggungjawab kebencanaan di Kota Serang, baru mengetahui bahwa air di Bendungan Sindangheula melimpas deras, beberapa jam setelah air banjir bandang mulai tinggi di Kota Serang.

    “Jadi saya tahu justru setelah kejadian bahwa air melimpas melalui spillway pada malam hari. Subuh tahu-tahu banjir saja. Jadi tidak ada yang namanya early warning system, saya sudah berkali-kali meminta supaya ada seperti itu. Bahkan Jakarta saja ada pos pemantaunya di Bogor,” ungkap Diat.

    Diat mengatakan bahwa peristiwa banjir bandang Kota Serang benar-benar tidak terprediksi. Jika memang dalam pemantauannya terdapat sistem yang jelas untuk memberitahukan potensi-potensi bencana, tragedi Maret 2022 seharusnya dapat diminimalisir kerugian serta korbannya.

    “Rumah saya pun kebanjiran itu jam 03.40 subuh, garasi rumah saya kena. Kalau saya sudah tahu, ya malu juga kok rumah Kalaksa BPBD kerendem. Jadi memang itu mendadak dan tidak ada pemberitahuan,” terangnya.

    Salah satu penyintas banjir bandang Kota Serang, Hadiroh, mengaku kecewa dengan BBWSC3. Pasalnya, mereka menutup-nutupi informasi penting terkait dengan kerusakan bendungan, dan membiarkan warga Kota Serang menjadi korban.

    “Kalau mereka mengakui jika terjadi kerusakan, kenapa masih juga mengklaim bahwa mereka tidak salah. Kan harusnya kalau memang rusak, segera perbaiki dong. Terus juga seharusnya kasih tau kepada masyarakat, ada kemungkinan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan gitu. Ini kan enggak, mereka juga enggak mau disalahkan,” ujarnya.

    Mantan aktivis HMI MPO ini pun menegaskan bahwa hujan merupakan rahmat. Pengetahuan dalam pengelolaan hujan pun sudah ada, salah satunya dengan membuat sebuah bendungan. Namun ketika terjadi kesalahan dalam pengelolaannya, seharusnya mereka yang bertugas di sana, jantan untuk mengakui kesalahan.

    “Kalau diminta bersyukur, iya kami pasti bersyukur kalau berfungsi dengan baik. Kalau tidak berfungsi, buat apa ada bendungan,” tegasnya.

    Terpisah, P3B turut menyoroti kinerja dari BBWSC3, khususnya dalam hal pembangunan pengaman pantai KEK Tanjung Lesung dan Pantai Carita-Anyer. P3B menduga, terdapat kongkalingkong dan praktik bancakan dalam pembangunan proyek senilai kurang lebih Rp500 miliar tersebut.

    Koordinator P3B, Arip Wahyudin, dalam keterangan tertulisnya menjelaskan bahwa terdapat dugaan Tipikor dalam sejumlah paket pekerjaan yang dilaksanakan oleh BBWSC3. Di antaranya Pengamanan Pantai KEK Tanjung Lesung Paket I sebesar Rp353.579.402.000,00, Pengamanan Pantai KEK Tanjung Lesung paket II sebesar Rp214.689.496.000,00, dan Pengamanan Pantai Anyer-Carita Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang (Pasca Tsunami) sebesar Rp47.144.220.000.

    “Diduga mulai dari usulan, pengkondisian lelang, pembangunan yang asal-asalan dan banyak lagi permasalahan lainnya. Asumsi kami bahwa pekerjaan tiga proyek itu adalah ajang bancakan oknum-oknum di lingkungan Kementerian PUPR (BBWSC3) SNVT Sumber Air Cidanau-Ciujung-Cidurian Provinsi Banten dan para oknum-oknum kontraktor yang memenangkan lelang,” ujarnya.

    Oleh karena itu, pihaknya mendesak kepada pemerintah pusat untuk meninjau ulang kegiatan pembangunan tersebut. Selain itu, pihaknya juga mendesak Aparat Penegak Hukum (APH), untuk mengusut dugaan tipikor pada proyek bernilai ratusan miliar rupiah itu.

    “Polri, Kejagung, dan KPK harus segera menangkap para oknum-oknum Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia, serta menguji forensik semua dokumen-dokumen pemenang tender di Kementerian PUPR dari mulai tahun 2019 sampai dengan tahun 2023 untuk proyek-proyek yang ada di Provinsi Banten, khususnya di Kabupaten Pandeglang,” tandasnya. (MG-01/DZH/ENK)

  • Akhirnya BBWSC3 Buka Suara, Akui Bendungan Sindangheula Memang Rusak

    Akhirnya BBWSC3 Buka Suara, Akui Bendungan Sindangheula Memang Rusak

    SERANG, BANPOS – Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian (BBWSC3) akhirnya mengakui jika terjadi kerusakan pada Bendungan Sindangheula, khususnya pada komponen hidromekanikal Hollow Jet Valve atau katup pemancar air, pada saat banjir bandang terjadi di Kota Serang. Meski demikian, BBWSC3 tetap membantah bahwa banjir bandang yang terjadi, merupakan akibat dari bendungan Sindangheula.

    Di sisi lain, salah satu pegiat pengelolaan air, Djoko Suryanto, yang juga merupakan penulis dari sejumlah buku seperti ‘Tanah Airku Salah Kelola Hujan’ dan Banjir Jakarta: Hujan Itu Rahmat Bukan Musibah’, sempat melakukan pengkajian terhadap pengelolaan Bendungan Sindangheula pada 16 Juli 2022.

    Hasil pengkajian itu dipublikasikan olehnya melalui video pada kanal YouTube dia dengan judul: TIGA BUKTI KESALAHAN FATAL OPERASI BENDUNGAN SINDANGHEULA. Dalam video tersebut, terdapat sejumlah penilaian yang dia sebut sebagai kesalahan, dalam pengelolaan Bendungan Sindangheula.

    Pertama, ia menyebut bahwa pengoperasian Bendungan Sindangheula, tidak sesuai dengan standar internasional pengoperasian bendungan. Pasalnya, tinggi muka air normal bendungan tersebut, sejajar dengan pelimpah atau spillway.

    Padahal menurutnya, berdasarkan standar internasional, tinggi muka air normal bendungan seharusnya tidak sama tingginya dengan pelimpah. Sebab seharusnya, terdapat rentang ketinggian air, yang difungsikan sebagai kolam banjir. Hal itu ia paparkan dengan berbagai jenis bendungan, yang seluruhnya mengikuti standar tersebut.

    “Ini manual baku secara internasional. Normal Water Level (tinggi muka air normal) itu selalu di bawah spillway,” ungkapnya.

    Menurut Djoko, dia berani menyatakan bahwa pengoperasioan Bendungan Sindangheula tidak sesuai dengan standar baku internasional, berdasarkan pada data teknis yang dimiliki olehnya. Ia mengaku jika data tersebut merupakan data milik BBWSC3.

    “Untuk data teknis Bendungan Sindangheula, muka air normalnya sama dengan spillway atau pelimpah. Bukti data teknis, elevasi muka air normal 106,613 El.m, sama dengan elevasi puncak pelimpah 106,613 El.m, dan elevasi muka air banjirnya 108,613 El.m. Jadi selama belum terjadi banjir kemarin, pengoperasiannya seperti ini, akhirnya terjadi banjir. Begitu hujan turun, run off, debitnya langsung melimpah. Jadi fungsi bendung tidak berguna sebagai pengendali banjir,” jelasnya sambil memaparkan presentasi data.

    Djoko dalam videonya, juga menunjukkan data monitoring tinggi muka air Bendungan Sindangheula sejak awal tahun 2022, hingga 1 Maret 2022 yang merupakan waktu terjadinya banjir bandang Kota Serang.

    Dalam data yang paparkan, terlihat bahwa sejak awal tahun 2022, tinggi muka air Bendungan Sindangheula kerap berada di atas muka air normal. Sebelum peristiwa banjir bandang terjadi, sempat terjadi lonjakan elevasi muka air pada kisaran 22 Januari 2022 hingga awal bulan Februari 2022. Posisi tinggi muka air berada di angka 107 El.m.

    Ketinggian itu menurun pada 5 Februari, dan berada di kisaran tinggi muka normal hingga pada 26 Februari mulai terlihat ada kenaikan melebihi tinggi normal, dan membeludak pada 1 Maret 2022 dengan ketinggian melebihi tinggi muka air banjir 108,613 El.m.

    “Ini data real dari Kepala BBWSC3. Muka air normal setelah banjir bandang selalu berada di bawah spillway. Namun sebelum banjir, muka air normal selalu 106,613 El.m. Setelah tanggal 16 (Maret) memang mulai ada perubahan, setelah adanya evaluasi. Ini yang benar. Jadi kalau musim hujan atau kering pun, muka air normal itu harus berada di bawah spillway,” terangnya.

    Pada Kamis (10/8), BANPOS diundang oleh BBWSC3 untuk melakukan klarifikasi terkait dengan dugaan kerusakan Bendungan Sindangheula, yang sebelumnya telah diterbitkan oleh BANPOS dalam edisi Indepth beberapa waktu yang lalu.

    BANPOS ditemui oleh beberapa pihak dari BBWSC3, di antaranya Kepala Satker Bendungan BBWSC3, Arbor Reseda dan Pelaksana Teknis Bendungan, Rommy Hamzah. Keduanya menjawab sejumlah pertanyaan BANPOS, termasuk dengan kajian yang disampaikan oleh Djoko Suryanto.

    Arbor Reseda kepada BANPOS, mengatakan bahwa tidak dibukanya Hollow Jet Valve oleh pihaknya pada saat banjir bandang, merupakan hal yang disengaja. Menurutnya, kondisi di aliran sungai Cibanten sudah sangat parah, sehingga jika dibuka akan memperburuk keadaan.

    “Kalau tidak ada bendungan, lebih parah atau tidak? Silakan dinilai secara logika. Kalau hollow jet dibuka, airnya keluar pasti lebih banyak. Otomatis, genangan akan makin tinggi. Jadi itu alasannya tidak dibuka,” ujarnya.

    Menurut dia, Bendungan Sindangheula telah menjalankan fungsinya untuk mengendalikan banjir. Akan tetapi, kapasitas bendungan tidak dapat menampung debit hujan yang turun, sehingga air melimpah melalui spillway.

    Selain itu, ia mengakui bahwa terkait dengan dugaan kerusakan Hollow Jet Valve yang merupakan bagian dari bendungan Sindangheula, memang benar. Ia mengatakan, Hollow Jet Valve memang mengalami kerusakan, karena alat tersebut berkaitan dengan air yang terdiri dari berbagai material.

    “Kenapa harus diperbaiki? Ya karena rusak. Kenapa rusak? Karena hollow jet itu kan barang hidromekanikal. itu kan menjalankan fungsi, buka-tutup kemasukan air. Air itu bukan kayak air keran atau air lain, tapi air catchment area, luasnya 75 KM persegi. Di atas masuk semua, ada hutan, ada perumahan, ada sedimen. Setelah beberapa tahun pasti rusak. Kalau tidak diperbaiki kan tidak berfungsi,” ungkapnya.

    BANPOS pun menanyakan kapan pastinya Hollow Jet Valve tersebut rusak, apakah sebelum banjir bandang atau setelah banjir bandang. Pelaksana Teknis Bendungan, Rommy Hamzah, menjawab bahwa kerusakan terjadi sebelum banjir bandang terjadi.

    “Itu terdeteksi memang sebelum banjir, baru terdeteksi. Dan waktu itu kita mengoperasikan itu bukan tidak maksimal. Saat kejadian itu kan, seminggu sebelumnya hujan lebat. Pada saat itu tepat hollow jet kita tutup, karena air limpas. Hal itu biar tidak menambah genangan air,” ungkapnya.

    Ia pun menjawab terkait dengan hasil kajian dari Djoko Suryanto. Ia menuturkan bahwa pihaknya telah melakukan penurunan muka air normal hingga tersedia kolam penampungan banjir, sejak Oktober 2021. Namun menjelang akhir tahun 2021, ia menuturkan bahwa terdapat potensi bencana hidrologi, yang berlangsung hingga awal tahun 2022.

    “Di situ malah kami sudah menurunkan lebih dari yang disampaikan tadi, elevasi itu sudah di bawah 106. Kemarin kalau tidak salah di 104 kita turunkan. Tapi kan kita tetap mempertahankan itu. Karena di hilir juga masih butuh air, apalagi irigasi sama air baku. Seiring berjalannya waktu, hujan di Maret itu kan tinggi, puncaknya pas banjir itu,” katanya.

    Menurutnya, BBWSC3 telah menyediakan kolam banjir setinggi dua meter lebih, dengan kapasitas hingga dua juta meter kubik lebih cadangan ruang untuk menampung banjir. Hal tersebut jika dibandingkan dengan data yang dipaparkan oleh Djoko Suryanto, tidak sesuai. Pasalnya, data yang dipaparkan oleh Djoko Suryanto menggambarkan bahwa tren ketinggian muka air sejak Januari 2022, selalu berada di kisaran 106,613 El.m, tidak pernah di bawah 106 El.m seperti yang diklaim oleh BBWSC3.

    Namun ketika BANPOS meminta data terkait dengan riwayat tinggi muka air Bendungan Sindangheula sejak awal tahun 2022 hingga peristiwa banjir bandang, pihak BBWSC3 enggan memberikan dan mengarahkan untuk melakukan permohonan informasi.

    Di akhir, Arbor Reseda pun sempat menanyakan dari mana data yang dimiliki oleh BANPOS terkait dengan kerusakan Bendungan Sindangheula. Menurutnya, data tersebut seharusnya rahasia, dan hanya dimiliki oleh kontraktor saja. BANPOS pun menjawab bahwa data tersebut didapatkan dari internet, tanpa tahu siapa pengunggahnya.

    Selain itu, Arbor juga menuturkan kepada BANPOS untuk menyampaikan kepada Djoko Suryanto, referensi standar internasional bendungan apa yang dirinya gunakan. Ia mengatakan, jika memang Bendungan Sindangheula tidak sesuai standar, seperti apa pengoperasian yang sesuai dengan standar dalam pengoperasian bendungan.(DZH/PBN)

  • Kantornya Ditongkrongi Empat Hari, BBWSC3 Berikan Janji, Ini Katanya

    Kantornya Ditongkrongi Empat Hari, BBWSC3 Berikan Janji, Ini Katanya

    SERANG, BANPOS – Upaya untuk mengonfirmasi dugaan kerusakan Bendungan Sindangheula selama empat hari, berakhir dengan sebuah janji yang diberikan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian (BBWSC3).

    Diketahui, sejak Senin (31/7) lalu, BANPOS dan sejumlah media lainnya setiap hari mendatangi kantor BBWSC3, untuk mengonfirmasi dugaan kerusakan tersebut.

    Pada Senin, upaya konfirmasi tidak membuahkan hasil. Pasalnya, Kepala Balai disebut tengah mengikuti diklat. Sementara Kabid PJSA, David Partonggo Oloan Marpaung, tengah mengikuti rapat.

    Meskipun dijanjikan akan memberi waktu usai rapat, David yang saat itu memberikan jawaban melalui salah satu Humas BBWSC3, Muslimin, tidak memberikan kabar hingga Senin berakhir.

    Pada Selasa (1/8), BANPOS kembali mendatangi BBWSC3. Saat itu, Humas BBWSC3, Muslimin, disebut tidak ada di tempat. Informasinya, Muslimin tengah tugas lapangan ke Waduk Karian, mendampingi Kabid PJSA, David Partonggo Oloan Marpaung.

    Informasi itu didapat saat BANPOS dan awak media lainnya, hendak memasuki gedung utama BBWSC3, karena salah satu satpam mengatakan bahwa Muslimin mengikuti kegiatan di lantai 3. Namun, BANPOS dicegat oleh Humas BBWSC3 lainnya, Sofi, yang akhirnya membeberkan informasi itu.

    Hal yang sama terjadi pada hari Rabu (2/8). Baik Muslimin maupun David tidak ada di BBWSC3. Meskipun BANPOS menunggu hingga pukul 14.30 WIB, tidak ada kabar dari kedatangan mereka.

    Pada hari keempat yakni Kamis (3/8), BANPOS berhasil berkomunikasi dengan Humas BBWSC3, Sofi. BANPOS menegaskan bahwa seharusnya, jika David memang tidak bisa diwawancara, Humas dapat menjadi kepanjangan tangan dari David untuk bisa menjawab pertanyaan.

    BANPOS pun memberikan data Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan pertanyaan, terkait dengan dugaan kerusakan Bendungan Sindangheula kepada Sofi. Ia pun sepakat untuk berkomunikasi dengan David, terkait data dan pertanyaan yang BANPOS berikan.

    Sekitar 40 menit berlalu, Sofi pun kembali ke gedung PPID, tempat BANPOS menunggu. Dia pun menyampaikan bahwa untuk jawaban atas pertanyaan BANPOS, pihak BBWSC3 berjanji akan menggelar konferensi pers dalam waktu dekat.

    “Arahan dari atas, nanti akan ada konferensi pers. Dalam waktu dekat ini, sekarang kami sedang menyusun jawaban terkait pertanyaan yang akan diajukan. Nanti akan dikabarkan lewat pak Muslimin waktunya,” ungkap Sofi. (DZH)

  • Sulitnya Konfirmasi Dugaan Kerusakan Bendungan Sindangheula

    Sulitnya Konfirmasi Dugaan Kerusakan Bendungan Sindangheula

    SERANG, BANPOS – Dugaan kerusakan Bendungan Sindangheula hingga saat ini tak juga mendapat tanggapan dari Balai Besar Wilayah Cidanau-Ciujung-Cidurian (BBWSC3).

    Sejak mencuat pada 10 Juli kemarin, BBWSC3 bergeming atas dugaan kerusakan pada Hollow Jet Valve atau katup pemancar air bendungan berkapasitas 9 juta meter kubik itu.

    Beberapa kali BANPOS berupaya mengonfirmasi kepada BBWSC3, terkait dengan hal tersebut. Sayangnya, upaya tersebut kerap ‘terbendung’ pada bagian Hubungan Masyarakat (Humas) BBWSC3.

    Seperti pada Kamis (20/7) lalu, BANPOS mendatangi BBWSC3 untuk mengonfirmasi langsung terkait dengan hal tersebut, lantaran Sekretaris BBWSC3, Hadian, tidak kunjung merespon pesan WhatsApp.

    Saat itu, BANPOS bertemu dengan Humas BBWSC3, Muslimin. Di sana, ia mencak-mencak dan mengatakan bahwa BANPOS jika ingin menerbitkan berita, harus seizin BBWSC3. Kecuali berita rilis yang bagus-bagus, seperti kegiatan senam pagi.

    Bahkan, ia mengancam kepada wartawan BANPOS saat itu, akan melakukan blacklist terhadapnya apabila kembali menerbitkan berita ‘jelek’ tanpa seizin mereka.

    Meski demikian, saat ditunjukkan dokumen KAK yang menjadi salah satu dasar dugaan kerusakan Bendungan Sindangheula, ia pun berkoordinasi dengan Kabid PJSA, David Partonggo Oloan Marpaung.

    Ia pun menuturkan bahwa David meminta penjadwalan ulang untuk wawancara pada pekan berikutnya. Muslimin menuturkan akan menghubungi BANPOS terkait dengan waktu wawancara.

    Pekan yang dijanjikan yakni 24 hingga 28 Juli 2023 telah berlalu. Namun, Muslimin tidak kunjung memberikan kabar mengenai wawancara tersebut.

    Pada Senin (31/7), BANPOS kembali datang ke BBWSC3 dengan wartawan yang berbeda, dan kembali diterima oleh Muslimin. Saat memberikan kartu pers, ia bertanya apakah wartawan BANPOS yang datang, medianya sama dengan wartawan sebelumnya.

    Saat mengetahui bahwa BANPOS yang datang dengan wartawan yang berbeda, dia pun kembali mencak-mencak, dan menyampaikan bahwa bukan hanya wartawan BANPOS sebelumnya yang diblacklist, namun juga BANPOS sebagai medianya.

    Sempat terjadi adu mulut antara BANPOS dengan dia, hingga akhirnya dia pun mendatangi David untuk menyampaikan kedatangan BANPOS. Saat kembali, ia menuturkan bahwa David tengah melakukan rapat.

    “Tadi juga saya bisikin orangnya, enggak enak. Katanya nanti dihubungi saja kalau sudah selesai. Saya minta nomor saja untuk bisa dihubungi,” ujarnya.

    Kepada BANPOS, dia berjanji bahwa jadi atau tidaknya wawancara hari itu, akan memberikan kabar kepada BANPOS. Namun hingga hari berganti, tidak ada kabar darinya.

    Pada Selasa (1/8), BANPOS kembali mendatangi BBWSC3. Saat datang ke sana, satpam yang menjaga gedung PPID, yang juga merupakan gedung Humas BBWSC3, menyampaikan jika tidak ada orang di sana.

    Satpam tersebut mengatakan bahwa para Humas sedang ada kegiatan di gedung utama BBWSC3 lantai 2. BANPOS pun mencoba mendatangi tempat tersebut.

    Namun saat hendak memasuki gedung utama, salah satu Humas BBWSC3 yang mengaku bernama Sofi, berlari mendatangi BANPOS. Dia menegaskan bahwa apabila mau bertemu dengan pimpinan, harus sesuai SOP yang berlaku.

    Saat BANPOS menyampaikan bahwa upaya melalui SOP sudah kerap dilakukan oleh BANPOS, namun tidak kunjung mendapat respon, dia mengatakan bahwa wawancara akan dijadwal ulang.

    BANPOS pun menyampaikan bahwa sudah sebulan upaya konfirmasi yang hendak dilakukan hanya berakhir pada penjadwalan ulang saja. Akhirnya, ia pun meminta BANPOS menunggu untuk pergi bertemu pimpinan. Namun setelahnya, ia mengaku semua pimpinan sedang tugas lapangan.

    “Semua sedang tugas lapangan. Kata stafnya. Pak David ke Karian mungkin. Kepala Balai lagi diklat, kan gak sehari dua hari diklat,” katanya dan langsung meninggalkan BANPOS.

    Hingga saat berita ini diterbitkan, BANPOS masih menunggu konfirmasi dari pihak BBWSC3 di pos satpam gedung utama. (DZH)

  • DPRD Kota Serang Dorong Investigasi Sindangheula

    SERANG, BANPOS – Penyebab banjir di Kota Serang yang terjadi pada 2022 silam hingga kini seolah menjadi misteri. Banjir yang menimpa Kota Serang pada waktu itu tentu terjadi bukan tanpa sebab.

    Ada yang menduga bahwa Bendungan Sindangheula merupakan penyebab dari terjadinya peristiwa tersebut. Seiring berjalannya waktu, rupanya dugaan itu semakin diperkuat dengan bocornya data Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang memuat perihal penyempurnaan konstruksi bendungan Sindangheula.

    Dalam dokumen tersebut dijelaskan bahwa, telah terjadi kerusakan sejumlah infrastruktur penunjang bendungan Sindangheula. Kerusakan tersebut kemudian disinyalir menjadi penyebab terjadinya banjir di Kota Serang.

    “Pada tanggal 1 Maret 2022, terjadi banjir di Daerah Aliran Sungai Cibanten. Hal ini dikarenakan setelah hujan datang secara terus menerus dalam 4 hari dengan peningkatan intensitas hujan yang sangat signifikan. Yang mengakibat kan beberapa infrastruktur penunjang pada Bendungan Sindang Heula seperti access road ( jalan akses ke bendungan Sindang Heula) dan jalan operasional ke v- notch mengalami longsor pada bagian bahu jalan,”

    “terganggunya instrumentasi pada bendungan Sindang heula, terjadi permasalahan pengoperasian pada komponen hidromekanikal (Hollow Jet) sehingga membutuhkan penanganan yang segera agar supaya tidak bertambah kerusakannya apabila terjadi curah hujan yang cukup tinggi yang akan berakibat pada terkendalanya petugas operasi dan pemantauan dalam melaksanakan tugas rutin lapangan. Pekerjaan pada paket ini memiliki ruang lingkup pekerjaan besar, mempunyai tingkat resiko tinggi. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan dan penggantian pada bagian infrastruktur yang rusak dan atau dimakan usia operasional bendungan Sindang Heula,” kutip BANPOS dari dokumen tersebut pada Rabu (26/7).

    Saat BANPOS berusaha untuk meminta keterangan atas informasi tersebut, pihak Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian (BBWSC3) hingga kini belum juga memberi tanggapan atas hal itu.

    Sementara itu di sisi lain, Wakil Ketua DPRD Kota Serang, Hasan Basri saat dimintai keterangan mengenai penyebab banjir yang terjadi beberapa waktu silam, ia mengatakan bahwa permasalahan itu sebenarnya sudah lama dibahas oleh pihaknya.

    Bahkan, politisi PKS itu pun menjelaskan, kendati sudah disampaikan hingga ke tingkat provinsi, namun permasalahan itu terkesan tidak ditanggapi oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten.

    “Tempo hari sudah ada diskusi itu. Saya ada dua rapat waktu itu di kantor BPBD kita juga sampaikan, terus dengan rapat Forkopimda ada pak Wali, ada pak Sekda, ada pak Kapolres, ada pak Dandim, kita sampaikan juga. Dan itu kemudian disampaikan juga sama pak Wali ketika rapat dengan pak Gubernur, tapikan tindak lanjutnya tidak ada,” katanya pada Rabu (26/7).

    Di samping itu, ia juga turut menyinggung soal bocornya dokumen yang memuat bukti adanya kerusakan infrastruktur pada bendungan Sindangheula yang kemudian diduga menjadi penyebab terjadinya banjir itu.

    Menurut Hasan Basri, temuan itu bisa menjadi bahan pembuktian untuk dapat menjelaskan penyebab terjadinya banjir yang selama ini ditutup-tutupi oleh pihak terkait.

    “Jadi, nah ini gambaran umum nya itu kan jelas ternyata, penyempurnaan ini tuh ada kaitannya sama banjir tahun kemarin. Nah kalau ada, ya itu kan berarti ada nokum ya, ada bukti baru lah begitu. Ya silahkan saja, siapa yang sekarang berkepentingan proses saja secara hukum, kan begitu,” ucapnya.

    Selama ini opini yang dibangun mengenai penyebab banjir adalah disebabkan oleh kebiasaan masyarakat yang tidak disiplin dalam mengelola dan memanfaatkan sungai.

    Namun dengan adanya dokumen tersebut, maka tidak secara langsung anggapan selama ini yang terbangung terpatahkan.
    Ia juga mendukung kepada pihak-pihak yang ingin melakukan investigasi terhadap adanya dugaan kerusakan bendungan Sindangheula yang ditutup-tutupi oleh pihak pengelola bendungan.

    “Saya setuju aja sih kalau misalnya itu ada investigasi lagi. Supaya tadi ke depan kita lebih hati-hati dan di situ ya, harus lebih baik penanganannya,” tandasnya. (MG-01/PBN)

  • Menanti Jawaban BBWSC3

    Menanti Jawaban BBWSC3

    SUDAH hampir satu bulan lamanya, dugaan kerusakan Bendungan Sindangheula yang disebut menjadi penyebab banjir bandang Kota Serang mengemuka. Namun, selama itu pula Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau Ciujung Cidurian (BBWSC3) bungkam dan tidak memberikan statemen apapun, terkait dengan hal itu.

    Beberapa kali BANPOS berupaya untuk mengkonfirmasi hal tersebut kepada pihak BBWSC3, sejak edisi Indepth BANPOS yang terbit pada Senin 10 Juli lalu. Namun, tidak ada jawaban dari pihak BBWSC3 mengenai dugaan itu.

    Teranyar, BANPOS mendatangi kantor BBWSC3 yang beralamat di Jalan Ustad Uzair Yahya Nomor 1, Kelurahan Cipare, Kecamatan Serang, Kota Serang pada Kamis (20/7). Sekitar pukul 14.40 WIB, BANPOS tiba di kantor tersebut, dan bertemu dengan pria yang mengaku sebagai Humas BBWSC3.

    Saat mengetahui bahwa wartawan yang datang berasal dari BANPOS, pria itu terdengar marah, dan mengatakan bahwa karena BANPOS, ia dan Sekretaris BBWSC3, Hadian, dimarahi oleh Kepala BBWSC3. Ia mengatakan, seharusnya BANPOS tidak menerbitkan berita tersebut, karena pihak BBWSC3 belum memberikan konfirmasi.

    Menurutnya, persoalan itu sangatlah sensitif sehingga harus menunggu jawaban dari pihaknya sebelum berita diterbitkan. Kecuali menurutnya, berita itu terkait dengan agenda-agenda BBWSC3 seperti senam bersama dan lain-lain. Berita tanpa konfirmasi menurutnya, juga boleh dilakukan hanya untuk berita yang bagus-bagus saja buat BBWSC3. Bahkan, ia sempat menyampaikan bahwa apabila BANPOS tetap menerbitkan berita sebelum pihaknya memberikan konfirmasi, maka BANPOS akan di-blacklist dari BBWSC3, dan dilaporkan. Meskipun tidak disampaikan kemana dirinya akan melapor.

    Wartawan BANPOS sempat menyampaikan bahwa BANPOS sudah beberapa kali berupaya untuk melakukan konfirmasi, namun konfirmasi yang diberikan justru telat diberikan. Selain itu, konfirmasi itu tidak menjawab pertanyaan terkait dengan kerusakan yang berakibat pada banjir bandang di Kota Serang. Kendati telat, jawaban dari pihak BBWSC3 tetap diterbitkan oleh BANPOS pada edisi selanjutnya.

    BANPOS pun menyampaikan bahwa kedatangannya itu, untuk mengonfirmasi terkait dengan dugaan kerusakan, yang juga diperkuat dalam dokumen Kerangka Acuan Kerja (KAK) pekerjaan Bendungan Sindangheula yang tengah dilakukan saat ini.

    Ia pun menghubungi Hadian untuk berkoordinasi terkait dengan itu. Hadian pun mengarahkan untuk berkoordinasi dengan Kepala Bidang PJSA, David Partonggo Oloan Marpaung. Namun sayangnya, David tidak bisa memberikan konfirmasi saat itu, dan meminta dijadwalkan pada pekan depan.

    Untuk diketahui, sebelum edisi Indepth terbit, BANPOS sempat memberikan surat kepada pihak BBWSC3 terkait dengan permohonan konfirmasi. Dalam surat tersebut, BANPOS menuliskan bahwa berita akan ditayangkan pada Jumat 7 Juli. Lantaran tidak mendapatkan konfirmasi, BANPOS sempat menunda penayangan menjadi Senin 10 Juli. Melalui pesan WhatsApp kepada Hadian pun, BANPOS menegaskan bahwa penayangan berita akan dilakukan pada 10 Juli. Akan tetapi, konfirmasi yang seharusnya diberikan maksimal pada Minggu 9 Juli, baru dikirimkan pada 10 Juli. Sementara terkait dengan dugaan kerusakan, tidak dijawab hingga berita ini ditulis.

    Terpisah, Pengurus Daerah (PD) Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Serang menyayangkan sikap bungkamnya BBWSC3, terkait dugaan kerusakan bendungan yang mengakibatkan terjadinya banjir bandang di Kota Serang. Bahkan, mereka mengancam akan melakukan aksi unjuk rasa, apabila BBWSC3 tidak membuka kebenaran terkait dengan hal itu.

    Ketua Umum PD KAMMI Serang, Roja Rohmatulloh, dalam keterangan tertulis mengatakan bahwa BBWSC3 harus bertanggungjawab jika memang berbohong soal penyebab banjir bandang Kota Serang pada Maret 2022 lalu. Kebohongan yang dimaksud yakni bahwa penyebab banjir bandang adalah murni akibat alam, bukan karena Bendungan Sindangheula.

    “Karena memang ini yang bertanggung jawab adalah BBWSC 3, jadi mereka harus bertanggung jawab seandainya terjadi kebohongan,” ungkap Roja dalam keterangan tertulis.

    Berdasarkan data yang pihaknya miliki, terdapat dokumen yang menyatakan jika terdapat kerusakan pada Bendungan Sindangheula. Salah satunya yaitu kerusakan pada hollow jet valve, yang merupakan pintu air utama bendungan.

    “Kabar yang kami dapat juga menyatakan kalau pintu air itu rusak sebelum banjir bandang terjadi. Artinya meluapnya air bendungan itu diduga kuat karena rusaknya pintu air, bukan seperti klaim BBWSC3 yang menyatakan kalau itu murni peristiwa alam,” tegasnya.

    Roja pun mengatakan, para pihak terkait beserta penegak hukum harus segera melakukan koordinasi, agar kebenaran akan hal ini bisa segera ditemukan, dan dapat segera dipertanggungjawabkan apabila memang terdapat kelalaian yang berakibat pada kerugian harta benda maupun hilangnya nyawa.

    “Itu kan sudah satu tahun lalu, pada awal tahun 2022, pihak-pihak terkait seperti pemkot terus kemudian penegak hukum harus mencari tahu kebenarannya. Selain itu juga harus mencari jalan untuk pertanggungjawaban atas hal ini,” tegasnya.

    Ia pun mengungkapkan bahwa jika benar adanya kebohongan dari BBWSC3, pihaknya akan mendorong semua yang terlibat hal itu agar segera memberikan klarifikasi dan pertanggungjawaban.

    “Kalau seandainya memang hal itu betul terjadi, karena ini juga cukup besar kerugiannya. KAMMI Serang mendorong agar pihak terkait klarifikasi terhadap tanggapan masyarakat atas kebohongan yang terjadi setahun ini,” ujarnya.

    Terakhir ia pun menegaskan bahwa KAMMI Serang akan segera turun ke jalan jika tidak ada kejelasan dari pihak-pihak terkait, terkhusus BBWSC3 selaku pengelola bendungan. “Jika memang pihak BBWSC3 tidak mau memberikan klarifikasi, maka kami tidak segan untuk turun ke jalan menuntut kebenaran yang diduga telah ditutup selama ini,” tandasnya.

    Sementara itu, usai rapat paripurna, Walikota Serang, Syafrudin, menegaskan bahwa sejak awal dirinya meyakini jika memang ada kejanggalan pada tragedi banjir bandang yang terjadi pada Maret 2022 lalu. Pasalnya, tidak pernah Kota Serang terjadi banjir sampai setinggi 5 meter, sebelum Bendungan Sindangheula berdiri.

    “Saya juga sependapat. Banjir bandang yang terjadi kemarin itu, akibat dari meluapnya Bendungan Sindangheula karena pengaturannya (pengelolaannya) yang tidak diatur sedemikian rupa,” ujarnya di Gedung DPRD Kota Serang.

    Menurut Syafrudin, banjir bandang yang menimpa Kota Serang pada tahun 2022, menjadi gambaran bahwa terjadi kesalahan manajemen dalam pengelolaan bendungan berkapasitas 9 juta meter kubik tersebut. “Ya pastilah. Ini secara teknis penataannya, pengelolaannya kurang bagus,” tegasnya.

    Di waktu yang sama, Wakil Ketua DPRD Kota Serang, Hasan Basri, kembali menegaskan bahwa BBWSC3 harus terbuka berkaitan dengan kebenaran akan isu kerusakan bendungan yang mengakibatkan banjir bandang di Kota Serang. Ia pun menuturkan bahwa pada saat banjir bandang terjadi, memang beredar banyak isu berkaitan dengan dugaan kerusakan di Bendungan Sindangheula.

    “Ada banyak rumor kan termasuk katanya ada terpantau dari CCTV lah macam-macam gitu ya itu, dan kita juga waktu juga rapat di Kantor BPBD kota Serang, terus juga rapat di Forkopimda. Saya mengusulkan ada evaluasi dalam hal pengelolaan Sindangheula itu,” ujarnya.

    Menurut Hasan, bendungan Sindangheula yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN), seharusnya memiliki perencanaan pengelolaan yang matang. Apalagi jika terjadi kesalahan dalam pengelolaan, memiliki efek yang sangat berbahaya.

    Ia pun mengaku pada saat banjir bandang terjadi, pihaknya mendatangi bendungan Sindangheula untuk mengecek kabar bahwa bendungan jebol. Namun ternyata, bendungan itu tidak jebol, hanya overload saja. Akan tetapi, dirinya tidak tahu bahwa justru permasalahan bendungan itu ada pada katup pemancarnya.

    “Karena kita juga baru tahu kalau pintu airnya itu kan di bawah, bukan seperti kayak Pamarayan gitu kan. Ya artinya sangat mungkin terjadi tekanan air itu dia sudah tidak bisa dikendalikan karena ada kerusakan pada katup, sehingga overload,” ungkapnya.

    Hasan mengatakan, temuan yang didapati oleh BANPOS perlu kiranya ditindaklanjuti. Pertama, BBWSC3 harus menjawab jujur terkait dengan dugaan kerusakan katup pemancar air. Kedua, aparat penegak hukum (APH) dan pihak-pihak terkait pun bisa turun tangan untuk melakukan penyidikan.

    Apalagi alibi yang disampaikan oleh BBWSC3 atas banjir bandang tersebut, kerap diarahkan untuk menyalahkan masyarakat, yang mendirikan bangunan di bantaran sungai. Meski hal tersebut memang menjadi salah satu faktor, namun faktor utama dalam pengelolaan bendungan itulah yang seharusnya menjadi fokus utama.

    “BBWSC3 harus jujur. Kalau ada temuan yang seperti itu, bukan hanya penyelidikan tapi juga harus penyidikan. Jangan ditutup-tutupi. Ini pelajaran besar bahwa ini proyek nasional, seharusnya perencanaan pengelolaannya matang,” tegasnya.

    Untuk diketahui, dugaan kerusakan di Bendungan Sindangheula mengemuka setelah adanya informasi dari salah satu sumber BANPOS. Berdasarkan keterangan sumber BANPOS, kerusakan yang terjadi di Bendungan Sindangheula, merupakan imbas dari peristiwa banjir bandang tahun lalu. Menurutnya, terdapat kerusakan seperti keretakan, pada bendungan yang mampu menampung air hingga sembilan juta meter kubik.

    “Pekerja di dalam (bendungan) bilang kalau ada kerusakan di bendungan. Memang ini awalnya karena air di bendungan surut, kering tiba-tiba. Akhirnya karena saling bertanya, ada lah pegawai-pegawai yang akhirnya ngasih tahu,” ujarnya kepada BANPOS, beberapa waktu yang lalu.

    Menurut dia, kerusakan yang terjadi bukan hanya pada konstruksi bangunan dari bendungan saja, namun juga pada sistem otomatis dari pintu saluran irigasi. Ia mengatakan, kerusakan yang terjadi mengakibatkan pintu tersebut macet.

    “Kan kalau di sini, pintu saluran irigasi yang mengarah ke sungai Cibanten itu sistemnya otomatis. Enggak kayak di bendungan Pamarayan yang harus manual. Jadi di sini katanya pakai remot, tinggal pencet jadi bisa kebuka dan ketutup. Nah itu rusak sistemnya,” terang dia.

    Hal itulah yang menurutnya, mengakibatkan terjadi banjir bandang di Kota Serang pada Maret 2022 kemarin. Sebab, kerusakan sistem itu sudah terjadi sejak tahun lalu, yang mengakibatkan kontrol pintu saluran irigasi tidak berjalan dengan baik.

    “Ya memang karena tidak berfungsi dengan baik sistemnya, jadilah Kota Serang banjir waktu itu. Memang kan karena kontrol air di sini tidak baik, makanya tumpah semua ke sana,” tuturnya.

    Keterangan sumber BANPOS itu diperkuat oleh pernyataan dari salah satu warga setempat, sebut saja Roni. Kepada BANPOS, Roni yang ditemui di instalasi katup lubang pancar saat hendak mencari ikan mengatakan bahwa pada saat sebelum dan sedang berlangsungnya banjir bandang di Kota Serang, katup tersebut tidak dibuka oleh pihak pengelola bendungan.

    “Saya mah orang awam yah mas, tapi saya tahu dari awal bendungan ini dibangun seperti apa. Nah pada saat kejadian waktu itu, pintu air (katup pemancar) ini kering, enggak dibuka. Iya ditutup, kering ini alirannya,” ujar dia.

    Menurut dia, pada saat para pimpinan daerah datang ke Bendungan Sindangheula pascabanjir bandang, seingat dia tidak ada yang menyampaikan perihal hal tersebut. Para pimpinan yang hadir, yakni Andika Hazrumy yang pada saat itu masih menjabat sebagai Wakil Gubernur, dan Walikota Serang, Syafrudin, datang hanya untuk mengonfirmasi apakah bendungan itu jebol atau tidak.

    “Ramai kan waktu atasan dari provinsi maupun Kota Serang ke sini. Ya kenyataanya gitu, bukan jebol, tapi airnya tumpah ke sana semua (spillway), karena di sini di tutup total. Kering (aliran) ini mah. Tumpah di sana, sampai ngelewatin batas itu,” ungkapnya.

    Namun, ia tidak tahu pasti mengapa katup pemancar air itu tidak dibuka pada saat hujan lebat yang terjadi selama empat hari itu. Akan tetapi ia mengaku bahwa dirinya dan sejumlah warga sempat memberikan saran kepada pihak pengelola, agar tidak menutup katup air tersebut. Sebab apabila terjadi hal yang tidak diinginkan, Kota Serang akan terdampak sangat parah.

    “Gak tau sih, namanya saya mah bukan tugasnya. Tapi padahal kan dari awal sudah saya kasih saran.  Hujan berhari-hari, ini ditutup total (katup pemancar). Bahaya, yang kasiannya itu rumah sakit daerah, karena ada di atas aliran Cibanten. Eh bener aja kejadian. Padahal kalau ini dibuka, aliran di sana (spillway) cuman ngalir biasa aja, paling 1 atau 2 jengkal aja, nggak bakal meluap gitu,” tuturnya. (MG-01/DZH/ENK)

  • Bendungan Sindangheula: Monumen Minim Manfaat

    Bendungan Sindangheula: Monumen Minim Manfaat

    BENDUNGAN Sindangheula, salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang menjadi andalan pemerintah pusat di Provinsi Banten, saat ini sekadar menjadi monumen saja tanpa adanya kebermanfaatan bagi masyarakat maupun daerah-daerah yang ditarget menerima manfaat, atas bangunan senilai lebih dari Rp480 miliar itu.

    Pasalnya, dari empat manfaat utama yang direncanakan dalam pembangunan bendungan Sindangheula, dinilai hanya satu saja yang terpenuhi. Keempat manfaat tersebut yakni penyedia air irigasi untuk sektor pertanian, penyediaan air baku bagi Kota Serang, Kabupaten Serang dan Kota Cilegon, pengendalian banjir dan pembangkit listrik tenaga air.

    Dari keempat manfaat itu, hanya penyediaan air irigasi saja yang terpenuhi. Itu pun sedang ‘libur’ manfaatnya, karena bendungan Sindangheula tengah dikeringkan sejak bulan Februari kemarin, sehingga air menjadi surut.

    Salah satu manfaat paling besar dari adanya sebuah bendungan ialah ketersediaan air baku. Sindangheula sendiri diproyeksikan dapat memenuhi kebutuhan air baku tiga kota/kabupaten dengan kemampuan 0,80 meter per kubik.

    Pemprov Banten melalui Dinas Perkim pada tahun 2021, menyambut proyeksi manfaat bendungan Sindangheula dalam memenuhi kebutuhan air baku, dengan membangun instalasi Pengelolaan dan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) lintas Kabupaten/Kota. Anggaran yang digelontorkan mencapai RP17,6 miliar.

    Pemprov Banten pun pada tahun 2019, menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Air Minum. Selain telah memiliki Perda yang mengatur soal SPAM, Pemprov Banten juga rupanya telah menyusun dan menerbitkan sebuah aturan turunan dari Perda tersebut yang mereka sebut sebagai Rencana Induk SPAM.

    Rencana Induk SPAM tertuang di dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 51 Tahun 2022, di dalamnya disebut turut membahas perihal kebijakan strategis perihal pengelolaan air untuk pemenuhan air minum di Banten.

    Bahkan, rencana induk tersebut sudah dilakukan sosialisasi kepada publik dengan dilakukan konsultasi publik oleh Pemprov Banten dengan mengundang sejumlah stakeholder terkait.

    Kendati sudah memiliki seperangkat aturan soal pengelolaan penyediaan air minum, namun hingga saat ini, rupanya Pemprov Banten belum juga melaksanakan program pemanfaatan aliran air di sejumlah bendungan yang ada untuk pemenuhan penyediaan air minum bagi masyarakat.

    Alasannya, karena untuk dapat menyelenggarakan sistem penyediaan air minum, Pemprov Banten menghadapi kendala pembiayaan yang terbilang tidak sedikit jumlahnya. Berdasarkan perhitungan, biaya yang diperlukan mencapai triliunan.

    Untuk dapat menyiasati kendala tersebut, maka pemerintah membuka peluang kerjasama bagi pihak lain melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).

    Kepala Seksi SPAM, Persampahan dan Air Limbah pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Provinsi Banten, Windu Iwan Nugraha, mengatakan bahwa sejak 2018 setidaknya sudah ada sejumlah konsorsium yang telah menyatakan minatnya untuk berperan sebagai pihak pengelola sistem penyediaan air minum.

    “Kerjasama pemerintah itu ada skema KPBU itu bisa, namanya unsolicited dan solicited. Unsolicited itu diprakarsai oleh badan usaha di luar pemerintah. Tahun berapa ya? Saya lupa, tahun 2018 pernah ada pernyataan minat dari konsorsium,” katanya.

    “Seiring berjalannya waktu 2023 ini, barulah mereka menyerahkan pernyataan minat nih ke Provinsi Banten, tadinya mereka ke pusat untuk penyelenggaraan air minum kerjasama. Tapi oleh pusat diserahkan ke Provinsi. Makanya, seiring berjalannya waktu 2018 sampai rentang waktu 2023 ini mereka pernah menyerahkan PRA-FS namanya, PRA FS tentang kerjasama KPBU ini,” terang Windu Iwan Nugraha saat ditemui di ruangannya pada Kamis (6/7).

    Hanya saja meski sudah ada sejumlah investor yang tertarik, namun hingga saat ini, Pemprov Banten belum menentukan siapa nanti yang akan menjadi pihak pengelola, lantaran masih dalam tahap pertimbangan.

    “Lalu 2023 itu, Pra-FS itu ditanggapi oleh Pemerintah Provinsi Banten, ditanggapi dengan banyak revisi-revisi. Mereka nanti akan merevisi Pra-FS itu. Nah itu sudah diserahkan juga. Cuman ini dalam tahap proses evaluasi Pra-FS hasil revisi ini.

    Karena di situ ada skoring-skoring ya, segala macam, kita masih berjalan ini proses identifikasi dan evaluasi Pra-FS nya itu,” ujarnya.

    Tidak hanya itu, belum lama ini, Iwan juga menyebutkan sudah ada pihak lain yang kembali menyatakan minatnya untuk berperan sebagai pihak pengelola sistem penyediaan air minum di Bendungan Sindangheula.

    “Sedangkan di Sindangheula juga ada pernyataan minat baru-baru ini, sekitar bulan Mei kalau tidak salah. Cuman masih kita telaah tanggapannya seperti apa,” imbuhnya.

    Namun yang pasti, ia menyebutkan, setidaknya saat ini sudah ada tiga pihak yang telah mengajukan pernyataan minatnya untuk menjadi pihak penyedia air minum di bendungan Karian dan Sindangheula.

    “Sementara Karian Barat baru satu, Sindangheula itu ada dua kalau gak salah. Kalau yang terakhir saya ikutin sih dari satu yang masuk, ternyata sebelumnya ada lagi katanya satu lagi. Karian Barat satu, di Sindangheula dua kayaknya,” tuturnya.

    Lalu, Iwan juga menjelaskan alasan kenapa skema KPBU yang diambil oleh Pemprov Banten, selain karena menyiasati kendala pembiayaan proyek, juga karena dalam skema tersebut ada pihak yang turut memberikan penjaminan.

    “Nah kenapa KPBU? Karena nanti prosesnya, sebelum terjadi KPBU itu harus ada penjaminan dari pemerintah juga dari pusat terkait dengan penyelenggaraannya itu,” jelasnya.

    Karena saat ini belum ada satupun pihak yang ditunjuk sebagai pihak pengelola dan penyedia air minum, maka juknis yang memuat aturan ketentuan pun juga belum tersedia.

    Oleh karena itu, Iwan mengatakan bahwa saat ini pihaknya tengah fokus menyiapkan segala kebutuhan mengenai proses kerjasama usaha tersebut.

    “Jadi masih dalam tahap persiapan kita ini terkait dengan penyelenggaraan. Karena kalau pun misalkan non KPBU diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi itu dananya luar biasa besar,” katanya.

    Kemudian selain itu, Iwan juga menjelaskan, proses penyelenggaraan kerjasama itu memakan waktu yang cukup lama, lantaran prosedur yang harus ditempuh cukup panjang.

    Namun ia menargetkan proses penentuan pihak penyelenggara program itu akan segera rampung dalam waktu dekat ini, sebab berdasarkan ketentuannya minimal dua tahun proses itu dapat segera rampung.

    “Kita ada, karena proses KPBU itu minimal 2 tahun. Kalau sekarang PRA FS nanti mungkin insya Allah nanti kita pengen kalau sudah ada kelayakan, uji kelayakan dari kita sudah menentukan bahwa ini layak, lari ke FS disitu masih ada proses yang harus kita tempuh untuk menentukan FS itu layak sebagai dokumen,”
    “Nanti maju lagi ke pusat jadi kita juga nanti ada bimbingan lagi dari pusat saling bimbing seperti apa karena untuk menentukan regional itu lumayan bahapannya panjang panjang ya,” ucapnya.

    Oleh karena belum adanya pihak yang ditunjuk sebagai pihak pengelola sistem penyedia air minum baik yang ditangani oleh pemerintah provinsi maupun pusat, maka bendungan yang ada belum bisa digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat.

    “Baik pusat maupun provinsi belum ada air yang mengalir, baik dari bendungan Karian dan Sindangheula,” tandasnya.

    Terpisah, Kepala Bidang Sanitasi Dan Air Minum Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Serang, Ronny Natadipradja mengatakan bahwa terkait dengan Bendungan Sindangheula yang saat ini terbangun, menurutnya baru sebagai tampungan air.

    “Jadi belum difungsikan sebagai penyalur untuk kebutuhan air minum maupun air bersin. Karena memang jaringan-jaringanya belum terbangun. Tapi memang beberapa ada rapat membahas hal tersebut, terhadap pengelolaan dari bendungan tersebut,” ujarnya

    Dirinya mengaku untuk kuota yang didapatkan untuk di Kabupaten Serang hanya mendapatkan sebesar 400 liter per detik dari 1200 liter per detik yang dibagikan ke Kota Serang, Kabupaten Serang dan Kota Cilegon.

    “Untuk porsi pembagian, provinsi sudah melakukan pembagiannya. Tapi memang, kita ada rencana untuk mengusulkan permohonan tambahan kuota yg sudah dibuatkan provinsi tersebut. Dari kuota yang saat ini sebanyak 400 liter per detik itu kita meminta penambahan jadi 600 liter per detik. Agar nanti masyarakat serang wilayah utara dapat terpenuhi layanan air bersihnya,” ucapnya.

    Menurutnya, hal tersebut wajar dilakukan oleh pihaknya. Mengingat letak dri bendungan tersebut yang masuk dalam wilayah Kabupaten Serang.

    “Karena pertama, bendungan sindangheula itu posisinya ada di Kabupaten Serang. Jadi wajar kalau kita mendapatkan porsi yang lebih. Kedua, banyak juga masyarakat Kabupaten Serang masih butuh layanan air bersih tersebut,” ungkapnya.

    Dalam hal operasional, dirinya mengatakan bahwasanya yang ia pahami BBWSC3 bekerjasama dengan provinsi untuk pemeliharaannya.

    “Jadi untuk wilayah bendunganya sendiri termasuk operasional pintu-pintunya itu dilakukan oleh balai besar kalau provinsi yang melakukan pemeliharaan di wilayah bendungannya. Sedangkan kita diberikan wilayah pengelolaan di daerah lahan parkir, kemudian di daerah lahan yang sudah dibebaskan. Tapi tidak menjadi bagian badan bendung untuk bisa dipergunakan,” katanya.

    Ia juga menjelaskan, bahwa pemerintah Kabupaten Serang tidak dilibatkan secara langsung terhadap pengelolaan dari bendungan tersebut.

    “Tapi itu juga harus dibuatkan permohonan usulan dan berkoordinasi dengan pihak balai besar. Jadi daerah tidak dilibatkan secara langsung terhadap pengelolaan bendungannya. Karena bendungannya sendiri dibangun dari dana pusat,” jelasnya.

    Sementara itu, salah satu warga setempat mengatakan bahwa secara kebermanfaatan, memang bendungan Sindangheula belum dirasakan sampai saat ini. Kecuali, untuk dijadikan sebagai tempat memancing saja.

    “Kalau untuk irigasi, sawah-sawah yang ada di atas enggak dapet tuh airnya. Terus kalau berbicara kebermanfaatan lainnya seperti pengelolaan air, pipanya aja kan belum ada. Jadi ya kami anggap ini sebenarnya hanya monumen saja tanpa ada manfaat urgen lainnya,” tandas dia.

    Pihak BBWSC3 melalui Hadian, mengaku akan memberikan jawaban secara tertulis terkait dengan beberapa pertanyaan pemanfaatan air baku bendungan Sindangheula yang disampaikan oleh BANPOS. Ia mengaku bahwa jawaban dari Kepala BBWSC3 sudah dikonsep, namun hingga berita ini ditulis jawaban pertanyaan itu tidak kunjung diberikan. (MG-01/CR-01/DZH)

  • Menguak Tabir Bendungan Sindangheula

    Menguak Tabir Bendungan Sindangheula

    INGATAN akan tragedi banjir bandang yang melanda Kota Serang pada Maret 2022 kemarin, masih terekam jelas pada memori masyarakat. Peristiwa yang mengakibatkan ribuan rumah rusak, hancurnya sarana dan prasarana masyarakat, hingga menelan sejumlah korban jiwa itu menjadi sejarah tersendiri bagi Kota Serang, karena banjir itu merupakan yang terparah dalam 20 tahun terakhir.

    Bendungan Sindangheula sempat menjadi bulan-bulanan masyarakat, atas terjadinya banjir bandang itu. Pasalnya, banjir bandang tersebut baru terjadi setelah bendungan yang menjadi proyek mercusuar pemerintah pusat itu berdiri.

    Namun, tudingan tersebut dibantah oleh Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Cidurian-Ciujung (BBWSC3), I Ketut Jayada. Menurutnya, justru Bendungan Sindangheula menjadi faktor banjir yang terjadi di Kota Serang, tidak lebih parah.

    Kini, kurang lebih setahun tiga bulan terlewati pascabanjir bandang terjadi. Isu miring terkait dengan penyebab banjir bandang Kota Serang kembali berhembus. Pusat isunya, tetap pada keberadaan Bendungan Sindangheula.

    Isu tersebut kembali mengemuka setelah bendungan Sindangheula dikeringkan, sejak awal tahun 2023. Masyarakat yang ‘kepo’ dengan keringnya bendungan Sindangheula, saling kasak-kusuk antar sesama. Hingga akhirnya, terjadi ‘kebocoran’ informasi dari pekerja bendungan Sindangheula. Kabarnya, terjadi kerusakan pada bendungan senilai Rp480 miliaran tersebut.

    Kondisi bendungan Sindangheula yang surut. Diduga akibat adanya kerusakan pada bendungan tersebu. (Muflikhah/BantenPos)

    Tindakan pengeringan bendungan dilakukan, agar kerusakan tidak semakin parah, dan agar perbaikan dapat segera dilakukan. Betul saja, beberapa waktu kemudian, pekerjaan konstruksi kembali dilakukan di bendungan tersebut. Mulai dari pengiriman bebatuan, hingga kendaraan eskavator.

    Berdasarkan keterangan sumber BANPOS, kerusakan yang terjadi di bendungan Sindangheula, merupakan imbas dari peristiwa banjir bandang tahun lalu. Menurutnya, terdapat kerusakan seperti keretakan, pada bendungan yang mampu menampung air hingga 9 juta meter kubik.

    “Pekerja di dalam (bendungan) bilang kalau ada kerusakan di bendungan. Memang ini awalnya karena air di bendungan surut, kering tiba-tiba. Akhirnya karena saling bertanya, ada lah pegawai-pegawai yang akhirnya ngasih tahu,” ujarnya kepada BANPOS, beberapa waktu yang lalu.

    Menurut dia, kerusakan yang terjadi bukan hanya pada konstruksi bangunan dari bendungan saja, namun juga pada sistem otomatis dari pintu saluran irigasi. Ia mengatakan, kerusakan yang terjadi mengakibatkan pintu tersebut macet.

    “Kan kalau di sini, pintu saluran irigasi yang mengarah ke sungai Cibanten itu sistemnya otomatis. Enggak kayak di bendungan Pamarayan yang harus manual. Jadi di sini katanya pakai remot, tinggal pencet jadi bisa kebuka dan ketutup. Nah itu rusak sistemnya,” terang dia.

    Hal itulah yang menurutnya, mengakibatkan terjadi banjir bandang di Kota Serang pada Maret 2022 kemarin. Sebab, kerusakan sistem itu sudah terjadi sejak tahun lalu, yang mengakibatkan kontrol pintu saluran irigasi tidak berjalan dengan baik.

    “Ya memang karena tidak berfungsi dengan baik sistemnya, jadilah Kota Serang banjir waktu itu. Memang kan karena kontrol air di sini tidak baik, makanya tumpah semua ke sana,” tuturnya.

  • Klaim Cegah Banjir Serang Lebih Besar, BBWSC3 Dituding Cari Pembenaran

    Klaim Cegah Banjir Serang Lebih Besar, BBWSC3 Dituding Cari Pembenaran

    SERANG, BANPOS – Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian (BBWSC3) selaku pengelola bendungan Sindangheula disebut mencari pembenaran. Hal ini dikarenakan penolakannya terkait pandangan bahwa bendungan Sindangheula merupakan penyebab banjir bandang di Kota Serang pada 1 Maret lalu.

    Bahkan dinyatakan oleh balai di bawah naungan Kementerian PUPR itu, banjir Kota Serang bisa lebih parah jika tanpa bendungan tersebut.

    Demikian disampaikan Kepala BBWSC3, I Ketut Jayada, usai mengunjungi Pemkot Serang untuk melakukan koordinasi pasca bencana banjir di Kota Serang. Dalam rapat koordinasi tersebut, sejumlah hal diajukan oleh Pemkot Serang untuk dapat dilakukan oleh BBWSC3, terkait dengan sungai Cibanten.

    Ketut mengatakan, saat ini publik seolah-olah menuduh bahwa bendungan Sindangheula merupakan penyebab dari banjir bandang di Kota Serang kemarin. Padahal menurutnya, keberadaan bendungan Sindangheula dibangun untuk mereduksi banjir di daerah yang dilalui sungai Cibanten, salah satunya Kota Serang.

    “Karena ini terminologinya dibikin penyebab banjir itu bendungan Sindangheula. Padahal justru bendungan Sindangheula itu membantu mengurangi dampak banjir,” ujarnya di Puspemkot Serang, Selasa (22/3).

    Diketahui, sejumlah pihak seperti Relawan Banten hingga Walikota Serang, menyebutkan bahwa penyebab banjir bandang di Kota Serang selain curah hujan, salah satunya adalah bendungan Sindangheula yang dituding pengelolaannya kurang baik.

    Ketut mengatakan, yang namanya bendungan tentu salah satunya memiliki fungsi untuk mereduksi banjir dan mengurangi dampak dari banjir. Namun memang, setiap bendungan memiliki kemampuan untuk menampung air yang berbeda-beda.

    “Kemampuan mereduksi banjir ini setiap bendungan berbeda-beda. Ada yang besar kemampuan tampungannya, ada yang kecil. Nah tergantung dari kapasitas tampung yang memang di anugerah tuhan, cekungan alam itu (sungai), berapa kapasitasnya. Seperti Sindangheula, ini 9 juta (meter kubik),” jelasnya.

    Sehingga, ia mengaku heran dengan pihak-pihak yang menyalahkan bendungan Sindangheula atas bencana banjir bandang yang terjadi di Kota Serang kemarin. Ia mengklaim, jika tidak ada bendungan Sindangheula, banjir yang terjadi di Kota Serang kemarin, akan memiliki dampak yang lebih parah.

    “Nah terminologinya kenapa penyebabnya bendungan Sindangheula. Padahal dia sudah membantu mengurangi dampak banjir. Artinya kalau tidak ada bendungan Sindangheula, lebih besar lagi. Karena sudah ada 9 juta kubik air sudah ditahan di sana,” ungkapnya.

    Di sisi lain, Ketut menuturkan bahwa sejumlah permintaan dari Pemkot Serang dalam penanganan masalah banjir di Kota Serang yakni berkaitan dengan normalisasi sungai Ciujung, saat ini masih dalam tahap pengajuan. Belum pasti apakah pihaknya akan menyetujui keinginan dari Pemkot Serang tersebut.

    “Saya belum bisa men declare apakah ini nanti akan menormalisasi, ataukah membuat tanggul, atau merelokasi penduduk, itu berdasarkan hasil studi nanti. Namun setelah saya menerima surat usulan dari pak Walikota ini, kami akan segera melakukan koordinasi ke Jakarta (Kementerian),” ucapnya.

    Sementara itu, Walikota Serang, Syafrudin, mengatakan bahwa pihaknya sengaja mengundang BBWSC3 untuk menyalurkan aspirasi kepada Kementerian PUPR melalui BBWSC3, terkait dengan pemulihan pasca-bencana banjir bandang.

    Syafrudin mengatakan, sejumlah hal diajukan oleh pihaknya, termasuk bantuan untuk memperbaiki sejumlah infrastruktur yang rusak akibat banjir bandang seperti jalan, jembatan dan rumah warga. Termasuk melakukan normalisasi sungai Cibanten.

    “Yang paling signifikan adalah sedimentasi sungai Cibanten yang menjadi tanggung jawab BBWSC3. Jadi saya mohon tidak harus menunggu DED, karena statusnya sudah jelas. Mohon kepada Kepala Balai untuk dapat segera melakukan normalisasi di sungai Cibanten untuk mengantisipasi banjir berikutnya,” katanya.

    Menanggapi pernyataan BBWSC3, Relawan Banten, Lulu Jamaludin, mengatakan bahwa pihak BBWSC3 hanya mencari pembenaran saja atas permasalahan yang terjadi. Menurutnya, banjir bandang yang terjadi kemarin pun salah satu penyebabnya ialah kegagalan BBWSC3 dalam memprediksi debit air.

    “Saya rasa itu hanya pembenaran saja. Mencari cara bagaimana menyalahkan sungai. Padahal seharusnya pihak pemerintah dan BBWSC3 juga harus bisa memprediksi, bagaimana ketika sungai Cibanten itu meluap, apa langkah-langkah yang akan dilakukan,” ujarnya.

    Lulu mengaku, sampai saat ini pihaknya melihat BBWSC3 hanya bisa menyalahkan kondisi sungai yang penuh dengan sampah, dangkal dan bantaran sungainya yang penuh dengan bangunan. Padahal seharusnya, BBWSC3 harus bisa memberikan solusi sekaligus langkah preventif apabila terjadi bencana.

    “Harus diingat, sungai Cibanten itu ada sebelum bendungan dibangun. Jadi jangan salahkan sungai Cibantennya. Kita juga kemarin menyoroti langkah dari BBWSC3 yang dalam hal koordinasi masih buruk, sehingga tidak ada langkah pencegahan terjadinya bencana seperti banjir bandang kemarin,” tandasnya.(DZH/PBN)