SERANG, BANPOS – Adanya perbedaan antara Pagu Anggaran Jaring Pengaman Sosial (JPS) dengan nilai barang yang disalurkan ternyata telah mendapat reviu dari Inspektorat Kota Serang.
Berdasarkan dokumen yang didapatkan oleh BANPOS, Inspektorat Kota Serang menyatakan bahwa ada indikasi ketidakwajaran harga atas pengadaan barang berupa beras, mie instan dan sarden yang mencapai hingga Rp1,901.400.000.
Masih berdasarkan dokumen yang sama, Inspektorat menyebut, juga ada indikasi ketidakwajaran pengadaan barang yang sama untuk buffer stock (stok cadangan) dengan nominal Rp218.981.000
Dokumen tersebut menyebutkan, untuk penyedia barang JPS adalah PT. Bantani Damir Primarta, dan penyedia buffer stock adalah CV. Makmur Sejahtera.
Ketika dikonfirmasi kepada Kepala Badan Layanan Pengadaan Barang/Jasa (BLPBJ) Kota Serang, Koswara, ia mengaku tidak dilibatkan dalam pengadaan JPS tersebut.
“Karena kan ini sistemnya adalah penunjukkan langsung. Maka itu menjadi kegiatan dari OPD terkait. Nama perusahaan pun kami tidak disetorkan namanya. Mungkin nanti akan melaporkan setelah kegiatan,” katanya kepada BANPOS melalui seluler, Rabu (13/5).
Sebelumnya diberitakan, DPRD Kota Serang dan Dinas Sosial Kota Serang kompak tidak ingin menyebutkan nama perusahaan penyedia JPS dengan berbagai alasan. Baca: Pengembalian Rp1,9 Miliar, Dinsos dan DPRD Kota Serang Rahasiakan Perusahaan Penyedia JPS
Terpisah, Walikota Serang, Syafrudin, menyatakan akan tetap memberikan bantuan jaring pengaman sosial (JPS) berbentuk sembako pada tahap dua dan tiga nanti. Hal ini disebabkan Dinsos Kota Serang telah melakukan pengadaan sembako hingga tiga bulan ke depan.
Namun apabila masa pandemi masih terus berlangsung lebih dari bulan Juli, maka pihaknya akan memberikan bantuan JPS dalam bentuk tunai.
“Dalam tiga bulan ke depan itu akan tetap sembako. Tapi kalau lebih dari tiga bulan, itu akan kami salurkan berbentuk tunai,” ujar Syafrudin kepada awak media.
Syafrudin beralasan, tetap diberikannya JPS dalam bentuk nontunai karena pihak Dinsos telah melakukan pengadaan sembako hingga tiga bulan.
“Karena kan ini tiga bulan sudah (dilakukan pengadaan). Karena hasil kesepakatan itu dari kuota (bantuannya) adalah sembako. Sudah ada itu barangnya,” ucapnya.
Menurut Syafrudin, apabila bantuan tersebut diberikan dalam bentuk tunai, maka bisa saja masyarakat tidak menggunakan bantuan tersebut untuk membeli makanan.
“Nanti kalau dikasihnya tunai, orang bukannya beli makan malah beli handphone. Malah beli pulsa,” jelasnya.(DZH/PBN/ENK)