Tag: BOSDA Banten

  • Pendidikan Banten di Tengah Pusaran Hukum

    Pendidikan Banten di Tengah Pusaran Hukum

    BESARNYA alokasi anggaran yang diperuntukkan bagi dunia pendidikan, berbanding lurus dengan dugaan penyelewengan di sektor tersebut. Bantuan pendidikan hingga pembangunan infrastruktur pendidikan di berbagai tingkatan dan berbagai level pemerintahan di Provinsi Banten, masih kental dengan aroma korupsi.

    Pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Daerah untuk sekolah swasta pada tahun 2020 bakal dilaporkan oleh Perkumpulan Maha Bidik Indonesia ke aparat penegak hukum (APH). Pelaporan tersebut dilakukan lantaran diduga terjadi perbuatan melawan hukum, karena menabrak aturan dalam pencairannya,

    Di sisi lain, dana BOS Daerah dan BOS Nasional untuk sekolah swasta di Provinsi Banten, pun berpotensi diseret ke meja hijau. Sebab, dalam penggunaannya diduga terjadi penyalahgunaan oleh pihak Yayasan, dan diduga tidak mematuhi Undang-undang Nomor 28 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan.

    Ketua Perkumpulan Maha Bidik Indonesia, Moch Ojat Sudrajat S, mengatakan bahwa pada Senin (24/1) hari ini, pihaknya akan secara resmi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi pada pencairan dana BOS Daerah sekolah-sekolah swasta tahun 2020 ke Polda Banten.

    “Laporan pengaduan ini atas dugaan dana BOS Daerah tahun 2020 untuk sekolah-selolah swasta yang dalam bentuk hibah berupa uang tunai dilakukan tidak sesuai dengan mekanisme hibah sebagaimana ketentuan Pasal 7 ayat 1 Pergub Banten nomor 10 tahun 2019, yang diundangkan dan berlaku tanggan 23 April 2019,” ujarnya kepada BANPOS, Minggu (23/1).

    Dalam ketentuan pasal tersebut, diketahui bahwa pihak-pihak yang mengajukan hibah baik itu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Lain, BUMD/BUMN, Badan, Lembaga dan Organisasi Kemasyarakatan, wajib menyampaikan permohonan hibah secara daring melalui situs Pemerintah Daerah atau e-Hibah.

    “Berdasarkan data berupa daftar nama penerima hibah berupa uang tahun anggaran 2020, didapatkan data nilai yang dihibahkan untuk sekolah-sekolah swasta, khususnya SMK dan SMA, lebih dari Rp65 miliar, dimana porsi untuk SMK swasta lebih besar jika dibandingkan dengan SMA swasta,” tuturnya.

    Karena tidak dilakukan sesuai dengan mekanisme yang ada, pihaknya pun menduga pencairan BOS Daerah 2020 memenuhi unsur ketentuan pasal 2 dan 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). “Pencairan dana hibah yang dilakukan permohonannya tanpa melalui e-hibah, kami menduga telah melanggar ketentuan Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor,” ungkapnya.

    Untuk diketahui, pasal 2 ayat 1 Undang-undang Tipikor berbunyi ‘Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

    Adapun pasal 3 berbunyi ‘Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta.

    Selain itu, pihaknya juga menduga selama ini Laporan Keuangan sekolah-sekolah swasta yang mayoritas memiliki badan hukum berbentuk yayasan, diduga melanggar ketentuan Pasal 52 Undang-undang nomor 28 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

    “Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, jelas berbunyi ikhtisar laporan keuangan bagi Yayasan yang memperoleh bantuan negara, bantuan luar negeri dan/atau pihak lain sebesar Rp500 juta atau lebih dalam satu tahun buku, diumumkan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia dan diaudit oleh Akuntan Publik,” ujarnya.

    Ia menuturkan bahwa sekolah swasta yang berbadan hukum Yayasan di Provinsi Banten, patut diduga jika anggaran dana BOS Daerah dan BOS Nasional serta Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) dan Dana Sumbangan Pendidikan (DSP), melebihi besaran ketentuan pada Undang-undang tersebut.

    “Jika suatu sekolah swasta menerima dana BOS Daerah sekitar Rp130 juta ditambah dengan BOS Nasional, (berdasarkan perhitungan) maka patut diduga masuk kategori ketentuan pasal 52 Undang-undang Yayasan tersebut. Itu dari perhitungan BOS Nasional dan BOS Daerah saja, di luar SPP dan DSP serta sumbangan pihak III,” terangnya.

    Penggunaan dana BOS Daerah pun diduga tidak sesuai dengan Pergub Banten Nomor 23 tahun 2017. Menurutnya, jika nanti terbukti bahwa terjadi ketidaksesuaian penggunaan dana BOS Daerah oleh pihak sekolah atau Yayasan, maka berpotensi pula melanggar Pasal 70 Undang-undang Yayasan.

    “Sehingga jika ini nanti terbukti (penggunaannya tidak sesuai Pergub 23), maka akan ada potensi melanggar ketentuan pasal 70 Undang-undang Yayasan dengan ancaman hukuman paling lama 5 tahun,” katanya.

    Sebelumnya, Ojat mengatakan bahwa dirinya menemukan beberapa permasalahan lain dalam pengelolaan dana BOS Daerah maupun BOS Nasional. Hal itu setelah dirinya melakukan penelusuran melalui permohonan informasi kepada beberapa sekolah swasta.

    “Saat ini saya sedang bersengketa informasi dengan beberapa SMA swasta besar yang menerima dana hibah yang sangat besar, sekitar Rp500 juta hingga Rp600 juta. Dari enam sekolah, hanya satu sekolah yang menjawab surat permohonan informasi kepada saya,” ucapnya.

    Dari jawaban salah satu Kepala Sekolah tersebut, ternyata diduga terjadi penyalahgunaan anggaran dana BOS Daerah dan BOS Nasional oleh pihak yayasan. Sebab, anggaran BOS tersebut tidak sepenuhnya digunakan untuk kepentingan operasional sekolah.

    “Kepala Sekolah yang menjawab surat saya, cerita kepada saya sambil menangis. Dia cerita bahwa dana BOS Daerah dan BOS Nasional yang dicairkan kepada sekolah, hanya turun sebesar 40 persen saja. Sedangkan sisanya itu dinikmati oleh pihak yayasan,” jelasnya.

    Dari permasalahan pencairan dana BOS Daerah untuk swasta tahun 2020 dan dugaan penyalahgunaan anggaran BOS baik daerah maupun nasional oleh pihak yayasan, dirinya pun melaporkan sengkarut permasalahan dana BOS tersebut kepada aparat penegak hukum.

    “Ini makanya saya melaporkan itu. Artinya, jika ada penyimpangan penggunaan dana BOS nya, maka ada unsur memperkaya orang lain. Makanya saya minta itu untuk segera diselidiki,” katanya.

    Berdasarkan penelusuran BANPOS, diketahui bahwa pencairan dana BOS Daerah untuk swasta ditandatangani oleh Plt. Kepala Dindikbud Provinsi Banten yang saat itu sedang menjabat, yakni Muhammad Yusuf. Hal itu berdasarkan foto Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang diterima oleh BANPOS.

    Saat ingin dikonfirmasi BANPOS melalui sambungan telepon, Muhammad Yusuf tidak kunjung mengangkat panggilan telepon. Lebih dari tiga kali BANPOS mencoba menghubungi, namun hasilnya tetap nihil.

    Sementara Kepala Dindikbud Provinsi Banten, Tabrani, saat ingin dikonfirmasi melalui sambungan telepon pun tidak mengangkat. Begitu pula dengan Sekretaris Dindikbud Provinsi Banten, Muhammad Taqwim.

    (DZH/ENK)