Tag: BPS

  • Sebanyak 5,93 Persen Warga Kota Tangerang Miskin

    Sebanyak 5,93 Persen Warga Kota Tangerang Miskin

    TANGERANG, BANPOS – Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan 5,93 persen atau 134,24 ribu jiwa dari total penduduk Kota Tangerang masuk kategori miskin. Angka kemiskinan meningkat selama masa pandemi covid-19.

    Kepala BPS Kota Tangerang, Muladi Widiastomo mengatakan jumlah 134,24 ribu jiwa itu merupakan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada Maret 2021 lalu. Hasil survei tersebut digunakan untuk persentase angka kemiskinan pada 2022 ini.

    “Kan 2022 kita pakainya hasil survei 2021. Angka kemiskinan di Kota Tangerang tahun 2021 berdasarkan hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Maret 2021 sebesar 5,93 persen atau 134,24 ribu jiwa,” ujarnya Kamis, (3/3).

    “Angka ini naik 0,71 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 5,22 persen atau 118,22 ribu jiwa,” tambahnya.

    Menurut Muladi, tingkat kemiskinan di Kota Tangerang meningkatk karena disebabkan oleh pandemi Covid-19. Dampak pandemi merambah ekonomi rumah tangga. “Hal ini dipicu oleh masih tingginya pandemi covid pada tahun 2021 yang berdampak terhadap pendapatan ekonomi rumah tangga,” jelas Muladi.

    Muladi mengatakan tingkat kemiskinan berhubungan erat dengan tingkat pengangguran. Namun, masing-masing indikator memiliki variabel perhitungan yang berbeda. Misalnya, kata dia untuk kemiskinan pendekatannya dengan konsumsi rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, luas tempat tinggal dan kondisi rumah.

    “Kata pengangguran dan kemiskinan merupakan kata yang sensitif. Jadi BPS melakukan pendekatannya tidak langsung menanyakan apakah anda menganggur atau apakah anda miskin,” tuturnya.

    Dengan jumlah tersebut Kota Tangerang menempati peringkat 4 di Banten dengan tingkat kemiskinan tertinggi. Sedangkan untuk wilayah dengan tingkat kemiskinan paling tinggi di Banten yakni Kabupaten Tangerang dengan 272,35 ribu jiwa.

    “Untuk IPM (Indeks Pembangunan Manusia) tahun 2021 Kota Tangerang sebesar 78,50 mengalami peningkatan sebesar 0,25 poin dari tahun sebelumnya yang sebesar 78,25,” kata Muladi.

    “Ini menunjukkan kinerja Pemerintah dalam hal ini Pemerintah Kota Tangerang yang mengalami peningkatan. Status IPM Kota Tangerang ini masih berada pada kategori tinggi,” pungkasnya.

    (RUL/BNN)

  • Disnak Akui Sudah Miliki Sampel Hatching Egg

    Disnak Akui Sudah Miliki Sampel Hatching Egg

    LEBAK, BANPOS – Beredar informasi Hatcing Egg dipasaran dan program bantuan pangan sembako (BPS), Pemerintah Kabupaten Lebak melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke Pasar Tradisional Rangkasbitung.

    Sidak dilakukan tim yang terdiri dari Dinas Peternakan (Disnak), Dinas Perindustrian Perdagangan, Dinas Satpol PP dan Polres Lebak, Rabu (6/5).

    Sidak dilakukan lantaran banyak beredar telur jenis Hatching Egg (HE) yang diduga tidak layak konsumsi dan bukan telur komersil di pasaran, dan beredar pada program bantuan sembako yang sebelumnya bernama program bantuan pangan non tunai (BPNT).

    “Hari ini sebetulnya bukan Sidak, tapi Edukasi saja kepada pedagang. Kalau tidak menjual (HE) itu bagus maksudnya jangan. Dan memang tadi berdasarkan pemantauan di lapangan, mereka (pedang telur jenis HE) tidak ada. Hanya awal – awal Ramadhan saja menurut mereka,” kata Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Lebak, Rahmat.

    Disinggung soal banyak beredar telur Hatching Egg (HE) pada program bantuan sembako atau sebelumnya BPNT di wilayah Kecamatan Cijaku dan beberapa Kecamatan di Lebak selatan. Kadis Tanak itu mengakui sudah memiliki sample temuan.

    “Memang betul, kita sudah dapat samplenya sudah ada petugas yang monitor duluan ke lapangan,” ucapnya

    Terkait peredaran telur tak layak konsumi di program bantuan sembako itu, jelas Rahmat, Distanak akan berkoordinasi dengan Dinas Sosial Kabupaten Lebak.

    “Biar satu langkah, kita (Distanak) akan koordinasi dengan Dinsos,” jelasnya.

    Kepala Bidang Perdagangan Disperindag Kabupaten Lebak, Agus Reza menyebut, di pasar Rangkasbitung tim Sidaķ tidak menemukan adanya pedagang yang menjual telur jenis Hatcing Egg.

    Namun kata Agus, pihaknya tidak mengetahui adanya penjualan HE di luar pasar tradisional Rangkasbitung.

    “Hasil sidak di pasar Rangkasbiung tadi nihil, tidak ada yang menjual telur tersebut. Adapun untuk pedagang di luar pasar atau di jalan – jalan dilanjutkan oleh Dinas Peternakan,” katanya. (CR-01/PBN)

  • Hatch Egg Tak Layak Konsumsi Diduga Beredar Diprogram BPS

    Hatch Egg Tak Layak Konsumsi Diduga Beredar Diprogram BPS

    LEBAK, BANPOS – Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Lebak, Rahmat melarang telur tertunas atau lazim disebut Hatching Egg (HE) diperjualbelikan kepada masyarakat. Sebagaimana diketahui, telur HE ini dinyatakan tidak layak konsumsi karena merupakan telur yang berasal dari ternak pedaging, yang sengaja tidak ditetaskan, atau memang tidak menetas.

    Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Lebak, Selasa (5/4) kepada wartawan menyikapi beredarnya telur Hatching Egg yang diterima keluarga penerima manfaat (KPM) pada program bantuan pangan sembako (BPS).

    Menurut Rahmat, larangan tersebut diatur dalam Permentan Nomor 32/Permentan/PK.230/2017 diatur tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi.

    Dalam Bab III pasal 13 disebutkan ungkap Rahmat, pelaku usaha integrasi, pembibit GPS, pembibit PS, pelaku usaha mandiri dan koperasi dilarang memperjual belikan telur tertunas dan infertil sebagai telur konsumsi.

    “Telur Hatching Egg ada usia pakai. Telur itu selama 7 hari oke masih bagus, sedangkan setelah lewat 7 hari itu tidak layak konsumsi,” ungkapnya

    Dijelaskan Rahmat, pada usia 7 hari juga dihitung sejak telur Hatching Egg (HE) diambil atau dikirim dari peternakan. Oleh karenanya, dalam waktu dekat pihaknya akan turun ke lapangan untuk mengedukasi warga terkait telur HE itu.

    Ia mengaku banyak menerima laporan bahwa telur HE tersebut di perjualbelikan diprogram bantuan pangan sembako (BPS) atau sebelumnya bernama bantuan pangan non tunai (BPNT) oleh supplier.

    “Kita tidak pernah tahu berapa lama telur HE keluar dari Farm. Kita akan sidak ke lapangan dan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai telur HE,” katanya.

    “Telur HE adalah telur tetas yang digunakan perusahaan pembibitan (Breeding Farm) untuk menghasilkan Day Old Chick (DOC) alias anak ayam dan bukan untuk konsumsi komersil,” tandasnya.

    Sementara itu, Wakil Ketua Fraksi-PPP DPRD Kabupaten Lebak, Musa Weliansyah, mengatakan pihaknya telah menerima pengaduan dari KPM yang mengungkap soal sembako yang diterumanya itu tidak layak konsumsi,

    “Iya betul saya mendapatkan pengaduan dari KPM yang ada di beberapa desa bahwa telur dan sayuran yang mereka terima dari agen yang diantar sore hari banyak yang busuk,” ujar Musa.

    Atas dasar informasi itu pihaknya sudah mencoba melakukan pengecekan langsung pada komoditi yang diterima KPM, “Bahkan tadi sore saya bersama salah satu petugas dari Peternakan UPT Wilayah Selatan mendatangi agen untuk memastikan kondisi telurnya dan mengambil sampel telur untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan,” jelasnya.

    Menurutnya, secara fisik telor tersebut patut dicurigai Telur Tertunas (HE) dan infertil atau bisa disebut telur HE, artinya telur untuk pembibitan, karena ada salah satu KPM yang mengaku pas mau memasak telur tersebut sudah membentuk anak ayam hidup, jelas telur seperti ini tidak layak dikonsumsi, harusnya dimusnahkan,

    “Jika ini benar berasal dari perusahaan pembibitan ayam ras, maka ini tidak bisa diperjualbelikan, tetapi harus dimusnahkan. Jika tebukti telur berasal dari pengusaha pembibitan maka sanksi tegas harus diberikan baik kepada perusahaan pembibitan maupun kepada supplier Agen/e-warong di Kecamatan Cijaku yaitu PT AAM PRIMA ARTA,” kata mantan pegiat sosial di Baksel tersebut.

    Ketua Fraksi Partai Golkar, Saleh juga membenarkan ada persoalan komoditi tidak berkualitas tersebut. Menurutnya, TKSK setempat juga sudah pasti tahu itu namun mengapa dibiarkan, bahkan komoditi pun di jual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) pasar.

    “Beras yang seharusnya dijual Rp10.000/kg semua E-Warong menjual dengan harga Rp11.500/Kg, Telur 15 butir Rp25.000/Kg dengan kondisi tidak layak konsumsi, Satu ekor ayam hidup dijual diatas Rp35.000, begitu pula tahu dan sayuran, ini jelas sangat merugikan KPM,” tutur Saleh.

    Kata dia, harusnya agen/e-Warong berani menolak apabila pengiriman komoditi oleh supplier tidak berkualitas, jangan diterima dan dipaksakan untuk disalurkan karena itu bentuk kecurangan.

    “KPM harus bebas memilih komoditi yang baik dan berkualitas sesuai keinginanya yang penting memenuhi karbohidrat, protein nabati, perotein hewani serta vitamin dan mineral ini wajib terpenuhi. Karena komoditi itu dibeli dan tidak gratis,” paparnya.

    Salah seorang warga Lebak Euis Mulyati mengaku, terpaksa membuang telur HE yang dibelinya di warung. Kata Euis, saat akan dikonsumsi kondisi telur berwarna putih tersebut tidak menimbulkan bau seperti telur konsumsi biasanya. “Saya beli 1 Kilogram harganya itu Rp18ribu, saya buang semua. Kuningnya juga pecah dan selaputnya nempel ke telur,” ucapnya.

    Praktisi peternakan, Iqin Zaeny Mansur mengatakan, telur Hatching Egg atau telur tetas baik yang fertil atau infertil (dibuahi/tidak) seharusnya tidak boleh dijual belikan dipasaran.

    Mengingat kata dia, karakter telurnya yang tipis cangkangnya sehingga mudah pecah, bisa jadi terdapat tunas embrio anak ayam di dalamnya yang tentu embrio ini akan mati jika kondisi lingkungan tidak memenuhi syarat. Jika mati akan mudah busuk.

    Ia menegaskan, bila ada perusahaan penetasan atau pembibitan (Hatchery) yang menjual telur HE ke pasaran itu, jelas melanggar izin prinsip usahanya.

    “Kepada pihak yang berwenang, jika betul terbukti, sebaiknya ditertibkan pengusahanya, bila perlu izinnya dicabut,” tegas Praktisi Peternakan Iqin Zaeny Mansur. (CR-01/WDO/PBN)