Tag: bps banten

  • Kaum Miskin Kota Banten Meroket

    Kaum Miskin Kota Banten Meroket

    SERANG, BANPOS – Badan Pusat Statistik (BPS) Banten menyebutkan adanya perbedaan yang cukup signifikan perihal jumlah penduduk miskin di perkotaan dan pedesaan di Provinsi Banten.

    Dari data yang disampaikan, alih-alih mengalami peningkatan, jumlah penduduk miskin di pedesaan justru mengalami penurunan di tahun ini. Pada periode Maret 2023 jumlah penduduk miskin di wilayah pedesaan Provinsi Banten tercatat sebanyak 202,93 ribu orang.

    Angka itu mengalami penurunan sebesar 40,52 ribu orang bila dibandingkan dengan periode September 2022 yang tercatat sebanyak 243,45 ribu orang.

    Hal itu justru berbeda dengan yang terjadi di wilayah perkotaan, di mana jumlah angka penduduk miskin di wilayah tersebut disebut-sebut mengalami peningkatan sebanyak 36,99 ribu orang.

    Dari yang sebelumnya pada periode September 2022 tercatat sebanyak 586, 21 ribu orang, kini jumlahnya mencapai 623,19 ribu orang pada Maret 2023.

    Sementara itu untuk Garis Kemiskinan, BPS Banten mencatat di periode Maret tahun ini mencapai di angka Rp618.721 per kapita per bulan.

    Indra Warman selaku Statistisi Ahli Madya BPS Banten menjelaskan, alasan tingkat penduduk miskin di pedesaan mengalami penurunan adalah salah satunya dipengaruhi oleh meningkatnya nilai tukar petani di tahun ini.

    Indra menyebutkan nilai tukar petani di periode Maret 2023 mencapai di angka 102,47. Angka ini meningkat bila dibandingkan dengan bulan September 2022 yang hanya di kisaran angka 99,97.

    “Yang menarik adalah di pedesaan adalah kemiskinan kita turun, salah satunya yang kami amati adalah pengaruh dari Nilai Tukar Petani (NTP). Jadi, di pedesaan itu umumnya hidup di sektor pertanian, dan nilai tukar petani pada Maret 2023 itu mencapai di angka 102,47,”

    “Dan angka itu di atas bulan September yang hanya 99,97. Makin tinggi artinya kalau melebihi seratus itu biasanya petani kita cukup untung. Biaya yang dikeluarkannya itu lebih rendah daripada yang didapatkannya,” jelas Indra.

    Selain itu Indra juga menjelaskan, penyebab dari menurunnya tingkat kemiskinan di daerah pedesaan adalah karena penduduknya tidak begitu bergantung pada barang kebutuhan di pasar.

    Sebab dalam pemenuhannya, masyarakat pedesaan dianggap mampu mengatasi masalah kenaikan harga pangan di pasaran, caranya dengan memanfaatkan persediaan barang kebutuhan yang tersedia di lahan-lahan pertanian yang mereka miliki.

    “Di perkotaan itu cenderung masyarakat kita kan punya penghasilan tetap, itu tadi, pedesaan itu tidak penghasilan tetap berubah-ubah. Walaupun terbatas tetapi mereka bisa mencukupi kebutuhan dasarnya, makanan itu dari hasil kebunnya,”

    “Jadi kalau kita di perkotaan, rasa-rasanya kurang bisa banyak beli nasi, beras, sayur atau sebagainya tapi biasa mereka tidak harus beli ya. Tidak berpengaruh pendapatannya berkurang atau apa, dia masih mengkonsumsi ikan dari usaha perikanannya, atau dari tanaman pangan dan sebagainya,” terangnya.

    Meski terjadi perbedaan tingkat kemiskinan di perkotaan dan pedesaan, namun secara keseluruhan tingkat kemiskinan di Provinsi Banten pada periode Maret 2023 terhadap September 2022 diklaim mengalami penurunan, kendati tidak signifikan.

    Hal itu bisa dilihat pada periode tersebut, tercatat tingkat jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten mencapai 6,17 persen. Capaian tersebut berhasil menempatkan Provinsi Banten di urutan kesembilan dari 34 provinsi dengan tingkat kemiskinan terendah di Indonesia.

    “Demikian Banten memang angka kemiskinan kita cukup rendahlah di tingkat nasional, dari 34 provinsi itu terendah yang kesembilan,” katanya.(MG-01/PBN)

  • Waduh, Jumlah Pengangguran di Banten Tertinggi se-Indonesia

    Waduh, Jumlah Pengangguran di Banten Tertinggi se-Indonesia

    SERANG, BANPOS – Jumlah pengangguran di Provinsi Banten kembali meningkat. Saat ini Badan Pusat Statistik (BPS) menempatkan Banten paling atas atau terbanyak jumlah penganggurannya se Indonesia, jika dibandingkan dengan 33 provinsi lainnya.

    BPS mencatat, Provinsi Banten pada Februari 2020 masih menduduki peringkat pertama tingkat pengangguran terbuka (TPT) se-Indonesia dengan persentase mencapai 8,01 persen atau 489,2 ribu orang pengangguran di Banten. Sementara, jumlah angkatan kerja pada bulan yang sama mengalami penurunan sebanyak 31.197 dari 6,11 juta dibanding Februari 2019.

    Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Perwakilan Banten, Adhi Wiriana dalam siaran persnya, Selasa (5/5) mengungkapkan, pengangguran di Banten mengalami penambahan sebanyak 23.409 orang. Hal itu sejalan dengan kenaikan TPT menjadi 8,01 persen pada Februari 2020.

    “Dilihat dari tingkat pendidikan, TPT tertinggi merupakan lulusan SMA yaitu sebesar 13,48 persen. Sedangkan TPT lulusan SMK sebanyak 13,11 persen,” katanya.

    Ia menjelaskan, TPT merupakan indikator untuk mengukur tenaga kerja yang tidak terserap di pasar kerja. Ia menyebutkan, persentase TPT jika dibandingkan pada Februari 2018 dan 2019 mengalami peningkatan.

    Diketahui, berdasarkan data BPS angka TPT pada Februari 2018 sebesar 7,77 persen dimana pada Februari 2019 angka TPT sedikit mengalami penurunan sebesar 7,58 persen. Namun, pada Februari 2020 TPT Banten mengalami kenaikan sebesar 8,01 persen.

    Adhi juga menuturkan, dilihat dari domisili, TPT di perkotaan tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan TPT di wilayah pedesaan.

    “Pada Februari 2020, TPT di wilayah perkotaan mencapai 8,16 persen, sedangakn di wilayah pedesaan sebesar 7,60 persen. Dibandingkan dengan tahun lalu, angka TPT di wilayah perkotaan meningkat sebesar 0,71 persen dan TPT di pedesaan turun sebesar 0,31 persen,” ungkapnya.

    Dilihat dari pasar kerja, lanjut Adhi, penawaran kerja lebih menyasar pada masyarakat berpendidikan tinggi. Dengan kata lain, penawaran tenaga kerja tidak terserap pada tingkat pendidikan SMA dan SMK.

    “Mereka yang berpendidikan rendah cenderung menerima pekerjaan apa saja. Hal itu dapat dilihat dimana TPT SMA mencapai 13,48 persen, TPT SMK sebesar 13,11 persen, sedangkan TPT SMP 7,22 persen dan TPT SD mencapai 4,33 persen. Apabila dibandingkan dengan TPT tahun yang lalu, TPT terjadi pada tingkat sekolah menengah atas (SMA),” pungkasnya.(RUS/ENK)