Tag: bullying

  • Dugaan Perundungan, Manajemen SMA IT RJ Cilegon Klaim Cuma Salah Paham

    Dugaan Perundungan, Manajemen SMA IT RJ Cilegon Klaim Cuma Salah Paham

    CILEGON, BANPOS – Dugaan perundungan yang terjadi di SMA IT Raudhatul Jannah Cilegon, diklaim oleh pihak manajemen sekolah hanya salah paham semata.

    Hal itu berdasarkan pesan edaran yang tersebar pada Minggu (8/9). Edaran yang didapat dari sumber BANPOS itu dikeluarkan oleh pihak manajemen SMAIT Raudhatul Jannah Cilegon.

    Dalam edaran tersebut, pihak sekolah menegaskan bahwa informasi yang diberitakan oleh BANPOS adalah kesalahpahaman.

    “Kami tengah melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk menangani hal ini,” tulis edaran tersebut.

    Pihak manajemen sekolah pun mengajak seluruh warga sekolah untuk tetap tenang dan bijak dalam menyikapi informasi yang beredar.

    Mereka meminta agar warga sekolah memastikan selalu mencari informasi dari sumber yang terpercaya, termasuk dari pihak sekolah secara langsung.

    “Pihak sekolah akan memberikan klarifikasi lebih lanjut setelah proses penanganan terhadap isu ini berjalan. Kami berkomitmen untuk menjaga transparansi dan melindungi nama baik sekolah dari segala bentuk pencemaran,” tulis poin terakhir edaran itu.

    BANPOS telah berkali-kali menghubungi Wali Kelas Korban, Desmawati dan Kepala Sekolah SMA IT RJ Cilegon, Kiki Maullidina untuk mengkonfirmasi persoalan perundungan ini. Namun hingga berita ini ditulis, mereka belum menanggapi pertanyaan BANPOS. (LUK/DZH)

  • Dugaan Perundungan Terjadi di SMA IT RJ Cilegon, Pihak Sekolah Dinilai Abai

    Dugaan Perundungan Terjadi di SMA IT RJ Cilegon, Pihak Sekolah Dinilai Abai

    CILEGON, BANPOS – Kasus perundungan atau bullying terjadi di Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu Raudhatul Jannah (SMA IT RJ) Cilegon yang terletak di perumahan Grand Cilegon Residence, RT 04/RW 02, Kelurahan Cibeber, Kecamatan Cibeber, Kota Cilegon.

    Kasus perundungan atau bullying tersebut menimpa murid kelas satu atau kelas sepuluh yang dilakukan oleh kakak kelasnya.

    Orang tua korban bullying, yang identitasnya minta dirahasiakan mengatakan anaknya mengalami trauma akibat bullying yang dilakukan oleh teman-temannya dan kakak kelasnya.

    “Anak saya dituduh mencuri handphone sama kakak kelasnya. Kejadian pada Rabu 28 Agustus ketika anak saya ke kamar mandi sekolah kemudian keluar terus kakak kelasnya mengaku kehilangan handphone nya yang ketinggalan di kamar mandi,” katanya kepada BANPOS, Jumat (6/9/2024).

    Padahal kata dia, anaknya tidak melakukan apa yang dituduhkan oleh siswa kelas tiga atau dua belas tersebut. Bila perlu kata dia, cek CCTV dan buat laporan ke pihak kepolisian terkait kehilangan handphone salah satu murid kelas tiga atau kelas dua belas tersebut untuk membuktikan kebenarannya.

    “Setelah kejadian itu anak saya pulang ke rumah terus diteror sama kakak kelasnya melalui telepon dan video call dengan kata-kata yang tidak pantas,” tuturnya.

    Ia juga sudah meminta kepada pihak sekolah melalui wali kelas dan kepala sekolah untuk mengklarifikasi permasalahan tersebut, namun pihak sekolah terkesan abai tidak merespon fitnah dan perundungan atau bullying yang menimpa anaknya.

    “Saya sudah minta pihak sekolah untuk mengklarifikasi kejadian itu, karena dampaknya anak saya terus diteror, di bullying oleh kakak kelasnya dan teman-temannya,” ujarnya.

    Dikatakannya, akibat terus-menerus mendapatkan perlakuan perundungan atau bullying, anaknya hampir seminggu tidak masuk sekolah.

    “Terakhir Senin (4/9/2024) sekolah pulang-pulang nangis karena di kantin di bullying dikatain maling handphone sama kakak kelasnya. Terus teman deketnya juga nelepon bilang katanya dicariin sama kakak kelasnya dibilang maling,” terangnya.

    Ia pun akan menempuh jalur hukum apabila pihak sekolah tidak ada itikad baik terhadap anaknya.

    “Sampai sekarang pihak sekolah juga tidak menanyakan keadaan anak saya tidak datang ke rumah. Parah ini pihak sekolah padahal sekolah elite giliran bayaran nomor satu,” tegasnya.

    Ia pun meminta pihak sekolah menegaskan lewat pengumuman bahwa anaknya yang menjadi korban tidak terbukti apa yang dituduhkan. Pihak sekolah jangan sibuk terus mencari handphone, tapi korban fitnah dibiarkan.

    “Pihak sekolah terkesan menyepelekan korban bully, tidak cepat penanganannya. Sekolah SMA RJ tidak melindungi siswanya dalam hal ini terkesan berat sebelah,” tandasnya.

    BANPOS (Banten Pos) sudah menghubungi Wali Kelas Korban, Desmawati dan Kepala Sekolah SMA IT RJ Cilegon, Kiki Maullidina untuk mengkonfirmasi persoalan bullying ini. Namun hingga berita ini ditulis, mereka belum menanggapi pertanyaan BANPOS. (LUK)

  • SMAN 1 Banjarsari Gelar Sosialisasi TPPK dan Bahaya Narkoba

    SMAN 1 Banjarsari Gelar Sosialisasi TPPK dan Bahaya Narkoba

    LEBAK, BANPOS – SMAN 1 Banjarsari menggelar sosialisasi bahaya narkoba. Selain sosialisasi bahaya narkoba, pihak sekolah juga menyampaikan materi lainnya yang berkaitan dengan pencegahan dan penanganan persoalan-persoalan sekolah pada peserta didik, yakni kenakalan remaja, pergaulan bebas, dan bullying.

    Hadir sebagai pemateri dalam sosialisasi itu, Pengawas Bina Sekolah pada KCD Lebak, Siti Rukoyah, dan juga Kapolsek Banjarsari, AKP Rahmat Hidayat. Kegiatan diselenggarakan di aula gedung SMAN 1 Banjarsari, Baksel, Kamis (5/10).

    Kepala sekolah (Kepsek), Dudi Wahyudi, mengatakan bajwa kegiatan ini merupakan program sekolah yang terbentuk melalui tim pencegahan dan penanganan kekerasan (TPPK) di sekolah, sesuai dengan amanat Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023 tentang penanganan dan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.

    “Dimana tiap sekolah berkewajiban untuk mendeteksi secara dini kaitan dengan kondisi peserta didik maupun pendidiknya. Ini artinya, semua yang ada di lingkungan sekolah dalam persoalan bahaya narkoba, kekerasan fisik, psikis, perlindungan, bullying, diskriminasi dan intoleransi mesti dicegah, jangan sampai ada korban,” kata Kepsek.

    Menurut Kepsek, pihak sekolah berkewajiban mengantisipasi terjadinya kasus-kasus yang berkaitan dengan sekolah. Sehingga, perlu adanya penguatan tata kelola, edukasi dan penyediaan sarana prasarana.

    “Dan tim ini harus bergerak bersama, tidak bisa sendiri, yaitu perlu adanya peran pemerintah daerah untuk bersinergi, termasuk masyarakat yang peranannya tak kalah penting dan bergerak bersama TPPK sekolah,” terangnya.

    Senada, Siti Rukoyah, juga mengharapkan kehadiran TPPK mampu meminimalisasi dampak bagi sekolah, dan sekolah bisa jadi tempat yang nyaman untuk belajar.

    “Mudah-Mudahan dengan hadirnya TPPK di sekolah, dapat meminimalisir risiko terhadap persoalan sekolah baik itu dengan peserta didik maupun dengan tenaga pendidik, dapat bersinergi dengan semua pihak untuk menjaga keberlangsungan pendidikan yang benar diharapkan yaitu sekolah untuk menimba ilmu yang memberikan kenyamanan bagi semua peserta didik dan pendidik,” terang Siti Rukoyah.

    Dalam perkembangan zaman sekarang ini menurutnya, arus tekhnologi informasi sudah menjadi kebutuhan di sektor kehidupan, tentu besar pengaruhnya juga terhadap kalangan pendidikan. Karenanya, kata Siti Rukoyah, dampak negatifnya harus dideteksi sekecil mungkin yang mengarah pada tindakan yang akan merugikan, baik dirinya maupun lingkungan sekolah.

    “Point pentingnya, jangan sampai sekolah sebagai tempat menimba ilmu kemudian dikotori dengan hal-hal yang tidak patut. Maka diperlukan mitigasi atau pencegahan dengan cara terus memberikan bimbingan baik lewat sosialisasi atau melalui kesempatan lainya. Termasuk sebagai tindak lanjut kedepannya untuk menjaga komunikasi yang baik antara sekolah, anak dan orang tua, pihak sekolah akan menggelar parenting day yaitu sehari bertemu orang tua di sekolah,” tandasnya. (WDO/DZH)

  • Perundungan Akar dari Tawuran

    Perundungan Akar dari Tawuran

    LEBAK, BANPOS – Tindak perundungan atau bullying yang kerap kali dilakukan oleh anak-anak usia pelajar, menjadi indikasi utama awal mula terjadinya tindak kenakalan remaja berupa tawuran antar pelajar. Terlebih, sejumlah tindakan yang masuk ke dalam kategori perundungan, masih diwajarkan oleh sebagian masyarakat.

    Hal tersebut disampaikan oleh Anggota Unit PPA Polres Lebak, Anggi Tiara Puspita, saat memberikan
    sosialisasi kepada siswa SMK Mizkiyatur Azkia, Rangkasbitung pada Senin (25/9).

    "Tawuran sendiri dimulai dari bullying, baik itu antara senior dengan junior di sekolah masing-masing,

    hingga antar sekolah yang mengakibatkan terjadinya kekerasan tersebut," kata Anggi.

    Ia menjelaskan, bullying dan pengaruh gengsi menjadi faktor utama pada terjadinya tawuran antar
    pelajar. Selain itu, rivalitas antar sekolah yang terbentuk dan krisis identitas dari setiap siswa,
    mengakibatkan mudahnya pelajar terjerumus dalam lingkungan tersebut.

    "Tawuran sendiri bisa dikenakan pidana dengan acamana pidana lima sampai 12 tahun," tandasnya.

    Sementara itu, JFT Bidang PA DP3AP2KB, Nina Septiana, mengatakan bahwa bullying yang terjadi di usia
    pelajar dikarenakan minimnya pemahaman bahwa bullying adalah salah satu akar kekerasan, yang dapat
    menumbuhkan kekerasan lainnya.

    "Sayangnya bullying ini masih diwajarkan oleh masyarakat karena sudah menjadi kebiasaan turun-
    temurun. Dan lebih parahnya, kadang baik pelaku maupun korban tidak sadar bahwa sedang melakukan
    dan mendapatkan bully," kata Nina kepada BANPOS.

    Ia menjelaskan, pihaknya senantiasa berupaya mensosialisasikan jenis-jenis kekerasan mulai dari Fisik,
    Seksual hingga kekerasan verbal disetiap elemen masyarakat.

    Bagi pelajar, lanjut Nina, pihaknya rutin melakukan sosialisasi dan penyuluhan ke tiap-tiap sekolah.
    Salain itu, dari banyaknya sekolah di Kabupaten Lebak, hampir 50 persen sekolah telah menyatakan diri
    sebagai sekolah ramah anak.

    "Tentunya ini harus menjadi ikhtiar kita bersama dalam membenahi permasalahan bullying terutama
    terhadap anak," tandasnya. (MYU/DZH)

  • Selama Tidak Fisik, Tindak Perundungan Antar Pelajar di Lebak Masih Dianggap Wajar

    Selama Tidak Fisik, Tindak Perundungan Antar Pelajar di Lebak Masih Dianggap Wajar

    LEBAK, BANPOS – Kekerasan Verbal atau lebih dikenal dengan sebutan perundungan atau bullying, masih marak terjadi di seluruh kalangan masyarakat tanpa melihat kategori, gender atau bahkan usia.

    Namun, sebagian besar tindakan bullying, terjadi di usia pelajar. Seperti yang terjadi di Kabupaten Lebak, BANPOS mendapatkan pengakuan dari sejumlah pelajar pada tingkat SMA sederajat dan SMP sederajat.

    Diketahui, 10 dari 15 siswa yang BANPOS tanyai mengaku menjadi korban bullying, sementara 5 lainnya menjadi pelaku setelah mengalami tindak bullying di sekolahnya.

    “Biasa aja itu mah kalau di sekolah kita diledek-ledekan, biasanya ga ada yang nangis sih. Kalau nangis juga kita berhenti sendiri karena takut dimarahi guru,” kata salah satu pelajar dari salah satu sekolah favorit di Lebak, Rabu (9/8).

    Bahkan, para orang tua pun mewajarkan tindak bullying di sekolah lantaran menganggap hal tersebut merupakan interaksi biasa terhadap sesama teman sejawat.

    “Dari kakek neneknya sekolah juga ledek-ledekan mah udah biasa sih, kecuali kalau anak saya terluka atau bahkan sampai gak mau sekolah, ini baru kita laporin ke guru,” terang salah satu orang tua siswa.

    Menanggapi hal tersebut, Kabid PA pada DP3AP2KB Lebak melalui JFT, Nina Septiana, mengatakan bahwa bullying sering terjadi tanpa ada kesadaran baik dari pelaku maupun korban, bahwa apa yang dilakukan adalah sebuah tindakan kekerasan.

    “Karena memang sudah menjadi kebiasaan turun temurun ya dikalangan masyarakat, yang memang mewajarkan hal seperti ini,” ujar Nina kepada BANPOS saat ditemui di ruang kerjanya.

    Ia membenarkan bahwa perilaku bullying sering terjadi di lingkungan sekolah, baik oleh sesama siswa hingga bahkan tanpa disadari ada pula guru yang melakukan tindakan serupa kepada muridnya.

    “Itu tadi, karena tidak sadar bahwa kekerasan verbal juga dapat melukai psikis (mental). Mereka taunya kekerasan itu hanya fisik,” jelasnya.

    Nina menerangkan, pihaknya senantiasa berupaya mensosialisasikan jenis-jenis kekerasan mulai dari fisik, seksual hingga kekerasan verbal di setiap elemen masyarakat.

    Bagi pelajar, lanjut Nina, pihaknya rutin melakukan sosialisasi dan penyuluhan ke tiap-tiap sekolah. Selain itu, dari banyaknya sekolah di Kabupaten Lebak, hampir 50 persen sekolah telah menyatakan diri sebagai sekolah ramah anak.

    “Tentunya ini harus menjadi ikhtiar kita bersama dalam membenahi permasalahan bullying terutama terhadap anak,” tandasnya. (MYU/DZH)