CILEGON, BANPOS – Keberadaan santri jebolan pesantren salaf di Kota Cilegon mendapat atensi khusus Calon Wakil Walikota Cilegon, Sokhidin yang berpasangan dengan Calon Walikota Cilegon Ati Marliati.
Sokhidin yang juga politisi Partai Gerindra ini mengungkapkan impiannya ke depan, dimana Pemkot Cilegon perlu mengarahkan para santri tradisional untuk bisa disetarakan dan memiliki ijazah sebagaimana lulusan pendidikan umum lainnya.
Ia menjelaskan, melalui Dinas Pendidikan atau Departemen Agama, para santri dari pesantren salafi dapat diikutsertakan dalam program kejar paket yang setara dengan lulusan pendidikan umum.
“Para santri harus diikutsertakan. Ini merupakan salah satu mimpi saya, untuk bisa membuat para santri salafiyah memiliki hak yang sama dengan lulusan umum,” ujarnya, di acara malam Tasyakuran di Ponpes As- Syarief, Link Kedawung, Kelurahan Tegal Bunder, Senin malam (21/7) lalu.
Menurutnya, santri juga perlu dibekali pendidikan keahlian, selain agama. Mereka perlu memiliki keahlian untuk bisa bersaing di kota kelahirannya yang saat ini menjadi kota industri.
“Jangan sampai para santri setelah lulus, tidak mampu mendapatkan pekerjaan di daerah sendiri. Maka itu, mereka perlu mendapatkan skill yang dibutuhkan industri di Kota Cilegon,” terang Sokhidin.
Ponpes salafi, kata Sokhidin dinilai memiliki peran penting, salah satunya untuk menangkal pengaruh negatif di era globalisasi saat ini.
Olehkarenanya pondok pesantren tradisional ini perlu dilengkapi dengan program pendidikan pelatihan untuk para santri, sehingga lulusan pesantren salaf nantinya mampu bersaing dengan lulusan pendidikan umum.
Sokhidin yang juga Wakil Ketua DPRD Kota Cilegon, dinilainya, pesantren salaf memiliki kelebihan lain dibanding pesantren modern. Pesantren salafiyah sangat dikenal dengan kualitas ajaran agamanya. Kedekatan emosional antara kyai dengan santri sangat tinggi, karena kyai turun langsung untuk mendidik santri.
Cilegon sebagai kota santri, ucapnya harus mampu mempertahankan keberadaan pesantren salaf, untuk membentengi generasi muda di Kota Cilegon dari pengaruh negatif budaya luar.
“Patut diakui, Cilegon ini kota industri. Banyak pekerja dari luar negeri membawa kebudayaan yang jauh berbeda dengan budaya lokal. Itulah kenapa anak-anak muda perlu dikirim ke pesantren, agar mereka tidak mudah terjerumus pengaruh budaya luar,” paparnya. (BAR)