Tag: Cukai Rokok

  • Pabrik Rokok Gudang Garam Kebakaran, Satpol PP Kediri Terjunkan Tiga Unit Mobil Pemadam

    Pabrik Rokok Gudang Garam Kebakaran, Satpol PP Kediri Terjunkan Tiga Unit Mobil Pemadam

    KEDIRI, BANPOS – Salah satu pabrik yang dimiliki oleh produsen rokok PT Gudang Garam, Tbk memgalami kebakaran. Diketahui, lokasi kebakaran tersebut berada di unit 12 kawasan PT Gudang Garam.

    Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Kediri, Jawa Timur menerjunkan tiga unit mobil pemadam kebakaran untuk membantu memadamkan api akibat kebakaran.

    “Kami menerjunkan tiga unit Damkar (pemadam kebakaran). Ini bagian dari kewajiban dan penanganan kami, sehingga kami back up dari personel Damkar,” kata Kepala Satpol PP Kota Eko Lukmono di Kediri, Selasa (8/11/2022).

    Ia mengatakan personel dari unit pemadam kebakaran langsung ke lokasi pabrik rokok Gudang Garam, begitu mendengar adanya kebakaran dan membantu memadamkan api.

    Pabrik rokok PT Gudang Garam, Tbk di Kediri, Jawa Timur mengalami kebakaran pada Selasa (8/11) tengah malam menjelang dini hari.

    Musibah kebakaran pabrik rokok Gudang Garam di unit 12 itu sempat tersebar di media sosial. Dari video yang beredar di media sosial, kebakaran api juga terlihat cukup besar. Asap pekat dan berwarna merah terlihat menjulang cukup tinggi.

    Selain api yang berkobar cukup besar, juga terdengar ledakan dari dalam area pabrik sekitar tiga kali. Selain itu, dari video yang beredar banyak kendaraan petugas di tepi jalan raya untuk pengamanan.

    Sementara itu, rilis yang diterima dari Manajemen PT Gudang Garam Kediri, menjelaskan bahwa kebakaran gudang di PT Gudang Garam Tbk tidak memengaruhi aktivitas operasional pabrik.

    Manajemen mengatakan lokasi kebakaran tersebut merupakan tempat penyimpanan barang penunjang (barang nonproduksi) yang tidak mempengaruhi kegiatan produksi rokok.

    “Kebakaran yang terjadi pada Senin (7/10) malam tidak menimbulkan dampak apapun terhadap kegiatan operasional pabrik, karena lokasi tersebut adalah area penyimpanan barang penunjang yang tidak berkaitan dengan kegiatan produksi,” tulis manajemen PT Gudang Garam dalam keterangan yang diterima Antara di Kediri, Selasa.

    Saat ini kebakaran sudah berhasil dipadamkan oleh Unit Pemadam Kebakaran PT Gudang Garam Tbk, dibantu jajaran PMK Pemkot Kediri dan Polres Kediri Kota.

    Dalam musibah kebakaran tersebut, manajemen dari PT Gudang Garam, Tbk, Kediri juga memastikan bahwa tidak ada korban jiwa dan luka dari peristiwa tersebut. (ANT)

  • YLKI Minta Pemerintah Larang Penjualan Rokok Ketengan

    YLKI Minta Pemerintah Larang Penjualan Rokok Ketengan

    JAKARTA, BANPOS – Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi meminta Pemerintah untuk melarang penjualan rokok ketengan/batangan sebagai salah satu kebijakan guna optimalisasi kenaikan cukai rokok.

    “Seiring optimalisasi kenaikan cukai untuk melindungi masyarakat, maka perlu adanya larangan penjualan ketengan rokok di pasaran,” katanya dalam dalam konferensi pers secara daring, Senin.

    Masifnya penjualan rokok ketengan, lanjutnya, akan memudahkan anak-anak, remaja dan rumah tangga miskin dalam mengakses dan membeli rokok.

    “Selain itu, agar instrumen pengendalian rokok melalui cukai efektif, Pemerintah juga harus mengeluarkan aturan lain mengenai larangan iklan rokok di internet yang makin marak, termasuk rokok elektronik,” katanya.

    Berdasarkan monitoring YLKI dan Vital Strategis di 2021, selama pandemi dan meningkatnya e-commerce, iklan rokok di ranah digital sangat masif. Sebanyak 68 persen iklan rokok elektrik diunggah dalam kurun waktu Agustus-Desember 2021 dan 58 persen diiklankan via Instagram.

    “Fenomena ini akan berubah karena semakin banyak industri rokok yang tertarik dengan e-chig (rokok elektrik), termasuk industri rokok nasional,” ucapnya.

    Lebih lanjut Tulus menilai kenaikan cukai rokok 10 persen tidak efektif melindungi masyarakat, tetapi pemerintah lebih dominan menggali pendapatan dari non pajak.

    Ia menyarankan Pemerintah menaikkan lebih tinggi lagi, minimal 20 persen agar efektif melindungi masyarakat serta diiringi oleh simplifikasi sistem cukai rokok.

    Simplifikasi cukai diperlukan untuk efektivitas perlindungan pada masyarakat dan potensi menggali pendapatan Pemerintah agar lebih besar dari kenaikan cukai tersebut. Jika tanpa penyederhanaan, sebutnya, sistem cukai dan kenaikan cukai lebih banyak menguntungkan industri rokok besar.

    Ia juga menilai cukai sendiri merupakan salah satu kebijakan yang cost effective untuk mengurangi prevalensi perokok. Semakin tinggi kenaikan cukai, maka semakin tinggi persentasenya dan semakin efektif untuk melindungi konsumen dan pengendalian konsumsi rokok.

    “Kenaikan cukai yang kecil ini membuat target RPJMN tidak akan tercapai dalam menekan angka prevalensi di kalangan remaja menjadi 8,7 persen pada tahun 2024. Target tersebut hanya akan tercapai jika terjadi kenaikan minimal 25 persen setiap tahun,” tuturnya.

    Selain itu, YLKI juga menyebut kenaikan cukai 5 tahunan sebesar 15 persen untuk rokok elektronik juga terlalu kecil, mengingat prevalensi rokok elektronik meningkat 10 kali lipat dan bahkan lebih besar di kalangan remaja. (ANT/AZM)

  • ITB-AD Apresiasi Kenaikan Cukai Rokok

    ITB-AD Apresiasi Kenaikan Cukai Rokok

    CIPUTAT TIMUR, BANPOS – Menteri Keuangan Sri Mulyani mengeluarkan pernyataan mengenai kenaikan cukai rokok sebesar 12,5% yang akan diberlakukan pada Februari 2021. Center of Human and Economic Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta (ITB-AD) menyambut baik keputusan ini.

    Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta (ITB-AD), Dr. Mukhaer Pakkanna, bersama Center of Human and Economic Development (CHED) ITB-AD sebagai pusat studi yang salah satu fokus kajiannya mengenai pengendalian tembakau di Indonesia, menyambut baik dan menyampaikan apresiasi terhadap keputusan Pemerintah ini.

    “Kami mengapresiasi keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai kenaikan cukai rokok. Namun demikian, pemerintah dalam hal ini Kementrian Keuangan perlu mempertimbangkan kerugian makro di sektor kesehatan dan pembangunan manusia yang menjadi tujuan utama kenaikan cukai hasil tembakau,” ujar Mukhaer Pakkana Jum’at (11/12).

    Ketua CHED ITB-AD Roosita Meilani Dewi menjelaskan berdasarkan data yang dilansir oleh Litbang Kesehatan pada 2015 dan kajian yang dilakukan CHED ITB-AD pada 2020 bahwa kerugian makro yang dihitung berdasarkan eksternalitas negatif (dampak negatif) yang ditimbulkan oleh tembakau dan produk turunannya di Indonesia tercatat sekitar Rp 727,7 triliun. Kerugian ini terdiri dari kerugian total kehilangan tahun produktif – Rp. 374,06 triliun, belanja kesehatan untuk rawat inap Rp. 13,67 triliun, belanja kesehatan untuk rawat jalan Rp. 208,83 triliun, serta biaya konsumsi rokok Rp. 131,14 triliun.

    “Dan dapat dipastikan, bahwa kerugian makro ini akan terus meningkat di saat pandemi Covid 19 seperti sekarang ini,” kata Roosita.

    Roosita juga mengatakan bahwa pertimbangan dampak kenaikan cukai terhadap buruh, petani, serta maraknya rokok ilegal yang selalu menjadi alasan klasik perlu ditinjau ulang dengan optimalisasi penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCHT) oleh pemerintah daerah secara jelas dan terukur.

    “Pertimbangan dari sisi industri secara mikro tidak mencerminkan keberpihakan keadilan terhadap penyelamatan generasi muda dan rakyat golongan miskin dari terpaparnya zat adiktif,” terang Roosita.

    Hipotesis Kementrian Keuangan sendiri menyebutkan bahwa dengan kenaikan cukai hasil tembakau rata-rata 12,5% yang akan menurunkan prevalensi perokok dewasa sebesar 32,3% – 32,4% . Dan turunnya perokok anak sebesar 8,8% – 8,9%. Sementara itu, Riset Bappenas (2019) menghasilkan bahwa kenaikan cukai hasil tembakau minimal sebesar 25% pada tahun 2020 dapat menjadi tolak ukur mengurangi kerugian makro yang ditimbulkan secara bertahap yaitu dengan menurunkan prevalensi perokok anak menjadi 8,6% pada tahun 2024 sesuai target pencapaian Rancana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) berbeda dengan Bappenas.

    “Hipotesis Kemenkeu ini perlu dibuktikan agar dapat diterima pada tahun target capaian. Mengingat data historis kenaikan cukai hasil tembakau rata-rata 10% per tahun tidak dapat menurunkan prevalensi perokok anak dan dewasa,” kata Roosita.(BNN/PBN)