JAKARTA, BANPOS – Dai dan daiyah menjadi salah satu garda terdepan dalam pencegahan radikalisme dan terorisme yang mengatasnamakan agama. Untuk itu, dai dan daiyah diharapkan menyampaikan dakwah tentang Islam wasathiyah, Islam rahmatan lil alamin, dan akhlakul karimah.
“Intoleransi, radikalisme, terorisme masih jadi ancaman laten dan potensial yang tidak bisa dihadapi secara parsial. Butuh keterlibatan multipihak. Dalam kaitan ini, penting pelibatan dai dan daiyah yang langsung bersentuhan dengan masyarakat dan umat,” ujar Deputi 1 Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Mayjen Nisan Setiadi, seperti keterangan yang diterima redaksi, Jumat (21/7).
Pernyataan ini disampaikan Nisan pada Sarasehan Dai dan Daiyah Sulawesi Selatan (Sulsel), di Makassar, Kamis (20/7). Sarasehan itu dihadiri sekitar 150 dai dan daiyah dari berbagai ormas Islam seperti Darud Dakwah Wal Irsyad (DDI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, As‘Adiyah, dan lain-lain.
Kegiatan itu menghadirkan narasumber Imam Besar Masjid Istiqlal Prof KH Nasaruddin Umar, Direktur Pencegahan BNPT Prof Irfan Idris, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel Prof KH Nadjamuddin, dan Kepala Urusan Agama Islam Kemenag Sulsel Wahyudin Hakim.
Nisan mengungkapkan, BNPT memiliki tiga strategi pencegahan radikalisme dan terorisme yaitu kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi. Pelibatan dai dan daiyah ini adalah bagian dari strategi kontra radikalisasi yang didalamnya ada kontra ideologi, kontra narasi, dan kontra propaganda.
“Dai dan daiyah berperan penting memperkuat imunitas masyarakat agar tidak terpapar virus intoleran, radikalisme, dan terorisme. Karena itu, dai dan daiyah saat berdakwah bisa menyampaikan Islam yang moderat atau wasathiyah, rahmatan lil alamin, dan Islam yang akhlakul karimah,” ucapnya.
Ia menambahkan, intoleransi, radikalisme, dan terorisme seperti virus Covid-19. Siapa saja bisa terpapar, di mana saja, dan kapan saya. Yang terpapar itu tidak harus orang dengan ekonomi lemah, tetapi juga professor, doktor, dokter, TNI, Polri, ASN, dan lain-lain.
Nisan menerangkan, penyebaran ideologi intoleransi, radikalisme, dan terorisme lebih membumi dibandingkan dari komunisme. Pasalnya, radikalisme dan terorisme menawarkan bahagia dunia dan akhirat dengan mati syahid karena akan masuk surga dan bertemu 70 bidadari. Sedangkan ajaran komunisme hanya menawarkan kebahagian dunia.
“Mereka membajak agama melalui ayat-ayat kitab suci, seolah-olah itu perjuangan jihad dan menghalalkan kekerasan. Mereka sering menyalah tafsirkan masalah agama untuk kepentingan meradikalisasi masyarakat. Untuk itu, dai dan daiyah perlu memberikan pencerahan dengan islam moderat wasathiyah dan islam rahmatan lil alamin,” paparnya.
Pada hakekatnya, lanjut Nisan, dakwah bertujuan mengajak dan mendorong untuk berbuat kebaikan. Karena itu, dakwah harus dengan cara santun dan baik agar mampu merebut hati rakyat agar selalu konsisten.
“Jangan ada dai dan daiyah dalam dakwah itu memprovokasi, mengadu domba, menjelekkan Pemerintah yang ujungnya selesai pengajian, masyarakat malah hatinya panas, dan ingin berbuat melawan Pemerintah. Jadi peran dai daiyah sangat besar sekali, karena langsung bersentuhan dengan masyarakat dan kelompok di wilayahnya,” ungkap mantan Komandan Pusat Kesenjataan Artileri Pertahanan Udara TNI AD ini.
Ia yakin, tidak ada satu agama yang mengajarkan boleh menyakiti, membuat keonaran, menghalalkan segala cara. Menurutnya, di Indonesia negara yang harus beragama, tapi bukan negara agama. “Kita harus harmoni dalam kebhinekaan. Kita boleh berbeda tapi kita bersaudara,” imbuh Nisan.
Karena itu, BNPT bersama Kemenag, MUI, serta ormas Islam, penting untuk bekerja sama dan bersinergi dalam meningkatkan kompetensi dai dan daiyah dalam mencegah paham intoleran, radikalisme dan terorisme. Pasalnya, orang jadi teroris tidak ujug-ujug. Pertama intoleran dengan bersikap inklusif. Lalu meningkat jadi radikal. Terakhir menjadi teroris dengan melakukan amaliah.
Imam Besar Masjid Istiqlal Prof KH Nasaruddin Umar memberikan apresiasi tinggi atas penyelenggaraan Sarasehan Dai dan Daiyah Sulawesi Selatan (Sulsel) ini. Menurutnya, ini upaya yang sangat bagus dilakukan BNPT dalam memperkuat upaya pencegahan intoleransi, radikalisme, dan terorisme.
“Saya ucapkan selamat kepada BNPT mampu menghimpun dan mengumpulkan penguasa-penguasa mimbar di Sulawesi Selatan ini. Saya senang karena materi dan peserta kegiatan ini sangat luar biasa. Ini orang pintarnya Sulawesi Selatan berkumpul di sini. Ini prestasi tersendiri bagi BNPT,” ujar Prof Nasaruddin.
Ia berharap, di tempat lain juga BNPT bisa menciptakan kegiatan dengan merangkul para dai dan daiyah. Menurutnya, sangat penting memberikan informasi-informasi pencegahan radikalisme dan terorisme kepada para dai dan daiyah. “Semoga ke depan BNPT terus menemukan cara terbaik untuk menyelamatkan warga bangsa dan umat dari berbagai macam aspek-aspek negatif dari radikalisme dan terorisme,” ujarnya.(RMID)