Tag: Dampak WFH

  • Kemenkeu Soal ASN Kerja Di Rumah WFH

    Kemenkeu Soal ASN Kerja Di Rumah WFH

    JAKARTA, BANPOS – Pemerintah mulai memberlakukan kebijakan Work From Home (WFH) atau bekerja dari rumah bagi ASN Pemprov DKI Jakarta untuk mengatasi persoalan polusi udara di Jakarta yang kian parah. Apakah WFH akan berdampak ke ekonomi? Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yakin, kebijakan WFH tak akan bikin ekonomi jeblok.

    Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, mulai memberlakukan WFH 50 persen bagi para pegawainya sejak Senin lalu. Kebijakan ini rencananya akan berlaku selama dua bulan hingga 21 Oktober 2023. Kebijakan ini diberlakukan karena polusi udara di Ibu Kota semakin parah. Mengutip dari laman IQAir pukul 06.00 pagi hari kemarin misalnya, indeks kualitas udara di Jakarta tercatat di angka 157. Angka tersebut masuk kategori tak sehat dengan posisi terburuk keempat di dunia.

    Diharapkan, dengan kebijakan WFH, polusi udara di DKI yang sebagian besar disebabkan oleh transportasi, akan berkurang. Namun, ada yang khawatir WFH akan berdampak ke persoalan ekonomi seperti yang terjadi saat musim Corona dulu.

    Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio N Kacaribu mencoba menenangkan. Dia memastikan, kebijakan WFH 50 persen yang akan diberlakukan hingga dua bulan ke depan tak akan mengganggu perekonomian. Alasannya, kinerja ekonomi RI terbukti baik saat pandemi dulu.

    Dia mencontohkan, pertumbuhan ekonomi terus meningkat setelah terkontraksi pada 2020 akibat pandemi Covid-19, yakni mencapai 3,7 persen pada 2021 dan 5,3 persen pada 2022. “Enggak (ngaruh). Terbukti waktu kita 2021, 2022 ekonomi jalan sangat baik, walaupun mayoritas dari kita malah kerja dari rumah dan konsumsi cukup tinggi. Jadi kita akan cukup aman,” kata Febrio, di Hotel Mulia, Jakarta, kemarin.

    Kebijakan WFH rencananya tak hanya berlaku untuk PNS di Pemprov DKI Jakarta. Kebijakan ini akan diikuti oleh PNS di wilayah Jabodetabek dan karyawan swasta.

    Keputusan WFH ini tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pengendalian Pencemaran Udara pada Wilayah Jakarta, Bogor, Debok, Tangerang, dan Bekasi ditujukan pada Gubernur DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat. Lalu kepada Bupati Bogor, Bekasi, Tangerang, Wali Kota Bogor, Bekasi, Depok, Tangerang dan Tangsel.

    Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Safrizal ZA menjelaskan, aturan itu sebagai tindak lanjut atas arahan Presiden Jokowi dalam Rapat Terbatas (Ratas) Peningkatan Kualitas Udara di Kawasan Jabodetabek, Senin (14/8).

    Dalam surat tersebut, Kepala Daerah diminta melakukan penyesuaian kebijakan pengaturan sistem kerja WFO 50 persen dengan yang kecualikan bagi mereka yang memberikan layanan publik secara langsung/pelayanan esensial.

    “Selain itu, Pemda di wilayah Jabodetabek agar mendorong karyawan swasta dan dunia usaha untuk melakukan WFH dan WFO sesuai kebijakan instansi/pelaku usaha terkait” jelas Safrizal, dalam keterangan tertulisnya, kemarin.

    Sejumlah pengusaha buka suara soal permintaan Pemerintah untuk memberlakukan sistem kerja WFH. Pengusaha menolak mentah-mentah kebijakan tersebut.

    Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, Diana Dewi mengatakan, pelaku usaha saat ini sedang kembali membenahi lini bisnisnya. Sistem kerja WFH dinilai tidak akan efektif untuk mendukung langkah pembenahan bisnis karena bisa menurunkan produktivitas pegawai.

    “Jangan hanya karena gegara polusi udara jadi harus kembali WFH. Kalau secara mendadak diterapkan kepada kalangan pengusaha, tentu ini berat. Kalau produktivitas manusianya yang diturunkan, maka bisa banyak pekerjaan terbengkalai,” kata Diana, kemarin.

    Daripada meminta pelaku usaha menerapkan WFH, Diana usul, lebih baik pemerintah melakukan opsi lain, misalnya penerapan genap-ganjil diperluas.

    Senada, dikatakan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani. Dia keberatan bila pengusaha diminta menerapkan sistem WFH kepada pegawainya.

    Dia menekankan, tidak semua pekerjaan bisa bekerja dari jauh. “Sektor manufaktur misalnya, pekerja harus berada di lokasi usaha untuk melakukan kegiatan produksi,” katanya.

    Sementara, Ekonom Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan, kebijakan WFH ini akan mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,7 persen. Kata dia, pengeluaran masyarakat di kota-kota besar, khususnya DKI Jakarta, sebagian dialokasikan untuk transportasi.

    “Katakanlah, dari 100 persen pengeluaran 10 persennya untuk transportasi. Kalau 10 persennya nggak ada atau dikurangi, yang terjadi penyerapan tenaga kerjanya juga akan terkoreksi turun, upahnya juga akan turun,” papar Heri.

    Heri bilang, WFH menyebabkan mobilitas masyarakat berkurang. Jasa layanan transportasi online misalnya, jadi berkurang penggunanya. Contoh lainnya, kantin-kantin di perkantoran juga akan terdampak. “Itu yang menyebabkan salah satunya upah riil akan turun,” tutur dia. (RMID)

    Berita Ini Telah Tarbit Di https://rm.id/baca-berita/ekonomi-bisnis/185259/kemenkeu-soal-asn-kerja-di-rumah-wfh-nggak-bikin-ekonomi-jeblok