Tag: Dinkes

  • Konsultasi Jiwa Disiapkan Untuk Caleg Gagal

    Konsultasi Jiwa Disiapkan Untuk Caleg Gagal

    CILEGON, BANPOS – Untuk menjaga kesehatan jiwa dan mental para calon legislatif (caleg) yang gagal menjadi wakil rakyat karena diperkirakan sudah menghabiskan modal yang cukup besar.

    Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Cilegon membuka pelayanan konsultasi gangguan jiwa bagi peserta Pemilu 2024.

    Kepala Dinas Kesehatan Kota Cilegon, Ratih Purnamasari menyebut pihaknya telah membuka layanan konsultasi kejiwaan di seluruh puskesmas di Kota Cilegon. “Di situ ada program kesehatan jiwanya di puskesmas, kita juga sudah tersedia obat-obatan, konseling, apabila perlu dirujuk bisa dirujuk,” kata Ratih, Selasa (31/10).

    Dikatakan Ratih, meski telah menyediakan pelayanan konsultasi penyakit jiwa, ia berharap para peserta pemilu di Kota Cilegon dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.

    Kemudian Ratih menilai, ketika seseorang sudah mencalonkan diri sebagai peserta pemilu, tentunya mereka harus bisa siap, dengan resiko yang akan dihadapinya. Sehingga menang atau kalah, kata dia, maka harus bisa menyikapinya dengan bijak.

    “Saya mengimbau harus siap kalah siap menang, siap menang siap kalah. Ketika sudah siap ikut pemilihan, siap lahir batin yah harus bisa terima kemenangan atau kekalahan,” katanya.

    Diketahui yang akan maju menjadi wakil rakyat di DPRD Kota Cilegon hampir seribu orang. Dari jumlah tersebut nantinya hanya 40 orang yang berhak duduk menjadi anggota DPRD Kota Cilegon.

    Sebelumnya, Kepala Bidang Upaya Kesehatan Perorangan dan Upaya Kesehatan Masyarakat pada Dinkes Kota Cilegon Febri Naldo mengungkapkan Dinkes Kota Cilegon mencatat, jumlah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Kota Cilegon pada tahun ini mencapai sebanyak 548 orang terdiri dari laki-laki 375 dan perempuan 173. Faktor penyebabnya beragam mulai dari depresi, masalah keluarga, ekonomi, masalah penggunaan narkoba hingga putus cinta.

    Diketahui pada tahun 2021 Dinkes mencatat ada 580 dan 2022 ada 588 kasus. “Kalau usia yang paling banyak mengalami gangguan jiwa di usia produktif dan mayoritas penderitanya adalah pria,” katanya.

    Febri menambahkan, salah satu langkah yang dilakukan Dinkes Cilegon dalam menyelesaikan persoalan gangguan jiwa di Kota Cilegon, yakni terus melakukan skrining ke setiap puskesmas serta pengobatan gratis dengan menghadirkan dokter spesialis jiwa.

    Selain itu, di RSUD Cilegon juga sudah ada dokter spesialis jiwa dan juga ada poli jiwa. “Untuk di RSUD dokter spesialis jiwa sudah ada, poli jiwa juga ada jadwalnya. Tinggal rawat inap yang belum ada,” tandasnya.(LUK/PBM)

  • Soal PMI Maja, KOHATI Minta Kadis DP3AP2KB Evaluasi Internal

    Soal PMI Maja, KOHATI Minta Kadis DP3AP2KB Evaluasi Internal

    LEBAK, BANPOS – Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Lebak diminta untuk segera melakukan evaluasi, terhadap kinerja pegawai internalnya. Hal itu menyusul tidak ada pendampingan yang diberikan oleh DP3AP2KB,
    terhadap keluarga Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Kecamatan Maja, untuk mengadukan nasib T,
    PMI ilegal yang terjerat kasus di Mesir ke Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI.

    Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Kohati Cabang Lebak, Siti Nuraeni. Pihaknya menuntut Kepala
    DP3AP2KB Lebak untuk melakukan evaluasi internal secara besar-besaran, untuk menyikapi dan
    menindak lanjuti kejadian tersebut.

    "Ini untuk kesekian kalinya yang menjadi perhatian kami bahwa terjadi lagi hal serupa yakni tak ada
    pendampingan penuh bagi Perempuan dan Anak di Kabupaten Lebak," kata aktivis yang biasa dipanggil
    Aen kepada BANPOS, Senin (25/9).

    Aen menjelaskan, setelah mencermati permasalahan yang terjadi pada keluarga korban dan mengetahui
    tidak adanya pendampingan dari UPTD PPA atupun Bidang Pemberdayaan Perempuan, maka pihaknya
    menilai UPTD PPA dan DP3AP2KB Lebak secara objektif tidak mencerminkan sebagai pelayan
    masyarakat.

    "Aneh, kalau tidak bisa memiliki sikap untuk menjadi pelayan masyarakat, lebih baik mundur dari
    jabatannya. Hal urgent yang harus dilakukan di permasalahan ini adalah kami meminta kadis DP3A2KB
    Lebak untuk mengevaluasi kinerja dari pegawainya," jelas Aen.

    Ia menegaskan, hadirnya UPTD PPA dan DP3AP2KB ialah untuk memberikan pendampingan terhadap
    kasus-kasus yang menimpa perempuan dan anak.

    Lanjut Aen, pemerintah haruslah memiliki reaksi cepat dalam menangani hal-hal serupa terutama pada
    kasus yang terjadi dilingkungan anak dan perempuan. Jangan sampai, anak dan perempuan Lebak tidak
    memiliki tempat untuk bernaung dan berlindung di Kabupaten Lebak.

    "Padahal sudah jelas dalam Peraturan Menteri (KemenPPA) bahwa hadirnya UPTD PPA adalah
    'memberikan pelayanan secepat mungkin bagi anak dan perempuan yang mengalami permasalahan.'
    Jadi, bukan hanya untuk korban tapi juga saksi maupun pelaku anak dan perempuan. Apalagi, ini bisa
    jadi juga indikasi TPPO yang tidak tercegah oleh instansi terkait," tandas Aen.

    Sementara itu, pihak DP3AP2KB Kabupaten Lebak saat dimintai tanggapan terkait dengan hal tersebut,
    belum memberikan komentar.

    Diberitakan sebelumnya, Keluarga T, Pekerja Migran Indonesia (PMI) Ilegal asal Kecamatan Maja yang
    hilang kontak lebih dari dua bulan dan diduga terkena kasus di Negara Mesir yang menjadi tempat
    kerjanya, mendatangi Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Badan Perlindungan Pekerja Migran
    Indonesia (BP2MI) pada Jumat (22/9).

    Diketahui, Keluarga T hanya didampingi oleh Ketua Kawan PMI Lebak, Nining Widianingsih. Setibanya
    mereka di Kemenlu dan BP2MI langsung melaporkan dan mengajukan permohonan bantuan agar T
    dapat segera dipulangkan ke tanah air.

    Ketua Kawan PMI Lebak, Nining menjelaskan, pihak keluarga T sangat mengkhawatirkan kondisi T dan
    berharap dapat segera dipulangkan dengan bantuan dari pemerintah.

    "Keluarga mengharapkan ada Bantuan dari Pemerintah Indonesia terkait keringanan pidana dan bisa
    secepatnya dipulangkan," tandas Nining. (MYU/DZH)

  • Program Strategis Daerah Tidak Tempuh Studi Kelayakan

    Program Strategis Daerah Tidak Tempuh Studi Kelayakan

    SERANG, BANPOS – Program Strategis Daerah (PSD) yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Banten melalui program-program OPD yang ada diklaim tidak memerlukan studi kelayakan, sehingga penentuannya hanya melalui peraturan gubernur saja.

    Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Provinsi Banten Rahmat Rogianto membenarkan, jika sejumlah proyek di dinasnya telah ditetapkan sebagai Program Strategis Daerah (PSD).

    Dan dalam proses penetapannya itu pun, ia juga mengaku, tidak dilakukan proses Feasibility Study (FS) atau studi kelayakan terhadap sejumlah program tersebut.

    Karena menurutnya hal itu tidak perlu dilakukan, lantaran tidak berkaitan dengan penentuan lokasi dan juga penentuan kriteria.

    “Emang harus ada FS kalau PSD? Tidak harus FS itukan program. Kalau FS itu menentukan suatu lokasi, menentukan suatu kriteria itu baru FS, kalau ini kan nggak,” katanya saat ditemui di Gedung Pendopo Gubernur Banten pada Senin (28/8).

    Terlebih lagi menurutnya, penentuan PSD itu juga didasari atas pertimbangan kebutuhan masyarakat. Karena di dalam program strategis daerah terdapat sejumlah program penuntasan masalah seperti, penanganan stunting, kemiskinan, dan juga tenaga kerja.

    “Perlu menjadi strategis daerah karenakan di situ ada penanganan kemiskinan masuk, ada bantu penurunan stunting, terus padat karya juga,” imbuhnya.

    Tidak ditempuhnya proses studi kelayakan terhadap sejumlah program yang ditetapkan sebagai PSD bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2018 tentang percepatan proyek strategis nasional (PSN).
    Aturan tersebut menjadi turunan dasar hukum PSD bahwa penentuan program menjadi proyek strategis harus memenuhi kajian pra studi kelayakan.

    Kemudian nilai investasinya harus di atas Rp100 miliar, jika nilai investasi tak mencapai demikian, proyek tersebut berperan strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

    Sama halnya dengan DPRKP, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Banten Tri Murtopo juga menjelaskan, setidaknya ada dua program di dinasnya yang ditetapkan menjadi program strategis daerah.

    Dua program tersebut di antaranya adalah pembangunan halte bus dan juga pembangunan palang pintu kereta api. Dalam penetapannya, Tri menjelaskan, kedua program tersebut tidak ditempuh proses studi kelayakan terlebih dahulu.
    Kendati tidak dilakukan studi kelayakan, ia menilai jika kedua program tersebut memang strategis.

    “Kegiatan itu kan strategis soal keselamatan palang pintu itu tiga titik pagunya sekitar Rp1,4 miliar,” katanya.
    Tidak hanya Dishub dan DPRKP yang programnya masuk dalam PSD, melainkan empat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya seperti Dinas Kesehatan (Dinkes), Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud).(MG-01/PBN)

  • Ini yang Harus Dilakukan Jika Berkontak Fisik Dengan Hewan Penular Rabies

    Ini yang Harus Dilakukan Jika Berkontak Fisik Dengan Hewan Penular Rabies

    TANGERANG, BANPOS – Rabies kini tengah menjadi sorotan masyarakat, lantaran efeknya yang mengerikan terhadap manusia. Sejumlah antisipasi dari pemerintah telah dilakukan, guna mencegah penyebaran rabies di antara hewan-hewan yang berpotensi menularkan penyakit tersebut.

    Lantas, bagaimana cara mencegah penyakit rabies apabila kita baru saja berkontak fisik seperti tercakar atau tergigit dengan hewan penular rabies?

    Menurut Dinas Kesehatan Kota Tangerang, masyarakat yang terkena gigitan atau cakaran hewan penular rabies, untuk langsung mencuci bekas luka dengan air mengalir dan sabun selama 15 menit.

    “Langkah pertama yang dilakukan periode golden period yakni waktu krusial membersihkan luka gigitan atau cakaran dengan air mengalir dan sabun,” kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tangerang, dr Dini Anggraeni, Rabu (5/7).

    Ia juga mengimbau masyarakat jika mencurigai adanya hewan peliharaan terpapar rabies, untuk segera melapor ke rabies center yang dikelola Dinas Kesehatan dan tersebar di 21 lokasi.

    Program tersebut menurutnya, sebagai bentuk pencegahan dan penanganan rabies bagi masyarakat Kota Tangerang. Apalagi dengan maraknya kasus rabies yang kini kerap terjadi di beberapa daerah di Tanah Air.

    “Periksa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk konsultasi dengan petugas kesehatan. Begitu pula, bila ada korban gigitan hewan, untuk segera melakukan penanganan dini dan pelaporan,” ujarnya.

    Kemudian terkait pemberian vaksin, dr Dini menjelaskan hal tersebut dilakukan sesuai dengan petunjuk petugas kesehatan.

    “Harus diketahui dan dipahami periode emas membersihkan luka adalah 12 jam setelah gigit, tetap lakukan meski terlambat,” tegas dr Dini.

    Untuk diketahui, 21 lokasi rabies center di Kota Tangerang yaitu RSUD Kota Tangerang, Puskesmas Manis Jaya, Puskesmas Periuk Jaya, Puskesmas Cipondoh, Puskesmas Ciledug, Puskesmas Petir, Puskesmas Cibodasari.

    Selanjutnya, Puskesmas Sukasari, Puskesmas Cikokol, Puskesmas Batuceper, Puskesmas Jatiuwung, Puskesmas Panunggangan, Puskesmas Kunciran, Puskesmas Kedaung Wetan, Puskesmas Tanah Tinggi, Puskesmas Karawaci Baru, Puskesmas Larangan Utara.

    Lalu Puskesmas Panunggangan Barat, Puskesmas Pabuaran Tumpeng, Puskesmas Poris Gaga Lama, Puskesmas Paninggilan. (DZH/ANT)

  • Rakor Stunting NTT, 1000 Days Fund Bagikan Praktik Baik

    Rakor Stunting NTT, 1000 Days Fund Bagikan Praktik Baik

    NTT, BANPOS – Dalam dua tahun terakhir, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memangkas angka stuntingnya sebesar 25 persen, dari 20,9 persen di tahun 2021 hingga 15,7 persen di tahun Februari 2023 ini.

    Plt. Kepala Bappelitbang NTT, Alfonsus Theodorus, menyampaikan penurunan ini tidak terlepas dari kerja keras pemerintah daerah (Pemda) dan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk organisasi non-profit seperti Yayasan 1000 Cita Bangsa (1000 Days Fund).

    Hal itu diungkapkan olehnya dalam kegiatan Rapat Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting Provinsi NTT Tahun 2023 di Rote dalam waktu dekat ini.

    Ia menjelaskan, dalam tiga tahun terakhir lokasi Stunting Center of Excellence (SCE) 1000 Days Fund yang ada di Manggarai Barat, Rote Ndao, Timor Tengah Selatan, dan Kabupaten Kupang, mencatatkan penurunan stunting yang signifikan.

    “Manggarai Barat, contohnya. memangkas hampir setengah persentase stunting dari tahun 2021 di angka 15,1 persen menjadi 9,9 persen per awal tahun 2023 ini,” ujarnya.

    Di 4 kabupaten lokasi SCE, 1000 days fund bersama Pemda setempat dan dinas terkait, secara konsisten melatih tenaga kesehatan dan kader cara mengisi grafik pertumbuhan, pemahaman cara pencegahan stunting.

    “Mereka juga (menggelar) konseling menyusui, guna memastikan (pantauan) keluarga dengan ibu hamil dan anak di bawah dua tahun berpotensi stunting di NTT,” tandasnya.

    Dalam kesempatan yang sama, Chief of Staff 1000 Days Fund, Maritta Cinantya Rastuti, menjelaskan pihaknya akan memastikan terlaksananya tindak lanjut dari pelatihan yang telah dilaksanakan.

    “Melalui Stunting Center of Excellence (SCE), kami memastikan terlaksananya tindak lanjut dari setiap pelatihan, termasuk tingkat kader yang terlatih dalam melakukan pencatatan pertumbuhan anak, serta jumlah keluarga yang mendapatkan konseling sederhana cara pencegahan stunting,” katanya.

    Diketahui, sebanyak 50,314 keluarga target sasaran 1000 HPK di 4 Kabupaten lokasi SCE di NTT telah mendapatkan pemahaman mengenai penyebab, bahaya, dan cara pencegahan stunting dan menerapkan setidaknya 3 perilaku pencegahan stunting di rumah.

    Maritta berharap pola kolaborasi ini dapat direplikasi oleh kabupaten-kabupaten lain di NTT.

    “Kami sangat menyambut potensi kerja sama untuk mendorong perubahan yang berkesinambungan dengan menguatkan sistem kesehatan yang sudah ada, terutama melalui pelatihan untuk kader,” tandasnya.

    Kepala Dinas Kesehatan Manggarai Barat, Paulus Mami, mengapresiasi kolaborasi dan inisiatif kemitraan 1000 days fund dalam rangka menurunkan angka stunting di wilayah kerjanya.

    “Kami mengapresiasi kolaborasi dan inisiatif mitra kami, 1000 days fund, yang secara konsisten membantu Pemda Manggarai Barat melalui kerja sama dengan Dinas Kesehatan,” katanya.

    Kegiatan Rakor Stunting NTT juga dihadiri oleh Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, dr Maria Endang Sumiwi. Ia menekankan pentingnya upaya penurunan stunting sebagai bagian upaya besar untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia Indonesia

    “Kita bisa terjebak menjadi middle-income country jika kita tidak mendorong pencegahan stunting sebagai bagian peningkatan SDM,” ujarnya. (MUF)

  • Akibat Pasien Positif “Kabur” Dari Jakarta, Puskesmas Tirtayasa Tutup Layanan

    Akibat Pasien Positif “Kabur” Dari Jakarta, Puskesmas Tirtayasa Tutup Layanan

    SERANG, BANPOS – Satu pasien positif Covid-19 dari Jakarta diketahui tidak melakukan isolasi mandiri dan memilih “kabur” atau pulang kampung ke Lebakwangi Kabupaten Serang.

    Diketahui, pasien positif tersebut awalnya tidak memberitahu statusnya, dan melakukan aktifitas seperti biasa.

    Namun, pihak Dinas Kesehatan DKI Jakarta sempat merilis adanya pasien positif yang tidak diketahui keberadaannya.

    Nahasnya, saat sedang berboncengan sepeda motor bertiga, pasien positif tersebut kecelakaan di depan Puskesmas Tirtayasa. Kemudian setelah diidentifiksi, baru diketahui bahwa dia adalah pasien positif yang dari Jakarta.

    Akibat dari ketidaktaatannya, diketahui Puskesmas Tirtayasa yang sempat menangani pasien saat kecelakaan, akhirnya menutup pelayanan, dan akan melakukan rapid test kepada tenaga kesehatan yang sempat melakukan kontak dengan pasien.

    “Dia memang sudah positif di Jakarta. Namun tidak taat untuk isolasi mandiri, dan pulang kampung ke Kabupaten Serang,” ujar Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Serang, drg Agus Sukmayadi, melalui telepon seluler kepada BANPOS, Sabtu (30/5).

    Sebelumnya diberitakan, tenaga kesehatan yang melakukan kontak dengan pasien tidak dilengkapi dengan APD yang memadai. Akibatnya, 6 tenaga kesehatan harus isolasi mandiri.

    Agus menyayangkan, pasien tersebut tidak memilih untuk isolasi mandiri, baik di Jakarta atau di Kabupaten Serang.

    Ia menyatakan, pihaknya juga sedang melakukan penelusuran orang yang kontak dengan pasien positif tersebut.

    “Kita sudah lakukan tes kepada anggota keluarga, dan alhamdulillah non reaktif,” tandasnya.

    Saat diminta data sejak kapan pasien ada di Serang, ia meminta waktu untuk dihubungi kembali. Namun, hingga berita ini diangkat, Agus tidak mengangkat telepon selulernya.

    Sementara itu, Camat Tirtayasa, Sadik juga menyayangkan tindakan yang dilakukan pasien ini.

    Ia mengaku, khawatir sempat ada kontak pasien dengan masyarakat pada saat idul fitri kemarin.

    “Sudah sesalaman (salam-salaman, red) segala, wong lebaran,” ujar Sadik.

    Kabarnya, lanjut Sadik, bibi dari pasien yang juga terlibat dalam kecelakaan tersebut, melakukan Isolasi mandiri.

    “Kan bonceng tiga, jadi bibinya melakukan isolasi mandiri. Namanya juga khawatir, karena memang sudah lama di sini (Tirtayasa),” tandasnya.(MUF)