Tag: dinkes banten

  • Waspadai DBD dan Diare Menyerang Pengungsi Banjir

    Waspadai DBD dan Diare Menyerang Pengungsi Banjir

    SERANG, BANPOS – Pemerintah mewaspadai potensi penyakit yang akan ditimbulkan pasca banjir, diantaranya deman bwrdarah dengue (DBD), diare, infeksi pernafasan akut, dan penyakit kulit. 

    “DBD berpotensi, mangkannya tim kami terdiri dari berbagai cluster kesehatan, jadi ada yang surveilans bagaimana menganalisa lingkungan tempat pengungsian, jangan sampai terjadi penyakit penular di lokasi pengungsian,” kata Kepala Dinkes Banten, Ati Pramudji Hastuti dalam siaran persnya, Rabu (2/3).

    Ia menjelaskan, untuk mengantisipasi penyakit pasca banjir pihakya telah membuka 45 Posko Kesehatan di 3 kabupaten kota, yakni di Kota Serang, Kabupaten Serang, dan Kabupaten Pandeglang. 

    “Total posko kesehatan dari 3 Kabupaten/Kota, terdiri dari 26 posko utama, 11 posko tambahan dan delapan posko sementara,” katanya.

    Ati juga merincikan jumlah posko cluster kesehatan yang disediakan pada masing-masing daerah. Untuk Kabupaten Pandeglang di dua kecamatan dengan 10 titik banjir terdapat 5 posko utama, 1 posko tambahan, dan satu posko sementara. 

    “Kabupaten Serang di 10 kecamatan dengan 16 titik banjir terdapat 16 posko utama, 5 posko tambahan, 2 posko sementara dan PSC 119,” katanya. 

    “Sedangkan untuk Kota Serang di 4 kecamatan dengan 19 titik banjir terdapat 5 posko utama, 5 posko tambahan, 5 posko sementara dan PSC 119,” sambung Ati. 

    Ia juga menjelaskan, pihaknya menggunakan layanan Public Safety Center (PSC) 119 untuk mengantisipasi terjadi hal yang darurat, sehingga seluruh Rumah Sakit di 3 daerah tersebut siap melayani. 

    “Untuk mobilenya sendiri kita gunakan 2 PSC 119, jika terjadi darurat seluruh Rumah Sakit di 3 wilayah Kabupaten/Kota siap menangani kasus yang ada. Sampai hari ini belum ada yang darurat,” jelas Ati. 

    Ati pun menuturkan, untuk Posko Kesehatan direncanakan akan dibuka sampai akhir atau paska kejadian bencana banjir. “Jadi penanganan sampai paska banjir,” imbuhnya. 

    Untuk tenaga kesehatan (Nakes) yang diturunkan pada setiap poskonya bervariasi, namun ia memastikan hingga saat ini jumlah nakes yang diturunkan sudah cukup dan dibantu juga oleh organisasi profesi. 

    “Jadi saya turunkan organisasi profesi, karena kita tidak tahu banjirnya sampai kapan, jadi bergiliran,” ungkapnya. 

    Terkait obat-obatan, kata Ati, sampai saat ini tidak ada kendala di tiga daerah tersebut, lantaran dapat tercover semua oleh Pemprov Banten, sehingga diharapkan tidak diperlukan BTT untuk obat-obatan. 

    “Kota serang sudah meminta obat-obatan dan hari ini sudah di kirim obat-obatan, dan kalau Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang belum. Kita dapat bantuan juga dari Kemenkes kalau memang kekurangan kita dapat bantuan dari Kemenkes, selama ini stok di Kota dan Provinsi cukup,” pungkasnya.

    (RUS)

  • Kinerja Kadinkes Banten Dinilai Mengecewakan

    Kinerja Kadinkes Banten Dinilai Mengecewakan

    SERANG, BANPOS- Kepemimpinan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Banten Ati Pramudji Hastuti disebut tidak baik. Hal ini disebabkan, hasil dari audit tujuan tertentu (ATT) oleh tim pemeriksa dari Inspektorat terkait pengelolaan anggaran Covid-19 tahun 2020 lalu menemukan banyak kejanggalan, diantaranya adalah penggelembungan harga (mark up).

    Selain itu, persoalan mundurnya para pejabat Dinas Kesehatan Banten juga dianggap menjadi indikasi tidak baiknya manajemen yang diterapkan oleh Kadinkes Banten.

    Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP), Uday Suhada, mempertanyakan kualitas Ati sebagai pejabat eselon II dan tim pansel lelang jabatan pada saat proses pemilihan Kadinkes beberapa tahun lalu. Pasalnya, banyak temuan yang berindikasi kerugian negara.

    “Kepala dinas (Ati Pramudji Hastuti) semestinya bicara soal banyaknya temuan di lingkungan Dinkes ini. Apalagi dana Covid-19 itu banyak difokuskan di Dinkes. Dan saya sangat meragukan sekali komitmen dan kualitas kepala dinas kesehatan, kenapa masih banyak temuan-temuan kerugian negara pada anggaran Covid-19, walaupun secara keseluruhan sudah diselesaikan,” kata Uday.

    Pihaknya juga menduga ada yang tidak beres dalam kepemimpinan Ati Pramudji Hastuti nenginggat sebelumnya belasan pejabat di Dinkes ramai-ramai mengundurkan diri, dan berujung pada sejumlah pejabat dipecat sebagai aparatur sipil negara (ASN).

    “Hasil evaluasi ini menunjukkan betapa bobroknya iklim di Dinkes. Manajemen pengelolaan keuangan begitu amburadul. Preseden buruk mundurnya sebagian besar pejabat di lingkungan Dinkes beberapa waktu yang lalu adalah cermin buruknya kepemimpinan Kadis. Itu adalah reaksi atas kasus pengadaan masker yang terendus Kejati. Mereka ketakutan menjadi korban kebijakan,” kata Uday.

    Untuk diketahui, anggaran Covid-19 di Dinkes Banten pada tahun 2020 yang diambil dari Biaya Tak Terduga (BTT) sebesar Rp125 miliar, diduga terdapat penggelembungan anggaran pada setiap item kegiatan.

    Sedikitnya ada 13 item yang menjadi temuan dalam anggaran Covid-19 di Dinkes Banten dari BTT tahun 2020 lalu.

    Pertama, adalah dugaan korupsi harga masker N-95 yang diungkap Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten 2021 lalu, dan kasusnya kini dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Serang.

    Selanjutnya adalah, pengadaan alat penanggulangan Covid-19, mulai dari baju cover all, sarung tangan steril, baju APD, sepatu boot, hingga kasur, honorarium dan upah lembur diduga juga dikorupsi.

    Total BTT yang dicairkan senilai Rp 125 miliar lebih, terdiri BTT tahap I nilainya Rp 10 miliar lebih dan BTT Tahap 2 senilai Rp 115 miliar.

    BTT tahap I seluruhnya digunakan untuk pengadaan alat kesehatan, sementara BTT tahap 2 digunakan untuk 16 item kegiatan

    Secara rinci, temuan tersebut yakni, insentif dan honor tenaga kesehatan senilai Rp21,3 miliar, obat-obatan senilai Rp31,3 miliar, alat pelindung diri senilai Rp20,2 miliar, rapid test senilai Rp25 miliar, alat kesehatan senilai Rp7,040 miliar, tim posko pengendali Rp1,087 miliar, screening rapid test Rp92,5 juta, narasumber pusat Rp108 juta, honorarium tenaga ahli Rp57 juta, makanan dan minuman petugas dan pasien Rp5,7 miliar, sewa penginapan petugas Rp4,7 miliar, sewa kendaraan Rp4,5 juta, sewa tenda Rp 187 juta, desinfektan Rp 317 juta, perlengkapan kebersihan dan perlengkapan lainnya Rp 458,8 juta, alat dan bahan penunjang laboratorium Rp18,5 miliar.

    Dalam kesimpulan hasil audit, tim memaparkan, hasil audit terhadap 80 kontrak dan swakelola 13 kegiatan senilai Rp 91,2 miliar yang dituangkan dalam Naskah Hasil Audit ditemukan 13 temuan.

    Dihubungi melalui telepon genggamnya,Jumat pekan lalu, Sekretaris Inspektorat Banten, Nia Karmina Juliasih menjelaskan, anggaran Covid-19 tahun 2020 yang menjadi temuan berdasarkan ATT oleh tim auditor telah dikembalikan ke kas daerah.

    “Semua temuan yang ada 13 item itu sudah diselesaikan. Dari temuan-temuan ATT itu, ada satu kasus memang yang belum selesai, dan sekarang dalam proses persidangan, kasus masker itu. Jadi kalau yang lain -lainnya tidak ada masalah,” kata Nia.

    (RUS/PBN)

  • Anggaran Covid- 19 di Dinkes Banten Diduga Di-mark Up

    Anggaran Covid- 19 di Dinkes Banten Diduga Di-mark Up

    SERANG, BANPOS – Anggaran Covid-19 di Dinkes Banten pada tahun 2020 yang diambil dari Biaya Tak Terduga (BTT) sebesar Rp125 miliar, diduga terdapat penggelembungan anggaran pada setiap item kegiatan.

    Informasi dihimpun, Kamis (3/2), sedikitnya ada 13 item yang menjadi temuan dalam anggaran Covid-19 di Dinkes Banten dari BTT tahun 2020 lalu.

    Informasi ini menambah permasalahan penggunaan anggaran penanggulangan Covid-19 yang sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan oleh aparat penegak hukum.

    Pertama, adalah dugaan korupsi harga masker N-95 yang diungkap Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten 2021 lalu, dan kasusnya kini dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Serang.

    Selanjutnya adalah, pengadaan alat penanggulangan Covid-19, mulai dari baju cover all, sarung tangan steril, baju APD, sepatu boot, hingga kasur, honorarium dan upah lembur diduga juga dikorupsi.

    Total BTT yang dicairkan senilai Rp 125 miliar lebih, terdiri BTT tahap I nilainya Rp 10 miliar lebih dan BTT Tahap 2 senilai Rp 115 miliar.

    BTT tahap I seluruhnya digunakan untuk pengadaan alat kesehatan, sementara BTT tahap 2 digunakan untuk 16 item kegiatan

    Secara rinci, temuan tersebut yakni, insentif dan honor tenaga kesehatan senilai Rp21,3 miliar, obat-obatan senilai Rp31,3 miliar, alat pelindung diri senilai Rp20,2 miliar, rapid test senilai Rp25 miliar, alat kesehatan senilai Rp7,040 miliar, tim posko pengendali Rp1,087 miliar, screening rapid test Rp92,5 juta, narasumber pusat Rp108 juta, honorarium tenaga ahli Rp57 juta, makanan dan minuman petugas dan pasien Rp5,7 miliar, sewa penginapan petugas Rp4,7 miliar, sewa kendaraan Rp4,5 juta, sewa tenda Rp187 juta, disinfektan Rp317 juta, perlengkapan kebersihan dan perlengkapan lainnya Rp458,8 juta, alat dan bahan penunjang laboratorium Rp18,5 miliar.

    Dalam kesimpulan hasil audit, tim audit memaparkan, hasil audit terhadap 80 kontrak dan swakelola 13 kegiatan senilai Rp91,2 miliar yang dituangkan dalam Naskah Hasil Audit ditemukan 13 temuan.

    Inspektur Banten Muhtarom dan Kepala Dinkes Banten, Ati Pramudji Hastuti dihubungi melalui telepon genggamnya tak merespon.

    (RUS/PBN)

  • Sidang Perdana Korupsi Masker, Pejabat Dinkes Batal Didakwa

    Sidang Perdana Korupsi Masker, Pejabat Dinkes Batal Didakwa

    SERANG, BANPOS – Sidang perdana dugaan kasus korupsi pengadaan masker KN-95 pada Dinkes Provinsi Banten selesai digelar. Dari tiga tersangka, hanya Wahyudin Firdaus dan Agus Suryadinata saja yang sidangnya digelar. Sedangkan untuk Lia Susanti, persidangan ditunda lantaran ia sakit dan tidak bisa mengikuti persidangan. Ditundanya persidangan Lia pun menjadi kesempatan dilanjutkannya sidang praperadilan yang tinggal menunggu sidang putusan saja.

    Berdasarkan pantauan BANPOS, persidangan mulai digelar sekitar pukul 10.20 WIB. Persidangan digelar di ruang sidang Sari dengan urutan dakwaan Wahyudin yang paling pertama dibacakan oleh penuntut umum. Selanjutnya, penuntut umum menyampaikan dakwaan terhadap Agus. Sementara untuk Lia, ditunda hingga Rabu pekan depan.

    Dalam penyampaiannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Wahyudin selaku pemilik PT RAM telah melakukan mark up harga pengadaan masker KN-95. Wahyudin pun dalam pelaksanaan pengadaan masker melakukan sub-kontrak dengan PT Berkah Mandiri Manunggal (BMM) senilai Rp1,3 miliar, namun dengan kuitansi sebesar Rp3 miliar.

    Selain itu, Wahyudin juga didakwa telah memperkaya diri lantaran adanya pemberian fee dari Agus sebesar Rp200 juta, sebagai imbalan atas pinjam bendera dalam pengambilan proyek pengadaan masker tersebut. Sementara Agus didakwa memperkaya diri dengan mendapatkan keuntungan atas pengadaan masker sebesar Rp1,4 miliar.

    Sementara saat JPU ingin menyampaikan dakwaan terhadap Lia, disampaikan bahwa Lia tidak bisa mengikuti persidangan, meskipun dilakukan secara daring. Berdasarkan penuturan dokter yang bertugas di Rutan tempat Lia ditahan, Lia terkena infeksi pada kupingnya hingga mengeluarkan nanah.

    Ketua Majelis Hakim pun memutuskan untuk menunda sidang untuk Lia hingga pekan depan. Ketua Majelis pun menyampaikan kepada dokter yang merawat Lia, untuk bisa melakukan tindakan medis sesegera mungkin demi keselamatan Lia.

    “Tidak perlu menunggu putusan hakim. Kesehatan tersangka tetap menjadi prioritas. Jadi langsung saja dilakukan upaya medis,” ujar Ketua Majelis Hakim.

    Dikonfirmasi seusai sidang, kuasa hukum Lia Susanti, Basuki Utomo, membenarkan bahwa Lia jatuh sakit sejak Senin (19/7) lalu. Menurut Basuki, saat awal mula sakit, kuping Lia terus mengeluarkan cairan. Hingga saat ini diketahui terinfeksi dan sudah sampai mengeluarkan nanah.

    “Alasannya memang karena kami mengalami sakit yah sejak Senin kemarin. Dari telinganya mengeluarkan cairan sehingga tidak memungkinkan untuk mengikuti persidangan,” kata Basuki kepada awak media, Rabu (21/7).

    Ia mengaku pihaknya mengira sakit yang dialami oleh Lia akan segera membaik menjelang persidangan. Namun ternyata berdasarkan penuturan dari dokter yang bertugas di Rutan Pandeglang, kondisi Lia justru memburuk.

    “Tapi tadi majelis hakim menyampaikan bahwa pihak dokter dapat segera melakukan tindakan medis. Karena memang nyawa seseorang itu lebih berharga ketimbang perkara yang sedang dialaminya,” tutur Basuki.

    Sementara itu, Basuki menuturkan bahwa saat ini progres gugatan praperadilan yang diajukan oleh kliennya telah selesai pada agenda kesimpulan. Sidang putusan akan digelar pada Kamis (22/7) hari ini.

    “Tadi kesimpulan itu terkait fakta persidangan. Kami tidak menyampaikan tertulis, namun secara lisan. Fakta persidangan itu kami sampaikan saksi ahli kemarin. Kami juga memohon agar semua bukti dan saksi yang diajukan oleh pihak termohon untuk ditolak, karena mereka tidak memberikan jawaban sebelumnya,” ucap Basuki.

    Ia pun optimistis praperadilan akan berakhir sesuai dengan petitum yang diajukan oleh pihaknya. Apalagi kemungkinan praperadilan diputuskan untuk batal demi hukum itu mengecil, lantaran persidangan pokok Lia ditunda hingga pekan depan.

    “Kita lihat ya hasilnya besok. Mudah-mudahan hal yang terbaik untuk ibu Lia ya. Karena kan kasihan juga ya ini berkaitan dengan nasib seseorang,” tandasnya.(DZH/ENK)

  • Pulang dari Tiongkok, 7 Mahasiswa Banten Dikarantina

    Pulang dari Tiongkok, 7 Mahasiswa Banten Dikarantina

    SERANG, BANPOS – Sebanyak 7 mahasiswa asal Banten di Tiongkok yang berhasil dipulangkan ke tanah air, saat ini masih dalam pengawasan dinas kesehatan kabupaten/kota setempat. Mereka dikarantina selama 14 hari dengan pengawasan ketat oleh tim medis.
    “Setelah dilakukan pemeriksaaan, hasilnya semua mahasiswa banten yang dipulangkan dari Tiongkok dalam kondisi sehat. Baik hasil fisik, laboratorium, maupun radiologi,” kata Kepala Dinas Kesehatan Banten Ati Pramudji Hastuti kepada wartawan (Rabu, 5/2).

    “Mereka dipulangkan. Selama 14 hari (masa inkubasi, red), mereka harus mengurangi aktivitas kegiatannya. Mereka hanya bisa keluar, selama 14 hari, untuk periksa ke Puskesmas terdekat. Mereka sudah kita koordinasikan dengan dinas kesehatan kabupaten/kota untuk tempat pemeriksaannya,” tambahnya.

    Ia menjelaskan, selama 14 hari ke 7 mahasiswa tersebut harus cukup istirahat dan mengkonsumsi makanan bergizi. Mengurangi aktivitas fisik agar kondisi tetap fit selama 14 hari tersebut.

    “Jadi karantina yang dimaksud adalah karantina di rumah dengan mengurangi aktivitas, hanya di dalam rumah. Kalaupun keluar rumah hanya untuk periksa ke Puskesmas selama 14 hari. Mereka juga harus melakukan perilaku hidup bersih dan sehat dengan berolahraga, makanan bergizi dan istirahat yang cukup,” paparnya.

    Dikatakan, saat melakukan tes kesehatan ke Puskesmas terdekat, para mahasiswa tersebut dibekali kartu kuning Health Alert Card (HAC) yang diberikan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Bandara Soekarno Hatta. Hal ini dilakukan karena para mahasiswa tersebut masuk dalam status orang dalam observasi.

    “Jika orang dalam status pemantauan dilakukan isolasi. Itupun isolasi bukan di rumah sakit. Sedangkan untuk status dalam pengawasan itu dilakukan di rumah sakit yang telah ditujuk nasional,” ungkapnya.

    Dikerahui, Gubernur Wahidin Halim (WH) memfasilitasi mahasiswa Banten yang belajar di Provinsi Jiangsi Republik Rakyat Tiongkok untuk pulang ke Banten karena kekhawatiran atas merebaknya wabah virus corona.

    Para mahasiswa tiba di Bandara Soekarno Hatta menggunakan penerbangan Thai Airways Airline pukul 18 wib. Usai menjalani prosedur kedatangan dari Kementerian Kesehatan, didampingi Tim Kesehatan Dinkes Pemrpov Banten para mahasiswa melakukan pemeriksaan lanjutan di RSUD Banten.

    Setelah hasil pemeriksaaan menyatakan para mahasiswa dalam kondisi sehat mereka dipulangkan ke rumah masing-masing dengan tetap dilakukan pemantauan selama 14 hari. Dinkes Pemprov Banten berkoordinasi dengan dinas kesehatan kabupaten/kota untuk pemantauan para mahasiswa tersebut dalam memeriksakan diri ke Puskesmas terdekat.(RUS)

  • Jumlah Penerima Bantuan BPJS Kesehatan Berkurang 274 Ribu Jiwa

    Jumlah Penerima Bantuan BPJS Kesehatan Berkurang 274 Ribu Jiwa

    SERANG, BANPOS – Dampak naiknya tarif iuran asuransi Badan Penyelanggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tahun 2020 oleh pemerintah pusat, sebanyak 274 ribu masyarakat penerima bantuan iuran (PBI) dari Pemprov Banten dipangkas atau dinonaktifkan.

    Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Banten Ati Pramudji Hastuti, Jumat (31/1) mengungkapkan, adanya perubahan tarif asuransi BPJS berdampak pada pembiayaan PBI baik dari APBN, APBD provinsi maupun kabupaten/kota. Untuk kuota PBI dari APBD provinsi terjadi pengurangan dari 900 ribu lebih penerima menjadi sekitar 626 ribu penerima.

    “Adanya perubahan kebijakan kaitannya dengan penambahan iuran kepesertaan BPJS dari semula Rp23 ribu menjadi Rp42 ribu (per bulan). Ini yang menjadi kendala bukan hanya provinsi tapi seluruh kabupaten/kota. (Kuota dari APBD provinsi) dari 900 ribu lebih kita turunkan menjadi sekitar 626 ribu,” katanya.

    Ia menjelaskan, penurunan kuota mau tak mau harus dikurangi karena pemerintah kesulitan menutupi pembiayaannya. Sama seperti pemprov, enam pemerintah kabupaten/kota di Banten pun memberlakukan kebijakan serupa. Tak jauh berbeda dengan yang terjadi untuk PBI yang dibiayai dari APBN. Sehingga akhirnya total kuota PBI yang ditanggung pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota berkurang.

    “Hanya dua yang posisi kepesertaan (PBI) tidak berkurang yaitu Kota Tangerang dan Kota Tangsel (Tangerang Selatan). Dengan tidak mengurangi peserta bukan berarti tidak kesulitan pembiayaan. Kota Tangerang dari peserta PBI itu hanya mampu (membiayai) tujuh bulan, Kota Tangsel sama,” ujarnya.

    Karena ada penurunan kuota PBI, kata dia, pihaknya telah menggelar rapat koordinasi dengan Dinas Sosial (Dinsos) dan Dinkes kabupaten/kota se-Banten serta Kantor BPJS Cabang Serang dan Tangerang. Dalam pertemuan tersebut dirumuskan terkait mereka yang terpaksa kepesertaan PBJS-nya tak dilanjut.

    Masih dikatakan Ati Pramudji Hastuti yang merupakan mantan pejabat Kota Tangerang dan menjadi pejabat eselon II hasil open bidding atau lelang jabatan ini, ukuran pertama adalah dengan melihat penerima PBI bekerja atau tidak yang merupakan kriteria miskin versi Dinas Sosial (Dinsos). Kemudian yang kedua adalah data kemiskinan dari Dinsos disinergikan, dan ternyata terdapat warga miskin yang tidak memiliki nomor induk kependudukan (NIK). Padahal, salah satu syarat menjadi peserta BPJS adalah memiliki NIK.

    “Banyak juga orang miskin tidak memiliki NIK. Mungkin masih ada, tapi saya yakin itu tidak banyak. Makannya kita kerja sama dengan Disdukcapil agar miskin tapi tidak memiliki NIK segera ditindaklanjuti,” ungkapnya.