Tag: Dolbon

  • Di Kabupaten Serang Sulit Atasi ‘Dolbon’

    Di Kabupaten Serang Sulit Atasi ‘Dolbon’

    SERANG, BANPOS – Mayoritas desa di Kabupaten Serang belum sepenuhnya terbebas dari kebiasaan Buang Air Sembarangan (BABS) atau dolbon. Bahkan, angkanya disebut mencapai 64 persen dari total 326 desa.

    Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Serang Istianah Hariyanti menyampaikan, perilaku itu biasa terjadi di pemukiman dengan lingkungan yang masih terdapat perkebunan dan di pinggiran kali.

    “Justru yang paling banyak kebunnya, yang masih banyak lahan terbuka. Sama kali yang punya sepanjang kali,” katanya kepada BANPOS saat ditemui di ruangan kerjanya pada Kamis (18/1).

    Istianah menjelaskan, ada banyak alasan mengapa kebiasaan buruk itu hingga saat ini belum bisa dilepaskan dari masyarakat.

    Selain disebabkan karena alasan ekonomi, juga disebabkan oleh faktor tingkat kesadaran yang rendah, serta budaya yang melingkupinya.

    “Sebetulnya mampu (membangun jamban layak), cuman merasa jamban itu belum penting, belum menjadi skala prioritas karena masih ada kali. Sama faktor kultur atau budaya,” terangnya.

    Menurut Istianah, faktor budaya menjadi tantangan tersendiri dalam upaya mengubah perilaku hidup masyarakat. Sebab, kebiasaan itu sudah dilakukan secara turun-temurun dan melekat.

    “Merubah perilaku, merubah kultur budaya inilah tantangan terbesar kita sebetulnya untuk masyarakat Kabupaten Serang,” imbuhnya.

    Terhadap permasalahan tersebut Istianah mengatakan, pihaknya telah melakukan berbagai macam upaya, agar masyarakat sadar dan mau mengubah perilaku menjadi jauh lebih sehat.

    Salah satunya adalah dengan gencar melakukan sosialisasi dan edukasi tentang betapa pentingnya untuk tidak melakukan kebiasaan dolbon, demi menjaga lingkungan agar tetap sehat.

    Selain itu pendekatan lain yang dilakukan adalah dengan cara pemicuan. Pemicuan merupakan satu cara untuk menggerakkan, atau memotivasi masyarakat supaya mereka memiliki jamban sendiri.

    “Ada beberapa teknik yang dipakai (untuk pemicuan), salah satunya yang paling berhasil adalah dengan mensugesti bahwa jijik, kotor tinja itu,” tuturnya.

    Istianah juga menjelaskan, kebiasaan dolbon atau BAB sembarangan itu tidak boleh dibiarkan berlarut-larut begitu saja. Karena tinja-tinja yang mencemari lingkungan itu dapat menimbulkan berbagai macam penyakit berbahaya bagi masyarakat seperti diare, tifus, kolera, muntaber, hingga polio.

    “Banyak sekali penyakit berbasis lingkungan yang bisa ditularkan dari tinja-tinja yang dibuang sembarangan seperti diare, tifus, kolera, muntaber, termasuk polio,” tuturnya.

    Oleh sebab itu Istianah mengajak kepada semua pihak, untuk mau bersama-sama bergerak mengatasi persoalan dolbon yang terbilang masih cukup tinggi di Kabupaten Serang.

    Karena, katanya, persoalan dolbon atau BAB sembarang bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, melainkan juga semua elemen masyarakat.

    “Kita harapkan peran dari lintas sektor ini semuanya turun untuk menciptakan Kabupaten Serang yang bebas dari buang air besar sembarangan,” terangnya.

    Di samping itu ia juga menyampaikan, hingga awal tahun 2024 di desa-desa yang dinyatakan telah terbebas dari kebiasaan BAB sembarangan ada sebanyak 117 desa atau dengan kata lain sudah mencapai 35,88 persen.

    “Tahun ini alhamdulillah, awal tahun itu baru ada 76 desa yang sudah mendeklarasikan sebagai SBS (Stop BAB Sembarangan). Tahun ini ada penambahan menjadi 117 desa,” tandasnya. (CR-02)

  • Miris, Ribuan Warga Cilegon Masih Dolbon

    Miris, Ribuan Warga Cilegon Masih Dolbon

    Salah satu jamban luar ruangan yang biasa digunakan warga

    CILEGON, BANPOS – Kota Cilegon sering disebut-sebut sebagai kota industri. Ini lantaran disana banyak berjejer industri mulai dari yang berskala lokal, nasional, sampai international. Bahkan Cilegon juga kerap disebut kota petro dolar. Ini dikarenakan usaha apapun di kota baja ini bisa menjadi uang.

    Namun sungguh miris jika di kota itu masih ada warga yang belum mempunyai jamban. Sehingga mereka akhirnya buang hajat di area terbuka di sekitar kebun atau sering disebut dolbon.

    Selain itu, juga sudah mendapatkan predikat Smart City, namun ribuan warga Kota Cilegon masih melakukan Buang Air Sembarangan (BAB) di kebun alias dolbon.

    Dari delapan kecamatan, justru Kecamatan Ciwandan yang notabene nya disebut sebagai daerah industri, menjadi kecamatan yang warganya terbanyak melakukan dolbon.

    Ketua Umum penggiat lingkungan hidup dari Yayasan Banten Antisipator Lingkungan Hidup Indonesia (Balhi), Heri JB mengatakan, dari data yang dipegang Balhi sekitar 3 ribu jiwa warga Cilegon masih BAB sembarangan dan itu perlu kerja maksimal untuk merubah mindset warga agar tidak dolbon sembarangan. 

    “Dari data yang kita punya ada 3 ribu jiwa yang masih memanfaatkan kebun sebagai media buang hajat dan untuk itu peran serta semua pemangku kebijakan untuk merubah mindset masyarakat agar mengedapankan pola hidup sehat,” katanya, Kamis (14/11).

    Yang paling aneh lanjut Heri JB, warga yang masih melakukan buang hajat itu yang paling banyak ada di Kecamatan Ciwandan yang mana notabene di Kecamatan itu banyak industri berskala Internasional disusul di Kecamatan Jombang yang notobene sebagai pusat pemerintahan.

    “Untuk di Kecamatan Ciwandan dari data kita ada sekitaran 500 jiwa yang masih dolbon, disusul Kecamatan Jombang sekitar 430 jiwa dan sisanya tersebar di Kecamatan lain yang ada di Kota Cilegon,” tuturnya.

    Kalau tidak dibenahi lanjut Heri, ini menjadi preseden buruk bagi Kota Cilegon. Oleh karena itu, ia berharap OPD terkait di Kota Cilegon bekerja sama melakukan pembenahan.

    “Kalau hal ini tidak di mbenahi bersama-sama baik Dinas Kesehatan, Dinas Sosial dan pemangku kebijakan ini bakal menjadi preseden buruk Kota Cilegon untuk menuju Kota sehat,” tandasnya. 

    Sementara itu, Sekretaris Pokmas Kelurahan Kepuh, Kecamatan Ciwandan Marhani mengaku diwilayahnya masih banyak warga masih buang air besar di kebun. 

    “Disini masih banyak warga yang melakukan dolbon (modol di kebon atau buang air besar di kebun),” kata Marhani.

    Marhani menjelaskan, pada tahun ini pihaknya membangun limabelas jamban utuk limabelas keluarga. 

    “Ini salah satu kegiatan DPW Kel pada termin kedua. Jambanisasi ini dilakukan di Lingkungan Ragreg dan Cipaot. Lingkungan tersebut berada di perbatasan dengan Mancak, Kabupaten Serang, ” jelas Marhani.

    Menurut Marhani, jumlah warga yang belum mempunyai jamban sebenarnya cukup banyak. Kalau dihitung bisa jadi lebih dari seratus KK. 

    “Tahun depan kita ajukan jambanisasi untuk 50 KK. Supaya bisa cepat selesai, ” ujar laki-laki yang juga menjabat Ketua Karang Taruna Kelurahan Kepuh ini.

    Marhani berharap, melalui program DPW Kel tersebut jambanisasi bisa membantu masyarakat yang benar-benar tidak mempunyai jamban. 

    “Lah ngambil air aja ngunjal kang. Mau gimana. Namanya doang deket industri. Tapi kenyataannya kan memang seperti itu,” imbuhnya. (LUK/RUL)