Tag: DP3AKKB Banten

  • Kadis DP3AKKB Banten Pastikan Program Penanganan KDRT di Banten Berjalan Baik

    Kadis DP3AKKB Banten Pastikan Program Penanganan KDRT di Banten Berjalan Baik

    SERANG, BANPOS – Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Kependudukan dan Keluarga Berencana (DP3AKKB), Siti Ma’ani Nina memastikan program penanganan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) pada perempuan dan anak di Banten berjalan baik.

    Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Kependudukan dan Keluarga Berencana atau DP3AKKB merupakan salah satu lembaga yang ikut serta dalam melakukan penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga pada perempuan dan anak.

    Ini bertujuan untuk memberikan kemudahan pencapaian perkembangan diri yang optimal dengan diwujudkan adanya pelayanan di bidang konseling atau psikologis.

    Siti Ma’ani Nina menjelaskan program pencegahan dan penanganan kasus KDRT pada perempuan dan anak mulai dari konseling hingga psikolog.

    “Ada berbagai kegiatan program bagaimana kita selalu mensosialisasikan dan juga bagaimana masyarakat ini selalu waspada terhadap potensi kekerasan itu sendiri,” kata Siti Ma’ani Nina kepada awak media pada Rabu 15 November 2022.

    “Kita memberikan ruang bagaimana untuk konsultasi, curhat, konseling, psikolog dan sebagainya. Itu sudah berjalan, kalaupun ada kasus yang ditemukan sekarang itu sesegera mungkin (ditangani),” sambung Siti Ma’ani Nina.

    Nina mengungkapkan, dalam menjalankan program tersebut melibatkan berbagai lembaga termasuk aparat penegak hukum.

    “Kita harus ditangani dengan aparar penegak hukum,” terangnya.

    Menurut Nina, kasus kekerasan dalam rumah tangga pada perempuan dan anak di Banten terus berkurang. Namun demikian, Nina tidak merinci soal data kekerasan secara keseluruhan.

    Nina menambahkan, program penanganan KDRT pada perempuan dan anak melalui program bimbingan konseling dan psikolog sangat efektif untuk menekan kasus KDRT.

    Diketahui, berdasarkan UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, tindakan kekerasan pada peremuan tidak hanya mengacu pada kekerasan fisik, melinkan terdapat beberapa jenis kekerasan antara lain;

    1. Kekerasan Emosional

    Kekerasan emosional merupakan tindakan yang menyebabkan korban ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemapuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

    Tak hanya tindakan berupa cacian dan makian, tanda perliaku kasar pada perempuan dalam rumah tangga yang menyerang psikis juga berupa pelarangan, pamaksaaan, dan isolasi sosial.

    2. Kekerasan Fisik

    Kekerasa fisik merupakan perbuatan yang menimbulkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat.

    Tindakan kekerasan fisik meliputi menampar, memukul, meludahi, menarik rambut, menendang, menyundut dengan rokok, melukai dengan senjata lainnya yang berujung pada kekerasan.

    3. Kekerasan Seksual

    Kekerasa seksual adalah tindakan pemaksaan hubungan seksual dan pelecehan seksual, pemaksaan hubungan dengan pola yang tidak dikehendaki oleh istri juga termasuk kekerasan seksual.

    4. Kekerasan Ekonomi

    Kekerasan Ekoonomi disebut dengan kekerasan penelantaran rumah tangga.

    Jenis kekerasan ini erat berakitan dengan memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan.

    Kekerasan ini berupa tidak memberikan nafkah, membatasi finansial korban dengan tidak wajar. (ADV)

  • Punya Data Berbeda, Pemprov tetap Prioritaskan Penekanan Angka Stunting

    Punya Data Berbeda, Pemprov tetap Prioritaskan Penekanan Angka Stunting

    SERANG, BANPOS – Provinsi Banten masuk menjadi provinsi terbanyak kelima yang memiliki bayi dibawah lima tahun (Balita) kerdil atau stunting versi Studi Status Gizi Indonesia (SGSI). Namun, terdapat perbedaan data yang dimiliki oleh Pemprov Banten berdasarkan aplikasi elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis masyarakat (e-PPGBM).

    Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Kependudukan dan Keluarga Berencana (DP3AKKB) Banten, Siti Ma’ani Nina, mengungkapkan, terdapat perbedaan data antara SSGI dan e-PPGBM. SSGI merupakan survei berskala Nasional untuk mengetahui perkembangan status gizi balita (stunting, wasting, dan underweight) tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

    “Berdasarkan SSGI Tahun 2021 prevalensi stunting Provinsi Banten pada tahun 2021 sebesar 24,5. Sementara berdasarkan e-PPGBM prevalensi stunting Provinsi Banten pada tahun 2019 sebesar 15,43, tahun 2020 sebesar 10,38, dan pada tahun 2021 sebesar 7,4,” jelasnya.

    Sementara,berdasarkan hasil penginputan e-PPGBM Persentase Stunting pada tahun 2019 sampai dengan tahun 2021 sudah ada penurunan tetapi tetap harus dilihat cakupan yang diukur berdasarkan sasaran yang ada. Dan sudah dibawah target 2021, 21,1 persen.

    Namun, ia mengungkapkan bahwa penekanan angka stunting menjadi program prioritas, mengarah kepada intervensi berbasis keluarga berisiko stunting dengan menekankan pada penyiapan kehidupan berkeluarga, pemenuhan asupan gizi, perbaikan pola asuh, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dan peningkatan akses air minum dan sanitasi.

    Dalam rangka percepatan berbasis keluarga dibentuk Tim Pendamping keluarga (TPK) terdiri dari unsur Bidan, kader pmk dan kader IMP. Penurunan stunting menitikberatkan pada penanganan penyebab masalah Gizi, yaitu faktor yang berhubungan dengan ketahanan pangan khususnya akses terhadap pangan bergizi (makanan), lingkungan sosial yang terkait dengan praktik pemberian makanan bayi dan anak (pengasuhan), akses terhadap pelayanan kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan (kesehatan), serta kesehatan lingkungan yang meliputi tersedianya sarana air bersih dan sanitasi (lingkungan).

    “Keempat faktor tersebut mempengaruhi asupan gizi dan status kesehatan ibu dan anak, hal ini akan mencegah masalah kekurangan gizi,” kata Nina.

    Kunci percepatan penurunan angka stunting yakni Intervensi penurunan stunting terintegrasi dengan pembagian peran dan tanggung jawab antara pemerintah pusat, pemerintah Provinsi, pemerintah Kabupaten/kota sampai dengan pemerintahan Desa.

    Pemprov gencar melakukan upaya penanganan melalui Tim Percepatan Penanggulangan Stunting (TPPS). TPPS yang merupakan lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) itu melaksanakan penanganan stunting melalui kewenangan masing-masing tersebut merupakan tindak lanjut Peraturan Presiden (PP) Nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

    Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Provinsi Banten, saat itu di wilayah Provinsi Banten terdapat 10.643 Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang tersebar 8 Kabupaten/Kota. Operasional Posyandu itu didukung oleh 53.214 kader.

    Kepala DPMD Banten Enong Suhaeti, Kamis (9/3) mengungkapkan, pembinaan dan pelatihan penanganan stunting dilakukan kepada kader Posyandu dan kader PKK. Selain itu, pihaknya juga memfasilitasi sarana dan prasarana dalam pelayanan Posyandu.

    “Untuk insentif kader Posyandu, bisa dialokasikan dari Dana Desa. Sehingga tergantung hasil Musyawarah Desa,” kata Enong.

    Ia menjelaskan, pihaknya akan terus menjalin dan melakukan koordinasi, sinergitas, dan harmonisasi dengan Forum Kader Posyandu baik di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, mengakomodir bantuan hibah Forum Kader Posyandu, serta pembinaan kepada kader Posyandu dan kader PKK untuk menekan stunting.

    Diberitakan sebelumnya, hasil survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, terdapat 294.862 balita kerdil di Banten. Angka ini menempatkan Banten sebagai provinsi kelima terbesar yang memiliki balita kerdil setelah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sumatera Utara.

    Berdasarkan SSGI 2021 terdapat beberapa daerah perkotaan di Banten yang tergolong dalam zona stunting “kuning” dan “hijau”.

    Diantaranya Kota Serang dan Kota Cilegon di kategori kuning serta Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang di kategori hijau.

    Malah satu kabupaten di Banten berkategori “merah” yakni Pandeglang karena prevalensinya di atas 30 persen. Bahkan Pandeglang dengan prevalensinya yang 37,8 persen menduduki posisi nomor 26 dari 246 kabupaten/kota di 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi

    Lima kabupaten dan kota yang berstatus “kuning” dengan prevalensi 20 hingga 30 persen, diantaranya Lebak, Kota Serang, Kabupaten Tangerang dan Kota Cilegon.

    Sementara dua daerah yang berkategori hijau dengan prevalensi 10 sampai 20 persen adalah Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang

    Tidak ada satu pun kabupaten atau kota di Banteng berstatus biru yakni dengan prevalensi di bawah 10 persen.

    (RUS/PBN)