Tag: dprd banten

  • Hasil Reses Tak Muncul, Anggota Dewan Ini Protes di Paripurna

    Hasil Reses Tak Muncul, Anggota Dewan Ini Protes di Paripurna

    SERANG, BANPOS – Anggota DPRD Banten dari Fraksi PKB, Umar Barmawi melakukan aksi protes dalam rapat paripurna penyampaian hasil reses Pimpinan dan Anggota DPRD Banten masa persidangan ke satu tahun sidang 2019-2020.

    Umar menyampaikan interupsi setelah perwakilan dari seluruh daerah pemilihan (Dapil) selesai membacakan hasil resesnya dihadapan Sekda Banten, Al Muktabar dan seluruh pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) yang hadir, Kamis (5/12). Rapat sendiri dipimpinan oleh Wakil Ketua DPRD Banten, Barhum. Hadir Ketua DPRD Banten Andra Soni dan Wakil Ketua DPRD Banten, Nawa Said Dimyati.

    “Interupsi pimpinan. Kenapa hasil reses yang saya temui tadi tidak disampaikan,” kata Umar.

    Selain Umar, ada tiga orang anggota DPRD Banten lainnya juga protes yakni, Iskandar dari Fraksi PPP, Yoyon Sujana dari Fraksi Demokrat dan Yeremia Mendrofa dari Fraksi PDI Perjuangan.

    “Saya minta sistem reses yang sekarang harus dikembalikan lagi seperti DPRD Banten 2014-2019,” ungkap Yoyon.

    Dikatakan Yoyon, pelaporan pembacaan hasil reses dalam paripurna disampaikan sesuai dapil setiap DPRD. Tidak disingkat menjadi 3 dapil, penyesuaian di DPR RI. “Harus sesuai di Dapil. Misalnya Kabupaten Lebak disampaikan khusus Lebak tidak digabung dengan Kabupaten Pandeglang,” ujarnya.

    Sementara itu, Iskandar melakukan intrupsi lantaran video dan gambar-gambar saat pembacaan hasil reses hanya sebagian kecil saja yang ditampilkan. “Interupsi, saya harap penanyangan gambarnya harus semua Anggota DPRD. Tapi ini banyak sekali foto kegiatan dalam video anggota dewan yang sedang reses tidak ditampilkan,” ujarnya.

    Anggota DPRD Banten dari Fraksi PDI Perjuangan, Yeremia Mendrofa menyesalkan tidak tersampaikan pesan kegiatan dewan oleh bagian publikasi di DPRD Banten. “Ini harusnya peran humas, tapi kenapa ini tidak maksimal,” imbuhnya.

    Usai rapat paripurna, Umar mengaku aneh dan heran dengan penyampaikan reses yang disampaikan oleh Encop Sopia, ( Anggota DPRD Banten dari Fraksi Gerindra). “Hasil reses saya tidak dibacakan sama sekali. Ini yang buat laporannya siapa?. Yang reses kan saya bukan pihak lain. Kalau mau dibuat dan sebelum dibacakan, mestinya konsultasi dong dengan saya,” ujar Umar kesal.(RUS/ENK)

  • Jembatan Selat Sunda Dianggap Belum Penting

    Jembatan Selat Sunda Dianggap Belum Penting

    SERANG, BANPOS– Pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) yang digagas masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatera dinilai belum terlalu dibutuhkan untuk saat ini. Sebab, konektivitas berupa jarak tempuh kedua pulau tersebut kini sudah semakin pendek dengan adanya dermaga eksekutif.

    Demikian terungkap dalam kunjungan kerja DPRD Lampung ke DPRD Banten di DPRD Banten, KP3B, Kecamatan Curug, Kota Serang, Rabu (4/12).

    Diketahui, pembangunan megaproyek itu cukup kencang didorong pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Bahkan, sempat ada masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi indonesia (MP3EI) yang memasukkan JSS dalam satu paket pembangunan koridor di Sumatra.

    Akan tetapi, pada awal pemerintahan Presiden Joko Widodo, rencana pembangunan JSS ditunda. Alasan penundaan proyek bernilai seratus triliun rupiah lebih itu adalah karena bisa makin memicu ketimpangan ekonomi antara Indonesia bagian barat dan timur.

    Anggota Komisi IV DPRD Banten Dede Rohana Putra mengatakan, meski sempat kembali diangkat namun pembanguann JSS dinilainya belum begitu dibutuhkan. Dia memahami, maksud dari pembangunan tersebut adalah untuk memudahkan konektivitas antara Pulau Jawa dan Sumatera. Akan tetapi persoalan tersebut sudah diantisipasi dengan dibangunnya dermaga eksekutif di Pelabuhan Merak dan Bakauheuni.

    “Kalau kita lihat sekarang ini memang JSS belum dibutuhkan ya. Dengan adanya pembanguann dermaga eksekutif ini perjalanan cuma satu jam,” ujarnya usai menerima kunker.

    Ia menjelaskan, waktu tempuh antara kedua pulau bisa kembali dipangkas jika ada JSS. Meski demikian hal itu juga mengandung resiko yang tak sedikir. Menurutnya, dengan pembangunan JSS akan memastikan usaha penyeberangan dan juga para pedagang di sekitar pelabuhan.

    “Kalau menggunakan jembatan mungkin waktunya 30 menitan tapi memang banyak mematikan usaha lain. Kalau langsung tol kan sudah tidak ada lagi pedagang itu. Dengan adanya jembatan konektivitas makin cepat, dengan adanya dermaga kan cepat juga,” katanya.

    Dari sisi kebijakan pemerintah pun, kata dia, kemungkinan besar juga belum memprioritaskan JSS. Setidaknya, kondisi tersebut akan terus berlangsung hingga adanya pergantian presiden yang baru.

    “Memang negara kita lagi fokus ke jalan, membangun jalan tol. Mungkin itu (JSS-red) proses kedua lah, next untuk periode presiden yang berikutnya, mungkin akan diwacanakan lagi. Kalau untuk periode sekarang Jokowi kayanya tidak akan,” ungkapnya.

    Dengan menyampingkan kondisi tersebut, Dede mengakui berdsarkan aspirasi masyarakat yang diserapnya mereka tetap berharap pada akhirnya JSS dibangun. “Kalau keinginan iya, karena jembatan itu mencerminkan kemajuan sebuah negara, kemajuan sebuah daerah supaya gengsi, jembatan terpanjang di Indonesia. Kalau secara kebutuhan saya kira belum,” tegasnya.

    Senada diungkapkan Wakil Ketua DPRD Lampung, Raden M Ismail. Dikatakannya, secara pribadi sebagai warga Lampung dirinya masih berharap JSS dibangun. Tetapi jika memposisikan sebagai pemangku kepentingan, dia belum bisa berbicara banyak.

    “Saya sebagai pribadi dan pemangku kepentingan saat ini masih berpikir terhadap teknologi yang akan diterapkan untuk membincangkan JSS. Jadi terus terang saja kita boleh berangan-angan, kita boleh berencana tapi paling tidak kita mendekati pemahaman teknologinya. Lantaran belum lengkapnya gambaran dari sisi teknis yang cukup maka JSS saat ini masih sebatas cita-cita. “Saya rasa itu merupakan wacana dan cita-cita saja dulu,” pungkasnya.(RUS/ENK)

  • Waduh, Anggaran Pemeliharaan Randis di DPRD Banten Diduga ‘Bocor’

    Waduh, Anggaran Pemeliharaan Randis di DPRD Banten Diduga ‘Bocor’

    SERANG, BANPOS – Penggunaan anggaran pemeliharaan kendaraan dinas di lingkungan DPRD Banten diduga telah disalahgunakan. Penyebabnya, dana yang seharusnya digunakan untuk melakukan perawatan dan perbaikan kendaraan dinas, malah digunakan untuk kendaraan pribadi.

    Subag Perlengkapan pada Setwan DPRD Banten, Tb Lufki Solihin mengakui adanya praktik penggunaan anggaran pemeliharaan kendaraan dinas untuk kepentingan pribadi. Menurutnya, anggaran itu digunakan atas sepengetahuan pimpinan, dalam hal ini adalah Sekretaris Dewan, EA Deni Hermawan.

    “Anggaran pemeliharaan kendaraan dinas untuk tahun ini mencapai Rp1,2 miliar,” kata pria yang akrab disapa Uki, baru-baru ini.

    Menurut Uki, biasanya oknum eksternal memasukkan kendaraan pribadinya ke bengkel yang menjadi mitra DPRD Banten, namun kemudian membebankan pembayarannya kepada Setwan. Uki mengaku tak bisa berbuat banyak karena tak bisa membantah perintah pimpinan ketika pimpinan memerintahkannya untuk membayar biaya bengkel kendaraan dari oknum tersebut.
    “Saya pribadi sudah berkali-kali menolak untuk membayar biaya perbaikan kendaraan yang bukan kendaraan dinas. Tetapi karena pimpinan mengarahkan agar ‘dibereskan’ jadi tetap saya bayar,” kata Uki.

    Uki juga mengaku, dari anggaran Rp1,2 miliar, ada 15 hingga 20 persen yang digunakan untuk memperbaiki kendaraan diluar kendaraan dinas. Meski demikian, Uki mengaku pengelolaan anggaran pemeliharaan kendaraan dinas di tahun ini sudah lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya.

    “Tahun-tahun sebelumnya kami sering meninggalkan utang di bengkel yang menjadi mitra. Tetapi dalam dua tahun terakhir ini kami sudah tidak pernah berutang,” pungkas Uki.

    Seorang pegawai honorer Setwan DPRD Banten juga membenarkan adanya malpraktik dalam urusan pemeliharaan kendaraan dinas. Sang honorer mengaku sering membawa mobil dinas maupun pribadi ke bengkel yang ditunjuk. Ia mengatakan, asal setuju pejabat diatas, dia bisa bantu ke bengkel.

    “Yang penting akang hubungi bagian yang ngurus kendaraan. Saya nanti yang bawa ke bengkel,” ungkap Ed, salah seorang tenaga honorer, yang mengaku pernah ngurus kendaraan sewaan, yang biasa dipakai orang dekat gubernur.

    Sementara, Ketua LSM Gempur, Mulya Nugraha menyatakan kecamannya terhadap penggunaan anggaran negara untuk kepentingan pribadi. Menurutnya, hal itu bisa dikategorikan sebagai tindakan koruptif karena berimplikasi pada munculnya kerugian negara.

    “Penggunaan uang negara diluar ketentuan adalah tindakan korupsi. Walaupun tidak memperkaya si pejabat, tetapi ada kerugian negara yang muncul dari situ,” kata Mulya.(ENK)

  • Ada TKS ‘Siluman’ di Setwan DPRD Banten

    Ada TKS ‘Siluman’ di Setwan DPRD Banten

    gedung DPRD Banten
    Gedung DPRD Banten.

    SERANG, BANPOS – Moratorium penerimaan tenaga sukarela (TKS) yang ditetapkan Gubernur Banten, tak diindahkan Sekretariat DPRD Banten. Seiring munculnya rezim baru di DPRD Banten, muncul sejumlah TKS baru yang keberadaannya dipertanyakan.

    Seorang sumber BANPOS di internal DPRD Banten mengatakan, setidaknya ada enam TKS ‘siluman’ bekerja di lingkungan Setwan DPRD Banten. Mereka disebut TKS Siluman karena dianggap keberadaannya tidak jelas dasar hukumnya. Mereka bertugas di Bagian Humas, Subag Fraksi dan Aspirasi.

    Sumber itu mengatakan, keenam orang TKS baru bekerja tanpa dasar yang jelas, karena mereka tak mengantongi surat maupun legalitas lain dalam bekerja. Dikatakannya, empat orang TKS ditempatkan di Subag Fraksi Aspirasi, dan lainnya ditugaskan di fraksi.

    “Mereka dipekerjakan tanpa ada landasan hukumnya dan tidak pula mengantongi dokumen maupun ketetapan apapun untuk bekerja di Setwan DPRD Banten,” kata sumber BANPOS, Selasa (15/10).

    Ketika dikonfirmasi, Kasubag Fraksi dan Aspirasi Sekretariat DPRD Banten, Sunjana mengakui keberadaan enam TKS baru di lingkungannya. Namun, tidak semua bekerja dibawahnya, karena sebagian bekerja untuk membantu fraksi-fraksi di DPRD Banten.

    “Sebenarnya sudah banyak wartawan yang menanyakan ini kepada saya, saya kira statement saya sama dengan yang saya berikan kepada wartawan lain,” kata Sunjana.

    Meski demikian, Sunjana tetap mengakui bila para TKS baru itu bekerja tanpa dasar hukum maupun status yang jelas. Karena, mereka tidak mengantongi Surat Penempatan Tugas (SPT) dari Setwan DPRD Banten.

    Sunjana juga mengklaim, keberadaan para TKS itu tidak bermasalah karena tidak menimbulkan beban bagi keuangan negara. Karena, para TKS itu tidak digaji oleh Setwan DPRD Banten.

    Namun, Sunjana juga tidak menutup kemungkinan di tahun depan para TKS yang dianggap bermasalah itu direkrut menjadi TKS resmi. Karena tidak menutup kemungkinan di tahun 2020 nanti Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Banten akan mengeluarkan kebijakan mengeluarkan TKS-TKS yang saat ini dinilai tidak berkinerja baik.

    “Ya bisa saja kan nanti Sekwan mengeluarkan kebijakan seperti itu, artinya TKS Setwan yang dihonor dari APBD Banten jumlahnya tetap, tidak bertambah,” kata Sunjana.

    Sunjana juga mengaku, perekrutan enam TKS itu dilakukan atas sepengetahuan dan ijin dari Kasubag Tata Usaha (TU) dan Kepegawaian, Emboy Iskandar dan Sekwan, Deni Hermawan. Menurutnya, kedua orang itu mempersilakan perekrutan karena memang tidak membebani APBD Banten.

    Ketika dikonfirmasi, Kasubag Tata Usaha dan Kepegawaian DPRD Banten, Emboy Iskandar tidak berada di tempat.
    Terpisah, Ketua LSM Gerakan Masyarakat untuk Perubahan (Gempur), Mulya Nugraha juga mempertanyakan perekrutan TKS siluman itu. Menurutnya, Gubernur Banten, Wahidin Halim sudah susah payah menertibkan kehadiran TKS-TKS yang tidak jelas di lingkungan Setwan DPRD Banten.

    “Ini jelas bertentangan dengan kemauan Gubernur Banten untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, apalagi perekrutan ini dilakukan atas persetujuan Sekwan, yang seharusnya menjadi pengawal kebijakan gubernur,” kata Mulya.

    Mulya juga sanksi dengan keberadaan para TKS itu bila mereka dianggap bisa membantu kinerja DPRD Banten. Pasalnya, dengan tidak ada dasar hukum dari keberadaan mereka, maka apapun hasil kerja mereka tidak dapat dipertanggungjawabkan di hadapan hukum.

    “Kalau ternyata pekerjaan mereka bermasalah, siapa yang akan bertanggung jawab? Nanti saling lempar lagi antara yang merekrut dan yang memberi ijin,” kata Mulya.

    Menurut Mulya, keberadaan enam TKS bermasalah itu menjadi wujud ketiadaan itikad baik dari Sekwan DPRD Banten untuk menerapkan sistem kepegawaian yang bersih dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurutnya, ini mencederai rasa keadilan bagi para TKS yang sudah disaring dan bekerja sesuai koridor aturan.(ENK)

  • DPRD Banten Harap Media Dahulukan Kepentingan Bangsa

    DPRD Banten Harap Media Dahulukan Kepentingan Bangsa

    Anggota DPRD Provinsi Banten dari Fraksi Gerindra Yudi Budi Wibowo (memegang mik)

    SERANG, BANPOS – Anggota DPRD Provinsi Banten dari Fraksi Gerindra Yudi Budi Wibowo mengatakan bahwa kebebasan yang dimiliki pers bukan kebebasan yang tidak terbatas. Kebebasan pers dibatasi oleh kepentingan bangsa. Sehingga ketika ada konflik pers hendaknya jangan memberitakan jumlah korban, bagaimana korban terluka atau meninggal dunia, karena itu hanya akan memperkeruh situasi.

    Ia juga menyarankan kepada pemerintah ketika ada konflik jangan diselesaikan dengan kekerasan tetapi dengan dialog dan mencari akar permasalahan sesungguhnya sehingga penyelesaiannya benar-benar dapat tuntas. Karena itu ia berpendapat militer harus ditarik dari Papua.

    “Harapan saya temen-temen jurnalis menjadi garda terdepan pemberitaan konflik tetapi dibungkus dengan pemberitaan yang sejuk,” kata Yudi saat diskusi mingguan bertema “Jurnalisme Konflik Papua” yang digelar Pokja Wartawan Kota Serang (PWKS), Jumat (4/10).

    Yudi mengatakan bahwa sudah berpuluh-puluh tahun terjadi akulturasi di Papua. Sudah cukup lama masyarakat dari pulau lain hidup bersama masyarakat Papua bahkan ada juga yang sudah beranak pinak dengan warga Papua. Karena itu ia mengaku tidak habis pikir mengapa bisa terjadi konflik di Papua. Ia juga mengaku tidak tahu apakah dalam konflik Papua ini ada konflik ekonomi, politik, atau konflik lainnya.

    “Papua itu seksi. Semuanya ada. Kekayaan alam, kekayaan budaya, geografis. Sampai Belanda pun di KMB (Konferensi Meja Bundar-red) mempertahankan Papua ingin menjadi wilayah mereka,” katanya.

    Terkait pemberitaan adanya warga Banten yang saat ini sedang berada di Papua. Ia berharap, jurnalis dapat mengangkatnya dengan tujuan yang mengedepankan sisi sosial. “Kita memang harus membantu saudara kita yang ada di Papua tersebut untuk dijemput oleh pemerintah, namun upayakan dengan bahasa yang lebih sejuk,” tandasnya. (PBN)

  • Gerindra Kalah Saing dari PDIP dalam Jatah Unsur Pimpinan DPRD Banten

    Gerindra Kalah Saing dari PDIP dalam Jatah Unsur Pimpinan DPRD Banten

    gedung DPRD Banten
    Gedung DPRD Banten.
    SERANG, BANPOS – Partai pemenang Pemilu 2019 di Banten, Partai Gerindra kalah bersaing dengan PDIP, dalam jatah unsur pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD) di Provinsi Banten.

    Hasil rapat paripurna AKD DPRD Banten, Senin (30/9), Gerindra mendapatkan jatah Ketua Komisi V bidang Kesejahteraan Rakyat, Ketua Badan Kehormatan (BK), dan Wakil Ketua Komisi III.

    Sedangkan PDIP, selain mendapatkan kursi lebih banyak, posisi yang dijabat pun bergengsi, yakni, Ketua Pelaksana harian Badan Anggaran (Bangar), Ketua Komisi IV bidang Pembangunan, Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapem Perda), Serta Wakil Ketua Komisi V bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra).

    Sementara secara rinci, jabatan Ketua Komisi I bidang Pemerintahan jatah anggota DPRD Banten dari Fraksi Demokrat, Asep Hidayat, wakilnya dari Fraksi PKS, A Cut Muthia, dan Sekretarisnya, Ida Ating dari Partai Persatuan Pembangunan. Untuk Ketua Komisi II bidang Ekonomi, Muhsinin dari Golkar, Wakil Ketua Yoyon Sujana dari Demokrat dan Sekretaris Nawawi Nurhadi dari PKB.

    Komisi III bidang Keuangan diketuai oleh Gembong R Sumedi dari PKS, Wakil Ketua Ade Hidayat dari Gerindra dan Sekretaris Beni Sudrajat dari Nasdem. Komisi IV bidang Pembangunan diketuai oleh Eri Suheri dari PDIP, Wakil Ketua, Tb Luay Sofhani dari PAN dan Sekretaris M Nur Kholis dari PKB. Komisi V bidang Kesra diketuai oleh Muhammad Nizar dari Gerindra, Wakil Ketua Yeremia Mendrofa dari PDIP dan Sekretaris Fitron Nur Ikhsan dari Golkar.

    Untuk Bapem Perda diketuai oleh Madsuri dari PDIP dan Wakil Ketua Asnis Syaifuddin dari PKS. Sedangkan BK diketuai oleh Sopwan dari Gerindra dan Wakil Ketua Desi Yusandi dari Golkar.

    Wakil Ketua DPRD Banten, Barhum HS mengatakan, setelah dibentuknya AKD, kinerja DPRD Banten bisa efektif dan berjalan optimal dalam menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing sesuai apa yang telah diamanahkan. Dirinya juga berharap kepada seluruh anggota dewan agar lebih aspiratif, akomodatif terhadap apa yang disampaikan oleh masyarakat, dan juga muka yang bisa mengemban amanah rakyat Provinsi Banten.

    “Sudah dibentuk, mulai komisi, Badan Musyawarah, Bapem Perda, BK,” kata Barhum saat ditemui usai rapat Banmus di DPRD Banten, KP3B, Kota Serang, Senin (30/9) malam.

    Saat ditanya apakah proses pembentukan AKD berjalan alot, Barhum mengaku hal tersebut merupakan sebuah kewajaran. “Biasalah, jangankan mengurus 85 orang, mengurus masing-masing fraksi sendiri juga, kalau didahului kepentigan pribadi kan repot juga. Intinya gak ada yang alot, lancar-lancar aja,” katanya.

    Meski begitu pihaknya belum bisa merinci agenda apa saja yang akan dilakukan DPRD Banten dalam waktu dekat. “Tapi khususnya akan beraudiensi dulu dengan lembaga vertikal, Gubernur, Kejati, termasuk media,” ujarnya.

    Sementara, Wakil Ketua DPRD Banten, Fahmi Hakim membenarkan Banmus telah membentuk AKD.

    “Sudah dibentuk. Kalau Golkar dapat jatah Komisi II, dan kalau saya koordinator Komisi IV,” kata Fahmi.(RUS/ENK)