Tag: DPRD Lebak

  • Aktivis Pergerakan Angkat Bicara Terkait Meninggalnya Anggota Satpol PP Lebak

    Aktivis Pergerakan Angkat Bicara Terkait Meninggalnya Anggota Satpol PP Lebak

    LEBAK, BANPOS – Aktivis pejuang demokrasi, Harda Belly, menyampaikan ucapan duka cita mendalam atas meninggalnya seorang anggota Satpol PP, Yadi Suryadi, saat menjalankan tugas pengamanan dalam aksi demonstrasi di Kabupaten Lebak.

    Yadi, yang berusia 50 tahun, meninggal setelah mengalami cedera serius akibat tertimpa pagar besi gedung DPRD saat mengamankan aksi penolakan pelantikan ketua DPRD dari PDI Perjuangan.

    Sebelumnya, Yadi dirawat di dua rumah sakit, yaitu RSUD Adjidarmo Lebak dan RS Hermina Daan Mogot di Jakarta.

    Harda Belly menegaskan perlunya pengusutan tuntas terhadap insiden tersebut.

    “Tragedi ini harus diusut oleh aparat kepolisian, demi keadilan dan kemanusiaan,” ujarnya dalam pernyataan kepada awak media, Kamis (10/10).

    Harda menekankan pentingnya kegiatan demonstrasi dalam sistem demokrasi, namun dengan catatan harus sesuai dengan ketentuan yang ada agar tidak menimbulkan kekacauan.

    “Saya mendukung aksi penyampaian pendapat, tapi harus menghindari tindakan anarkis yang bisa merugikan banyak pihak,” jelasnya.

    Harda juga menyerukan pemerintah daerah untuk memberikan santunan kepada keluarga Yadi dan menjamin pendidikan anak-anaknya, karena Yadi adalah tulang punggung keluarga.

    “Beliau harus diberikan penghargaan setinggi-tingginya atas pengabdiannya,” tambahnya.

    Yadi meninggalkan seorang istri, Nurbaeti, dan empat anak, termasuk anak sulungnya yang menderita talasemia.

    “Pemkab Lebak harus memberikan beasiswa dan dukungan kepada keluarga Yadi,” harap Harda.

    Dia menekankan pentingnya menjaga iklim demokrasi yang sehat dan berharap insiden serupa tidak terulang di masa depan.

    “Kita semua harus belajar dari kejadian ini agar demonstrasi berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku, tanpa mengorbankan jiwa dan merusak fasilitas umum,” tandasnya. (MYU)

  • Surat ‘Sakti’ DPRD Lebak Diduga Loloskan Anggota PPK di 18 Kecamatan

    Surat ‘Sakti’ DPRD Lebak Diduga Loloskan Anggota PPK di 18 Kecamatan

    LEBAK, BANPOS – Beredar sebuah surat dengan kop surat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lebak dengan perihal rekomendasi yang ditujukan kepada Ketua KPU Kabupaten Lebak.

    Surat dengan nomor 170/232-DPRD/V/2024 yang ditandatangani oleh Wakil Ketua DPRD Lebak, Junaedi Ibnu Jarta dengan stampel resmi DPRD Lebak tersebut berisi tentang nama-nama yang diminta untuk diprioritaskan dalam penetapan badan adhoc atau Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Pilkada 2024.

    Berdasarkan penelusuran BANPOS, dari 29 nama tersebut terdapat 24 nama yang masuk dalam data penetapan PPK dari KPU Lebak dengan rincian 17 dinyatakan terpilih dan 7 lainnya menjadi Cadangan yang tersebar di 18 Kecamatan berdasarkan surat tersebut.

    BANPOS mencoba menghubungi Wakil Ketua DPRD Lebak, Junaedi Ibnu Jarta untuk mengkonfirmasi terkait hal tersebut. Namun, ia tidak kunjung memberikan respon.

    Sementara itu, sejumlah anggota DPRD Lebak lain menyatakan tidak mengetahui hal tersebut.

    Seperti, Anggota DPRD Lebak fraksi Nasdem, Yanto. Ia menyatakan dirinya menolak bahwa surat tersebut mengatasnamakan DPRD Lebak.

    “Kalau atas nama DPRD Lebak saya menolak, saya tidak tahu-menahu soal itu,” singkatnya.

    Terpisah, Ketua KPU Lebak, Dewi Hartini mengatakan, dirinya tidak menerima adanya surat tersebut.

    “Terkait surat tersebut KPU tidak pernah menerimanya, jika kurang jelas bisa dikonfirmasi ke bagian umum. Karena seyogyanya apabila ada surat masuk biasanya teregister di bagian umum,” singkatnya. (MYU/DZH)

  • Aroma Upeti di DPRD Lebak

    Aroma Upeti di DPRD Lebak

    LEBAK, BANPOS – Sebagai lembaga legislatif yang merupakan representasi demokrasi, Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) dituntut dapat mewakili rakyat untuk mengontrol pemerintahan dalam membuat kebijakan maupun menjalankan pembangunan. Pada praktiknya, banyak oknum anggota DPRD yang justru memanfaatkan jabatannya demi meraih keuntungan pribadi.

    Seperti yang terjadi di DPRD Kabupaten Lebak, sejumlah oknum anggotanya disinyalir memanfaatkan jabatannya untuk ‘memetik upeti’ kepada organisasi perangkat daerah (OPD) yang ada di wilayah itu. Beragam modus pun disinyalir jadi alat untuk meraih keuntungan dari Lembaga eksekutif.

    Seorang sumber BANPOS dari salah satu OPD, mengakui harus menyetor upeti kepada sejumlah oknum anggota DPRD Lebak saat melakukan rapat dengan DPRD Lebak. Rapat yang dilakukan pun beragam, mulai dari rapat paripurna, rapat pembahasan anggaran hingga pembahasan peraturan daerah (Perda).

    Sumber itu menjelaskan, anggota dewan yang terlibat dalam momen-momen tersebut senantiasa meminta ‘jatah’ terhadap dinas-dinas yang terkait dengan rapat yang diagendakan. Besarannya tergantung dari skala isu yang dirapatkan maupun seberapa ‘gemuk” dinas yang diundang rapat.

    “Ya begitulah (minta jatah), di momen-momen tertentu dan tergantung dinasnya (Besaran permintaannya, red),” kata dia kepada BANPOS.

    Sumber itu juga mengungkapkan, secara pribadi dia pernah mengalami sendiri kena upeti dari oknum anggota dewan. Upeti diminta dalam rangka memperlancar pembahasan sebuah perda yang dalam prosesnya membutuhkan banyak sekali rapat, dari mulai perncanaan hingga pengesahan perda.

    “Pengalaman kemarin begitu, yang gila lagi kalo ngebahas perda, padahal itu kan untuk masyarakat,” sesalnya.

    Ia menerangkan, jumlah yang dimintapun tidak sedikit. Meski tidak merinci jumlah pastinya, namun dia membenarkan Ketika BANPOS menyebut angka diatas Rp10 juta.

    “Ya sekita sekitar segitulah (Rp10 juta lebih). Tadi juga diminta lagi iuran untuk dewan (DPRD). Iuran dari setiap bidang-bidang,” tandasnya.

    Sumber lain dari OPD lain di Pemkab Lebak, juga membenarkan fenomena upeeti itu. Menurut pengakuannya, hal itu kerap terjadi dalam setiap momen yang melibatkan instansi daerah dengan DPRD Lebak.

    “Iya biasa begitu. Bosen saya mah,” singkatnya.

    Pejabat lain juga menyebutkan kini kebanyakan OPD di Kabupaten Lebak enggan Menyusun perda. Karena, penyusunan regulasi daerah itu kerap menyulitkan OPD itu sendiri karena harus memenuhi permintaan oknum anggota dewan yang sebenarnya tidak ada dalam ketentuan.

    “Iya ini seolah membuat kita kesulitan, makanya kami jarang sekali menerbitkan peraturan daerah,” terangnya.

    Sementara itu, BANPOS mencoba melakukan upaya konfirmasi kepada Ketua DPRD Lebak, M Agil Zulfikar. Sejak Senin (29/4) hingga Selasa (7/5) dirinya tidak memberikan respon. Bahkan, saat BANPOS mencoba menemuinya langsung di Kantor DPRD Lebak, ia sedang tidak ada di ruangannya.

    “Lagi kunjungan keluar, enggak tahu kemananya,” kata salah seorang staf di ruang kerja Agil.

    Selain itu, BANPOS juga menghubungi Ketua Bapemperda DPRD Lebak, Peri Purnama. Sejak 30 April lalu hingga berita ini ditulis, ia tidak memberikan jawaban.(MYU/DZH)

  • Hantarkan Istri Menjadi Wakil Rakyat, Aktivis Pergerakan Harda Belly Ingatkan Untuk Amanah

    Hantarkan Istri Menjadi Wakil Rakyat, Aktivis Pergerakan Harda Belly Ingatkan Untuk Amanah

    LEBAK, BANPOS – Setelah menyelesaikan rapat pleno kabupaten, Aktivis pergerakan Harda Belly atau yang sering disapa Kak Harda , suami dari Tika Kartika Sari, Calon Anggota DPRD Lebak Terpilih Dapil 3 Fraksi PDI Perjuangan, merasa lega dengan pencapaian istri tercintanya. Bagi Kak Harda , menjadi wakil rakyat adalah panggilan pengabdian kepada rakyat kecil.

    “Sebagai orang yang pertama kali mendorong istri saya, Tika Kartika, maju sebagai wakil rakyat di Kabupaten Lebak Dapil 3 dari PDI Perjuangan, saya sudah menikah selama 12 tahun dan sangat mengenal karakter istri saya. Dia adalah sosok yang penuh kepedulian, dan melalui jalur politik ini, saya yakin ke depannya dia bisa membantu lebih banyak orang,” ungkap Kak Harda kepada BANPOS, Selasa (5/3).

    Kak Harda selalu memberikan pesan kepada istri tercintanya untuk tidak pernah melupakan sejarah hidupnya. kita lahir dari rakyat kecil , telah melewati berbagai ujian hidup. Sejak usia 1 tahun, istri saya menjadi anak yatim dan mengalami kesulitan finansial. Namun, sebagai perempuan yang kuat, Tika tidak pernah malu dengan kondisi sulit tersebut.

    “Mengingatkan Tika untuk tidak lupa akan sejarah, bahwa dia lahir dari rakyat kecil, bahwa kita pernah dibantu oleh orang lain, itu sangat penting. Dia tidak boleh menghianati asal-usulnya. Menjadi wakil rakyat bukan tempat mencari kekayaan, melainkan tempat pengabdian kepada rakyat. Saya selalu mengingatkan itu,” tambah Kak Harda.

    Proses pencalonan Tika Kartika tidaklah mudah, dengan serangkaian hinaan, fitnah, dan cacian yang harus dihadapinya. Meskipun begitu, Kak Harda selalu memberikan dukungan dan dorongan agar istri terus berkonsentrasi pada tujuan dan tetap berinteraksi langsung dengan masyarakat.

    “Dia melewati ujian luar biasa, dihina, difitnah, dicaci maki, bahkan sampai menangis. Namun, saya selalu memberinya kekuatan untuk tidak pernah putus asa, tetap fokus pada tujuan, dan terus turun bertemu langsung dengan masyarakat,” ujar kak Harda

    Alhamdulillah, kepercayaan masyarakat diberikan, dan Tika Kartika dapat duduk sebagai wakil rakyat kabupaten Lebak periode 2024-2029. Kak Harda menyampaikan terima kasih atas doa dan dukungan dari semua pihak serta berkomitmen untuk bertanggung jawab atas amanah yang diberikan selama 5 tahun ke depan.

    “Perjuangkan apa yang harus diperjuangkan dan selalu ingat pesan Ketua Umum PDI Perjuangan, Ibu Megawati, setialah dan tunduk kepada sumbermu, yaitu Rakyat-Rakyat-Rakyat,” pungkasnya. (MYU)

  • PDI-P Berpeluang Dua Kursi di Dapil 3 Lebak, Neng Tika : Siap Mengemban Amanah

    PDI-P Berpeluang Dua Kursi di Dapil 3 Lebak, Neng Tika : Siap Mengemban Amanah

    LEBAK, BANPOS – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) diperkirakan berhasil mengamankan dua kursi untuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lebak Dapil tiga setelah berhasil meraih 28.091 suara mengalahkan Golkar dan Demokrat.

    Pada perolehan suara hasil perhitungan internal partai, terdapat dua nama yang mendapatkan suara terbanyak yakni Wakil DPRD Lebak 2019-2024 yakni Junaedi Ibnu Jarta dengan perolehan 11.893 suara.

    Sedangkan suara terbanyak kedua dimenangkan oleh Caleg Nomor Urut tiga yakni Tika Kartika Sari atau akrab disapa Neng Tika.

    Menanggapi hal tersebut, Neng Tika berterimakasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung, mendoakan serta membantu mensukseskan jalannya Pemilu 2024.

    “Saya berterimakasih terutama kepada keluarga dan teman-teman yang membersamai dalam pesta Demokrasi ini,” kata Tika kepada BANPOS, Rabu (28/2).

    Ia menjelaskan, dirinya siap mengemban amanah untuk menjadi wakil dari seluruh rakyat Kabupaten Lebak di kursi Legislatif DPRD Lebak 2024-2029.

    “Saya disini bersama rakyat. Saya siap untuk membersamai rakyat dan menjadi perwakilan wanita yang berpihak kepada rakyat,” tandasnya. (MYU)

  • Ketua DPRD Lebak Bikin Seniman Kecewa

    Ketua DPRD Lebak Bikin Seniman Kecewa

    LEBAK, BANPOS – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lebak, M Agil Zulfikar, dituding membuat sejumlah seniman kecewa.

    Hal tersebut lantaran Agil diketahui tidak hadir bahkan tidak memberikan konfirmasi kepada panitia bahwa dirinya membatalkan hadir dalam kegiatan Diskusi Reposisi Seni, Anggaran dan Kebijakan yang diselenggarakan oleh Teater Guriang.

    Dikutip dari postingan Instagram @Teater_Guriang, Agil melalui Ajudannya menyatakan diri siap untuk menjadi salah satu narasumber dalam kegiatan tersebut.

    “Sampai di hari kegiatan, tidak ada konfirmasi @agilzulfikar membatalkan datang ke diskusi. Dan sampai kegiatan beres digelar, @agilzulfikar tidak ada itikad baik untuk datang dan memberi konfirmasi terkait ketidak hadirannya,” tulis akun Instagram tersebut dalam postingan tangkapan layar pesan Whatsapp dengan Ajudan Agil.

    Padahal menurutnya, peserta diskusi sudah banyak berdatangan dari berbagai wilayah di Banten. Bahkan, sikap Agil dinilai sebagai sikap acuh terhadap persoalan kebudayaan.

    “Dan sikap-sikap pimpinan seperti ini, yang tidak mau berdialog dengan masyarakat kebudayaan. Menjadi salah satu faktor, bahwa ekosistem tidak dapat terbangun dengan baik,” tandas postingan tersebut.

    Sementara itu, Direktur Guriang Tujuh Indonesia, Dede Abdul Majid, mengatakan bahwa dalam diskusi tersebut, Agil Zulfikar dan Pj Bupati Lebak, Iwan Kurniawan direncanakan sebagai narasumber. Keduanya pun tidak hadir dalam kegiatan itu.

    Namun bedanya, Iwan  sudah memberikan kabar sebelumnya jika dirinya bakal tidak hadir dalam acara tersebut.

    “Kami kecewa, hingga diskusi dimulai, ketua tak ada kabar dan mengkonfirmasi bakal tidak hadir. Sehingga kami merasa sangat dikecewakan atas hal tersebut,” kata Majid saat dihubungi wartawan, Jumat (29/12).

    Lebih lanjut Majid menyampaikan, banyak budayawan dan seniman senior yang hadir, dan menunggu jawaban dari wakil rakyat, salah satunya ketua DPRD Lebak, dalam mendukung kemajuan kebudayaan.

    “Namun kami sudah menunggu lama, banyak peserta dan budaya senior, tetapi Ketua DPRD Lebak malah tidak hadir, dan kami merasa kecewa terkait hal itu,” tandas Majid.

    Hingga berita ini ditulis, BANPOS masih berupaya menghubungi Ketua DPRD Lebak (MYU)

  • Modus Bajak Handphone Lewat APK Undangan, Anggota Dewan Lebak Jadi Korban

    Modus Bajak Handphone Lewat APK Undangan, Anggota Dewan Lebak Jadi Korban

    LEBAK, BANPOS – Maraknya pesan berantai yang berisi undangan APK di WhatsApp (WA) menuntut kewaspadaan dari masyarakat.

    Karena banyak pihak yang menjadi korban peretasan, hingga disalahgunakan oleh pelaku untuk melakukan berbagai modus penipuan.

    Seperti halnya dialami anggota DPRD Lebak, Musa Weliansyah. Aplikasi WA miliknya terkena hack (bajak) setelah ia membuka pesan undangan berbentuk APK di ponsel miliknya.

    Nomor WA miliknya kini dipakai pelaku untuk meminjam uang ke berbagai kolega.

    “Sejak tanggal 23 Oktober nomor WA saya tidak aktif. Berulang kali masuk SMS permintaan kode notifikasi tapi saat dimasukkan tidak bisa. Tapi hari ini saya dapat kabar dari beberapa kolega nomor saya aktif dan sering kirim pesan pinjam uang,” ungkap Musa kepada BANPOS, Selasa (31/10).

    Selanjutnya, Sekretaris Fraksi PPP Lebak ini pun mengimbau kepada seluruh pihak, agar jika mendapat pesan WA dari nomor dirinya itu agar mengabaikan pesan itu.

    Apalagi jika mengatas namakan dirinya meminjam dan meminta transfer sejumlah uang.

    “Info, jika ada yang menggunakan WA nomor 0813-1655-5558 itu bukan saya, tapi ada orang lain yang menggunakan. Karena nomor WA tersebut ada yang hack sejak 23 Oktober 2023,” terang Musa.

    Dikatakannya, untuk menyikapi peretasan nomor WA tersebut, politisi Lebak ini berencana akan melaporkan hal itu ke Unit Siber Polda Banten.

    “Saya berencana akan melaporkannya ke Unit Siber Polda Banten, karena pelakunya mulai melakukan penipuan ke berbagai kolega. Ini bikin malu dan sangat merugikan nama baiknya,” tuturnya. (WDO/DZH)

  • Rencana Impor Sampah Tangsel Disorot

    Rencana Impor Sampah Tangsel Disorot

    LEBAK, BANPOS – Rencana kerja sama ‘impor’ sampah dari Kota Tangerang Selatan (Tangsel) ke Kabupaten Lebak yang akan dilaksanakan pada tahun depan, mendapat sorotan dari Anggota DPRD Lebak, Musa Weliansyah. Musa menilai, kebijakan tersebut perlu dikaji ulang, mengingat pengelolaan sampah di Lebak pun masih belum benar.

    Untuk diketahui, Pemkot Tangsel dan Pemkab Lebak tengah melakukan penjajakan kerja sama pengelolaan sampah. Salah satu poinnya adalah rencana pengelolaan sampah dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang di Tangsel, yang akan direlokasi ke TPA Dengung yang berada di Maja sesuai perjanjian kerjasama (PKS).

    Musa yang merupakan politisi PPP Lebak pun menegaskan bahwa kebijakan itu harus dikaji ulang. Pasalnya, di Lebak sendiri tata kelola sampah belum berjalan baik, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).

    “Kebijakan itu harus dikaji dulu secara matang. Karena sejauh ini manajemen tata kelola sampah di Kabupaten Lebak sendiri masih belum maksimal,” ujarnya kepada BANPOS, Minggu (1/10).

    Musa mengatakan, kerja sama pengelolaan sampah jangan hanya mengedepankan profit belaka. Menurutnya, hal tersebut bukan hanya pada kontribusi atau retribusi saja, namun perlu adanya perbaikan manajemen tata kelolanya.

    “Karena jujur, hingga saat ini pengelolaan sampah di Lebak masih buruk. Seperti di TPS di Pasir Mantang Cihara, juga di pasar-pasar tradisional dan wilayah lain di Lebak, masih butuh tata kelola yang baik,” terang Musa.

    Karenanya dalam hal ini, politisi yang juga mantan aktivis Lebak ini meminta dinas terkait, untuk menyiapkan sarana dan prasarana yang memadai, termasuk tahapan Amdal.

    “Dinas terkait harus jeli dalam melihat Amdal-nya, jangan sampai masyarakat justru yang dirugikan dengan risiko dari sampah itu, seperti bau, serta ancaman penyakit,” jelas Musa.

    Pada bagian lain, Wakil Ketua Fraksi PPP Lebak ini pun menyinggung soal keterbatasan pengoperasian alat berat di Lebak yang pernah terjadi di Tahun 2021 lalu, sehingga membuat sampah di TPA Dengung membludak.

    “Kasus Dengung jangan sampai terulang lagi. Persiapan sarana dan prasarana harus jadi prioritas. Jangan sampai masyarakat Lebak yang jadi ‘korban’ dengan adanya kerja sama itu,” tegasnya.

    Sebelumnya, pada Jumat (29/9) di Kabupaten Lebak, Pemkot Tangsel dan Pemkab Lebak melakukan penjajakan terkait dengan kerja sama impor sampat tersebut. Menurut Walikota Tangsel, Benyamin Davnie, kerja sama itu dalam rangka pengelolaan sampah agar menjadi maksimal dengan memastikan tempat pembuangan akhir yang memadai.

    “Karena saat ini di TPA Cipeucang hampir separuhnya lebih sudah diisi timbunan sampah, dan kami memiliki keterbatasan lahan,” kata Benyamin usai menandatangani nota kesepakatan bersama Pemkab Lebak, di Gedung Negara Pendopo Kabupaten Lebak, pada Jumat (29/9).

    Ia meyakini dengan kerja sama yang dilakukan, tentunya akan menguntungkan untuk kedua belah pihak. Baik bagi Tangsel maupun Lebak. Dimana nantinya akan dilaksanakan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Dinas Lingkungan Hidup Tangsel dengan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lebak.

    “Jadi salah satu poinnya terkait pengelolaan sampah dari TPA Cipeucang akan dibawa ke TPA Dengung yang berada di Kabupaten Lebak,” terangnya.

    Sementara itu gayung bersambut, Pemerintah Kabupaten Lebak disampaikan oleh Bupati Iti Octavia Jayabaya mengatakan, dengan nota kesepakatan bersama, tentu akan menambah pendapatan daerah.

    “Sekali lagi kami menyambut baik dalam hal ini kerja sama dengan Pemkot Tangsel. Semoga memberikan kemanfaatan buat kita,” ucapnya.

    Hal ini diharapkan ke depannya oleh Pemkab Lebak dapat menghasilkan terobosan-terobosan pembangunan ditambah kerja sama lainnya dengan Pemkot Tangsel.

    “Terobosan-terobosan pembangunan nanti bisa kami lakukan, dan berbagai kerja sama lainnya, misal pendidikan,” tandasnya. (WDO/DZH)

    Caption: Tampak kondisi TPA Dengung yang berada di Desa Sindangmulya Kecamatan Maja.

  • DPRD dan Pemkab Lebak Didesak Panggil PTPN VIII

    DPRD dan Pemkab Lebak Didesak Panggil PTPN VIII

    LEBAK, BANPOS – Habisnya masa kontrak Hak Guna Usaha (HGU) PTPN VIII yang telah berlalu hingga puluhan tahun membuat Kelompok Pemuda Aksi Lingkungan (KEPAL) berang. Mereka pun meminta DPRD dan Pemkab Lebak tegas memanggil PTPN VIII, karena memanfaatkan lahan selara ilegal.

    Pada Jumat (11/8) lalu, KEPAL menggelar aksi unjuk rasa guna mendesak Pemda Lebak, untuk segera menegakkan aturan mengenai pemanfaatan lahan, khususnya yang diduga telah dilakukan secara ilegal oleh PTPN VIII secara puluhan tahun.

    Korlap Aksi, Riki Maulana, dalam keterangannya mengatakan bahwa DPRD Lebak harus hadir di saat adanya kegelisahan dan kegaduhan, terkait adanya HGU lahan milik negara yang belum diperpanjang, khususnya lahan HGU PTPN VIII.

    Menurutnya, pemerintah dan wakil rakyat terkesan membiarkan pihak PTPN VIII dengan HGU yang sudah habis, namun masih bebas beraktivitas di lahan negara itu

    “Lantas bagaimana dengan aturan yang dibuat oleh negara? Bukan kah Pemkab Lebak, DPRD Lebak juga sama kepanjangan tangan pemerintah, kepanjangan rakyat. Apalagi DPRD selaku wakil rakyat yang tentu seharusnya dan wajib merakyat. Karena setahu kami, ketika HGU sudah habis, wajib semua pihak untuk memperpanjang, karena di sini ada perhitungan hasil untuk negara,” ungkap Riki.

    Pihaknya pun mendesak agar DPRD Lebak dengan Pemkab untuk segera serius melakukan penindakan, dengan memanggil pihak PTPN VIII guna memastikan status lahan HGU yang belum diperpanjang tersebut.

    Ia menegaskan, jika pihak DPRD Lebak masih cuek dengan aspirasi dan keluhan warga terkait PTPN VIII tersebut, Riki mengaku akan memberikan kejutan yang lebih besar kepada DPRD Lebak.

    “Jika keperdulian kami terhadap negara khususnya Kabupaten Lebak masih saja diabaikan, aspirasi kami masih tidak didengar, maka lihat saja nanti ada kejutan dari kami,” tegasnya.

    Anggota Komisi II DPRD Lebak, Peri Purnama, membenarkan bahwa aturan HGU itu jika sudah habis, maka harus diperpanjang atau kembali diambil negara.

    “Benar, apabila sudah habis masa kontraknya dan tidak di perpanjang, atau tidak mendapat persetujuan perpanjangan, harus angkat kaki. HGU itu kewenangan pemerintah pusat, dan pemerintah daerah hanya bisa merekom saja,” terangnya.

    Dikatakan Peri, Pemda harus berusaha mencari jalan keluar dan menegaskan terkait dengan aturan tersebut.

    “Intinya pemerintah daerah harus mencari solusi untuk itu dengan cara berkonsultasi dengan pemerintah pusat yang menangani terkait HGU itu. Untuk perkebunan yang harus dikaji izin HGU-nya itu ada yang di Rangkas dekat Polres, itu juga ada yang masuk ke Maja dan juga ada di Lebak Selatan,” jelasnya.  (WDO/DZH)

  • Polemik Penutupan JPL 183 Rangkasbitung Memanas, Pedagang Bareng Warga Oncog DPRD Lebak

    Polemik Penutupan JPL 183 Rangkasbitung Memanas, Pedagang Bareng Warga Oncog DPRD Lebak

    LEBAK, BANPOS – Penolakan terhadap penutupan perlintasan sebidang JPL 183 di Jalan Rt Hardiwinangun, Stasiun dan Pasar Rangkasbitung kian memanas. Pada Senin (7/8) pagi, ratusan orang yang terdiri dari masyarakat, pedagang hingga pengelola parkir melakukan aksi demonstrasi di depan gedung DPRD Kabupaten Lebak.

    Dalam aksi yang dilakukan secara damai tersebut, terlihat seluruh pihak bersepakat pada satu tuntutan yakni menolak penutupan permanen dari JPL 183.

    Seperti yang diungkapkan oleh pedagang sayur di Pasar Rangkasbitung, Asih. Ia mengatakan, dengan ditutupnya JPL tersebut, seluruh pedagang di sekitaran jalan mengalami penurunan omzet mencapai 50 hingga 90 persen.

    “Pokoknya kami mau dibuka jalannya. Kalau tidak didengar, kami akan ajak seluruh pedagang untuk aksi. Ini baru setengahnya saja,” ujar Asih kepada BANPOS di tengah berjalannya aksi.

    Selain pedagang, aksi tersebut juga diikuti oleh masyarakat Kampung Empang. Salah satu masyarakat dalam orasinya memaparkan, penutupan JPL 183 tersebut tidak efektif dalam mengurai kemacetan.

    Menurutnya, kemacetan bukan diatasi namun dipindahkan. Sebab, pada rekayasa lalulintas yang diberikan, malah menimbulkan kemacetan yang lebih padat di setiap harinya.

    “Selain itu, banyak masyarakat yang malah masuk ke kampung kami hanya demi menghindari macet yang akhirnya macet juga di kampung kami. Bayangkan, di sana banyak masyarakat dan anak kecil. Ini berbahaya, jadi kami minta ini agar jalur tersebut (JPL 183) kembali dibuka,” katanya.

    Setelah satu jam lamanya massa aksi saling bergantian berorasi, pihak DPRD Kabupaten Lebak diwakili Komisi I DPRD, meminta perwakilan dari massa aksi untuk memasuki ruangan yang disediakan untuk melakukan audiensi.

    Dalam audiensi tersebut, pihak DPRD berkomunikasi bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak. Tak berselang lama, perwakilan Pemkab Lebak hadir dalam audiensi tersebut, di antaranya Asisten Daerah I, Kepala Dinas Perhubungan, Kasat Pol PP dan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan.

    Pada kesempatan tersebut, Asda I Lebak, Alkadri, mengatakan bahwa pihaknya melakukan penutupan permanen pada JPL 183 tersebut, setelah melewati hasil pertimbangan dan kajian dengan tujuan demi masyarakat Kabupaten Lebak.

    “Dengan hadirnya bapak ibu disini, kami akan melakukan evaluasi lagi sesuai dengan aspirasi yang dibawa,” kata Alkadri.

    Sementara itu, Kepala Dishub Lebak, Rully Edward, mengatakan bahwa penutupan JPL tersebut merupakan program dari Kementerian Perhubungan, serta untuk menunjang perubahan Stasiun Rangkasbitung menjadi Stasiun Ultimate.

    “Banyak kebaikan di dalamnya. Selain untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan mengurai kemacetan, ini juga untuk mendukung pembangunan Stasiun ultimate yang mana akan menjadi Stasiun ke dua karena hanya ada satu di Jakarta,” jelas Rully.

    Menanggapi keterangan tersebut, massa aksi merasa kecewa hingga akhirnya terjadilah perdebatan dan ketegangan dalam audiensi tersebut.

    Audiensi alot tersebut berjalan hampir dua jam tanpa titik temu. Hingga akhirnya salah satu koordinator aksi, Roni, menegaskan bahwa pihaknya meminta agar pemerintah dapat membuka jalur tersebut dengan dua pilihan.

    “Kita minta buka total, tapi setidaknya untuk saat ini kami minta akses terlebih dahulu untuk pejalan kaki,” tegasnya.

    Hingga akhirnya, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Lebak, Enden Mahyudin, menengahi perdebatan tersebut dengan memberikan solusi bagi kedua belah pihak.

    “Sampai Rabu nanti diharap Pemerintah bisa memberikan akses jalan kepada masyarakat minimal untuk lalulintas manusia. Setelah itu, dilakukan kembali kajian apakah memang diperlukan untuk ditutup permanen atau tidak,” tandasnya.

    Massa aksi sepakat dengan keputusan tersebut, akhirnya seluruh massa aksi membubarkan diri dari Gedung DPRD Kabupaten Lebak dengan melakukan kegiatan memungut sampah dari aksi tersebut. (MYU/DZH)