Tag: Endy Kurniawan

  • Khofifah dan Susi Bersaing Jadi Cawapres Perempuan

    Khofifah dan Susi Bersaing Jadi Cawapres Perempuan

    JAKARTA, BANPOS – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia mengusulkan calon wakil presiden (cawapres) perempuan, jika terjadi kebuntuan dalam penentuan cawapres yang hingga kini masih alot. Hal itu berdasarkan hasil riset digital yang dilakukan Partai Gelora, yang berhasil memotret pendapat warganet mengenai kemungkinan cawapres perempuan di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

    Sebab, ketiga bakal calon presiden (capres), yakni Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan, tampaknya kesulitan dalam menentukan siapa cawapres yang akan mereka pilih, karena melakukan kalkulasi hitung-hitungan politik. Sehingga cawapres ketiga capres tersebut, terlihat masih menggantung hingga kini. Dan kemungkinan baru diputuskan pada saat-saat akhir menjelang pendaftaran pasangan Capres-Cawapres pada bulan Oktober 2023.

    “Dari hasil riset Gelora Petamaya bekerja sama dengan Lembaga Riset Digital Cakradata, warganet menyarankan agar cawapresnya berasal dari perempuan saja, banyak yang memiliki rekam jejak dan popularitas cukup tinggi,” kata Ketua Bidang Rekrutmen Anggota DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Endy Kurniawan dalam keterangannya, Rabu (30/8).

    Hal itu disampaikan Endy Kurniawan saat memaparkan hasil riset digital Gelora Petamaya Edisi ke-8 tentang ‘Pandangan Warganet terhadap Cawapres Perempuan’ yang ditayangkan di kanal YouTube pada Minggu (27/8) malam. Menurut Endy, warganet mulai memotret tentang perimbangan suara perempuan dan suara laki-laki dalam daftar pemilih Pemilu 2024, ternyata diketahui cukup berimbang.

    “Suara perempuan dan suara pria dalam daftar pemilih pada pemilu 2024, itu cukup berimbang tinggi. Makanya warganet menyarankan agar cawapresnya perempuan untuk menjaga keseimbangan tersebut,” katanya.
    Karena itu, Partai Gelora merasa terpanggil untuk membahas secara khusus tentang bakal cawapres perempuan, dengan menyorot persepsi warganet menjadi perhatian utama agar posisi wakil presiden (Wapres) tidak sekedar menjadi ban serep.

    Sebab, Wapres tupoksi utamanya adalah menjadi pembantu Presiden, menjadi pengganti saat Presiden berhalangan. Sedangkan di masa pemilihan presiden seperti 2024 sekarang, cawapres bisa menjadi ‘modal’ elektoral yang bisa mendongkrak elektabilitas capres.

    “Data riset digital kami ambil dari data digital pada 1 Januari-15 Agustus 2023. Dan dari simulasi yang kami lakukan, muncul nama cawapres perempuan di sana,” katanya. Dalam melakukan riset ini, Gelora Petamaya dan Cakradata memasukan keyword nama-nama beberapa bakal cawapres perempuan.

    “Misalnya muncul yang tertinggi itu nama Khofifah Indar Parawansa diusulkan menjadi nama cawapres untuk mengamankan suara Nahdlatul Ulama sebesar 25 persen. Dan yang kedua, adalah Susi Pudjiastuti sebesar 24 persen, karena dianggap layak sebagai bakal cawapres,” ungkapnya.

    Sedangkan yang ketiga, bukan memunculkan nama, tetapi suara 24 persen warganet mengusulkan, kenapa tidak Wakil Presiden perempuan, karena akan mencetak sejarah Indonesia.

    “Keempat, pendapat dari warganet sebesar 17 persen mengatakan, cawapres perempuan akan punya peran penting terhadap isu lingkungan. Dan yang terakhir, kelima sebesar 9 persen ada keinginan warganet untuk mendapatkan bakal cawapres yang membawa menginspirasikan kaum perempuan,” paparnya.
    Ada beberapa nama cawapres perempuan yang diusulkan mendampingi capres Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.

    Pertama adalah Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa sebesar 63.177 suara warganet. Lalu, yang kedua mantan Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti sebesar 48.361 suara. Kemudian ketiga mantan Wali Kota Surabaya yang kini menjadi Menteri Sosial Tri Rismaharini sebesar 46.830 suara.

    “Riset ini setidaknya ini menggambarkan perbincangan yang terjadi di dunia maya dan referensi warganet terhadap siapa yang cocok dianggap sebagai cawapres perempuan yang mewakili kepentingan tertentu dan merepresentasikan mereka,” katanya.

    Endy berharap cawapres perempuan bisa menjadi pertimbangan bagi ketiga capres dalam menentukan cawapresnya. Karena elektabilitas para capres saat ini masih berkisar antara 36-38 persen. “Dengan masuknya capres perempuan ini perlu dilihat sebagai sebuah kemungkinan untuk menaikkan elektabilitas capres tersebut di atas 50 persen. Partai Gelora sendiri telah menentukan dukungannya ke Prabowo Subianto, dan tidak mengusulkan cawapres, tetapi kami ingin memberikan pemahaman inspirasi kepada masyarakat,” tegas Endy.

    Menanggapi usulan cawapres perempuan, Ketua Bidang Gaya Hidup, Hobi dan Olahraga (Gahora) DPN Partai Gelora Kumalasari Kartini mengatakan, peran perempuan tidak bisa dipandang sebelah mata dalam membangun bangsa Indonesia. Sebab, kaum perempuan tidak hanya memikirkan nasib generasi bangsa setiap 5 tahun sekali seperti yang dilakukan para politisi, tetapi selamanya.

    “Tidak ada yang lebih tepat dalam memikirkan generasi bangsa itu selain di tangan para ibu atau perempuan. Di tangan para ibu-lah kebangkitan masa depan generasi bangsa Indonesia bisa ditentukan,” kata Kumalasari Kartini.

    “Karena itu tepat, Wapres 2024 diisi perempuan. Sebab, jangan pernah anggap remeh peran perempuan dalam membangun bangsa indonesia. Indonesia juga pernah punya Presiden perempuan (Megawati Soekarniputri),” imbuhnya. Sementara Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengatakan, keberadaan cawapres selama ini menjadi hak prerogatif dari seorang capres.

    “Capres secara sepihak bisa memutuskan siapa cawapres yang akan mendampinginya seperti halnya seorang Presiden mengangkat menterinya, karena pada dasarnya seorang wakil presiden juga adalah pembantu presiden. Memang nggak ada fungsinya, kalau tidak difungsikan,” kata Fahri.

    Sehingga ketika masa era Presiden Soeharto, maka Wapresnya adalah orang dekat Soeharto. Ketika BJ Habibie naik menjadi Presiden menggantikan Soeharto, memilih tidak menggunakan Wapres.

    “Nah, ketika masa Gus Dur dan Megawati. Yang jadi Presiden bukan berasal dari perolehan suara terbanyak, PDIP. Tetapi justru Gus Dur yang Presiden dan Megawati yang jadi Wapres, karena situasi politik saat itu menjadi jalan tengah agar tidak ada konflik,” katanya.

    Fahri menilai posisi Wapres yang dianggap berfungsi dan memberikan warna bagi perjalanan bangsa Indonesia, adalah Wakil Presiden Muhammad Hatta (Bung Hatta) di era Presiden Soekarno (Bung Karno).
    “Bung Hatta itu seorang intelektual besar, kalau bicara ilmu administrasi itu tidak ada tandingannya. Dia juga seorang sarjana hukum yang paham betul ketatanegaraan, dan dia juga seorang ekonomi,” tandasnya.(PBN/RMID)