INDONESIA, BANPOS – Komitmen Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Erick Thohir untuk membenahi sepak bola tanah air tidak main-main. Untuk urusan memberantas mafia bola, Erick menggandeng langsung Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Harapannya, kick of Liga 1 yang dimulai awal Juli mendatang, benar-benar bebas dari mafia sepak bola.
Kemarin pagi, Erick sengaja datang ke Mabes Polri di kawasan Blok M, Jakarta untuk bertemu Jenderal Sigit. Turut hadir mendampingiri Erick, Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB), Ferry Paulus dan Ketua Badan Tim Nasional (BTN), Sumardji. Selanjutnya, Erick bersama rombongan menggelar rapat tertutup dengan Kapolri.
Sekira 1 jam, Erick dan Kapolri keluar ruangan untuk menggelar konferensi pers di Lobby Gedung Utama Mabes Polri. Keterangan pers disampaikan langsung oleh Erick bersama Kapolri.
Dalam keterangannya, Erick mengaku pertemuannya itu untuk membahas soal mafia bola yang selama ini cukup meresahkan. Kepada Kapolri, eks Presiden klub bola asal Italia Inter Milan itu, menyerahkan data-data dugaan pengaturan pertandingan atau match fixing yang dilakukan mafia bola. Bahkan soal kecurangan ini, Erick membeberkan bahwa kasus itu sudah diketahui Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA).
Erick mengancam, akan memberi sanksi tegas berupa larangan berkecimpung dalam dunia sepak bola, bagi seluruh pelaku match fixing alias mafia sepak bola. Hal itu sejalan dengan perintah Presiden Jokowi dan FIFA untuk menciptakan iklim sepak bola yang bersih.
“Kami mendorong hukuman seumur hidup kepada wasit, pemain, pemilik, pengurus, bahkan saya sendiri, jika ada yang terlibat mafia sepak bola,” tegas Erick, dalam konferensi persnya bersama Kapolri di Mabes Polri, Jakarta, kemarin.
Erick berharap, sepak bola dapat meniru pertandingan basket yang telah menerapkan sanksi serupa. Kalau aturan ini ditegakkan, Erick optimis, penyelenggaraan sepak bola yang kondusif dapat memperbaiki citra sepak bola Indonesia yang diminta FIFA dan Presiden Jokowi.
“Pihak kepolisian menjadi yang terdepan dalam pemberantasan mafia bola dan pengaturan skor. Ini dilandasi data dan fakta, bukan asumsi,” ungkap Erick.
Pada kesempatan yang sama, Kapolri menegaskan, pihaknya telah membentuk satgas mafia sepak bola sejak Maret 2023. Satgas itu sebagai berperan dalam mengawal dunia olahraga, termasuk kompetisi Liga 1, Liga 2, dan Liga 3.
Sigit mengatakan, Satgas mafia bola diaktifkan untuk memberantas praktek pengaturan skor dan menciptakan kelancaran kompetisi Liga 1 tahun 2023/2024 yang bakal bergulir pada 1 Juli 2023 dan berakhir pada 30 Mei 2024.
“Liga yang berkualitas juga menghasilkan atlet-atlet berprestasi, dan tentunya siap untuk maju pada laga nasional dan internasional,” tuturnya.
Eks Kabareskrim ini menambahkan, berdasarkan laporan yang disampaikan PSSI, saat ini pihaknya telah menemukan adanya indikasi pelanggaran atau kecurangan yang dilakukan perangkat pertandingan. Karena itu, dalam waktu dekat, Satgas Anti Mafia Bola akan bergerak melakukan penyidikan.
Namun, Sigit belum dapat mengungkapkan kasus indikasi pelanggaran atau kecurangan tersebut. Karena Tim Satgas masih bergerak melakukan penyidikan dan pendalaman.
“Kami membuka ruang bagi siapapun untuk melapor. Berikan informasi, untuk kami dalami. Jika kita dapatkan, kami akan proses. Kalau di Polri, prosesnya ya pidana. Hasilnya, akan kami laporkan ke PSSI,” pungkasnya.
Sementara itu, Presiden Madura United Achsanul Qosasi menyambut baik pembentukan Satgas Mafia Bola. Dia berharap, Satgas itu mampu menciptakan Liga yang bersih dan bebas dari praktik pengaturan pertandingan.
Achsanul, mendukung penuh langkah PSSI dan Polri yang ingin menciptakan iklim sepak bola yang bersih. Sebab hal itu dapat menyuburkan tim lokal maupun para pemain. “Bagus. Ini bentuk keseriusan Pengurus PSSI saat ini,” ungkap Achsanul, semalam.
Dukungan juga datang dari pengamat sepak bola nasional, Kesit Budi Handoyo. Dia mengaku bersyukur dengan ketegasan Erick yang akan menjatuhkan sanksi berat bagi siapapun yang terlibat melakukan match fixing.
Menurutnya, para pelaku match fixing tidak pantas berada dalam dunia olahraga yang menjunjung tinggi sportivitas dan hanya akan mengotori sepak bola Indonesia.
“Memang seharusnya hukuman berat dijatuhkan buat para pelaku match fixing. Siapa pun yang terlibat jangan lagi diberi kesempatan terlihat di sepak bola. Kita nggak butuh orang-orang seperti itu,” ujar Kesit, kemarin.
Menurutnya, bila PSSI tegas, maka akan timbulkan efek jera bagi lingkaran mafia bola. Para mafia bola itu, kata dia, akan berpikir ribuan kali jika masih berupaya untuk cawe-cawe di kejuaraan Liga 1 dan 2.
Terpenting, lanjut dia, tindakan menghukum para mafia bola tidak boleh pandang bulu.
Mulai tingkatan paling atas sampai bawah, semua harus diberikan hukuman supaya industri sepak bola Indonesia bersih dan berprestasi.
“Termasuk jika ada pengurus PSSI atau pengurus klub yang terlibat. Ketum PSSI juga harus tegas, jangan hanya sekadar lips service,” tuturnya.
Kesit juga menyarankan, jika terbukti ada oknum yang terlibat, para pelaku tindak hanya dijauhkan dari sepak bola tapi juga diberikan sanksi pidana sesuai dengan tingkat pelanggarannya. “Hukuman organisasi dan juga pidana harus sejalan,” pungkasnya. (RMID)