Tag: FOPKIA Kabupaten Tangerang

  • FOPKIA dan Pemkab Tangerang Diskusikan Pemerintahan Kolaboratif

    FOPKIA dan Pemkab Tangerang Diskusikan Pemerintahan Kolaboratif

    SERANG, BANPOS – Pemerintahan kolaboratif dapat terwujud dengan adanya beberapa prasyarat dan syarat yang harus dimiliki baik oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat sipil. Sebab itu, perlu ada komitmen dari seluruh pihak untuk mewujudkannya. Peran masyarakat sipil juga cukup mumpuni, terutama terkait inovasi dan progresif terhadap tujuan yang ditetapkan.

    Dalam rangka mendorong pemerintahan kolaboratif tersebut, Forum Peduli Kesehatan Ibu dan Anak (FOPKIA) Kabupaten Tangerang mengadakan diskusi interaktif tentang pentingnya kebijakan lokal dalam mendukung keberlanjutan organisasi masyarakat sipil dan keterbukaan informasi publik, Kamis (18/8) di Aula BAPPEDA Kabupaten Tangerang.

    Ketua FOPKIA Kabupaten Tangerang, Atif, menyampaikan bahwa saat ini lembaganya sudahh melakukan beberapa upaya kolaborasi dengan opd-opd terkait kesehatan ibu dan anak, seperti Dinas Kesehatan dan Dinas P3AKB.

    “Sebuah angin segar jika FOPKIA Kabupaten Tangerang bisa dipercaya dalam mengakses swakelola tipe III di tahun ini ataupun tahun depan. Hal ini untuk membuktikan bahwa FOPKIA memiliki kompetensi dalam satu bidang keahlian,” ujar Atif.

    Sementara itu, Plt Kepala BAPPEDA Kabupaten Tangerang, Efi Indarti menyampaikan bahwa dalam mencapai Collaborative Governance (pemerintahan kolaboratif) yang baik, ada tiga aktor penting yang bisa membantu hal ini terwujud yaitu, masyarakat, pemerintah, dan swasta.

    “Jika tiga hal ini bisa bersinergi dengan baik, maka apapun yang menjadi solusi dalam menjawab permasalahan di Kabupaten Tangerang akan terjewantahkan,” jelas Efi.

    Ia menyatakan, peran dari Civil Society Organization (CSO) dalam kemitraan tersebut adalah, dengan membantu pemerintah dalam menyampaikan kepada masyarakat tentang program-program yang sudah dilaksanakan dan bisa dirasakan masyarakat.

    Sementara itu, Anggota Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) Kabupaten Tangerang, Ahmad Syahril menyatakan, pentingnya peran CSO harus bisa menjadi katalisator yang baik, bahkan bisa menjadi eksekutor dengan enam kompentensi literasi yang harus dimiliki.

    “Literasi numeric, literasi sains, literasi informasi, literasi financial, literasi budaya dan warga negara dan literasi 4.0. Hal ini sebagai modal dari CSO untuk menjawab semua tantangan yang ada di Kabupaten Tangerang. Karena pemerintahan tidak bisa berjalan sendiri tanpa adanya peran CSO yang inovatif, kreatif, dan progresif dalam mencapai tujuan yang sudah ditentukan,” ujarnya.

    Konsultan USAID Madani, Ervyn Kaffa menyatakan, salah satu landasan adanya partisipasi dan kolaborasi antara pemerintah dengan organisasi kemasyarakatan (ormas) adalah Perpres 16 tahun 2018 yang didalamnya terdapat swakelola Tipe III.

    “Yaitu, swakelola yang direncanakan dan diawasi oleh Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah (K/L/PD) penanggung jawab anggaran dan dilaksanakan oleh Ormas Pelaksana Swakelola. Ketentuan lebih lanjut mengenai swakelola kemudian diatur dengan Peraturan LKPP Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Swakelola,” terangnya.

    Menurutnya, terkait implementasi perpres tersebut, Pemerintah Kabupaten Tangerang harus bisa memberikan ruang kepada OMS yang memiliki kompetensi dalam satu bidang keahlian.

    “Hal ini bisa menjadi warna baru dalam hal kolaborasi yang sangat baik antara pemerintah dengan OMS,” jelasnya.

    Pemateri selanjutnya, Direktur Perekat Demokrasi, Khoerun Huda menyatakan, peran OMS dalam membantu kerja-kerja pemerintah dapat menjadi alternatif bagi pemerintah dalam mendorong adanya percepatan pembangunan di Kabupaten Tangerang.

    “FOPKIA Kabupaten Tangerang tentu bisa menjadi alternatif dalam melakukan pengelolaan kegiatan secara mandiri dengan mengakses swakelola tipe III,” ujar Huda.

    Ia menyampaikan salah satu capaian FOPKIA ketika melakukan CSC terkait tentang pelayanan kesehatan melalui perspektif dari pemberi pelayanan ataupun penerima layanan.

    “Dari hasil yang diperoleh ternyata kedua perspektif memberikan gambaran secara objektif tentang pelayanan kesehatan yang cukup baik di lokasi piloting projects,” tandasnya. (Red)

  • OMS Tangerang Kerjasama dengan Pemkab, Tangani AKI, AKB dan Stunting

    OMS Tangerang Kerjasama dengan Pemkab, Tangani AKI, AKB dan Stunting

    TANGERANG, BANPOS – Sejumlah Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang tergabung dalam Forum Sehat Gemilang (Learning Forum), menggelar focus grup discuss (FGD) bersama dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang di sebuah rumah makan di Kabupaten Tangerang, Kamis (13/1). Hadir dalam FGD penyepakataanx unit dan desain modeling bersama Pemda tersebut, Pemerintah Kecamatan Teluknaga, Pemerintah Desa Tegal Angus, Pemerintah Desa Kampung Melayu Barat, Puskesmas Kecamatan Teluknaga, Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, BAPPEDA Kabupaten Tangerang, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Tangerang, Kesbangpol Kabupaten Tangerang, dan DPMD Kabupaten Tangerang.

    Camat Teluknaga, Zam-Zam Manohara, menyampaikan terimakasih atas penunjukan lokasi yang berada di wilayah tugasnya. Ia mengaku, tentu hal itu menjadi angin segar untuk bisa bersinergi dengan FOPKIA Kabupaten Tangerang, yang didukung oleh USAID Madani dalam hal pembentukan POKJA KIBBL di dua Desa yang menjadi binaannya.

    “Banyak faktor yang menjadi temuan di masyarakat terkait stunting, sebenarnya dari pola hidup dan kelainan kesehatan. Sebagai contoh daerah kita terkenal dengan tumpah ruahnya biota laut salah satunya ikan, namun masyarakat khususnya ibu hamil rendah akan konsumsi ikan laut,” ungkapnya.

    Ia menyebut, rendahnya konsumsi ikan oleh ibu hamil menjadi masalah terkait Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Sehingga, nanti pihak kecamatan akan ada sinkronisasi ketika Musrenbang Desa dan Musrenbang Kecamatan, terkait fokus isu Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) serta stunting.

    “Mudah-mudahn dengan adanya desa percontohan ini akan bisa di replikasi di desa-desa lain yang masuk zona merah AKI, AKB dan Stunting,” tandasnya.

    Sementara itu, kepala Desa KP Melayu Barat ,sekaligus ketua APDESI Kecamatan Teluknaga, Subur Maryono, turut menyampaikan rasa terimakasih atas penunjukan desany sebagai intervensi fokus AKI, AKB serta stunting.

    “Memang banyak faktor yang menjadi temuan masalah dilapangan terkait isu KIA. Kami akan memaksimalkan semua elemen masyarakat dan tentuntya pemerintahan desa terkait akan adanya POKJA KIBBL di desa kami,” tuturnya.

    Lebih jauh, kabid Dinkes Kabupaten Tangerang dr. Sri Indriyani, dalam pemaparanya menyampaikan terkait stunting, yang pada dasarnya dapat dicegah sedini mungkin. Hal itu dilakukan melalui deteksi dini kepada si anak, yaitu kunjungan kepada Faskes terdekat atau Puskesmas.

    “Hal ini menjadi langkah sangat baik tentunya jika dilakukan,” katanya.

    Ia menjelaskan, ada 5 tahapan sebelum anak menjadi stunting. Dimulai dari gagal tumbuh-BB atau Berat Badan, Kurang-Gizi Kurang/Gizi Buruk-Stunting dan Mikrosefali.

    “Adapun dua strategi penanganan stunting, Pertama Intervensi Gizi Spesifik. Dimana intervensi yang ditunjukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK),” tuturnya.

    Kegiatan intervensi gizi umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan. Intervensi ini bersifat jangka pendek, hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek.

    “Kedua Intervensi Gizi Sensitif, dimana intervensi yang ditunjukan melalui berbagai kegiatan pembangunan diluar sektor kesehatan. Sasarannya adalah masyarakat umum, tidak khusus untuk 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), maka jika ini dilakukan tentunya akan menekan angka stunting di Kabupaten Tangerang sendiri,” jelasnya.

    Sementara itu, ketua FOPKIA Kabupaten Tangerang, Atif, menjelaskan histori pemilihan desa yang dijadikan modeling. Kata dia, pada workplane FOPKIA pengajuan desa ploting 2 kali pengusulan yang pertama kec tiga raksa desa, namun Tigaraksa tidak menjadi zona merah terkait AKI AKB dan stunting.

    “Kami berkoordinasi dan komunikasi dengan Dinkes, agar ploting masuk pada kecamatan yang desanya zona merah AKI, AKB dan stunting. Lalu kami usulkan perubahan ploting dari kecamatan Tigaraksa ke Kecamatan Mauk (desa sasak dan banyu asih),” jelasnya.

    Dalam perjalanan, tenyata stunting dan AKI AKB yang tinggi. Kemudian, ada kasus gizi buruk di kecamatan Teluknaga.

    “FOPKIA langsung berkomunikasi terkait kasus gizi buruk d kecamatan teluknaga kami berkomunikasi dengan kepala desa KP. Melayu Barat dan Tegal Angus dan camat teluknaga agar PLOTING KIBBL desa masuk ke Kecamatan Teluknaga,” tandasnya. (MUF)