TANGSEL, BANPOS – Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) mengamanatkan Pimpinan Pondok Pesantren di Kota Tangsel dan Banten, untuk bertindak sebagai rumah Kebhinekaan di tengah panasnya situasi politik yang terjadi di tanah air.
Dengan begitu, maka pilihan politik yang berbeda tidak berpengaruh dan menjadikan perbedaan sebagai Rahmatan Lil Alamin.
Hal itu terungkap dalam Rapat Kerja (Raker) FSPP Kota Tangsel yang dihadiri oleh Sekretaris FSPP Provinsi Banten, Fadlullah. Dalam kesempatannya, ia menegaskan bahwa perbedaan harus dianggap sebagai rahmat, tidak menciptakan masyarakat yang terbelah.
“Jadi Tangsel itu kan cerdas, modern, dan religius. Jadi Pimpinan Pondok Pesantren harus hadir untuk merawat tradisi tafaqquh fiddin dan dilengkapi dengan kemajuan teknologi, terutama teknologi digital, di mana pesantren harus melek digital dan teknologi lainnya terkait dengan modernitas,” ujarnya, Jumat (20/10).
Ia menyebutkan, yang paling penting di tahun 2024 ini adalah representasi Islam. Sehingga, semua pasangan calon pemimpin harus seimbang dan saling menghormati.
“Baik pasangan Anies-Muhaimin maupun pasangan Ganjar-Mahfud, semua menghormati ijtihad politik dari masing-masing, merawat kebhinekaan ukhuwah islamiyah dan visi Islam rahmatan lil alamin,” jelasnya.
Menurutnya, dalam pilihan politik harus didasarkan pada pertimbangan kemaslahatan untuk kemajuan pendidikan pesantren. Selanjutnya, kebebasan menjalankan misi dakwah Islam.
“Dalam hal religius ini tantangannya sangat besar, karena Tangsel ini jumlah pondok pesantrennya baru 98. Sehingga kita mendorong agar populasi pesantren di Tangsel terus bertambah,” katanya.
“Caranya adalah mendorong madrasah yang punya masjid untuk membangun asrama, sehingga tercipta ekosistem pendidikan berbasis masjid yang berasrama di Tangsel dengan jumlah yang banyak,” lanjutnya.
Menyikapi kontestasi politik yang bebas memasuki dunia pendidikan, Fadlullah menegaskan bahwa Pimpinan Pondok Pesantren boleh saja mengundang atau menerima tamu dari kandidat Capres Cawapres, calon anggota legislatif termasuk juga nanti calon-calon kepala daerah ditujukan untuk membedah gagasannya.
Akan tetapi, berkaitan pilihan, Pimpinan Pondok Pesantren tidak boleh memaksa santri dan jamaahnya untuk memilih sesuai dengan kehendak Pimpinan Pesantren.
“Pimpinan pesantren boleh memberi pertimbangan-pertimbangan mana yang lebih maslahat untuk kemajuan Indonesia dan pemajuan pesantren khususnya. Mengundang dan menerima calon boleh, yang tidak boleh itu memaksa santri dan masyarakat memilih sesuai kemauan Kyai (Pimpinan Pondok Pesantren),” tegasnya.
Di akhir, ia menyampaikan perihal Hari Santri Nasional agar dijadikan momentum untuk melakukan refleksi melakukan perubahan yang berkesinambungan.
“Perubahan untuk mendapatkan yang lebih baik, kesinambungan untuk mempertahankan program-program baik yang sudah berjalan di masa lalu,” tandasnya. (MUF/DZH)